Produk: KRL

  • Warga Kritisi Macet Depan Stasiun Citayam: Kendaraan Tambah, Lebar Jalan Segini Terus
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 November 2025

    Warga Kritisi Macet Depan Stasiun Citayam: Kendaraan Tambah, Lebar Jalan Segini Terus Megapolitan 24 November 2025

    Warga Kritisi Macet Depan Stasiun Citayam: Kendaraan Tambah, Lebar Jalan Segini Terus
    Tim Redaksi
    DEPOK, KOMPAS.com – 
    Sejumlah warga mengkritisi kemacetan di sekitar Stasiun Citayam, Jalan Raya Citayam, Kota Depok, yang disebut terjadi selama 30 tahun terakhir.
    Hal itu disampaikan Anhar (56), warga setempat, yang menyaksikan kemacetan di ruas jalan tersebut sejak dirinya pertama kali tiba di
    Citayam
    pada 1996.
    “Saya dari Garut, sudah 30 tahunan di sini, itu kondisinya sudah macet,” ucap Anhar saat ditemui di lokasi, Senin (24/11/2025) pagi.
    Meski kemacetan saat itu belum separah sekarang dan jenis kendaraannya lebih sedikit, kemacetan sudah menjadi pemandangan sehari-hari bagi Anhar pada pagi maupun sore.
    Terlebih, angkot yang kerap mengetem di beberapa titik membuat kendaraan di belakangnya ikut terhenti.
    “Dari dulu sudah macet, tapi sekarang ya nambah (parah). Ada motor, mobil, angkot, ya sepeda listrik, motor listrik, tapi jalan mah lebarnya segini terus,” ujarnya.
    Kemacetan terjadi di kedua arah, baik menuju Depok maupun ke Bogor, sehingga suasananya terlihat semrawut.
    Tak jauh berbeda, seorang pejalan kaki bernama Gina juga menilai kemacetan di Citayam semakin tidak tertolong.
    Pada waktu tertentu ia bisa merasa muak menghadapi macet yang begitu semrawut.
    “Ya saya udah biasa, tapi kalau lagi pas pulang kerja bisa sesekali merasa capek lihat macet doang tuh, padahal saya bukan yang bawa motor ya cuma dijemput,” tutur Gina.
    Selain macet, Gina kesulitan mencari ruang untuk berjalan kaki menuju atau dari stasiun.
    Tak jarang ia harus menyeberang atau menyalip di antara motor karena trotoar yang tersedia tidak memadai untuk pejalan kaki.
    “Lebih ke susah buat jalan kaki saja karena enggak punya tempat (trotoar), kita kan jalan se pinternya kita saja,” jelas Gina.
    “Kayaknya macet di sini bukan cuma karena penumpang KRL yang mau ke stasiun, tapi jumlah pengendara ke arah Depok memang banyak,” lanjut dia.
    Pengamatan
    Kompas.com
    di lokasi pada Senin pagi menunjukkan kepadatan kendaraan mulai terlihat sebelum pintu rel kereta menuju Stasiun Citayam arah Depok, dan terus berlangsung hingga sekitar 100–120 meter di ruas jalan yang lebarnya hanya 5–6 meter untuk dua arah.
    Kendaraan yang padat didominasi motor pribadi, ojek
    online
    , dan angkot yang mengetem mencari penumpang. Sempat terlihat angkot berwarna merah berhenti tepat di pintu masuk Stasiun Citayam arah Depok, diikuti oleh pengemudi ojek
    online
     (ojol) yang menurunkan penumpang.
    Titik pengeteman angkot lainnya terlihat sebelum pintu rel arah Bogor. Kedua titik ini menyebabkan arus kendaraan di kedua arah tersendat karena angkot memakan bahu jalan hingga satu meter.
    Sesekali terdengar bunyi klakson dari pemotor kepada beberapa sopir angkot yang menghalangi jalan, tetapi hal itu tak begitu digubris.
    Antar pemotor juga terlihat saling adu klakson dan meluapkan kemarahan setelah berhasil menyalip.
    Kemacetan baru mulai berkurang sekitar pukul 08.00 WIB setelah seorang polisi lalu lintas menepi untuk melakukan pengaturan jalan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Subuh di Atas KRL: Perjalanan Panjang Bocah Tangerang yang Setia pada Sekolah Lamanya
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 November 2025

    Subuh di Atas KRL: Perjalanan Panjang Bocah Tangerang yang Setia pada Sekolah Lamanya Megapolitan 24 November 2025

    Subuh di Atas KRL: Perjalanan Panjang Bocah Tangerang yang Setia pada Sekolah Lamanya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Sebuah video yang memperlihatkan seorang siswa SD di Klender, Jakarta Timur, harus berangkat sekolah sendiri menggunakan KRL sejak subuh viral di media sosial.
    Dalam video yang diunggah aku Instagram @Jabodetabek24info, terlihat seorang anak berseragam SD menaiki KRL dari Tangerang menuju Stasiun Klender pada waktu subuh untuk berangkat sekolah.
    Hal ini menarik perhatian publik lantaran jarak yang ditempuh anak tersebut, yakni dari Tangerang ke Jakarta Timur, cukup jauh.
    Kepala Satuan Pelaksana (Kasatlak) Pendidikan Kecamatan Duren Sawit, Farida Farhah, membenarkan soal video tersebut.
    Ia menjelaskan, anak itu sebelumnya tinggal di dekat sekolah. Namun, setelah ibunya yang merupakan orangtua tunggal pindah ke Tangerang karena urusan pekerjaan, sang anak tetap melanjutkan sekolah di Klender.
    “Orangtuanya memang dulu tinggal dekat sekolah. Setelah pindah, anaknya tetap bersekolah di sana. Itu yang disampaikan pihak sekolah kepada kami,” kata Farida saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Sabtu (22/11/2025).
    Farida menyampaikan, Dinas Pendidikan telah melakukan komunikasi dengan orangtua dan murid tersebut.
    Namun, sang anak menolak pindah ke sekolah yang lebih dekat dengan tempat tinggal barunya lantaran sudah merasa nyaman di sekolah lama.
    “Anaknya merasa sudah nyaman dan tidak keberatan terkait dengan keberangkatan anak tersebut dari pagi dengan perjalanan yang segitu panjangnya. Anaknya merasa juga
    enjoy
    juga gitu kan,” ungkapnya.
    Baik anak maupun ibunya menolak rencana pindah sekolah karena merasa tidak ada masalah dengan rutinitas berangkat sejak subuh tersebut.
    “Orangtuanya juga sudah disarankan untuk pindah, tapi tidak mau juga orangtuanya untuk pindah,” jelas Farida.
    Farida menyampaikan, proses pindah sekolah tidak dapat dilakukan secara mendadak karena harus menunggu persyaratan administrasi, termasuk pergantian semester.
    “Anaknya baru bisa pindah sekolah saat semester selesai. Itu aturan yang harus diikuti,” katanya.
    Sebagai solusi sementara, anak tersebut akan tinggal di rumah seorang teman yang berlokasi lebih dekat dengan sekolah. Awalnya, ia menolak karena tidak ingin berpisah dari ibunya.
    “Orangtuanya kan tetap berada di Tangerang ya, ibunya tetap berada di Tangerang sementara dia tinggal sama temannya di situ. Penilaian anak-anak ya, dia kehilangan ibunya, tidak sehari-hari dengan ibunya gitu,” ujar Farida.
    Namun, setelah dibujuk oleh pihak sekolah dan orangtua murid lainnya, anak tersebut akhirnya bersedia tinggal di rumah temannya.
    “Saat ini dia sudah mau. Senin besok dia sudah berada di Duren Sawit, di wilayah Klender, bersama temannya laki-laki, di rumah temannya laki-laki, diurus oleh orangtua temannya,” kata Farida.
    Farida mengatakan, keputusan sementara ini diambil untuk menjaga kesehatan dan keselamatan sang anak yang harus berangkat sejak pukul 04.00 WIB dan tidak memiliki alat komunikasi pribadi.
    “Kalau dari sana itu dilepas sama ibunya sendiri, dia menitipkan sama penjaga di stasiun kereta. Jadi masuk sampai JakLingko aman, terus turunnya juga aman,” tambahnya.
    Proses mutasi sekolah baru dapat dilakukan setelah pembagian rapor semester, sekitar pertengahan Desember 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemacetan Parah di Dekat Stasiun Citayam, Jalan Sempit dan Angkot Ngetem Jadi Biang Kerok
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 November 2025

    Kemacetan Parah di Dekat Stasiun Citayam, Jalan Sempit dan Angkot Ngetem Jadi Biang Kerok Megapolitan 24 November 2025

    Kemacetan Parah di Dekat Stasiun Citayam, Jalan Sempit dan Angkot Ngetem Jadi Biang Kerok
    Tim Redaksi

    DEPOK, KOMPAS.com —
    Kemacetan parah kembali terjadi di sekitar Stasiun Citayam, Jalan Raya Citayam, Kota Depok, Senin (24/11/2025) pagi.
    Kondisi ini memperlihatkan betapa ruwetnya arus lalu lintas di kawasan yang menjadi simpul mobilitas warga Depok dan Bogor tersebut.
    Pantauan
    Kompas.com
    selama 45 menit, mulai pukul 07.30 hingga 08.15 WIB, antrean kendaraan sudah tampak sejak sebelum pintu perlintasan kereta menuju stasiun dari arah Depok.
    Kepadatan terus berlanjut hingga 100–120 meter di ruas jalan yang lebarnya hanya sekitar 5–6 meter untuk dua arah. Arus kendaraan didominasi sepeda motor, ojek
    online
    , serta angkot yang berhenti sembarangan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
    Sebuah angkot berwarna merah terlihat mengetem tepat di pintu masuk Stasiun Citayam dari arah Depok. Angkot lain serta sejumlah pengemudi ojek online mengikuti pola serupa, sehingga mempersempit badan jalan.
    Titik pengeteman juga terlihat di dekat pintu rel arah Bogor. Situasi ini menyebabkan arus kendaraan tersendat karena angkot memakan bahu jalan hingga sekitar satu meter.
    Sesekali terdengar klakson panjang dari pengendara motor yang kesal karena jalannya terhalang angkot. Beberapa pengendara juga saling adu klakson dan melontarkan komentar kesal ketika berdesakan menyalip.
    Hingga sekitar pukul 08.00 WIB, kemacetan mulai sedikit terurai setelah seorang polisi lalu lintas datang untuk mengatur arus kendaraan. Meski begitu, sejumlah angkot tetap terlihat mengetem.
    Anhar (56), warga yang sudah tinggal di Citayam selama 30 tahun, mengatakan kemacetan pagi itu justru lebih ringan dibanding hari-hari lainnya.
    “Jam 06.00 pagi juga di sini sudah macet banget, ya motor ya angkot, tapi agak berkurangannya biasanya jam 9 tuh,” ujar Anhar ketika ditemui.
    Menurut dia, kemacetan di kawasan itu tidak pernah benar-benar hilang. Volume kendaraan justru terus meningkat, sementara lebar jalan tak berubah sejak puluhan tahun lalu.
    “Dari dulu juga sudah macet, tapi sekarang ya nambah. Ada motor, mobil, angkot, ya sepeda listrik, motor listrik, tapi jalan mah dari saya ke sini juga lebarnya segini terus,” tambahnya.
    Gina, seorang pejalan kaki, menyebutkan kawasan tersebut semakin sulit dilalui tanpa trotoar yang memadai. Ia harus mencari celah sempit di antara mobil dan motor yang memenuhi ruas jalan.
    “Lebih ke susah buat jalan kaki aja karena enggak punya tempat (trotoar), kami kan jalan se-pinternya kami aja. Apalagi pas nyeberang, tetap nyalip aja,” kata Gina.
    Ia menilai kemacetan di sekitar Stasiun Citayam sudah lama terjadi, namun tidak pernah ditangani serius.
    “Kayaknya macet di sini bukan cuma karena penumpang KRL yang turun ke stasiun, tapi emang pengendara ke arah Depok banyak,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mengenang 3 Kereta Bersejarah yang Mengubah Wajah KRL Jabodetabek
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 November 2025

    Mengenang 3 Kereta Bersejarah yang Mengubah Wajah KRL Jabodetabek Megapolitan 23 November 2025

    Mengenang 3 Kereta Bersejarah yang Mengubah Wajah KRL Jabodetabek
    Penulis

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    KRL Commuter Line selama bertahun-tahun menjadi tulang punggung mobilitas masyarakat Jabodetabek, dan di balik layanan tersebut terdapat tiga rangkaian kereta pionir yang menandai awal modernisasi, yakni Tokyu 8500, TM 7000, dan JR East 203.
    Kehadiran ketiganya memperkenalkan fasilitas yang lebih bersih, nyaman, serta ber-AC, sebuah lompatan besar dari layanan kereta ekonomi sebelumnya.
    Bagi banyak negara, termasuk Indonesia, transportasi umum menjadi pilar pembangunan berkelanjutan.
    Dengan meningkatnya jumlah penduduk di kota besar dan kepadatan lalu lintas yang makin kompleks, kebutuhan akan transportasi yang aman, efisien, dan ramah lingkungan menjadi krusial untuk memastikan mobilitas yang merata bagi seluruh kalangan.
    Commuter Line yang dioperasikan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) memegang peran utama sebagai moda transportasi massal di Jabodetabek.
    Tarif yang terjangkau dan rute yang luas menjadikan
    KRL
    pilihan harian jutaan penumpang.
    Dilansir dari
    Antara
    , data KAI Commuter menunjukkan bahwa jumlah pengguna KRL Jabodetabek pada triwulan III 2025 mencapai 89.088.257 orang, meningkat sekitar 4,7 persen dibanding periode yang sama tahun 2024.
    Stasiun Bogor menjadi yang tersibuk dengan 4.554.774 pengguna, disusul Stasiun Tanah Abang (4.073.502) dan Bekasi (2.923.291).
    Pertumbuhan KRL tak lepas dari kehadiran tiga rangkaian generasi pertama, yakni
    Tokyu 8500
    ,
    TM 7000
    , dan
    JR East 203
    .
    Ketiganya diimpor dari Jepang antara 2006–2011, ketika KCI masih bernama Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ).
    Sebelum itu, ketiganya telah beroperasi di Jepang selama sekitar 25 tahun (batas usia operasional yang ditetapkan regulasi Jepang).
    PT KCI kemudian mengadopsinya sebagai upaya modernisasi, menggantikan rangkaian lama tanpa AC.
    Ketiganya menjadi simbol peningkatan kualitas layanan dengan menghadirkan kenyamanan pendingin udara.
    Namun usia yang telah mencapai setengah abad serta kelangkaan suku cadang membuat KCI menghentikan operasionalnya pada 2025.
    Sebagai bentuk penghormatan, Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) bersama KAI Commuter menggelar pameran “Arigato KRL!” di Stasiun Jakarta Kota pada 11 November 2025.
    Acara ini dihadiri
    railfans
    , masyarakat umum, perwakilan Kedutaan Besar Jepang Kamigaki Reiko, serta Direktur Utama PT KCI, Asdo Artiviyanto.
    Pameran menyajikan perjalanan sejarah ketiga rangkaian melalui poster edukatif, foto-foto kronologis, miniatur kereta dari berbagai era, hingga tampilan seragam petugas dan warna asli kursi penumpang.
    Unsur budaya Jepang turut dihadirkan lewat dekorasi Noren, lampion tradisional, dan ornamen bunga sakura.
    Antusiasme pengunjung terlihat dari lonjakan jumlah kedatangan.
    “Di hari
    weekday
    kemarin, kita rata-rata pengunjung di atas 1.500. Terus, untuk per hari ini, Sabtu tanggal 15, per jam 12 ini, kita sudah menyentuh angka lebih dari 2.000 pengunjung,” jelas Tianza, petugas pameran “Arigato KRL!”.
    Ia juga menyebut variasi pengunjung yang datang. Saat hari kerja, rombongan sekolah mendominasi, sementara akhir pekan dipadati keluarga yang membawa anak-anak.
    Kehadiran Tokyu 8500, TM 7000, dan JR East 203 menjadi titik awal transformasi layanan KRL yang lebih nyaman, bersih, dan modern.
    Walau kini memasuki masa purnatugas, warisan ketiganya tetap hidup melalui peningkatan standar layanan yang diterapkan KAI Commuter hingga hari ini, sebuah fondasi penting bagi sistem transportasi berkelanjutan di Jabodetabek.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Fenomena Penumpang Menginap di Stasiun, Perlukah KRL Operasi 24 Jam?

    Fenomena Penumpang Menginap di Stasiun, Perlukah KRL Operasi 24 Jam?

    Jakarta

    Fenomena penumpang menginap di stasiun karena tertinggal perjalanan terakhir KRL belakangan ini banyak terjadi. Contohnya terjadi di Stasiun Cikarang.

    Wacana layanan kereta rel listrik (KRL) perkotaan beroperasi 24 jam pun muncul di tengah fenomena banyaknya penumpang yang menginap di stasiun. Ide tersebut pertama kali muncul dari Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi.

    Dia menyatakan pihaknya membuka opsi agar operasional KRL bisa dilakukan selama 24 jam. Hal ini mulai dikoordinasikan Dudy ke PT KAI, namun belum ada keputusan yang pasti.

    “Nanti saya coba koordinasi dengan Kereta Api ya. Ya, karena kan apakah perlu, tadi seperti yang disampaikan, layanan 24 jam. Mereka perlu pengkajian dan semacamnya harus dilihat juga,” ungkap Dudy kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/11/2025) yang lalu.

    Pihaknya tak bisa memutuskan sendiri KRL bisa operasi 24 jam penuh. Sebab, KAI perlu mempertimbangkan biaya operasional perusahaan seandainya layanan stasiun berlaku 24 jam.

    Di sisi lain, Dudy juga membuka ruang apabila KAI memiliki opsi atau rencana lain untuk mengatasi fenomena banyaknya orang menginap di stasiun.

    “Saya mesti tanya sama KAI, cost-nya kan mereka harus hitung juga. Apakah dengan mengaktifkan kereta 24 jam cost-nya seperti apa atau ada solusi lain,” sebut Dudy.

    PT KAI pun menampung usulan tersebut untuk dikaji terlebih dahulu. Vice President Public Relations KAI Anne Purba mengatakan pihaknya akan mengedepankan pertimbangan keselamatan dan keamanan penumpang untuk pengoperasian kereta api, termasuk KRL Commuter Line yang dikelola anak usahanya PT KAI Commuter (KCI).

    “Setiap masukan ini pasti terus dikaji untuk menjawab kebutuhan termasuk melihat potensi pengembangan dalam maintenance ini. Dalam pengoperasian kereta kita juga pasti melakukan pertimbangan-pertimbangan terutama keselamatan dan keamanan penumpang,” papar Anne kepada detikcom, ditulis Sabtu (22/11/2025).

    Menurutnya selama ini KRL masih butuh waktu perawatan prasarana alias kereta, maka dari itu KRL Commuter Line belum bisa beroperasi selama 24 jam penuh.

    Setiap hari, Anne menjelaskan jadwal terakhir KRL sekitar pukul 23.30 WIB setiap malam, sementara itu pukul 04.00 WIB sudah harus beroperasi kembali. Bila diperhitungkan, cuma sekitar 2 jam saja waktu efektif untuk melakukan perawatan puluhan kereta api setiap hari.

    “Sampai saat ini KRL belum 24 jam karena kami membutuhkan waktu perawatan prasarananya. Melihat dari kereta terakhir KRL sesuai jadwal sampai pukul 23.38 WIB dan beroperasi kembali pukul 04.00 WIB jadi kalau dihitung sampe semua berhenti kami memaksimalkan waktu 2 jam untuk perawatan,” ungkap Anne.

    Di sisi lain, VP Corporate Secretary KCI Karina Amanda mengungkapkan pihaknya sudah memaksimalkan operasional armada yang dimiliki untuk mengangkut lebih banyak penumpang tanpa operasional 24 jam. Salah satunya adalah dengan memaksimalkan pengoperasian kereta 12 rangkaian dan mengurangi kereta 8 rangkaian.

    “Saat ini KAI Commuter sudah memaksimalkan operasional seluruh armada yang dimiliki, termasuk menjalankan 11 trainset CLI-125 baru dengan Stamformasi (SF) 12, mengurangi SF 8, dan menjaga headway perjalanan di semua lintas,” sebut Karina dalam keterangannya kepada detikcom.

    Pihaknya memahami bahwa moda transportasi Commuter Line saat ini sudah menjadi kebutuhan mobilitas masyarakat dari daerah penyangga. Namun dalam operasional dan layanan Commuter Line, pengelola juga terus berupaya agar layanan perlu terus ditingkatkan.

    Apalagi, perjalanan Commuter Line setiap tahun juga terus bertambah seiring dengan pertumbuhan pengguna di angka 1 juta per hari. Hal ini juga harus diiringi dengan perawatan baik di sarana atau fasilitas di stasiun.

    Bisakah KRL Operasi 24 Jam? Langsung klik ke halaman berikutnya

    Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian dan Angkutan Antarkota MTI Aditya Dwi Laksana menilai secara teknis sebetulnya dimungkinkan KRL bisa beroperasi 24 jam. Namun tentu harus ada yang disesuaikan, semisal peningkatan biaya operasional hingga penyesuaian jadwal.

    “Secara teknis operasional memungkinkan saja KRL beroperasi 24 jam seperti BRT Transjakarta di koridor utama, hanya tentu ada faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan, seperti kebutuhan dan volume penumpang, peningkatan biaya operasional, penyesuaian jadwal perjalanan KA di lintas tersebut, dan perawatan sarana,” kata Adit kepada detikcom.

    “Sebaiknya perlu melakukan analisis kebutuhan pengguna secara cermat,” lanjutnya.

    Dia menyarankan operator KRL bisa saja memperpanjang waktu operasional paling malam dan mengoperasikan KRL lebih dini hari terutama di Stasiun Cikarang, sambil secara bertahap mengkaji kebutuhan mobilitas penumpang di malam dan dini hari.

    Bila memang kebutuhan pengguna tinggi, dapat mengadopsi skema operasional 24 jam dengan hanya mengoperasikan sedikit rangkaian KRL di jam malam-dini hari dengan jeda antar perjalanan yang cukup renggang, namun tetap melayani tanpa henti.

    Sementara itu, pengamat transportasi publik bidang perkeretaapian Joni Martinus menekankan cukup sulit membuat operasi KRL jadi 24 jam penuh. Sebab waktu perawatan di malam hari menjadi hal yang wajib untuk dilakukan.

    Dalam operasional perkeretaapian, Joni menegaskan periode tengah malam hingga dini hari adalah fase krusial untuk pemeliharaan prasarana dan sarana. Pada jam-jam itu petugas melakukan pemeriksaan serta perawatan rel, persinyalan, listrik aliran atas, hingga rangkaian KRL

    “Ini mutlak diperlukan, karena tanpa jeda perawatan, maka keselamatan dan keandalan perjalanan KRL keesokan hari bisa terganggu,” tegas Joni.

    Kemudian, meski ada permintaan layanan kereta selama 24 jam, penggunaan KRL setelah lewat pukul 00.00 WIB cenderung rendah. Secara finansial dan operasional sarana maupun sumber daya manusia, dia menilai hal ini kurang efisien.

    Halaman 2 dari 2

    (hal/hns)

  • Saat Pekerja Menginap di "Hotel Darurat" Stasiun Cikarang demi Kereta Pagi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 November 2025

    Saat Pekerja Menginap di "Hotel Darurat" Stasiun Cikarang demi Kereta Pagi Megapolitan 23 November 2025

    Saat Pekerja Menginap di “Hotel Darurat” Stasiun Cikarang demi Kereta Pagi
    Tim Redaksi

    BEKASI, KOKPAS.com –
     Fenomena penumpang bermalam di Stasiun Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, kembali menjadi perhatian publik.
    Sejumlah warga memilih bertahan hingga pagi karena kehabisan kereta pulang setelah lembur atau melakukan perjalanan jauh.
    Para penumpang memanfaatkan ruang tunggu hingga lobi sebagai tempat istirahat sementara.
    Kereta terakhir dari Stasiun Manggarai biasanya tiba sekitar pukul 00.40 WIB, sehingga banyak orang akhirnya membawa koper atau tas besar untuk bersiap bermalam.
    Bahkan terlihat satu keluarga berkumpul di sudut ruang tunggu sambil menunggu kereta pertama keesokan harinya.
    Seorang warga, Eri, mengatakan ia menginap di stasiun untuk menunggu KRL pertama pukul 04.00 WIB.
    “Mau pulang tapi tidak ada ongkos. Ya saya menunggu di sini dulu. Nanti mau naik KRL paling pagi, yang jam 04.00 WIB. Ke arah Tangerang Selatan,” ujarnya.
    Eri menyebut ini pengalaman pertamanya bermalam di stasiun setelah pulang dari rumah temannya yang sedang terkena musibah. Menurut dia, menunggu kereta pagi adalah pilihan paling terjangkau.
    “Kebetulan tidak bawa motor. Jadi menunggu saja yang ongkosnya murah. Saya mau duduk di luar stasiun sambil menunggu,” tuturnya.
    Adit (50), warga Cikarang yang hendak berangkat kerja ke Banten pada Jumat dini hari, juga memilih bermalam di stasiun.
    “Saya dua kali ini bermalam di sini. Nunggu kereta paling pagi buat berangkat ke Banten. Memang harus ambil kereta paling pagi, supaya tidak kesiangan sampai di tempat kerja,” ujar Adit.
    Perjalanan menuju Krenceng, kata Adit, memakan waktu lebih dari lima jam. Ia memperkirakan tiba sekitar pukul 10.00 WIB.
    Meski bisa naik bus, biaya perjalanan jauh lebih mahal dan berisiko terlambat karena kemacetan. Sementara itu, tarif KRL untuk jarak tersebut tidak sampai Rp20.000 per sekali jalan.
    Adit mengaku tidak pernah tidur selama menginap di stasiun. Pada pengalaman pertamanya, ia sempat diminta petugas meninggalkan area dalam stasiun menjelang pukul 01.00 WIB.
    “Waktu itu kan saya nge-charge baterai handphone. Baru dapat sedikit, petugas meminta saya dan warga lain keluar stasiun. Katanya memang di area dalam tidak boleh untuk menginap,” ujarnya.
    Setelah diminta keluar, Adit menunggu di lantai 1 dekat pintu masuk hingga kereta pertama beroperasi.
    Ia tidak berani memejamkan mata karena khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan.
    Adit menyayangkan petugas yang mengusir penumpang dari area dalam stasiun pada malam hari.
    “Menurutnya, warga bisa diatur untuk beristirahat dan menunggu di dalam stasiun asalkan diberi arahan untuk menjaga ketertiban,” katanya.
    Ia menyebut banyak warga lain yang juga menunggu kereta pagi, termasuk yang hendak mengejar perjalanan jauh ke Jawa Barat atau Jawa Tengah.
    “Lalu juga ada yang mau ngejar kereta pagi yang jarak jauh ke Jawa Barat, ke Jawa Tengah. Baiknya kan diatur saja supaya bisa istirahat di dalam. Setidaknya lebih aman buat kami,” ucapnya.
    Adit berharap penumpang yang benar-benar memiliki tujuan perjalanan bisa tetap diperbolehkan berada di dalam area stasiun.
    “Diatur saja, dicek warga mau pergi ke mana. Baru kalau ada warga yang tidak bertujuan bepergian naik kereta ya itu yang tidak boleh,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Subuh di Atas KRL: Perjalanan Panjang Bocah Tangerang yang Setia pada Sekolah Lamanya
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 November 2025

    Kisah Siswa SD Tangerang Berangkat Jam 4 Pagi Naik KRL ke Sekolahnya di Jakarta Timur Megapolitan 23 November 2025

    Kisah Siswa SD Tangerang Berangkat Jam 4 Pagi Naik KRL ke Sekolahnya di Jakarta Timur
    Penulis

    TANGERANG, KOMPAS.com –
    Perjalanan seorang siswa SD yang harus berangkat sejak pukul 04.00 WIB dari Tangerang menuju sekolahnya di Duren Sawit menarik perhatian publik setelah videonya viral.
    Rutinitas panjang menggunakan KRL seorang diri itu memperlihatkan bagaimana ia tetap berupaya mempertahankan sekolah lamanya meski jarak rumah berubah jauh.
    Kondisi ini sekaligus memunculkan kekhawatiran pihak sekolah terkait kesehatan serta keselamatannya.
    Setelah berbagai pertimbangan, anak tersebut akhirnya bersedia tinggal sementara di rumah temannya agar perjalanan hariannya tidak lagi terlalu berat.
    Video pertama mengenai perjalanan anak itu diunggah akun @
    Jabodetabek24info
    .
    Dalam rekaman terlihat siswa berseragam SD menaiki KRL dari Tangerang menuju Stasiun Klender pada waktu subuh untuk berangkat sekolah. Perjalanan jauh yang ia tempuh setiap hari memicu perhatian publik.
    Kepala Satuan Pelaksana (Kasatlak) Pendidikan Duren Sawit, Farida Farhah, mengonfirmasi peristiwa tersebut.
    “Orangtuanya kan tetap berada di Tangerang ya, ibunya tetap berada di Tangerang sementara dia tinggal sama temannya di situ. Penilaian anak-anak ya, dia kehilangan ibunya, tidak sehari-hari dengan ibunya gitu,” ujar Farida saat dihubungi
    Kompas.com
    , Sabtu (22/11/2025).
    Anak tersebut awalnya tinggal dekat sekolah, namun setelah ibunya yang seorang orangtua tunggal pindah ke Tangerang karena pekerjaan, ia tetap melanjutkan sekolah di tempat lama.
    “Orangtuanya memang dulu tinggal dekat sekolah. Setelah pindah, anaknya tetap bersekolah di sana. Itu yang disampaikan pihak sekolah kepada kami,” kata Farida.
    Baik sang anak maupun ibunya sempat menolak pindah sekolah.
    “Orangtuanya juga sudah disarankan untuk pindah, tapi tidak mau juga orangtuanya untuk pindah. Sama dengan anaknya, karena merasa sudah nyaman dan tidak berkeberatan terkait dengan keberangkatan anak tersebut dari pagi,” jelas Farida.
    Farida menambahkan, perjalanan yang panjang itu ternyata tidak menjadi keluhan bagi anak tersebut.
    “Anaknya merasa sudah nyaman dan tidak keberatan terkait dengan keberangkatan anak tersebut dari pagi dengan perjalanan yang segitu panjangnya. Anaknya merasa juga enjoy juga gitu kan,” ungkapnya.
    Meski awalnya menolak tawaran untuk tinggal dekat sekolah karena enggan berpisah dari ibunya, sang anak akhirnya bersedia menerima solusi sementara ini.
    Sekolah bersama keluarga teman sang anak terus melakukan pendekatan hingga ia setuju.
    “Saat ini dia sudah mau. Senin besok dia sudah berada di Duren Sawit, di wilayah Klender, bersama temannya laki-laki, di rumah temannya laki-laki, diurus oleh orangtua temannya,” kata Farida.
    Keputusan ini diambil untuk menjaga kesehatan dan keselamatannya, mengingat ia harus berangkat sejak subuh tanpa alat komunikasi pribadi.
    “Kalau dari sana itu dilepas sama ibunya sendiri, dia menitipkan sama penjaga di stasiun kereta. Jadi masuk sampai JakLingko aman, terus turunnya juga aman,” tambah Farida.
    “Perlu kami jaga juga nih anak begitu. Jangan sampai juga ada apa-apa di jalan,” lanjutnya.
    Rencana untuk memindahkan sang anak ke sekolah yang lebih dekat baru dapat diproses setelah pembagian rapor semester pada pertengahan Desember 2025.
    Hingga proses tersebut berjalan, ia akan tetap tinggal di rumah temannya di Duren Sawit.
    (Reporter: Omarali Dharmakrisna Soedirman | Editor: Larissa Huda)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KRL Belum Bisa Operasi 24 Jam, KAI Ungkap Alasannya

    KRL Belum Bisa Operasi 24 Jam, KAI Ungkap Alasannya

    Jakarta

    KRL Commuter Line diminta beroperasi selama 24 jam penuh. Wacana ini muncul untuk merespons banyaknya penumpang yang menginap di stasiun karena ketinggalan layanan KRL Commuter Line terakhir.

    PT KAI menampung usulan tersebut untuk dikaji terlebih dahulu. Vice President Public Relations KAI Anne Purba mengatakan pihaknya akan mengedepankan pertimbangan keselamatan dan keamanan penumpang untuk pengoperasian kereta api, termasuk KRL Commuter Line yang dikelola anak usahanya PT KAI Commuter (KCI).

    “Setiap masukan ini pasti terus dikaji untuk menjawab kebutuhan termasuk melihat potensi pengembangan dalam maintenance ini. Dalam pengoperasian kereta kita juga pasti melakukan pertimbangan-pertimbangan terutama keselamatan dan keamanan penumpang,” papar Anne kepada detikcom, ditulis Sabtu (22/11/2025).

    Menurutnya selama ini KRL masih butuh waktu perawatan prasarana alias kereta, maka dari itu KRL Commuter Line belum bisa beroperasi selama 24 jam penuh.

    Setiap hari, Anne menjelaskan jadwal terakhir KRL sekitar pukul 23.30 WIB setiap malam, sementara itu pukul 04.00 WIB sudah harus beroperasi kembali. Bila diperhitungkan, cuma sekitar 2 jam saja waktu efektif untuk melakukan perawatan puluhan kereta api setiap hari.

    “Sampai saat ini KRL belum 24 jam karena kami membutuhkan waktu perawatan prasarananya. Melihat dari kereta terakhir KRL sesuai jadwal sampai pukul 23.38 WIB dan beroperasi kembali pukul 04.00 WIB jadi kalau dihitung sampe semua berhenti kami memaksimalkan waktu 2 jam untuk perawatan,” ungkap Anne.

    Di sisi lain, VP Corporate Secretary KCI Karina Amanda mengungkapkan pihaknya sudah memaksimalkan operasional armada yang dimiliki untuk mengangkut lebih banyak penumpang tanpa operasional 24 jam. Salah satunya adalah dengan memaksimalkan pengoperasian kereta 12 rangkaian dan mengurangi kereta 8 rangkaian.

    “Saat ini KAI Commuter sudah memaksimalkan operasional seluruh armada yang dimiliki, termasuk menjalankan 11 trainset CLI-125 baru dengan Stamformasi (SF) 12, mengurangi SF 8, dan menjaga headway perjalanan di semua lintas,” sebut Karina dalam keterangannya kepada detikcom.

    Pihaknya memahami bahwa moda transportasi Commuter Line saat ini sudah menjadi kebutuhan mobilitas masyarakat dari daerah penyangga. Namun dalam operasional dan layanan Commuter Line, pengelola juga terus berupaya agar layanan perlu terus ditingkatkan.

    “Termasuk fasilitas sarana dan prasarana yang harus dilakukan perawatan secara berkala, untuk memastikan operasional dan layanan berjalan maksimal,” ujar Karina.

    Perjalanan Commuter Line setiap tahun juga terus bertambah seiring dengan pertumbuhan pengguna di angka 1 juta per hari. Hal ini juga harus diiringi dengan perawatan baik di sarana atau fasilitas di stasiun.

    (hal/eds)

  • Banyak Orang Menginap di Stasiun, Muncul Wacana KRL Operasi 24 Jam

    Banyak Orang Menginap di Stasiun, Muncul Wacana KRL Operasi 24 Jam

    Jakarta

    Wacana layanan kereta rel listrik (KRL) perkotaan beroperasi 24 jam muncul di tengah fenomena banyaknya penumpang yang menginap di stasiun. Penumpang menginap di stasiun karena tertinggal perjalanan terakhir KRL, hal ini banyak terjadi di Stasiun Cikarang misalnya.

    Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi menyatakan pihaknya membuka opsi agar operasional KRL bisa dilakukan selama 24 jam. Hal ini mulai dikoordinasikan Dudy ke PT KAI.

    “Nanti saya coba koordinasi dengan Kereta Api ya. Ya, karena kan apakah perlu, tadi seperti yang disampaikan, layanan 24 jam. Mereka perlu pengkajian dan semacamnya harus dilihat juga,” ungkap Dudy kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/11/2025) yang lalu.

    Pihaknya tak bisa memutuskan sendiri KRL bisa operasi 24 jam penuh. Sebab, KAI perlu mempertimbangkan biaya operasional perusahaan seandainya layanan stasiun berlaku 24 jam.

    Di sisi lain, Dudy juga membuka ruang apabila KAI memiliki opsi atau rencana lain untuk mengatasi fenomena banyaknya orang menginap di stasiun.

    “Saya mesti tanya sama KAI, cost-nya kan mereka harus hitung juga. Apakah dengan mengaktifkan kereta 24 jam cost-nya seperti apa atau ada solusi lain,” sebut Dudy.

    PT KAI Commuter (KCI) sendiri tidak menyarankan masyarakat menginap di stasiun. VP Corporate Secretary KCI Karina Amanda mengatakan perjalanan Commuter Line setiap tahun terus bertambah seiring dengan pertumbuhan pengguna di angka 1 juta per hari.

    Hal ini juga harus diiringi dengan perawatan baik di sarana atau fasilitas di stasiun. Nah stasiun akan dibuat steril setiap malam untuk keperluan pembersihan dan perawatan fasilitas. Maka dari itu, penumpang tidak disarankan menginap di stasiun.

    “KAI Commuter tidak menyarankan untuk pengguna menginap di stasiun. Pasalnya, setelah pemberangkatan terakhir Commuter Line, di seluruh lokasi stasiun akan kembali steril. Ini dilakukan tak lepas dari keperluan untuk pembersihan dan perawatan fasilitas, sehingga Commuter Line dapat kembali melayani para pengguna esok harinya,” ujar Karina dalam keterangannya.

    Perawatan ini bertujuan agar setiap fasilitas tetap optimal kinerjanya pada jam operasional Commuter Line. Selain itu juga untuk menjaga keamanan dan kenyamanan stasiun dari potensi-potensi yang tidak diinginkan.

    (hal/eds)

  • Cerita Penumpang Tak Bisa Pulang dan Terpaksa Bermalam di Stasiun Cikarang
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 November 2025

    Cerita Penumpang Tak Bisa Pulang dan Terpaksa Bermalam di Stasiun Cikarang Megapolitan 21 November 2025

    Cerita Penumpang Tak Bisa Pulang dan Terpaksa Bermalam di Stasiun Cikarang
    Editor
    BEKASI, KOMPAS.com
    – Bagi sebagian orang, Stasiun Cikarang bukan sekadar tempat transit, tetapi juga tempat beristirahat sementara ketika malam terlalu larut dan kereta terakhir sudah berangkat.
    Di antara dinginnya angin, sejumlah penumpang terlihat menghabiskan malam di sudut-sudut stasiun, menunggu kereta paling pagi agar bisa kembali melanjutkan perjalanan.
    Kompas.com memantau suasana
    Stasiun Cikarang
    sejak Kamis (20/11/2025) malam hingga Jumat dini hari (21/11/2025).
    Kereta terakhir dari arah Manggarai tiba sekitar pukul 00.40 WIB.
    Namun, meski aktivitas kereta berhenti, ruang tunggu dan area lobi masih tetap penuh oleh penumpang yang memilih bermalam di sana.
    Di ruang tunggu Perjalanan Jarak Jauh (PJJ) di lantai II, masih ada 17 penumpang yang bertahan.
    Ada yang tidur di bangku, di lantai, mengisi baterai ponsel, hingga sekadar duduk menunggu dengan sorot mata lelah.
    Seorang keluarga tampak berkumpul di pojok ruangan sambil menata koper dan tas ransel besar.
    Di lantai I, pemandangan serupa terlihat.
    Beberapa lelaki tidur di dekat tiang beton, ada yang rebahan di teras dengan kantong plastik menutupi badan, bahkan seorang pria tua terlihat tidur menempel dinding.
    Sementara empat pemuda duduk mengobrol di taman depan stasiun. Di area parkir motor, dua orang lain juga tertidur sambil menutup wajah dengan kain.
    Bagi banyak dari mereka, tak pulang malam itu bukan pilihan, melainkan keadaan.
    Eri, seorang warga yang malam itu tidur di luar stasiun, mengaku menginap karena tidak ada ongkos untuk pulang.
    “Mau pulang tapi tidak ada ongkos. Ya saya menunggu di sini dulu. Nanti mau naik KRL paling pagi, yang jam 04.00 WIB. Ke arah Tangerang Selatan,” ujarnya.
    Eri menjelaskan bahwa ini adalah pengalaman pertamanya bermalam di stasiun.
    Ia baru pulang dari menjenguk teman yang terkena musibah, dan transportasi lain terlalu mahal bagi kantongnya.
    “Kebetulan tidak bawa motor. Jadi menunggu saja yang ongkosnya murah. Saya mau duduk di luar stasiun sambil menunggu,” katanya.
    Nasib serupa dialami Adit (50), warga Cikarang yang bekerja di proyek konstruksi di Krenceng, Cilegon, Banten.
    Ia pulang dua kali seminggu untuk menengok keluarga, dan pada Jumat pagi harus kembali bekerja. Agar tidak terlambat, ia memilih menunggu kereta paling pagi.
    “Pokoknya saya usaha berangkat pakai kereta paling pagi dari sini. Ya jam 04.00 WIB. Kalau kesiangan nanti susah dapat keretanya. Apalagi perjalanan saya sangat jauh, ganti-ganti kereta sampai Banten,” ujar Adit.
    “Tadi dari rumah jam 22.30 WIB. Ya saya tunggu di sini saja. Saya isi baterei handphone dulu, nanti kalau diusir sama petugas keamanan, saya keluar,” tambahnya.
    Seorang petugas keamanan Stasiun Cikarang menjelaskan bahwa ruang tunggu lantai II seharusnya digunakan hanya untuk penumpang jarak jauh, lansia, ibu hamil, atau penumpang yang membawa anak.
    Meski begitu, pihaknya tetap melakukan pengecekan dan menertibkan secara berkala.
    “Kami cek dulu untuk memastikan para penumpangnya supaya tertib. Untuk yang menunggu kereta ke arah barat, Jakarta dan lainnya, kami minta untuk tertib menunggu di luar stasiun,” katanya.
    Pada pukul 01.45 WIB, petugas mulai memeriksa satu per satu penumpang yang tidur di ruang tunggu dan meminta beberapa di antaranya pindah keluar.
    Beberapa orang kemudian memilih duduk di taman, di samping stasiun, atau kembali merebahkan badan di parkiran motor.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.