Produk: masker

  • Gaduh Keluarga Pasien Paksa Dokter Buka Masker, PAPDI Dorong Pelaku Disanksi Hukum

    Gaduh Keluarga Pasien Paksa Dokter Buka Masker, PAPDI Dorong Pelaku Disanksi Hukum

    Jakarta

    Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) mengecam keras tindakan kekerasan yang dialami anggotanya, dr Syahpri Putra Wangsa, SpPD, KGH, FINASIM, saat bertugas di RSUD Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

    Dalam pernyataan resmi, Rabu (13/8/2025), PAPDI menyebut perlakuan tersebut termasuk kriminalisasi lantaran keluarga pasien melontarkan perkataan kasar, ancaman, intimidasi, hingga tindakan fisik berupa memegang leher dan melepas masker medis yang digunakan dr Syahpri saat memeriksa pasien.

    Mengacu Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, PAPDI secara tegas menekankan amanat perlindungan tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya sesuai standar yang berlaku.

    PAPDI sepenuhnya mendukung kriminalisasi tersebut dilanjutkan ke ranah hukum demi keadilan anggota yang menjadi korban.

    “Mengharapkan aparat penegak hukum menjatuhkan sanksi secara adil, profesional, dan sesuai ketentuan, agar perbuatan serupa tidak terulang,” demikian sorot PAPDI dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (14/8/2025).

    Berkaca pada kasus tersebut, PAPDI meminta sejumlah rumah sakit, dinas kesehatan, juga Kementerian Kesehatan RI bisa sepenuhnya menciptakan lingkungan kerja aman dan kondusif.

    “Dengan kerja sama dan komitmen bersama, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi dokter dan tenaga kesehatan, serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat,” lanjut PAPDI.

    PAPDI berharap kasus yang menimpa dr Syahpri menjadi momentum bagi semua pihak untuk memperkuat perlindungan tenaga medis. Komunikasi yang sehat antara tenaga kesehatan dan pasien dinilai menjadi kunci terciptanya layanan kesehatan yang bermutu sekaligus aman.

    Belakangan, keluarga pasien RSUD Sekayu, Putra mengaku sudah dimediasi pihak RSUD Sekayu. Keluarga mengaku terkejut video potongan videonya ramai di media sosial.

    “Kami setelah kejadian langsung dimediasi, dan saya selaku keluarga pasien sudah meminta maaf. Saya akui pada saat itu emosi, tetapi kami terkejut mengapa video itu diviralkan di media sosial seolah-olah melakukan kekerasan kepada dokter,” kata dia.

    Pemkab Muba melakukan mediasi antara keluarga pasien dan dokter. Sekda Muba Apriyadi langsung mendatangi RSUD Sekayu untuk memediasi permasalahan intimidasi dan pengancaman keluarga pasien terhadap dokter. Pihaknya meminta keterangan dari kedua belah pihak.

    “Kita prihatin atas kejadian seperti ini, jangan sampai terulang,” ujarnya, Rabu (13/8/2025).

    Apriyadi mengaku, pelayanan di RSUD Sekayu belum sepenuhnya sempurna, tetapi tidak dibenarkan melakukan intimidasi apalagi mengancam tenaga medis.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

  • Menkes Kecam Keluarga Pasien yang Viral Paksa Dokter Buka Masker di RSUD Sekayu

    Menkes Kecam Keluarga Pasien yang Viral Paksa Dokter Buka Masker di RSUD Sekayu

    Jakarta

    Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin ikut buka suara soal laporan tindak kekerasan yang dialami dokter di RSUD Sekayu. Adalah dr Syahpri Putra Wangsa yang dipaksa membuka masker oleh keluarga pasien saat tengah bertugas.

    Menkes mengecam dan menyesalkan tindakan yang dinilai menghalangi prosedur pencegahan penularan penyakit infeksius. Terlebih, korban juga sebelumnya mendapatkan kekerasan verbal dari pasien.

    “Kami sangat menyesalkan dan mengecam keras tindakan kekerasan terhadap tenaga medis yang terjadi di RSUD Sekayu,” tegas Menkes dalam pernyataan resminya, Rabu (14/8/2025).

    Dengan alasan apapun, kekerasan pada dokter, tenaga kesehatan, tidak bisa dibenarkan.

    “Kami tidak menoleransi adanya kekerasan dalam bentuk apapun terhadap tenaga medis yang sedang menjalankan tugasnya,” lanjut Menkes.

    Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, keselamatan dan keamanan para dokter jelas dilindungi. Mereka berhak mendapatkan perlindungan hukum, terlebih saat sudah menjalankan tugas sesuai prosedur operasional baku (SOP) dan standar pelayanan kesehatan yang berlaku di masing-masing fasilitas kesehatan.

    Fasilitas kesehatan, lanjutnya, harus menjadi tempat yang aman, tidak hanya bagi pasien tetapi juga bagi para tenaga medis yang bekerja di dalamnya.

    Kemenkes mengimbau masyarakat agar menghormati profesi tenaga kesehatan dan tidak bertindak di luar batas jika merasa tidak puas terhadap pelayanan.

    “Jika masyarakat mengalami ketidakpuasan dalam pelayanan, kami mohon agar tidak menggunakan cara-cara kekerasan,” kata Menkes.

    Menkes berharap insiden serupa tidak kembali terjadi di fasilitas kesehatan lainnya. Ia mengajak semua pihak untuk menciptakan lingkungan pelayanan yang aman, bermartabat, dan saling menghormati.

    Simak juga Video ‘Reaksi IDI soal Keluarga Pasien TBC Paksa Dokter Buka Masker’:

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

  • 6
                    
                        Keluarga Pasien yang Paksa Dokter Buka Masker Minta Maaf, RSUD Sekayu Pastikan Proses Hukum Tetap Jalan
                        Regional

    6 Keluarga Pasien yang Paksa Dokter Buka Masker Minta Maaf, RSUD Sekayu Pastikan Proses Hukum Tetap Jalan Regional

    Keluarga Pasien yang Paksa Dokter Buka Masker Minta Maaf, RSUD Sekayu Pastikan Proses Hukum Tetap Jalan
    Tim Redaksi
    MUSI BANYUASIN, KOMPAS.com
    – Keluarga pasien yang memaksa dokter spesialis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sekayu, Syahpri Putra Wangsa, untuk membuka masker menyampaikan permohonan maaf.
    Permintaan maaf tersebut disampaikan dalam mediasi yang berlangsung di RSUD Sekayu pada Rabu (14/8/2025).
    Dalam pertemuan tersebut, dokter Syahpri yang menjadi korban dipertemukan langsung dengan keluarga pasien yang terlibat.
    “Dengan tidak mengurangi rasa hormat, Bapak, Ibu, pejabat pimpinan RSUD Sekayu, saya terlebih dahulu memohon maaf atas terjadinya video yang viral kemarin di hari Selasa yang terjadi di ruangan tempat ibu saya dirawat,” ujar perwakilan keluarga pasien dalam potongan video yang diunggah oleh akun Instagram @perawat_peduli_palembang.
    Dalam video lainnya yang diunggah oleh akun Instagram @pesonamuba.official, keluarga pasien terlihat bersalaman dengan dokter Syahpri, di mana keduanya saling berjabat tangan didampingi seorang pria berpeci hitam.
    Pelaksana Tugas (Plt) Direktur RSUD Sekayu, drg Dina Krisnawati Oktaviani, mengonfirmasi bahwa pertemuan tersebut dilakukan untuk mengklarifikasi kejadian antara keluarga pasien dan dokter Syahpri.
    Namun, ia membantah kabar bahwa pertemuan itu menghentikan langkah hukum yang sudah diambil oleh dokter Syahpri di Polres Muba.
    “Pertemuan dengan keluarga pasien bukan bertujuan untuk menghentikan proses hukum, melainkan untuk memberi ruang klarifikasi dari keluarga pasien atau terduga pelaku. Pihak RSUD Sekayu akan tetap memastikan, mendampingi, mendukung, dan mengawal proses hukum yang tetap berlanjut sesuai ketentuan yang berlaku dan sepenuhnya menjadi kewenangan aparat kepolisian serta penegak hukum,” tegas Dina kepada wartawan, Kamis (14/8/2025).
    Dina menjelaskan, hasil pertemuan tersebut akan menjadi pertimbangan terkait laporan yang dilayangkan oleh korban.
    Mediasi itu juga dihadiri oleh Sekda Muba, Apriyadi, yang memastikan tidak ada intervensi dalam kasus tersebut.
    “Kehadiran pejabat daerah dalam hal ini bertujuan memfasilitasi komunikasi dan mencegah eskalasi konflik, bukan untuk mengintervensi hukum,” tambahnya.
    Manajemen RSUD Sekayu menegaskan, mereka tidak mentolerir aksi kekerasan terhadap tenaga medis. Mereka berharap masyarakat dapat menghormati para tenaga medis saat bertugas.
    “Kami berharap seluruh pihak dapat menjaga komunikasi yang baik, menghormati prosedur pelayanan yang berlaku, dan bersama-sama menciptakan suasana kondusif demi pelayanan kesehatan yang optimal,” ungkap Dina.
    Sementara itu, Kapolres Muba, AKBP God Parlasro Sinaga, mengonfirmasi bahwa korban telah membuat laporan dan memastikan bahwa proses hukum laporan tersebut telah berjalan.
    “Kami pastikan akan diproses sesuai prosedur yang berlaku. Buktinya, tadi pagi saya langsung asistensi yang dihadiri Kasat Reskrim dan Kasi Propam untuk memastikan kasus ini berjalan sesuai prosesnya,” jelas God.
    Dalam laporan tersebut, polisi telah memeriksa dua saksi untuk dimintai keterangan terkait kejadian yang menimpa dokter Syahpri.
    “Nanti akan terlihat saat proses penyidikan, akan terlihat peristiwa itu melanggar pasal berapa. Apabila kedua belah pihak ini nantinya akan bertemu untuk mengupayakan hal kebaikan (upaya damai) tentu kita fasilitasi. Namun, selama belum ada perdamaian, proses hukum tetap berjalan,” ujarnya.
    Sebelumnya, dokter spesialis ginjal RSUD Sekayu, Syahpri Putra Wangsa, mengambil langkah hukum dengan melaporkan keluarga pasien ke Polres Muba. Ia sengaja membuat laporan untuk mencegah aksi kekerasan terhadap tenaga kesehatan lainnya.
    Syahpri mengalami kejadian kurang mengenakkan setelah dipaksa keluarga pasien untuk membuka masker saat melakukan visit di ruang VIP RSUD Sekayu pada Selasa (12/8/2025).
    “Yang jelas saya mewakili seluruh nakes di Indonesia, jangan sampai terjadi Syahpri yang lain. Jadi kita harus menentukan sikap, harus tegas,” kata Syahpri kepada wartawan, Rabu (13/8/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Viral Keluarga Pasien RSUD Sekayu Marah-Marah Paksa Dokter Buka Masker, Ini 6 Faktanya

    Viral Keluarga Pasien RSUD Sekayu Marah-Marah Paksa Dokter Buka Masker, Ini 6 Faktanya

     

    Liputan6.com, Palembang – Video seorang dokter dipaksa membuka masker oleh keluarga pasien menjadi viral di media sosial. Peristiwa itu belakangan diketahui terjadi di RSUD Sekayu Palembang. Dalam potongan video itu terlihat keluarga pasien dengan emosi memaksa dr Syahpri Putra Wangsa, seorang dokter di rumah sakit tersebut, untuk membuka maskernya di hadapan pasien yang tengah terbaring.

    Peristiwa itu terjadi di ruang rawat inap di RSUD Sekayu, pada Selasa (12/8/2025).

    Sebenarnya bagaimana duduk perkaranya? Berikut 6 fakta terkait peristiwa tersebut:

    1. Aksi Pemaksaan

    Saat dokter Syahpri sedang memeriksa pasiennya, keluarga pasien yang berada di ruangan yang sama, meminta dokter melepas masker dengan nada emosi. Namun permintaan tersebut ditolak oleh dokter Syahpri, karena melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) rumah sakit.

    Tiba-tiba, salah satu anggota keluarga pasien mendekati dan memegang bagian belakang leher dokter sembari memaksa melepaskan masker dokter, dan akhirnya masker di mulut dokter terlepas.

    2. Emosi Lihat Kondisi Pasien

    Dengan nada tinggi juga mempertanyakan identitas dokter serta meminta penjelasan kondisi pasien, yang disebut adalah ibu dari keluarga pasien tersebut.

    “Ibu saya ini setiap hari disuruh tunggu dahak, dikit-dikit tunggu dahak. Hasil rontgen dia bilang, hasil rontgen, kita sewa ruangan VIV ini untuk pelayanan,” ucap pria tersebut sembari merekam sang dokter.

    Walau dokter Syahpri sudah menjelaskan ke seluruh keluarga pasien, namun salah satu anggota keluarga pasien masih emosi dan meminta dokter bisa menangani ibunya dengan cepat.

    “Pelayanan yang bagus, kamu ngerti nggak, pelayanan yang layak, bukan sekadar nyuruh nunggu. Kita nggak mau pakai BPJS, nggak mau dimain-mainkan seperti kamu ini ya, kamu paham ya. Kau bilang ini ruangan VVIP, paling layak. Buka masker, kau belum tahu kita ya,” ujarnya.

     

  • Video: Reaksi IDI soal Keluarga Pasien TBC Paksa Dokter Buka Masker

    Video: Reaksi IDI soal Keluarga Pasien TBC Paksa Dokter Buka Masker

    Video: Reaksi IDI soal Keluarga Pasien TBC Paksa Dokter Buka Masker

  • Dokter Dipaksa Lepas Masker di RSUD Sekayu, Ini Seruan Profesor Pulmonologi

    Dokter Dipaksa Lepas Masker di RSUD Sekayu, Ini Seruan Profesor Pulmonologi

    Jakarta

    Belakangan viral dokter RSUD Sekayu dipaksa membuka masker oleh keluarga pasien. Dokter yang bersangkutan bahkan dipaksa untuk melepas maskernya saat melakukan visit. Dokter tersebut diketahui bernama dr Syahpri Putra Wangsa, SpPD-KGH, konsultan ginjal hipertensi di RSUD Sekayu yang menangani pasien tersebut.

    Kronologinya berawal saat keluarga pasien marah-marah lantaran tidak terima adanya pemeriksaan dahak. Dokter kemudian menjelaskan bahwa didapatkan gambaran infiltrat atau gambaran bercak di paru-paru kanan yang mengindikasikan gejala khas dari tuberkulosis (TBC/TB).

    “Jadi ibunya masuk rumah sakit dengan kondisi tidak sadar dengan hipoglikemia, dengan gula darah rendah. Kemudian tekanan darah yang tidak terkontrol. Kemudian kita melakukan pemeriksaan, dilakukan dan didapatkan gambaran infiltrat atau gambaran pecah di paru-paru kanan. Gambaran dari khas dari TBC,” ucap dr Syahpri dalam video tersebut.

    Video tersebut lantas mendapatkan kecaman dari berbagai pihak, termasuk dari Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama, SpP(K).

    “Dokter bertugas menangani kesehatan pasiennya, dan dia akan berupaya maksimal agar penanganannya memberi hasil terbaik. Tentu jelas salah besar kalau ada tindakan kekerasan (verbal atau fisik) pada orang yang sedang menangani kesehatan kita atau keluarga kita,” ucapnya kepada detikcom, Kamis (14/8/2025).

    Prof Tjandra yang juga pernah menjabat direktur penyakit menular di WHO Asia Tenggara menjelaskan, penggunaan pemeriksaan dahak untuk diagnosis TB adalah berdasar penelitian ilmiah internasional yang bereputasi tinggi. Tata cara mendiagnosis TB dengan dahak ada dalam panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang diikuti seluruh negara di dunia, bahkan ada juga dalam panduan Kementerian Kesehatan RI dan organisasi profesi seperti PDPI.

    “Jadi ini prosedur berdasar ilmiah, juga berdasar rekomendasi internasional dan nasional, dan yang lebih penting lagi adalah bhw pemeriksaan dahak itu adalah demi kepentingan pasiennya. Jadi amat salah kalau dokter sampai harus di kata-katai kasar karena melakukan pemeriksaan dahak untuk diagnosis tuberkulosis,” ucap guru besar pulmonologi yang mengajar di sejumlah kampus kedokteran tersebut.

    Tak hanya itu, Prof Tjandra juga menyoroti risiko kekerasan yang dihadapi dokter dan tenaga kesehatan saat menjalankan tugas. Menurutnya, ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu tindakan tegas dari aparat kepolisian serta langkah nyata dari pemerintah dan pembuat kebijakan publik untuk melindungi dokter dalam menjalankan profesinya.

    “Kata-kata klise adalah semoga kejadian kekerasan pada dokter (dan tenaga kesehatan lain) dalam menjalankan profesinya jangan berulang lagi. Perlu tindakan nyata, Stop Kekerasan !!!,” sambungnya.

    Sebelumnya, pasca kejadian tersebut, Pemkab Muba melakukan mediasi antara keluarga pasien dan dokter. Sekda Muba Apriyadi langsung mendatangi RSUD Sekayu untuk memediasi permasalahan intimidasi dan pengancaman keluarga pasien terhadap dokter. Pihaknya meminta keterangan dari kedua belah pihak.

    Berdasarkan keterangan, dr Syahpri mengaku sudah melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur. Begitu juga penggunaan masker saat berada di rumah sakit, khususnya di dalam ruangan merupakan kewajiban. Dia juga mengaku dipaksa untuk membuka masker oleh keluarga pasien.

    “Saya sudah melaksanakan pelayanan sesuai prosedur dan memberikan pelayanan terbaik kepada pasien,” ujarnya saat mediasi yang dilakukan Pemkab Muba, Rabu (13/8/2025).

    “Pada kejadian tersebut saya dipaksa untuk membuka masker, tetapi di dalam ruangan perawatan tersebut tidak diperbolehkan,” ujarnya lagi.

    Sementara keluarga pasien RSUD Sekayu Putra mengaku setelah kejadian tersebut pihaknya sudah dimediasi pihak RSUD Sekayu. Dia mengaku terkejut video tersebut dipotong dan diviralkan di media sosial.

    “Kami setelah kejadian langsung dimediasi, dan saya selaku keluarga pasien sudah meminta maaf. Saya akui pada saat itu emosi, tetapi kami terkejut mengapa video itu diviralkan di media sosial seolah-olah melakukan kekerasan kepada dokter,” ungkapnya.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/up)

  • Pengakuan Dokter RSUD Sekayu yang Dipaksa Buka Masker oleh Keluarga Pasien

    Pengakuan Dokter RSUD Sekayu yang Dipaksa Buka Masker oleh Keluarga Pasien

    Jakarta

    Dokter spesialis penyakit dalam RSUD Sekayu Syahpri Putra Wangsa menyampaikan pernyataan pasca mendapatkan intimidasi dan pengancaman oleh keluarga pasien. Ia mengaku sudah melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur.

    “Saya sudah melaksanakan pelayanan sesuai prosedur dan memberikan pelayanan terbaik kepada pasien,” ujarnya saat mediasi yang dilakukan Pemkab Muba, Rabu (13/8/2025).

    Menurutnya, penggunaan masker saat berada di rumah sakit, khususnya di dalam ruangan merupakan kewajiban. Dia juga mengaku dipaksa untuk membuka masker oleh keluarga pasien.

    “Pada kejadian tersebut saya dipaksa untuk membuka masker, tetapi di dalam ruangan perawatan tersebut tidak diperbolehkan,” ujarnya lagi.

    Keluarga Pasien Minta Maaf

    Sementara keluarga pasien RSUD Sekayu, Putra, mengaku setelah kejadian tersebut pihaknya sudah dimediasi pihak RSUD Sekayu. Dia mengaku terkejut video tersebut dipotong dan diviralkan di media sosial.

    “Kami setelah kejadian langsung dimediasi, dan saya selaku keluarga pasien sudah meminta maaf. Saya akui pada saat itu emosi, tetapi kami terkejut mengapa video itu diviralkan di media sosial seolah-olah melakukan kekerasan kepada dokter,” ungkapnya.

    Pemkab Muba melakukan mediasi antara keluarga pasien dan dokter. Sekda Muba Apriyadi langsung mendatangi RSUD Sekayu untuk memediasi permasalahan intimidasi dan pengancaman keluarga pasien terhadap dokter. Pihaknya meminta keterangan dari kedua belah pihak.

    “Kita prihatin atas kejadian seperti ini, jangan sampai terulang,” ujarnya.

    Apriyadi mengatakan walau pelayanan di RSUD Sekayu belum sepenuhnya sempurna, namun tidak dibenarkan melakukan intimidasi apalagi mengancam tenaga medis.

    IDI Kutuk Keras Ancaman Terhadap Dokter

    Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Slamet Budiarto, juga turut menyoroti kasus tersebut. Menurutnya, dokter bekerja berdasarkan standar profesi dan protokol kesehatan. Tindakan kekerasan fisik maupun verbal terhadap dokter tidak hanya melukai individu, tetapi juga mencederai martabat profesi kedokteran.

    “IDI mengutuk perlakuan pada dokter tersebut. Dokter harusnya dihormati sebagai seseorang yang memeriksa pasien, karena dokter memeriksa pasien kan sudah sesuai standar profesi. Tidak boleh menggunakan kekerasan seperti itu,” ujar dr Slamet kepada detikcom, Rabu (13/8/).

    dr Slamet menilai insiden ini mencerminkan minimnya edukasi kepada masyarakat terkait mekanisme pengaduan resmi. Ia menegaskan, setiap rumah sakit memiliki prosedur dan unit pengaduan untuk menampung keluhan pasien dan keluarganya.

    “Pertama, masyarakat harus menghormati dokter yang memeriksa pasien. Mana kala tidak terjadi kepuasan, maka gunakan mekanisme yang ada. Biasanya ada tempat pengaduan di rumah sakit. Jadi tidak boleh menggunakan cara kekerasan seperti itu karena sangat melukai profesi kedokteran,” tegasnya.

    IDI meminta pihak rumah sakit memastikan keamanan dokter dan tenaga kesehatan saat bertugas, baik dari ancaman fisik, verbal, maupun intimidasi. Perlindungan ini, kata dr Slamet, bukan sekadar tanggung jawab moral, tetapi kewajiban hukum.

    “Semua anggota IDI berhak mendapat perlindungan sampai prosesnya benar-benar selesai. Biasanya ada yang langsung ditangani IDI cabang atau di Pengurus Besar IDI yang sifatnya nasional. Ada kasus yang bisa diatasi cepat, ada yang memerlukan waktu. Untuk data kasus (seberapa banyak kriminalisasi terjadi), kami belum cek,” jelasnya.

    Perlindungan tenaga kesehatan sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Kedua aturan ini menegaskan bahwa tenaga medis berhak atas perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan kerja.

    Pasal 57 UU Tenaga Kesehatan menyebutkan tenaga kesehatan tidak dapat dituntut secara pidana atau perdata jika bekerja sesuai standar profesi dan prosedur. Artinya, selama tindakan dokter berada dalam koridor medis yang benar, segala bentuk ancaman atau kekerasan kepada mereka dapat diproses hukum sebagai tindak pidana.

    IDI berharap insiden di RSUD Sekayu menjadi momentum untuk memperkuat edukasi publik dan penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan pada tenaga medis.

    “Ke depan semoga tidak terjadi lagi. Kalau memang ada ketidakpuasan, mohon gunakan mekanisme yang ada. Jangan sampai kekerasan menjadi pilihan,” pungkas dr Slamet.

    Pemeriksaan Dahak untuk TBC

    Keluarga pasien diketahui kesal karena harus menunggu dahak. Dokter Syahpri sebelumnya telah menjelaskan, pasien dibawa ke rumah sakit karena gula darah rendah. Setelah diperiksa lebih lanjut, didapatkan gambaran infiltrat atau gambaran bercak di paru-paru kanan yang mengindikasikan gejala khas dari tuberkulosis (TBC/TB).

    “Ibu saya disuruh tunggu dahak. Tiap hari tunggu dahak, dikit-dikit tunggu dahak,” kata keluarga pasien dalam video yang dilihat detikcom.

    Guru Besar Bidang Ilmu Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia (UI) Prof Dr dr Erlina Burhan menyayangkan insiden tersebut. Kata dia, pemeriksaan dahak menjadi prosedur yang harus dilakukan jika ditemukan pasien suspek TBC.

    dr Erlina menjelaskan penegakan tuberkulosis berdasarkan keluhan dan pemeriksaan termasuk rontgen dan cek dahak.

    Senada, spesialis paru dari RSUP Persahabatan, dr Erlang, SpP juga mengatakan Pemeriksaan dahak menjadi prosedur yang harus dilakukan jika ditemukan pasien suspek TBC, selain pengecekan paru dengan rontgen.

    “Jadi pemeriksaan dahak untuk menemukan penyebab dan foto rontgen untuk melihat kerusakan yang ditimbulkan,” jelasnya.

    Risiko Membuka Masker

    Lebih lanjut, dr Erlina juga menyoroti keluarga pasien yang memaksa dokter membuka masker.

    “Nggak boleh tuh. Ya itu nggak boleh (membuka masker), dia itu harusnya dimarahin kalau keluarga pasien kayak gitu,” beber dr Erlina.

    Tuberkulosis termasuk penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini bisa menular antar manusia lewat udara melalui droplet yang keluar ketika seorang yang terinfeksi batuk, bersin atau berbicara.

    Oleh karena itu, prosedur pencegahan penularan seperti memakai masker penting untuk dilakukan. Jika suspek terbukti positif melalui hasil pemeriksaan, pasien akan diminta menjalani pengobatan dan minum obat teratur.

    “Tuberkulosis itu penyakit menular, itu harus cepat-cepat diobatin. Tapi kan kalau orang ngawang juga, banyak kan kalau dokter bilang ini TBC, mereka marah-marah, mana buktinya, mana buktinya,” tutup dr Erlina.

    Senada, dr Erlang juga mengatakan sebaiknya jangan melepas masker di ruang isolasi.

    “Kan ruang isolasi karena mengisolasikan pasien infeksius bisa menular,” tutur dr Erlang.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Video: Reaksi IDI soal Keluarga Pasien TBC Paksa Dokter Buka Masker”
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/kna)

  • Dokter Dipaksa Lepas Masker di RSUD Sekayu, Ini Seruan Profesor Pulmonologi

    Viral Keluarga Pasien Paksa Dokter Buka Masker di RSUD Sekayu, IDI Angkat Bicara

    Jakarta

    Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengutuk keras tindakan keluarga pasien di RSUD Sekayu, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, yang memaksa seorang dokter membuka masker saat bertugas. Peristiwa ini dinilai sebagai bentuk kriminalisasi tenaga medis dan ancaman serius bagi keselamatan dokter saat bekerja.

    Ketua Umum IDI, dr Slamet Budiarto, menegaskan bahwa dokter bekerja berdasarkan standar profesi dan protokol kesehatan. Tindakan kekerasan fisik maupun verbal terhadap dokter tidak hanya melukai individu, tetapi juga mencederai martabat profesi kedokteran.

    “IDI mengutuk perlakuan pada dokter tersebut. Dokter harusnya dihormati sebagai seseorang yang memeriksa pasien, karena dokter memeriksa pasien kan sudah sesuai standar profesi. Tidak boleh menggunakan kekerasan seperti itu,” ujar dr Slamet kepada detikcom, Rabu (13/8/2025).

    Pengaduan Ada Jalurnya

    dr Slamet menilai insiden ini mencerminkan minimnya edukasi kepada masyarakat terkait mekanisme pengaduan resmi. Ia menegaskan, setiap rumah sakit memiliki prosedur dan unit pengaduan untuk menampung keluhan pasien dan keluarganya.

    “Pertama, masyarakat harus menghormati dokter yang memeriksa pasien. Mana kala tidak terjadi kepuasan, maka gunakan mekanisme yang ada. Biasanya ada tempat pengaduan di rumah sakit. Jadi tidak boleh menggunakan cara kekerasan seperti itu karena sangat melukai profesi kedokteran,” tegasnya.

    IDI meminta pihak rumah sakit memastikan keamanan dokter dan tenaga kesehatan saat bertugas, baik dari ancaman fisik, verbal, maupun intimidasi. Perlindungan ini, kata dr Slamet, bukan sekadar tanggung jawab moral, tetapi kewajiban hukum.

    “Semua anggota IDI berhak mendapat perlindungan sampai prosesnya benar-benar selesai. Biasanya ada yang langsung ditangani IDI cabang atau di Pengurus Besar IDI yang sifatnya nasional. Ada kasus yang bisa diatasi cepat, ada yang memerlukan waktu. Untuk data kasus (seberapa banyak kriminalisasi terjadi), kami belum cek,” jelasnya.

    Perlindungan tenaga kesehatan sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Kedua aturan ini menegaskan bahwa tenaga medis berhak atas perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan kerja.

    Pasal 57 UU Tenaga Kesehatan menyebutkan tenaga kesehatan tidak dapat dituntut secara pidana atau perdata jika bekerja sesuai standar profesi dan prosedur. Artinya, selama tindakan dokter berada dalam koridor medis yang benar, segala bentuk ancaman atau kekerasan kepada mereka dapat diproses hukum sebagai tindak pidana.

    IDI berharap insiden di RSUD Sekayu menjadi momentum untuk memperkuat edukasi publik dan penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan pada tenaga medis.

    “Ke depan semoga tidak terjadi lagi. Kalau memang ada ketidakpuasan, mohon gunakan mekanisme yang ada. Jangan sampai kekerasan menjadi pilihan,” pungkas dr Slamet.

    Sebelumnya diberitakan, viral seorang dokter di RSUD Sekayu mendapatkan perlakuan buruk dari keluarga pasien. Dalam video yang viral beredar di media sosial, keluarga pasien tampak emosi saat dokter dinilai lambat dalam menangani proses pemeriksaan pasien.

    “Buka masker kamu, dokter apa kamu jelaskan! Ini kami di ruang VVIP paling layak. Ibu saya sudah tiga hari dirawat, dokter ini cuma melihatkan hasil rontgen,” beber salah satu anggota keluarga pasien dalam video yang ramai beredar.

    Keluarga pasien mencecar dokter lantaran pelayanan yang didapat disebut tidak sesuai dengan kamar VVIP yang sudah dibayar untuk merawat ibunya.

    Simak Video “Video: Reaksi IDI soal Keluarga Pasien TBC Paksa Dokter Buka Masker”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/naf)

  • Korupsi Sritex dan Kredit Fiktif, Iwan Kurniawan: Saya Hanya Disuruh Presdir

    Korupsi Sritex dan Kredit Fiktif, Iwan Kurniawan: Saya Hanya Disuruh Presdir

    Bisnis.com, JAKARTA — Bos Sritex (SRIL) Iwan Kurniawan Lukminto (IKL) mengklaim tidak terlibat dalam kasus pemberian kredit Sritex.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, Iwan Kurniawan keluar dari Gedung Bundar Kejagung RI sekitar 20.47 WIB dengan memakai masker hitam di wajahnya.

    Nampak, Iwan sudah diborgol lengkap dengan rompi tahanan khas Kejaksaan RI digiring oleh sejumlah jaksa ke mobil tahanan Kejagung RI.

    Sebelum diangkut ke mobil tahanan, Iwan langsung menuju ke arah kerumunan awak media. Iwan kemudian menyatakan bahwa dirinya hanya diperintah oleh Presiden Direktur untuk meneken dokumen terkait kasus kredit ini.

    “Saya menandatangani dokumen atas perintah presdir dan saya tidak terlibat dalam kasus ini” ujar Iwan di Kejagung, Rabu (13/8/2025) malam.

    Kemudian, saat ditanya awak media soal sosok Presdir yang dimaksud. Iwan tidak mengungkap lebih jelas, dia hanya menyatakan bahwa dirinya tidak terlibat di kasus Sritex.

    “Saya tidak terlibat,” teriaknya Iwan saat memasuki mobil tahanan.

    Peran Iwan Kurniawan Lukminto 

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Nurcahyo Jungkung Madyo menjelaskan Iwan ditetapkan sebagai tersangka atas perbuatannya meneken sejumlah perjanjian kredit bank untuk Sritex saat menjadi Wadirut Sritex pada 2012-2023.

    Misalnya, Iwan telah menandatangani surat kredit modal kerja dan investasi atas nama Sritex ke Bank Jateng pada 2019. Kredit itu, kata Nurcahyo diduga dikondisikan oleh eks Dirut Bank Jateng agar bisa diterima.

    “Perbuatannya yaitu menandatangani surat kredit modal kerja dan investasi atas nama Sritex tbk kepada Bank Jateng pada 2019 yang sudah dikondisikan agar pengajuan kredit modal kerja dan investasi bisa diputus oleh Dirut Bank Jateng,” ujar Nurcahyo di Kejagung, Rabu (13/8/2025).

    Nurcahyo menambahkan, Iwan Kurniawan juha telah meneken akta perjanjian kredit dengan Bank BJB pada 2020. Namun, peruntukan kredit itu tidak sesuai akta perjanjian yang telah diteken.

    Selain itu, Iwan juga berperan telah menandatangani beberapa surat permohonan penarikan kredit ke Bank BJB pada 2020. Hanya saja, Iwan diduga turut melampirkan bukti invoice fiktif dalam surat permohonan itu.

    “Menandatangani beberapa surat permohonan pencairan atau penarikan kredit ke Bank BJB pada 2020 dengan melampirkan bukti invoice atau faktur diduga fiktif,” imbuh Nurcahyo.

    Atas perbuatannya itu, Iwan Kurniawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

  • Video Kata Pakar soal Dokter Dipaksa Buka Masker oleh Keluarga Pasien TBC

    Video Kata Pakar soal Dokter Dipaksa Buka Masker oleh Keluarga Pasien TBC

    Ada cerita viral nih dari RSUD Sekayu! Dokter kena marah-marah gara-gara beda paham soal TBC. Pasien udah kritis, dokter bilang harus nunggu tes dahak dulu, eh keluarga pengen cepet-cepetan langsung tindakan TBC.

    Pakar bilang, tes dahak penting buat pastiin TBC. Tapi kalau pasien nggak bisa keluar dahak, rontgen dan gejala juga jadi petunjuk apakah pasien terjangkit TBC.

    Klik di sini untuk menonton video-video lainnya.