Produk: KTP

  • Utang Pinjol Rp 1 Juta Menyeret Siska ke Lingkaran Gali Lubang Tutup Lubang
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Desember 2025

    Utang Pinjol Rp 1 Juta Menyeret Siska ke Lingkaran Gali Lubang Tutup Lubang Megapolitan 5 Desember 2025

    Utang Pinjol Rp 1 Juta Menyeret Siska ke Lingkaran Gali Lubang Tutup Lubang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Siska (bukan nama sebenarnya) tak pernah membayangkan utang Rp 1.000.000 yang dimiliknya bisa menjadi mimpi buruk yang panjang.
    Sebagai orangtua tunggal, setiap rupiah selalu ia hitung dengan cermat. Namun ketika listrik hampir diputus, kontrakan menunggak dua bulan, dan beras di rumah sudah habis, pilihan untuk mengutang terasa seperti satu-satunya jalan keluar.
    Uang Rp 1.000.000 yang ia pinjam dari aplikasi pinjaman
    online
    (
    pinjol
    ) adalah pinjaman pertamanya. Meski jumlahnya tidak besar, beban yang harus ia tanggung justru terasa seperti gunung.
    Padahal, ia selalu berusaha menyeimbangkan antara pekerjaan yang seadanya dan kebutuhan rumah tangga.
    Dalam kondisi panik dan terdesak, janji “langsung cair, tanpa ribet” yang ditawarkan iklan di media sosial terasa seperti secercah harapan.
    Ia bahkan tidak sempat berpikir panjang apakah aplikasi itu legal atau tidak. Yang ia tahu hanyalah uang cepat bisa menyelamatkan hari itu juga.
    Namun, kelegaan sesaat itu segera berubah menjadi kecemasan. Dalam hitungan hari, jumlah tagihan utangnya membengkak jauh di luar perkiraannya.
    Dari hanya satu
    aplikasi pinjol
    , Siska akhirnya harus berurusan dengan lima aplikasi sekaligus. Hidupnya berubah menjadi siklus “gali lubang tutup lubang” yang tak berujung.
    Siska menuturkan awal mula ia mengajukan pinjaman sebesar Rp 1.000.000 untuk membayar kontrakan dan membeli sembako.
    Ia berharap bisa mengatur keuangan dan membayar tepat waktu, tapi bunga dan biaya administrasi yang dikenakan aplikasi pinjol membuat cicilan membengkak dalam hitungan hari.
    “Kira-kira satu minggu setelah cair. Tiba-tiba pas mau bayar kok jumlahnya lebih besar. ‘Lah, ini minjem sejuta kok balikin jadi sejuta lebih banyak banget?” ujarnya.
    Ketika jatuh tempo mendekat, Siska tidak memiliki dana yang cukup. Temannya malah menyarankan ia untuk meminjam lagi di aplikasi lain demi menutupi pinjaman pertama.
    Rasa ragu dan khawatir sebenarnya muncul, tapi tekanan membuatnya pasrah dan hilang arah.
    “Awalnya saya ragu, tapi karena takut diteror ya saya pinjem lagi. Dari situlah mulai gali tutup lubang,” katanya.
    Dalam beberapa minggu, satu pinjaman berkembang menjadi lima. Setiap kali cicilan mendekati jatuh tempo, Siska dipaksa mencari pinjaman baru.
    “Tiap mau jatuh tempo saya minjam yang lain terus,” ujarnya.
    Siska mencoba berhenti meminjam. Ia berharap bisa melunasi utang yang ada dan memulai kembali hidupnya dengan lebih tenang.
    Namun, niat itu gagal karena teror dari penagih utang atau
    debt

    collector
    yang terus menekannya.
    “Begitu satu jatuh tempo, mereka neleponin terus. Jadi saya panik lagi. Ya udah minjem lagi” kata Siska.
    Setiap dering telepon dan notifikasi pesan WhatsApp menjadi sumber kecemasan. Waktu tidur menjadi penuh dengan pikiran tentang tagihan yang semakin membengkak.
    Bahkan pada siang hari, hati Siska tetap tidak tenang. Ia menyadari bahwa lingkaran setan ini bukan hanya masalah uang, tapi juga tekanan psikologis yang membuatnya sulit berpikir jernih.
    Bukan hanya bunga yang membuat Siska meminjam lagi.
    Debt collector
    pinjol juga menggunakan metode intimidasi agresif.
    Mereka menghubungi Siska puluhan kali dalam sehari dan mengirim pesan WhatsApp secara spam. Ada yang berbicara sopan, namun banyak yang kasar dan menakutkan.
    “Nelepon sampai 60 kali sehari pernah, Mas. Kadang dari nomor luar negeri. WA juga spam,” ungkap Siska.
    Tekanan ini membuat Siska merasa tidak punya pilihan lain selain meminjam uang lagi untuk menutupi pinjaman sebelumnya.
    Tidak hanya dirinya, para
    debt collector
    juga menghubungi keluarga dan tetangganya untuk memberikan tuduhan yang tak benar.
    “Mereka juga sebar berita ke tetangga, bilang saya kabur bawa uang,” tutur Siska.
    Kesadaran bahwa dirinya bukan satu-satunya korban pinjol datang ketika Siska akhirnya membuka diri kepada keluarganya. Dukungan dari sang adik menjadi titik awal pemulihan.
    Adiknya menenangkannya dan meyakinkan bahwa apa yang terjadi tidak sepenuhnya salahnya, serta masih ada jalan keluar meski terlihat sulit.
    Dukungan itulah yang mendorongnya untuk meminta pertolongan lebih lanjut.
    “Adik saya akhirnya nyuruh saya lapor ke lembaga bantuan. Baru dari situ saya mulai ngerti kalau saya bukan satu-satunya korban,” ujarnya.
    Melalui dukungan keluarga dan lembaga perlindungan, Siska mulai memahami cara keluar dari lingkaran utang.
    Siska mengisahkan bagaimana ia bisa
    terjerat pinjol
    hingga lima aplikasi sekaligus.
    Ia bilang, sebagai orangtua tunggal, seluruh beban rumah tangga bertumpu pada dirinya.
    Setiap hari ia bekerja di warung milik tetangganya dan penghasilannya hanya cukup untuk membeli kebutuhan paling dasar.
    Tidak ada ruang untuk menabung, apalagi menutup kebutuhan lain yang lebih besar.
    Di saat bersamaan, slip tagihan listrik menjadi pengingat bahwa pemutusan bisa terjadi kapan saja.
    Dari ponsel, pesan WhatsApp dari ibu kos muncul hampir setiap hari, menanyai kapan ia bisa melunasi kontrakan yang sudah terlambat dua bulan. Semua tagihan itu seolah mengejar dari segala arah.
    Sebagai satu-satunya orang dewasa di rumah, Siska hidup dari hari ke hari dengan sumber keuangan yang rapuh.
    Tidak ada suami, tidak ada keluarga yang bisa diandalkan secara rutin. Yang ada hanya seorang anak yang masih membutuhkan biaya sekolah dan makan yang ia upayakan sekuat tenaga agar tetap berjalan.
    Dalam keadaan seperti itu, pikirannya seperti menemui jalan buntu. Ia merasa berada di tengah pusaran tekanan yang terus mempersempit langkahnya.
    Pada akhirnya, Siska mengenang dengan jelas momen ketika ia menyerah dan memutuskan menekan pilihan “ajukan pinjaman” di layar ponselnya.
    “Kebutuhan rumah tuh numpuk, listrik mau diputus, kontrakan nunggak dua bulan. Ya akhirnya saya nekat cari pinjaman biar bisa nutup dulu yang mendesak,” kata Siska.
    Baginya, membayar kontrakan adalah hal paling utama. Jika tidak mampu membayar, ia dan anaknya tidak punya tempat lain untuk tinggal.
    Hal itulah yang membuat keputusan meminjam uang dari aplikasi pinjol tampak seperti satu-satunya jalan keluar, sebuah cara yang saat itu ia anggap untuk mengambil napas ketika merasa hampir tenggelam.
    Saat menggulirkan Instagram di ponselnya sambil rebahan, sebuah iklan muncul seolah menawarkan secercah harapan.
    “Lagi
    scroll
    HP sambil rebahan, muncul tuh iklan yang bilang ‘langsung cair, tanpa ribet’. Saya klik karena penasaran,” kata dia.
    Saat itu, Siska belum memahami seluk-beluk dunia pinjol. Ia tidak tahu perbedaan antara aplikasi legal dan ilegal, tentang bunga yang tak masuk akal, atau potensi ancaman yang mungkin mengikuti.
    Yang ia lihat hanya sesuatu yang tampaknya bisa menyelesaikan masalahnya seketika.
    Proses pengajuannya pun berlangsung begitu cepat, hampir tidak masuk akal bagi orang yang sebelumnya belum pernah meminjam.
    “Prosesnya cepet banget. Enggak pake foto KTP yang ribet, cuma selfie sama isi-isi data,” jelas dia.
    Tak lama kemudian, uang yang ia ajukan benar-benar masuk.
    “Pertama tuh saya ambil Rp 1.000.000. Buat bayar kontrakan dan sebagian buat beli sembako,” ujar dia.
    Siska sempat merasa lega. Seolah ada sedikit ruang bernapas setelah berminggu-minggu dihimpit ketakutan.
    Namun, ia tidak mengetahui bahwa keputusan sederhana itu justru menjadi pintu pertama menuju jurang yang jauh lebih gelap, yang menelannya dalam kebiasaan gali lubang-tutup-lubang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Korban Pinjol Kena Mental, Diteror 60 Telepon Sehari dan Anak Terancam
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Desember 2025

    Korban Pinjol Kena Mental, Diteror 60 Telepon Sehari dan Anak Terancam Megapolitan 4 Desember 2025

    Korban Pinjol Kena Mental, Diteror 60 Telepon Sehari dan Anak Terancam
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ponsel milik Siska (bukan nama sebenarnya) tidak pernah benar-benar hening.
    Bunyi dering dan notifikasi pesan berdentang siang dan malam, seperti alarm yang menandai ketakutan yang tak kunjung reda.
    Setiap telepon, entah dari nomor lokal maupun luar negeri, membawa satu pesan yang sama, menagih utang.
    Bagi Siska, ibu tunggal berusia 32 tahun yang berjuang menghidupi anaknya dengan penghasilan dari membantu warung tetangga, telepon itu bukan sekadar pengingat.
    Bunyi deringnya berubah menjadi ancaman yang menekan secara psikologis.
    Dua bulan terakhir, setiap langkah Siska di rumah kontrakannya terasa diawasi. Setiap ketukan pintu membuat dadanya berdebar.
    Ia selalu melihat kanan-kiri sebelum keluar rumah, bahkan untuk sekadar membeli sembako.
    Intensitas panggilan meningkat seiring waktu. Dalam sehari, Siska bisa menerima puluhan panggilan dan pesan WhatsApp.
    Ada yang berbicara halus, tetapi tak jarang yang langsung membentak atau mengancam.
    Bahkan foto KTP Siska sempat diedit dan digunakan untuk menakut-nakuti. Bagi Siska, ancaman itu bukan sekadar kata-kata di layar, melainkan tekanan nyata yang merusak rasa aman dan ketenangan hidupnya.
    “Nelepon sampai 60 kali sehari pernah. Kadang dari nomor luar negeri. WA juga
    spam,”
    kata Siska.
    Dari telepon yang terus berdering inilah, cerita tentang teror
    pinjaman online
    ilegal bermula.
    Sebuah lingkaran menakutkan yang membuat korban seperti Siska sulit bernapas dan terus terjebak dalam ketakutan.
    Tekanan tidak berhenti pada jumlah panggilan. Nada bicara
    debt collector
    berubah-ubah, mulai dari berpura-pura sopan hingga langsung kasar.
    Siska mengingat bagaimana beberapa penagih memulai percakapan dengan halus seolah peduli, kemudian tiba-tiba meninggikan suara ketika ia mencoba memberi penjelasan.
    “Pernah tuh mereka kirim foto KTP saya yang mereka edit-edit, bilang saya mau ditangkap polisi,” kata Siska.
    Ancaman seperti itu bukan hal asing dalam modus penagihan
    pinjol
    ilegal.
    Mereka memanfaatkan data pribadi korban, termasuk foto KTP dan kontak telepon, sebagai senjata untuk menekan psikologis.
    Bagi Siska, ancaman bahwa dirinya akan “dicari polisi” atau “dijemput paksa” adalah bentuk teror yang paling memukul mentalnya.
    Ia tahu dirinya tidak melakukan kejahatan, tetapi intensitas penyampaian para penagih membuat informasi palsu itu terasa nyata.
    Ia mulai takut membuka pesan. Namun, tidak membuka pesan pun bukan solusi, karena telepon akan terus berdatangan. Setiap pilihan terasa salah.
    “Saya enggak tahu harus gimana,” ujar dia.
    Setiap kali Siska menolak angkat telepon, intensitas panggilan justru meningkat. Dari belasan menjadi puluhan.
    Ketika pinjaman dari aplikasi yang ia gunakan jatuh tempo,
    debt collector
    mengirim pesan beruntun tanpa henti, seolah ingin memastikan korban tidak sempat berpikir jernih.
    Panggilan itu datang bergantian, seakan dioper dari satu penagih ke penagih lain. Nomor yang berbeda-beda membuat Siska tak bisa memblokir semuanya.
    “Kalau HP saya bunyi, perut langsung mules,” ujar dia.
    Sejak teror telepon dimulai, ruang hidup Siska semakin menyempit. Kontrakan yang ia tempati bersama anaknya bukan lagi tempat yang aman seperti dulu.
    Setiap ketukan pintu, bahkan yang berasal dari tetangga, membuatnya terlonjak ketakutan.
    “Kalau ada suara motor berhenti di depan rumah, saya langsung mikir itu mereka,” ucap dia.
    Setiap kali melangkah keluar rumah untuk sekadar membeli sembako atau mengantar anaknya ke sekolah, ia selalu melihat sekeliling, memastikan tidak ada orang mencurigakan.
    Selama dua bulan penuh, Siska mematikan ponselnya pada siang dan malam hari.
    Hanya saat kebutuhan mendesak ia berani menyalakannya sebentar, lalu segera mematikannya kembali. Hidupnya seperti berada dalam mode bertahan.
    “Saya sampai takut liat HP. Bunyi notif apa pun bikin deg-degan,” ujar dia.
    Jika tekanan melalui pesan pribadi belum cukup, penagih mulai menyerang hal yang lebih sensitif, hubungan sosial dengan keluarga dan lingkungan sekitar.
    “Mereka juga sebar berita ke tetangga, bilang saya kabur bawa uang,” tutur Siska.
    Bagi banyak korban, inilah fase yang paling memalukan. Bukan hanya dituduh sebagai pencuri, tetapi informasi pribadi mereka disebarkan secara sengaja untuk mempermalukan.
    Beberapa tetangga mulai bertanya-tanya, sebagian percaya, sebagian lainnya hanya diam tak memperdulikan.
    Dampak sosial ini membuatnya semakin terpuruk.
    “Saya malu sama tetangga,” ucap dia.
    Perlakuan kasar kepada dirinya sudah cukup membuat Siska stres berat.
    Namun, ancaman yang melibatkan keselamatan anaknya menjadi titik terendah dari seluruh perjalanan ini.
    Ia mengaku tidak akan pernah melupakan momen ketika seorang penagih menyebut anaknya.
    “Waktu mereka ngomong mau ngejemput paksa anak saya. Padahal anak saya masih SD. Saya langsung nangis kejer,” kata dia.
    Ancaman itu datang melalui pesan yang dikirim pada malam hari. Siska membacanya berkali-kali sebelum akhirnya mematikan ponsel dan menangis hingga tertidur.
    Sebagai seorang ibu tunggal, ancaman itu menusuk langsung ke pusat ketakutannya.
    Sejak itu, ia melarang anaknya bermain di luar rumah sendirian. Bahkan ketika hendak ke sekolah, ia memastikan selalu mengantar.
    Kondisi panik ini menyebabkan Siska mengalami gangguan kesehatan.
    Menurut Pengacara Publik LBH Jakarta, Alif Fauzi, selama beberapa tahun terakhir, LBH melihat semakin banyak korban yang meminjam bukan untuk konsumsi, tetapi untuk menutup hutang dari aplikasi sebelumnya.
    Proses ini mirip sekali dengan pola korban judi online berupa lingkaran yang tak ada ujungnya. Namun dalam konteks pinjol, eksploitasi lebih sistematis.
    “Ini menguatkan adanya praktik yang eksploitatif dalam penyelenggaraan pinjaman online. Secara posisi hukum, ini juga menunjukkan ketiadaan perlindungan hukum bagi warga negara yang menghadapi masalah pinjaman online,” ujar dia.
    Di mata Alif, para peminjam ini bukanlah “debitur nakal” seperti stigma yang sering beredar. Mereka tak bisa dianggap pihak yang lalai, tetapi korban.
    “Bisa (disebut korban), sejauh ini praktik pengambilan data berbasis pada aplikasi yang terinstal (medium ICT/ITE), dan secara sistematis dipindahtangankan kepada pihak
    debt collector
    atau pihak aplikasi yang tidak terdaftar,” jelas Alif.
    Dengan kata lain, mereka adalah korban perdagangan data, korban eksploitasi sistem digital, dan korban kebijakan yang tidak protektif.
    Menurut Alif, alasan korban enggan melapor sangat jelas karena takut dipermalukan, takut dikriminalisasi, dan takut data pribadi mereka makin tersebar.
    “Seringkali korban juga takut data pribadi dan nomor kontak di gawainya disalin dan disebarkan yang menyebabkan malu karena masalah pinjaman online yang dihadapinya,” kata dia.
    Bagi korban, teror sosial jauh lebih mematikan daripada teror tagihan.
    Alasan seseorang pertama kali meminjam melalui aplikasi pinjol cenderung seragam.
    Tekanan ekonomi menjadi faktor utama, seperti kebutuhan untuk makan, membayar kontrakan, biaya sekolah anak, modal usaha yang terhambat, atau sekadar menutupi tagihan sehari-hari.
    “Selain itu, ada juga karena data pribadinya digunakan untuk mengajukan aplikasi pinjaman online,” ujar Alif.
    Dalam banyak kasus, korban awalnya mencari solusi cepat untuk kebutuhan mendesak.
    Namun, alih-alih mendapatkan bantuan, mereka justru terjebak dalam mekanisme penagihan yang menekan mulai dari bunga yang tidak wajar, biaya administrasi tersembunyi, hingga penyebaran data pribadi.
    LBH mencatat bahwa sebagian besar orang pertama kali terjerat pinjol karena promosi melalui telepon tanpa diminta.
    “Belakangan banyak aplikasi pinjaman online yang menawarkan pinjaman online melalui telepon dengan nomor yang tidak dikenal,” jelas Alif.
    Siklus terjerat ini kemudian diperkuat oleh tekanan verbal dari debt collector.
    Di samping itu, besaran bunga dan biaya tambahan yang tidak sesuai aturan menjadi pemicu utama utang semakin membengkak.
    “Bunga, admin, denda, dan penetapan bunga tidak sesuai standar/regulasi yang ada,” kata Alif.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cerita Siska, "Single Parent" yang Bertahan dari Teror Pinjol Ilegal
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Desember 2025

    Cerita Siska, "Single Parent" yang Bertahan dari Teror Pinjol Ilegal Megapolitan 4 Desember 2025

    Cerita Siska, “Single Parent” yang Bertahan dari Teror Pinjol Ilegal
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Di sebuah kamar kontrakan, sebuah ruang kecil yang menjadi saksi bagaimana hidup Siska (bukan nama sebenarnya) berubah drastis.
    Di dalam kontrakan tersebut, perempuan berusia 32 tahun itu pernah menghabiskan malam-malam panjang tanpa tidur. Hanya menatap ponselnya yang bergetar puluhan kali setiap jam.
    Setiap getaran adalah ancaman. Setiap nada dering adalah ketakutan.
    Dan semua itu bermula dari keputusan yang ia ambil dalam keadaan terdesak.
    Siska yang merupakan orangtua tunggal harus menafkahi keluarga dari hasil membantu di warung milik tetangganya.
    Uang yang ia dapatkan hanya cukup untuk membeli beras satu liter dan sebungkus mi.
    Sementara, slip tagihan listrik sudah menumpuk, ditemani pesan WhatsApp dari ibu kos yang mulai menagih kontrakan dua bulan tertunggak.
    Sebagai orangtua tunggal, ia hidup dari hari ke hari. Tak ada suami, tak ada keluarga lain yang bisa rutin membantu.
    Yang ada hanya seorang anak kecil yang masih membutuhkan biaya sekolah.
    Dalam tekanan seperti itu, pikirannya buntu.
    Siska kembali mengingat momen yang membuatnya akhirnya menekan tombol “ajukan pinjaman”.
    “Kebutuhan rumah tuh numpuk, listrik mau diputus, kontrakan nunggak dua bulan. Ya akhirnya saya nekat cari pinjaman biar bisa nutup dulu yang mendesak,” kata Siska kepada
    Kompas.com,
    Senin (1/12/2025).
    Saat itu, kontrakan menjadi hal paling genting.
    Keputusan itu, bagi Siska, seperti mencari udara di tengah tenggelam.
    Dengan ponselnya, ia mulai menjelajah aplikasi. Lalu matanya terpaku pada sebuah iklan yang berseliweran di Instagram.
    “Lagi
    scroll
    HP sambil rebahan, muncul tuh iklan yang bilang
    ‘langsung cair, tanpa ribet’
    . Saya klik karena penasaran,” kata dia.
    Di titik itu, ia belum mengenal perbedaan antara
    pinjol
    legal dan ilegal. Yang ia lihat hanya satu hal: solusi instan.
    Prosesnya mudah, malah terlalu mudah.
    “Prosesnya cepet banget. Enggak pake foto KTP yang ribet, cuma
    selfie
    sama isi-isi data,” jelas dia.
    Pinjaman pertama cair: Rp 1 juta.
    “Buat bayar kontrakan dan sebagian buat beli sembako,” ujar dia.
    Namun, yang tampak sebagai pertolongan, justru membuka pintu ke jurang yang jauh lebih gelap.
    Dalam tujuh hari, kondisi berubah. Tagihan datang dengan jumlah yang membuatnya terpaku. Bunga, biaya administrasi, dan potongan lain membuat nilai pengembalian melonjak.
    “Tiba-tiba pas mau bayar kok jumlahnya lebih besar,” kata Siska.
    Rasanya seperti pukulan bertubi-tubi.
    Dalam putus asa, ia mengikuti saran teman yang justru semakin menjerumuskannya.
    “Terus ada temen bilang,
    ‘udah, minjem lagi di aplikasi lain buat nutup yang pertama’.
    Dari situ lah mulai gali tutup lubang,” kata dia.
    Hari demi hari, aplikasi lain datang menghampiri. Satu jadi dua, dua jadi lima.
    “Enggak kerasa. Tiap mau jatuh tempo saya minjam yang lain terus,” kata dia.
    Siska sempat mencoba berhenti, namun tekanan yang datang dari para penagih membuatnya merasa tak punya pilihan.
    “Pernah, Mas. Tapi begitu satu jatuh tempo, mereka neleponin terus. Jadi saya panik lagi. Ya sudah minjem lagi. Rasanya kayak lingkaran setan,” ucap dia.
    Apa yang awalnya terasa sebagai solusi, berubah menjadi mimpi buruk.
    Dalam hitungan hari, ponsel Siska menjadi alat penyiksa.
    Nomor tak dikenal muncul terus menerus—dalam negeri, luar negeri, hingga nomor yang baru dibuat.
    “Nelepon sampai 60 kali sehari pernah, kadang dari nomor luar negeri. WA juga
    spam,”
    kata dia.
    Percakapan-percakapan itu masih membekas dalam kepalanya. Bahkan kini, suara notifikasi saja bisa membuat tubuhnya kaku.
    Namun, yang paling menghancurkan adalah teror visual dan ancaman kriminalisasi.
    “Pernah tuh mereka kirim foto KTP saya yang mereka edit-edit, bilang saya mau ditangkap polisi. Terus ada yang bilang mau dateng ke rumah. Saya sampe gemeteran baca pesannya,” ujar dia.
    Tak hanya dirinya yang menjadi sasaran. Para penagih itu menyasar keluarganya, bahkan tetangganya.
    “Mereka juga sebar berita ke tetangga, bilang saya kabur bawa uang,” kata Siska.
    Tekanan psikologis itu berdampak langsung pada kesehatan fisik.
    Dan ada satu kalimat yang tak akan pernah ia lupakan sepanjang hidupnya. Kala para penagih mengancam keselamatan anak semata wayangnya.
    “Waktu mereka ngomong mau ngejemput paksa anak saya. Padahal anak saya masih SD. Saya langsung nangis kejer,” ujar dia.
    Dalam situasi itu, Siska pernah merasa dikepung dari segala sisi. Ia tak tahu harus melarikan diri ke mana.
    Ia akhirnya menceritakan semuanya kepada sang adik, orang pertama yang ia percaya.
    “Dia kaget banget dan marahin saya, tapi Dia bilang kita cari jalan sama-sama,” kata Siska.
    Dari pengakuan itu, Siska mulai merasakan titik terang. Untuk pertama kalinya, ia tak lagi memikul beban itu sendirian.
    Malam itu, ia dan adiknya berbicara panjang—tentang ketakutan, rasa malu, dan rasa bersalah yang terus menghantuinya.
    Adiknya mencoba menenangkannya, memastikan bahwa apa yang terjadi bukan sepenuhnya kesalahannya, dan bahwa ada jalan keluar meski tampak gelap.
    Dukungan itulah yang mendorongnya mencari pertolongan lebih jauh.
    “Adik saya akhirnya nyuruh saya lapor ke lembaga bantuan. Baru dari situ saya mulai ngerti kalau saya bukan satu-satunya korban,” katanya.
    Meski begitu, trauma yang tersisa sangat dalam. Hingga kini, membuka ponsel pun terasa seperti menghadapi monster yang siap menerkam.
    “Dua bulan penuh saya matiin HP siang malam. Keluar rumah pun lihat-lihat dulu. Trauma banget,” ucap dia.
    Dalam beberapa tahun terakhir, Pengacara Publik LBH Jakarta, Alif Fauzi melihat pola yang terus berulang.
    Banyak korban meminjam bukan untuk kebutuhan konsumsi, melainkan untuk menutup tagihan dari aplikasi sebelumnya.
    Situasi ini menyerupai pola yang dialami korban judi online, sebuah lingkaran yang tidak pernah benar-benar berhenti.
    Dalam kasus pinjol, cara kerjanya bahkan lebih terstruktur dan eksploitatif.
    “Ini menguatkan adanya praktik yang eksploitatif dalam penyelenggaraan
    pinjaman online
    . Secara posisi hukum, ini juga menunjukkan ketiadaan perlindungan hukum bagi warga negara yang menghadapi masalah pinjaman online,” ujar dia.
    Bagi Alif, para peminjam ini tidak tepat bila dianggap sebagai debitur yang lalai atau ceroboh.
    Mereka lebih tepat dipahami sebagai pihak yang terperangkap dalam sistem yang tidak memberikan ruang aman.
    “Betul bisa (
    korban pinjol
    ), sejauh ini praktik pengambilan data berbasis pada aplikasi yang terinstal (medium ICT/ITE), dan secara sistematis dipindahtangankan kepada pihak
    debt collector
    atau pihak aplikasi yang tidak terdaftar,” jelas Alif.
    Kondisi tersebut menunjukkan bahwa mereka bukan hanya berhadapan dengan utang yang menumpuk.
    Mereka juga menjadi sasaran perdagangan data, menjadi korban dari mekanisme digital yang merugikan, dan terjebak dalam situasi yang tidak didukung oleh regulasi yang melindungi.
    Menurut Alif, kelompok yang paling mudah terpapar masalah pinjol tidak pernah berubah dari tahun ke tahun.
    Perempuan, terutama ibu rumah tangga, masih menjadi pihak yang paling rentan.
    “Sejauh ini perempuan atau ibu rumah tangga masih menjadi kelompok paling rentan terkena masalah pinjaman online,” kata Alif.
    Beban mengurus keluarga, memenuhi kebutuhan anak, hingga memastikan makanan selalu tersedia membuat mereka berada dalam posisi yang rawan.
    Alif menyampaikan, banyak korban datang dalam kondisi mental yang sudah tertekan.
    Tidak sedikit ibu rumah tangga yang bahkan takut menyentuh ponsel karena telah menerima ratusan pesan ancaman dari penagih.
    Ketika membahas alasan awal seseorang meminjam melalui aplikasi pinjol, Alif melihat polanya hampir selalu sama.
    Tekanan ekonomi menjadi faktor paling kuat. Banyak orang terpaksa mencari dana cepat untuk memenuhi kebutuhan makan, membayar kontrakan, biaya sekolah anak, modal usaha yang terhambat, atau sekadar menutup kewajiban harian.
    “Selain itu, ada juga karena data pribadinya digunakan untuk mengajukan aplikasi pinjaman online,” kata Alif.
    Dalam berbagai kasus, para korban berharap dapat menyelesaikan kebutuhan darurat. Namun yang terjadi justru sebaliknya.
    Temuan LBH juga menunjukkan bahwa banyak korban pertama kali terpapar pinjol melalui panggilan telepon yang tidak pernah mereka minta.
    “Belakangan banyak aplikasi pinjaman online yang menawarkan pinjaman online melalui telepon dengan nomor yang tidak dikenal,” jelas Alif.
    Setelah itu, tekanan dari debt collector memperkuat lingkaran jebakan yang mulai menjerat mereka.
    “Biaya admin, denda, dan penetapan bunga tidak sesuai standar/regulasi yang ada,” kata Alif.
    Cerita Siska bukan satu-satunya. Di balik iklan “cair cepat tanpa ribet”, ada ribuan korban lain yang hidup dalam tekanan, teror, dan ancaman.
    Sebagian kehilangan pekerjaan.

    Sebagian kehilangan keluarga.

    Sebagian kehilangan keberanian untuk bertemu dunia.
    Dan sebagian, seperti Siska, sedang berusaha kembali berdiri dari kehancuran emosional dan finansial.
    Pinjol ilegal bekerja dengan pola yang sama: memanfaatkan kesulitan ekonomi, memudahkan pinjaman, lalu menjebak dengan bunga, biaya tersembunyi, akses kontak, dan teror sistematis.
    Bagi banyak perempuan, terutama orangtua tunggal dan pekerja informal, jerat ini terasa tak terhindarkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penerima BLT Kesra Rp 900 Ribu di Batam Naik 3 Kali Lipat, Sudah Tersalur 80%

    Penerima BLT Kesra Rp 900 Ribu di Batam Naik 3 Kali Lipat, Sudah Tersalur 80%

    Liputan6.com, Jakarta – Penyaluran Bantuan Langsung Tunai Kesejahteraan Rakyat (BLT Kesra) di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, membeludak. Jumlah penerima di beberapa kecamatan naik hingga tiga kali lipat dibandingkan periode sebelumnya. Walau padat, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tampak mengantre dengan tertib sejak pagi di Kantorpos.

    Koordinator Lapangan (Korlap) Kecamatan Bengkong, Kota Batam, Anton Hernomo, mengatakan peningkatan jumlah KPM sangat signifikan dibandingkan tahun lalu.

    “Untuk Kecamatan Bengkong terjadi pembeludakan penerima bantuan sekitar tiga kali lipat, dari seribu menjadi lebih dari tiga ribu orang,” ujar Anton, Kamis (4/12/2025).

    Ia menjelaskan, setiap KPM menerima bantuan sebesar Rp900 ribu, dengan syarat wajib membawa KTP asli. Pengambilan boleh diwakilkan, namun hanya oleh anggota yang berada dalam satu Kartu Keluarga (KK).

    Menurut Anton, realisasi penyaluran berada di angka 50–60 persen. Salah satu penyebabnya karena banyak warga Batam yang sedang pulang kampung pascabencana di Sumatra Barat dan Sumatra Utara.

    “Banyak penerima pergi ke luar kota ingin melihat keluarga yang tertimpa musibah, karena itu tidak bisa diwakilkan jika bukan satu KK. Rata-rata kami melayani seribu orang per hari,” ucap Anton.

    Batuaji Capai 80 Persen Penyaluran

    Sementara itu, Korlap Kecamatan Batuaji, Elvi, menyampaikan bahwa wilayahnya memiliki 3.190 KPM dari empat kelurahan.

    “Realisasi sudah sekitar 70–80 persen. Kendalanya, banyak penerima belum memahami SOP. Mereka datang tapi bukan satu KK, jadi kami tidak bisa bayarkan,” kata Elvi.

    Ia memastikan bahwa syarat KTP dan KK asli harus dibawa, dan pengambilan tidak bisa diwakilkan oleh orang yang berbeda KK.

    “Kalau penerima berada di luar kota, mereka tetap harus datang dalam waktu yang ditentukan. Kalau lewat, dana kembali ke negara,” ucapnya tegas.

     

  • Kasus Pria ‘Tersesat’ Berulang di Banyak Kota, Kini Hebohkan Pacitan

    Kasus Pria ‘Tersesat’ Berulang di Banyak Kota, Kini Hebohkan Pacitan

    Pacitan (beritajatim.com) – Seorang pria yang mengaku bernama Sandi Muhamad, kelahiran 2004, kembali ditemukan dalam kondisi terlantar di wilayah berbeda. Terbaru, ia dijumpai di Perempatan Cuik, Kelurahan Ploso, Pacitan, Kamis (4/11/2025). Temuan ini menguatkan dugaan adanya modus baru seseorang berpindah-pindah daerah dengan mengaku tersesat.

    Pria tersebut pertama kali terlihat oleh seorang petugas Satlantas Polres Pacitan yang sedang mengatur arus lalu lintas pada Kamis pagi. Saat diamankan, ia mengaku berasal dari Baladewa, Bandung Tengah, Kota Bandung, dan sedang kebingungan mencari jalan pulang.

    “Ia beristirahat di sebuah mushola dan meminta bantuan kepada petugas agar dapat dipulangkan ke Bandung,” ujar Ipda Mardian Setyo, anggota Pamapta SPKT Polres Pacitan, Kamis (4/11/2025).

    Atas laporan tersebut, petugas kemudian membawa pria itu ke SPKT Polres Pacitan untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Dari hasil interogasi, pria itu mengaku berangkat dari Banyuwangi menuju Bandung. Namun saat berada di Kabupaten Jember, ia kehilangan tas dan kebingungan, hingga akhirnya menumpang truk dan terbawa sampai Pacitan pada Kamis pagi.

    Polisi lalu berkoordinasi dengan Dinas Sosial Kabupaten Pacitan dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan sipil untuk memastikan identitas pria tersebut.

    “Setelah dicek melalui Disdukcapil, identitas pria tersebut tidak terekam dalam data KTP elektronik,” jelas Ipda Mardian.

    Kasus ini ternyata bukan yang pertama. Dari penelusuran petugas, pria yang sama pernah melapor tersesat di Yogyakarta pada 2 Oktober 2025. Kemudian, pada 12 Oktober 2025, ia juga diterima oleh Dinas Sosial Kabupaten Blitar.

    Namun dalam laporan di Blitar, pria itu mengaku dengan nama berbeda, yaitu Haikal Muhammad. Saat itu, Dinas Sosial Blitar bahkan memberikan uang saku sebesar Rp175 ribu dan memulangkannya menuju Yogyakarta.

    Melihat pola kejadian yang berulang di berbagai kota, Mardian menduga pria tersebut menggunakan modus baru untuk mengelabui petugas.

    “Ini bukan pertama kali orang ini ditemukan terlantar di daerah berbeda. Masyarakat perlu hati-hati, jangan mudah percaya begitu saja dengan pengakuan seperti ini,” tegasnya. (tri/ian)

  • Biasa 90 Menit, Jadi Cuma 15 Menit!

    Biasa 90 Menit, Jadi Cuma 15 Menit!

    Jakarta

    Mengurus SIM sekarang sudah serba digital. Waktu pengurusan pun jadi lebih cepat. Kalau biasanya bisa memakan waktu hingga 90 menit, karena semuanya sudah digital 15 menit pun selesai.

    Korlantas Polri memperluas layanan SIM secara digital atau disebut juga SINAR (SIM Nasional Presisi). Dirregident Korlantas Polri, Brigjen Pol Wibowo, menjelaskan bahwa jumlah Satpas layanan SINAR sebelumnya baru mencakup 54 Satpas. Sejak 1 Desember 2025, Polri menambah 99 Satpas baru, sehingga total menjadi 153 Satpas yang tersebar di 35 provinsi dengan tingkat permohonan pelayanan perpanjangan SIM yang tinggi.

    “Langkah ini merupakan implementasi nyata dari 10 Program Quick Wins Akselerasi Transformasi Pelayanan Publik Korlantas Polri, khususnya pada agenda Optimalisasi Pelayanan perpanjangan SIM melalui Aplikasi SINAR. Dengan penambahan jangkauan layanan di 99 Satpas, kami memastikan masyarakat semakin mudah mengakses layanan perpanjangan SIM secara digital di seluruh Indonesia,” ujar Wibowo dilansir laman Korlantas Polri.

    Sejak diluncurkan, SINAR dirancang untuk memangkas proses birokrasi, meningkatkan transparansi, serta menghadirkan kemudahan pengurusan perpanjangan SIM secara online. Waktu pengurusan SIM pun jadi makin singkat. Dalam catatan Korlantas Polri, kalau pengurusan SIM biasanya memakan waktu 60-90 menit, maka dengan pelayanan serba digital kini kurang dari 15 menit pun selesai.

    Perpanjangan SIM melalui online ini memang lebih ringkas. Kamu tak perlu izin kerja atau bahkan keluar rumah hanya untuk memperpanjang masa berlaku SIM. Kamu juga terhindar dari praktik calo karena rincian biaya SIM juga sudah tertera jelas. Pun saat pembayaran, kamu juga akan langsung diberikan rekening yang masuk ke kas negara.

    Syarat Perpanjang SIM Online

    Nah buat kamu yang mau perpanjang SIM online, terdapat beberapa dokumen yang perlu disiapkan sebelum melakukan perpanjangan SIM secara online. Berikut adalah dokumen yang diperlukan:

    Foto KTPFoto SIM lamaFoto tanda tangan menggunakan tinta berwarna hitam di atas kertas putih polosPas foto dengan wajah menghadap ke depan, latar belakang warna biru, resolusi 480×640 pixel, serta tidak menggunakan aksesoris apa punTelah melakukan tes kesehatan melalui https://erikkes.id/ dan tes psikologi melalui https://app.eppsi.id/.

    Nah kalau syarat-syaratnya sudah dipenuhi, tinggal ikuti langkah berikut untuk memperpanjang SIM Online.

    Cara Perpanjang SIM Online

    Berikut adalah cara perpanjang SIM secara online melalui aplikasi Digital Korlantas POLRI:

    1. Unduh aplikasi “Digital Korlantas POLRI”
    2. Masukan nomor handphone
    3. Verifikasi kode OTP melalui SMS
    4. Buat PIN dan konfirmasi untuk keamanan aplikasi
    5. Lakukan verifikasi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
    6. Lengkapi data yang dibutuhkan
    7. Verifikasi email
    8. Klik “SIM” pada menu utama
    9. Klik opsi “Perpanjangan SIM”
    10. Lengkapi seluruh persyaratan yang diperlukan
    11. Lakukan konfirmasi data

    Setelah semua tahapan telah selesai, SATPAS akan segera melakukan verifikasi data dan dokumen. Apabila data dan dokumen yang diperlukan sudah lengkap dan tidak bermasalah, maka SIM akan segera dicetak. SIM yang telah selesai dicetak dapat dikirim ke rumah ataupun diambil di kantor SATPAS penerbit.

    (dry/rgr)

  • Bea Balik Nama Motor Bekas Dihapus, Bisa Hemat Duit Berapa?

    Bea Balik Nama Motor Bekas Dihapus, Bisa Hemat Duit Berapa?

    Jakarta

    Bea balik nama motor bekas dihapus. Kalau mau balik nama motor bekas, jadi untung berapa ya?

    Tak ada lagi tarif yang dibebankan untuk balik nama motor bekas. Sebab, bea balik nama untuk kendaraan bekas sudah dihapuskan di seluruh Indonesia. Penghapusan pajak ini berdasarkan Pasal 12 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Di sana disebutkan bahwa objek BBNKB adalah penyerahan pertama atas kendaraan bermotor. Penyerahan pertama tersebut berarti jika seseorang melakukan pembelian kendaraan baru dari dealer.

    Sedangkan penyerahan kedua dan seterusnya atau kendaraan bekas bukanlah objek BBNKB. Jadi, balik nama kendaraan bekas, termasuk motor sudah tak dibebankan tarif lagi.

    Sebagai gambaran, di Jakarta misalnya, tarif balik nama kendaraan bekas sebelumnya adalah 1 persen dari NJKB (Nilai Jual Kendaraan Bermotor). Contohnya untuk Honda BeAT dengan NJKB Rp 12,6 juta, maka tarif balik namanya saja akan dikenakan Rp 126 ribu. Maka, kamu akan menghemat Rp 126 ribu saat balik nama BeAT bekas dengan NJKB tersebut.

    Tapi, saat balik nama ada biaya lain yang juga dibebankan. Biaya yang masih harus dikeluarkan adalah untuk membayar PKB, SWDKLLJ, penerbitan STNK, penerbitan TNKB, dan penerbitan BPKB. Biayanya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2020 tentang jenis dan tarif yang berlaku pada Polri. Rinciannya sebagai berikut.

    Pajak Kendaraan Bermotor (PKB): PKB tergantung dengan kendaraannya. Kamu bisa melihat/memperkirakan besaran PKB di lembar STNK. Jika ada keterlambatan pembayaran pajak sebelumnya, maka akan ada denda PKB.SWDKLLJ: Rp 35.000 untuk sepeda motor. Jika ada keterlambatan pembayaran pajak sebelumnya, maka akan ada denda SWDKLLJ.Biaya penerbitan STNK: Rp 100.000 untuk kendaraan roda dua atau roda tigaBiaya penerbitan Tanda Nomor Kendaraan (TNKB): Rp 60.000 untuk kendaraan roda dua atau roda tigaBiaya penerbitan BPKB: Rp Rp 225.000 untuk kendaraan roda dua atau roda tiga

    Selain biayanya lebih hemat, balik nama motor bekas juga memiliki manfaat lain seperti legalitas jadi lebih terjamin. Pengurusan administrasi kendaraan seperti perpanjang STNK juga nggak ribet lagi pinjam KTP pemilik sebelumnya. Pun untuk bayar pajak tahunan bisa dilakukan lewat online tanpa harus ke Samsat lantaran identitas pemilik dan kendaraan sudah sama.

    (dry/rgr)

  • 13 Stasiun Pendaftaran Motis Nataru 2025/2026, Cek Lokasinya

    13 Stasiun Pendaftaran Motis Nataru 2025/2026, Cek Lokasinya

    Jakarta

    Pendaftaran Motis Nataru 2025/2026 dari DJKA sudah dibuka. Masyarakat yang ingin mudik Natal dan Tahun Baru (Nataru) menggunakan program Motis sudah bisa mendaftar sampai tanggal 29 Desember 2025.

    Mengutip dari akun Instagram @motis_djka, tersedia pendaftaran online dan offline (langsung di stasiun). Berikut rinciannya.

    – Periode Pendaftaran Motis Nataru 2025/2026: 1-29 Desember 2025

    1. Link Daftar Online Motis Nataru 2025/2026

    – nusantara.kemenhub.go.id

    2. Stasiun Tempat Daftar Motis Nataru 2025/2026

    Jakarta GudangTangerang (stasiun pengumpan)Bekasi (stasiun pengumpan)Depok Baru (stasiun pengumpan)Cirebon PrujakanTegalPekalonganSemarang TawangPurwokertoKebumenKutoarjoLempuyanganPurwosariLintas Pelayanan Motis Nataru 2025/2026

    Tanggal pengangkutan Motis Nataru 2025/2026 adalah 23-30 Desember 2025 dengan rute:

    Lintas Utara:
    Jakarta Gudang – Pasar Senen (penumpang) – Bekasi (penumpang) – Cirebon Prujakan – Tegal – Pekalongan – Semarang TawangLintas Tengah:
    Jakarta Gudang – Pasar Senen (penumpang) – Bekasi (penumpang) – Cirebon Prujakan – Purwokerto – Kebumen – Kutoarjo – Lempuyangan – PurwosariSyarat Daftar Motis Nataru 2025/2026Semua peserta Motis 2025 dengan KA, mendaftarkan diri secara online atau dapat dilakukan di posko pendaftaran yang ditunjuk;Peserta tidak sedang terdaftar atau mengikuti program mudik gratis lainnya yang diselenggarakan oleh pihak manapun;⁠Pemudik yang telah mendaftarkan diri di program Motis wajib untuk mengikuti dan apabila mengundurkan/membatalkan diri maka pemudik tidak dapat mengikuti program ini di tahun berikutnya;Syarat pendaftaran peserta Motis:
    – Satu peserta harus memiliki KTP, Kartu Keluarga, SIM C;
    – Motor dengan kapasitas mesin maksimal 200 cc;
    – Satu motor dapat difasilitasi pembelian 2 tiket penumpang dan satu tiket infant (anak umur di bawah 3 tahun), dengan persyaratan:
    a. Pembelian tiket KA untuk peserta Motis adalah sesuai dengan nama peserta Motis yang terdaftar;
    b. Penumpang kedua tercantum dalam Kartu Keluarga peserta yang terdaftar;
    c. Tiket yang telah dibeli tidak dapat dibatalkan, diubah jadwal, dan perubahan nama penumpang;Bagi peserta yang sudah berhasil mendaftar secara online WAJIB melakukan verifikasi ke posko, sesuai dengan waktu verifikasi yang telah dipilih pada saat mendaftar, untuk menghindari terjadinya penghapusan pendaftaran secara otomatis;Bagi peserta yang hanya mendaftarkan sepeda motor, diwajibkan memiliki /menunjukkan bukti mudik moda transportasi lainnya;Sepeda motor diserahkan H-1 atau dua hari sebelum tanggal keberangkatan sepeda motor;Pada saat penyerahan sepeda motor, Peserta wajib menunjukkan KTP asli pendaftar dan bukti pendaftaran;Sepeda motor yang masuk di stasiun penyerahan maupun yang keluar di stasiun tujuan, akan dikenakan biaya parkir oleh pengelola parkir resmi stasiun;Tidak diperkenankan menitipkan helm dan kaca spion;BBM wajib untuk dikosongkan pada saat penyerahan;Kode booking tiket KA akan diberikan pada saat penyerahan sepeda motor;Peserta DILARANG memberikan tip bagi petugas Motis 2025;Para peserta wajib tunduk pada peraturan yang berlaku.Alur Penyelenggaraan Motis Nataru 2025/2026Alur Penyelenggaraan Motis Nataru 2025/2026 (Foto: Dok. Motis DJKA Kemenhub)

    (kny/imk)

  • Mudah, Ini Cara Cek BLT Rp900 RIbu 2025 Lewat HP

    Mudah, Ini Cara Cek BLT Rp900 RIbu 2025 Lewat HP

    Jakarta: Cara cek BLT 900 ribu 2025 masih belum diketahui oleh sejumlah masyarakat. Pengecekan ini tergolong mudah dan dapat dilakukan hanya melalui ponsel.
     
    BLT Kesra atau Bantuan Langsung Tunai Kesejahteraan Masyarakat merupakan program bansos senilai Rp900 ribu yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah berdasarkan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).
     
    BLT Kesra diberikan sebesar Rp300 ribu per bulan dan dibayarkan sekaligus untuk tiga bulan, sehingga total dana yang diterima mencapai Rp900 ribu per keluarga penerima manfaat (KPM).
     
    Cara Cek BLT 900 Ribu Lewat HP
    Mengecek BLT perlu dilakukan untuk memastikan apakah kamu terdaftar sebagai penerima BLT Kesra Desember 2025. Masyarakat bisa mengecek statusnya hanya dengan melalui ponsel, seperti berikut ini:
     

    Baca Juga :

    Apa itu Bansos BLTS 2025? Ini Fakta Lengkap Nominal dan Cara Ceknya

     

    Lewat Website Resmi cekbansos.kemensos.go.id
    1. Akses laman resmi https://cekbansos.kemensos.go.id
    2. Pilih wilayah domisili meliputi provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan
    3. Isi nama lengkap sesuai KTP
    4. Masukkan kode captcha
    5. Klik “Cari Data”
     
    Lewat Aplikasi Cek Bansos
    1. Unduh aplikasi Cek Bansos di Play Store atau App Store
    2. Buka aplikasi dan pilih menu “Cek Bansos”
    3. Pilih domisili sesuai tempat tinggal
    4. Masukkan nama lengkap sesuai KTP
    5. Ketik kode captcha
    6. Tekan “Cari Data”
     
    Masyarakat dapat memantau status penerimaan BLT dengan dua cara tersebut. Jika nama kamu termasuk penerima bansos aktif, maka kamu berpeluang mendapat BLT Kesra sebesar Rp900.000 melalui KSS Bank Himbara atau kantor pos.

     

    Jakarta: Cara cek BLT 900 ribu 2025 masih belum diketahui oleh sejumlah masyarakat. Pengecekan ini tergolong mudah dan dapat dilakukan hanya melalui ponsel.
     
    BLT Kesra atau Bantuan Langsung Tunai Kesejahteraan Masyarakat merupakan program bansos senilai Rp900 ribu yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah berdasarkan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).
     
    BLT Kesra diberikan sebesar Rp300 ribu per bulan dan dibayarkan sekaligus untuk tiga bulan, sehingga total dana yang diterima mencapai Rp900 ribu per keluarga penerima manfaat (KPM).
     
    Cara Cek BLT 900 Ribu Lewat HP
    Mengecek BLT perlu dilakukan untuk memastikan apakah kamu terdaftar sebagai penerima BLT Kesra Desember 2025. Masyarakat bisa mengecek statusnya hanya dengan melalui ponsel, seperti berikut ini:
     

     

    Lewat Website Resmi cekbansos.kemensos.go.id

    1. Akses laman resmi https://cekbansos.kemensos.go.id
    2. Pilih wilayah domisili meliputi provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan
    3. Isi nama lengkap sesuai KTP
    4. Masukkan kode captcha
    5. Klik “Cari Data”
     

    Lewat Aplikasi Cek Bansos

    1. Unduh aplikasi Cek Bansos di Play Store atau App Store
    2. Buka aplikasi dan pilih menu “Cek Bansos”
    3. Pilih domisili sesuai tempat tinggal
    4. Masukkan nama lengkap sesuai KTP
    5. Ketik kode captcha
    6. Tekan “Cari Data”
     
    Masyarakat dapat memantau status penerimaan BLT dengan dua cara tersebut. Jika nama kamu termasuk penerima bansos aktif, maka kamu berpeluang mendapat BLT Kesra sebesar Rp900.000 melalui KSS Bank Himbara atau kantor pos.
     
     
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (PRI)

  • Pemkot Jakbar masih data penghuni lahan di Pegadungan Kalideres

    Pemkot Jakbar masih data penghuni lahan di Pegadungan Kalideres

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Barat masih mendata dan validasi warga penghuni lahan 31,5 hektare di Pegadungan, Kalideres.

    “Masih dilakukan pendataan oleh Kelurahan Pegadungan,” kata Kepala Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Tamhut) Jakarta Barat, Dirja Kusuma saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

    Adapun proses pendataan dan validasi warga berlangsung di RT 005/08 dan RT 006/04 Pegadungan, Kecamatan Kalideres.

    Lurah Pegadungan, Anugerah Sholiha Susilo menyebut, hasil pendataan sementara menunjukkan terdapat 121 kepala keluarga yang mengokupasi lahan tersebut.

    “Jadi, 36 KK ber-KTP DKI, kemudian 85 KK tidak ber-KTP DKI Jakarta,” ujar Anugerah saat dikonfirmasi terpisah.

    Adapun warga ber-KTP DKI akan ditawarkan untuk pindah ke rumah susun (rusun) yang ada di Jakarta.

    “Untuk yang ber-KTP DKI Jakarta, akan direlokasi ke rumah susun (rusun),” ujar dia.

    Anugerah tak merinci tak merinci tindakan apa yang akan diberikan kepada mereka yang tak ber-KTP DKI Jakarta.

    Sebelumnya, Wali Kota Jakarta Barat Uus Kuswanto membenarkan bahwa adanya pemilik lain, selain Pemprov DKI Jakarta atas lahan di Kelurahan Kamal dan Kelurahan Pegadungan, Kecamatan Kalideres yang bakal dijadikan sebagai tempat pemakaman umum (TPU) baru.

    “Ada sebagian yang punya pemprov, ada yang punya pribadi,” kata Uus saat dihubungi di Jakarta, Rabu (26/11).

    Hal itu disampaikan Uus menyusul adanya penghuni lahan, warga Kampung Bilik, yang mempersoalkan dualisme kepemilikan lahan tempat mereka tinggal.

    Uus mengatakan penggusuran untuk pembuatan TPU baru hanya akan dilakukan pada lahan milik Pemprov DKI.

    “Yang penting kita amankan yang punya kita saja. Lahan milik orang lain, tidak akan kita apa-apain,” kata Uus.

    Adapun bukti serta batas-batas kepemilikan Pemprov DKI atas lahan itu tertuang dalam Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 484 tahun 1991.

    “Kita sesuai dengan SHP-nya. Kan ada SHP-nya,” kata Uus.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.