Produk: Kredit Usaha Rakyat (KUR)

  • Mengangkat Martabat Petani dan Citra Teh Indonesia di Pasar Global

    Mengangkat Martabat Petani dan Citra Teh Indonesia di Pasar Global

    Jakarta

    “Mengapa Anda tega sama kami?,”.

    Pertanyaan itu diucapkan lirih namun tajam oleh seorang petani di perkebunan teh yang terus menggema di kepala Redha Taufik Ardias (34). Kala itu, 2017, ia datang sebagai perwakilan sebuah perusahaan produsen teh besar. Awalnya ia mengira kunjungannya akan disambut ramah.

    Di kepalanya, saat itu, kebun teh serupa adegan film Petualangan Sherina, hamparan hijau yang damai, para pemetik bekerja sambil tersenyum, dan anak-anak berlarian riang gembira. Nyatanya, pemandangannya justru bertolak belakang. Wajah-wajah murung, sikap curiga, hingga ‘panen’ keluhan.

    “Tahu nggak berapa yang kami dapat dari apa yang kalian ambil?,” tanya petani teh dalam Bahasa Sunda yang Redha ceritakan saat berbincang dengan detikcom.

    Foto: Alfi Kholisdinuka/detikcom

    Redha kemudian mendengar realitas pahit. Setiap kilogram teh kering yang dijual petani ke pabrik besar, hanya dihargai sekitar US$ 0,95 atau Rp 12.500 (kurs Rp 13.000 di 2017). Ini setara Rp 25 untuk satu modal bahan baku kantong teh (tea bag) ukuran 1,8 – 2 gram yang dipasarkan.

    “Baru saya sadar, keputusan saya saat itu mencari teh semurah mungkin berimbas langsung pada hidup mereka. Saya pikir, ide apa yang harus kita lakukan? Karena solusinya cuma satu, harus ditingkatkan nilainya,” ungkapnya.

    Pertemuan itu menjadi pemantik bagi dirinya untuk mengambil sebuah keputusan baru demi mengangkat martabat kesejahteraan para petani teh. Terlebih, saat itu, stigma teh juga masih sebatas minuman pelengkap yang disajikan secara cuma-cuma di rumah makan.

    “Saya perhatikan di Hotel Bintang 5, jarang sekali kita nemu Teh Indonesia. Brand itu datang dari Singapura, Amerika, Inggris. Bukan negara yang punya kebun teh. Kita yang punya kebun teh sendiri, kok nggak punya brand seperti itu,” terangnya.

    Mendirikan Sila Artisan Tea

    Akhirnya pada 2018, ia bersama Iriana Ekasari mendirikan Sila Artisan Tea dengan komitmen penuh meningkatkan citra teh Indonesia sebagai produk unggulan. Hal ini dilakukan untuk mengapresiasi para pemetik dan petani teh.

    Sebelum mendirikan Sila Artisan Tea, Redha nyaris tak mengenal teh sebagai sebuah ilmu. Ia lulusan Psikologi UI yang kemudian bekerja sebagai asisten konsultan bisnis dan branding untuk Iriana Ekasari yang kini menjadi ibu mertuanya.

    Foto: Alfi Kholisdinuka/detikcom

    Dia bercerita dalam perjalanan di mobil bersama Iriana yang latar belakangnya Teknologi Pertanian IPB, keduanya awalnya berniat untuk membangun brand kopi bernama Sila. Namun belakangan nama itu beralih ke teh sebab ada misi besar yang harus dilakukannya, yakni meng-Indonesiakan Teh Indonesia.

    “Kita bikin product name-nya, blueprint, strategy, everything. Semuanya kita kerjain. Saya riset segala macam, sampai pada keputusan, oh iya benar. Ini harus ada pembaharuan di Teh Indonesia, dan jawabannya, solusinya itu ada pada kita. Inovasi, edukasi dan branding,” terangnya.

    Dia menuturkan nama Sila sendiri terinspirasi dari kata ‘Pancasila’. Hal ini mencerminkan nilai kebersamaan, persatuan, dan keharmonisan. Sila juga diambil dari kata ‘Silaturahmi’ yang melambangkan komitmen membangun hubungan baik sejalan dengan misi Sila Artisan Tea menghubungkan petani dengan prinsip keberlanjutan.

    “Jadi Sila keenam itu Minum Teh Indonesia,” kelakar Redha.

    Redha dan Iriana kemudian rutin berkeliling Indonesia, mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Barat, kebun-kebun teh dia kunjungi. Tujuannya satu, mencari petani kecil yang bersedia belajar, berubah, dan meracik atau mengolah teh berkualitas.

    Dia mengedukasi petani bahwa teh dengan kualitas terbaik itu P+3, yakni pucuk 1 sampai 4 daun teratas. “Kami mengembangkan mutu untuk disebut specialty tea adalah P+2 jadi 3 daun teratas, harus petik tangan, nggak mungkin bisa petik ini dengan pisau,” terangnya.

    Mengharumkan Teh Indonesia di Pasar Global

    Foto: Alfi Kholisdinuka/detikcom

    Sila berkomitmen menggunakan hanya teh Indonesia kualitas terbaik dan teratas ditambah racikan teh dengan bahan alaminya. Oleh karena itu, Sila Artisan Tea memiliki dua peran utama, yakni sebagai inovator menghadirkan teh artisan berkualitas tinggi, serta edukator mengenalkan kekayaan teh Indonesia kepada masyarakat luas.

    Perjuangannya membuahkan hasil. Tercatat, saat ini Sila Artisan Tea sudah bermitra dengan 25 kebun teh terbaik di Indonesia yang masing-masing memiliki 3 sampai 12 jenis teh seperti di Yogyakarta, Batang, Ciwidey, Cianjur dan Sukabumi. Total Sila Artisan memiliki 200 artikel teh yang telah dikurasi namun belum semua dikenalkan.

    “Sekarang yang udah release sekitar 75. Single origin sama yang blend. 3 di antaranya yang bestseller itu ada Jeda, Kasmaran, dan Senandung Senja,” katanya.

    Redha mengaku pemasaran Sila Artisan Tea dilakukan secara B2B dan B2C. Sila bekerja sama dengan e-commerce, jaringan hotel, restoran, dan kafe di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Medan, Bali, Labuan Bajo, NTB, hingga Papua.

    Pada 2023, Sila Artisan Tea kemudian meresmikan Rumah Teh Indonesia di Bogor sebagai galeri inovasi dan edukasi. Sila pun semakin diterima di segmen pasar premium. Sila kini mampu menjangkau konsumen di pasar internasional seperti Singapura, Malaysia, Filipina, Austria, Rusia, Jepang, Amerika Serikat hingga Turkey.

    Bahkan saat detikcom mengunjungi Rumah Teh Indonesia Sabtu (29/11/2025), terlihat ada buyer asal Austria dan Rusia langganan Sila Artisan yang kembali berkunjung. Mereka membeli produk Teh Artisan sebagai hand carry untuk dibawa ke negaranya.

    “Banyak juga yang datang dari Arab Saudi ini ke galeri ini, karena kita punya mitra di Puncak, jadi mereka rekomendasikan datang ke sini. Atau kemarin ada perkumpulan mahasiswa dari dosen datang ke Inggris. Dari Jepang, Korea, belanja di sini, jadi ini udah kaya tempat wisata destinasi,” terangnya.

    Foto: Alfi Kholisdinuka/detikcom

    Diketahui, Sila Artisan Tea merupakan nasabah UMKM binaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI. Sejak 2021, Sila Artisan Tea menerima manfaat dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta Kredit Modal Kerja (KMK) BRI. Kredit yang diterimanya disalurkan untuk membangun Rumah Teh Indonesia tersebut.

    Redha juga mengikuti berbagai program pendampingan, seperti Growpreneur Pengusaha Muda BRILiaN dan BRI UMKM EXPO(RT). Bahkan, Sila meraih Juara 1 The Best Expo pada ajang tersebut dan mewakili Indonesia di FHA Food and Beverages Singapore 2025.

    Diketahui, penyaluran KUR yang diterima Sila Artisan itu sejalan dengan komitmen BRI dalam mewujudkan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto untuk membantu pembiayaan bagi pelaku UMKM dan meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas.

    Teh Indonesia Lebih Baik dari Thai Tea

    Foto: Alfi Kholisdinuka/detikcom

    Tak hanya itu, Sila Artisan juga mengikuti berbagai pameran bersama bank sentral termasuk Himbara ke Las Vegas, Prancis, hingga Thailand. Misinya cuma satu mengangkat pamor citra teh para petani Indonesia di pasar global.

    Redha menyebut Teh Indonesia tidak kalah saing dengan teh di banyak negara. Bahkan dia menyebut Teh Indonesia itu lebih baik dari Thai Tea di Thailand. Menurutnya, Thai Tea adalah kualitas teh terburuk.

    “Dulu saya ini alumni Thai Tea juga awalnya. Setelah belajar, jadi tahu bahwa seampas-ampasnya teh, seancur-ancurnya teh itu Thai Tea. Kita penting banget buat edukasi, bahwa teh Indonesia itu lebih baik,” tuturnya.

    “Kita harus dorong kekayaan alam kita. Meracik teh itu jadi bagian dari kita mempromosikan ciri khasnya teh kita. Bahwa teh yang kita minum itu akan ditambahkan dengan herbal rempah khasnya kita. Dengan syarat tehnya tetap dominan. Supaya tetap disebut teh,” jelasnya.

    Oleh karena itu, dia berharap semakin banyak para pemain di industri teh yang mampu mengangkat citra teh Indonesia, seperti layaknya industri kopi, sehingga banyak masyarakat bisa teredukasi dan para petani teh bisa mendapat apresiasi.

    Apresiasi Para Petani Teh

    Sementara itu, salah satu Petani Teh di Samigaluh, Yogyakarta, Surati mengapresiasi keberhasilan Sila Artisan dalam mengangkat martabat para petani teh. Ia mengaku mendapat banyak perubahan setelah bermitra dengan Sila Artisan.

    Sekedar diketahui, Surati merupakan seorang ibu rumah tangga yang memiliki tiga orang anak. Pada 2016, suaminya meninggal. Ia kemudian menjadi tulang punggung keluarga.

    Pada 2017, dengan segala keterbatasannya, Surati memutuskan melanjutkan apa yang telah suaminya mulai, yakni bertani teh. Di tahun itulah ia bertemu dengan Redha dari Sila Artisan sosok yang kemudian mengubah arah hidupnya.

    “Saya dibina, diajari cara membuat teh yang baik, dari awal sekali,” kenang Surati saat dihubungi detikcom.

    Selama satu tahun penuh, ia belajar merawat, memetik, menjaga kualitas daun, hingga mengolah teh yang layak dijual. Sejak 2018 hingga kini, Surati sudah memproduksi teh hijau, yang kemudian di-rebranding oleh Sila Artisan jadi Menoreh Kencana.

    Surati dulu hanya bisa menjual 2-3 kg teh. Sekarang, setelah kebunnya diperbaiki sedikit demi sedikit, ia mampu menghasilkan 15 kg per panen. Sila Tea membelinya dengan harga Rp 200.000 per kg, sebuah hal yang dulu tak pernah Surati bayangkan.

    “Dulu sebelum ada Sila, teh saya dikirim ke industri, untuk teh basah harganya Rp 1.250 per kilogram (harga itu sudah termasuk subsidi),” ungkapnya.

    Surati kini turut mendorong para petani lingkungannya untuk mengolah teh seperti dirinya. Ia ingin mereka merasakan perubahan yang sama.

    “Saya ingin bukan hanya saya yang merasakan ini, tapi semua petani bisa hidup dari teh. Itu sudah cukup bagi saya,” tukasnya.

    (akd/akn)

  • Janji Menteri Maman Razia Bank yang Minta Agunan KUR

    Janji Menteri Maman Razia Bank yang Minta Agunan KUR

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menaruh perhatian sangat serius atas permintaan agunan saat UMKM ingin mengajukan kredit usaha rakyat (KUR) kepada perbankan. Pemerintah berjanji akan rajin melakukan razia ke bank-bank.

    Menteri UMKM Maman Abdurrahman memastikan dirinya akan rutin melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke bank-bank penyalur untuk memastikan distribusi KUR berjalan sesuai aturan.

    Maman menyebut dirinya menerima banyak keluhan dari pelaku UMKM terkait kasus KUR Rp1–100 juta yang dimintakan agunan.

    “Jadi saya ini kan banyak dapat aspirasi bahwa kok kredit KUR dari angka Rp1–100 juta masih dimintakan agunan. Ya tentunya saya harus turun dong,” kata Maman dalam konferensi pers di Ayana Mid Plaza, Jakarta, Kamis (27/11/2025).

    Maman menuturkan, sidak dilakukan secara spontan alias on the spot agar mendapatkan kondisi riil. Menurutnya, langkah ini penting untuk memantau kualitas penyaluran KUR di lapangan. Terlebih, sambung dia, ada 44 bank penyalur.

    “Kami ingin terus meningkatkan kualitas pendistribusian KUR. Itu saja sebetulnya tujuan kami. Jadi semua ini kami lakukan agar kita betul-betul bisa memberikan pelayanan yang maksimal kepada UMKM Indonesia,” ujarnya.

    Maman menegaskan langkah sidak ini bukan kewajiban tetap, melainkan mekanisme pengawasan fleksibel. Namun, menurutnya, pendekatan ini berbeda dengan kunjungan yang terencana, yang menurutnya tidak bisa disebut sidak.

    Saat ditanya terkait jumlah pemohon KUR yang diminta agunan, Maman menilai kasusnya sangat bervariasi dan belum bisa disimpulkan sebagai masalah sistemik.

    “Kami belum bisa mengambil kesimpulan, apakah itu memang betul-betul sistemik atau karena memang situasional,” ujarnya.

    Pelaku UMKM

    Dia menyebut, ada faktor situasional dan pertimbangan internal bank, termasuk evaluasi terhadap prospek usaha calon debitur.

    Ke depan, Kementerian UMKM menyatakan akan terus melakukan pendalaman dan verifikasi untuk memastikan kebijakan KUR diimplementasikan sesuai aturan.

    Namun, Maman menekankan, tidak semua bank menyimpang dan telah menjalankan mekanisme KUR secara konsisten dan memberikan pelayanan sesuai ketentuan.

    “Ada juga beberapa bank yang kita cek, di cabang-cabang tertentu dia serius menjalankan aturan sesuai dengan mekanisme,” terangnya.

    Sebelumnya, dalam sebuah video di akun Instagram Antara, Kamis (27/11/2025), Kementerian UMKM melakukan sidak ke salah satu unit PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) atau BRI setelah menerima laporan masih ada masyarakat yang diminta menyerahkan agunan untuk pengajuan KUR di bawah Rp100 juta.

    Dalam video itu, Maman bertanya mengenai persyaratan mengajukan KUR. Petugas menjawab syaratnya pemohon harus memiliki usaha dan harus melewati tahap BI Checking.

    Politisi dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) itu lalu bertanya terkait masalah agunan. Sebab, dia mendapat laporan bahwa bank masih meminta agunan kepada pemohon UMKM yang mengajukan KUR.

    Maman menegaskan KUR dari rentang Rp1 juta hingga Rp100 juta resmi tidak memerlukan agunan. “Untuk pinjaman KUR dari angka Rp1 juta sampai 100 juta memang tidak memerlukan agunan,” terangnya.

    Skema baru KUR kini membuat pembiayaan tanpa agunan tersebut ditanggung oleh lembaga penjamin, bukan lagi bank penyalur. Dengan begitu, bank penyalur seperti BRI tidak lagi memikul risiko kredit untuk KUR kecil.

    “Artinya, pihak bank penyalur tidak lagi menanggung risiko. Semua sudah dijamin oleh Jamkrindo dan Askrindo,” pungkasnya.

    KUR Berkali-kali 

    Kementerian UMKM saat ini juga tengah menggodok kebijakan baru KUR, yang memungkinkan debitur mengajukan pinjaman berkali-kali tanpa batasan jumlah pengajuan. Kebijakan ini dipastikan tidak akan memicu lonjakan kredit macet perbankan alias non-performing loan (NPL).

    Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengatakan industri perbankan tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan, meski skema KUR kini dibuat lebih fleksibel. 

    “Tetap dasarnya kan kompetensi dan kemampuan track record membayar mereka. Ingat lho ya. Jadi bukan berarti kita buka ruang beberapa kali, akhirnya bisa serampangan juga memberikan pinjaman sebebas-bebas, enggak,” kata Maman. 

    Pelaku usaha UMKM

    Maman menuturkan, perbankan tetap akan memeriksa rekam jejak (track record) debitur secara ketat sebelum memberikan pinjaman lanjutan.

    Menurutnya, perbankan tidak akan melonggarkan penyaluran kredit tanpa menilai kemampuan bayar dan akuntabilitas peminjam. Di samping itu, bank juga memiliki kepentingan menjaga nasabah berkualitas.

    “Bank itu kalau dia ketemu sama nasabah debitur yang bagus pasti akan dijaga terus sama bank, betul gak? karena kan susah loh nyari debitur yang bagus,” imbuhnya.

    Apalagi, sambung dia, selama ini batas maksimal empat kali pengajuan KUR menjadi kendala bagi debitur yang masih membutuhkan tambahan modal untuk mengembangkan usaha.

    “Nah permasalahannya pada saat dia udah ketemu sama debitur yang bagus, dia kekunci dengan aturan yang hanya bisa 4 kali, akhirnya dia gak bisa,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Maman juga mengungkap keluhan terkait pembatasan pinjaman ini sering muncul di lapangan dan menjadi salah satu penyebab kuota habis yang kerap dikeluhkan pelaku UMKM.

    “Isu di bawah itu mengenai KUR itu pada bilang gini, kuota habis-kuota habis, maksudnya kuota habis itu lo batas lo udah sampai 4 kali, lo udah gak bisa lagi [pinjam KUR],” terangnya.

    Maman menilai, dengan dibukanya kembali kesempatan pengajuan tanpa batas, maka debitur yang memiliki rekam jejak baik dapat mengakses pembiayaan lebih fleksibel.

    “Industri perbankan ini kan prudent banget, dia good governance banget kan, karena mereka dikunci dengan NPL yang nggak boleh lebih dari 5%,” lanjutnya.

    Adapun saat ini, Maman mengeklaim tingkat kredit bermasalah KUR terus mengalami penurunan dan kini berada di level 2,3%.

    Di sisi lain, Maman juga meluruskan isu mengenai kenaikan plafon KUR mikro menjadi Rp1 miliar. Dia menegaskan plafon Rp1 miliar tersebut berlaku untuk kategori KUR kecil, sedangkan KUR mikro tetap sebesar Rp500 juta.

  • Dapat Laporan KUR Pakai Agunan, Menteri UMKM Sidak Kantor Bank

    Dapat Laporan KUR Pakai Agunan, Menteri UMKM Sidak Kantor Bank

    Jakarta

    Menteri UMKM Maman Abdurrahman melakukan sidak ke salah satu kantor cabang bank BUMN untuk memastikan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) berjalan bagi UMKM. Sidak itu dilakukan menyusul adanya laporan pengajuan kredit UMKM di bawah Rp 100 juta harus menyertakan agunan.

    Sidak ini dilakukan secara spontan di sela-sela kunjungannya. Sidak ini juga telah dilakukan beberapa kali, namun Maman mengaku belum bisa memberi kesimpulan terkait sidaknya. Dalam sidak tersebut, ia hendak memastikan bahwa KUR di bawah Rp 100 juta tidak diminta agunan.

    “Jadi, saya ini kan banyak dapat aspirasi bahwa, kok kredit KUR dari angka Rp 1 juta sampai 100 juta masih dimintakan agunan. Ya tentunya saya harus turun dong. Cek juga, tetapi turunnya saya kemarin itu belum bisa diambil kesimpulan arena baru beberapa kali turun,” ungkap Maman di Ayana Midplaza, Jakarta Pusat, Kamis (27/11/2025).

    Maman menjelaskan, sidak dilakukan untuk memastikan peningkatan kualitas distribusi KUR. Langkah ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang berpihak kepada UMKM.

    “Ini kita harus melihatnya dalam semangat satu hal. Kita ingin terus meningkatkan kualitas pendistribusian kur. Itu aja sebetulnya tujuan kami. Jadi semua ini kita lakukan agar kita betul-betul bisa memberikan pelayanan yang maksimal kepada UMKM Indonesia karena perintah pak presiden seperti itu,” jelasnya.

    Ia mengungkap modus permintaan agunan biasanya bank meminta agunan KUR jika jenis usaha kurang meyakinkan. Maman mengaku masih akan melanjutkan sidaknya.

    “Ada juga contoh ya, ini yang kasusnya kemarin ya, yang selama 2025 ini misalnya. Saya mantri yang marketing bank. Ada si A mengajukan pengajuan KUR. Pada saat disurvei mungkin kurang meyakinkan usahanya masih dilihat ataupun tawaran usaha yang ditawarkan masih belum terlalu bagus. Ya akhirnya mungkin si mantri mencari alasan lah macam-macam. Makanya tadi kita mau pelan-pelan mau kita lihat dulu nih. Yang pasti pokoknya saya mau bilang lah teman-teman, ini masih dalam pendalaman dan kita akan cek betul-betul ke bawah dan doain aja semangatnya kami ingin memberikan pelayanan yang maksimal kepada semua UMKM,” terangnya.

    (ara/ara)

  • Pertumbuhan Melambat, Produktivitas Harus Melesat

    Pertumbuhan Melambat, Produktivitas Harus Melesat

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketika mesin pertumbuhan Asia Timur mulai kehilangan tenaga, pertanyaan besar muncul bagi Indonesia: apakah kita siap menciptakan pekerjaan yang bukan sekadar banyak, tetapi lebih produktif? Dunia tengah bergerak cepat.

    Ketika guncangan geopolitik, proteksionisme, dan disrupsi teknologi bersamaan mendera, Indonesia tak bisa lagi bertumpu pada strategi lama. Kita memasuki era ketika pertumbuhan ekonomi tidak lagi cukup diukur dari angka semata, tetapi sejauh mana pertumbuhan itu mampu mengangkat produktivitas tenaga kerja, memperkuat daya saing, dan membuka jalan bagi kesejahteraan yang berkelanjutan.

    Bank Dunia melalui East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2025 bertajuk “Jobs” memberikan pesan yang menggugah sekaligus mengingatkan. Kawasan Asia Timur dan Pasifik masih tumbuh lebih cepat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia, tetapi dorongan tenaganya mulai melemah.

    Pertumbuhan kawasan diperkirakan sekitar 4,8% pada 2025, sedangkan China sebagai ekonomi terbesar melambat ke 4,2% pada 2026. Indonesia sendiri masih bertahan di kisaran 5,0%, cukup stabil, tetapi belum menandakan akselerasi baru. Di balik angka-angka yang tampak tenang itu tersimpan persoalan mendasar: masa depan pekerjaan yang makin kompleks dan menuntut daya saing baru.

    Perlambatan ekonomi yang terjadi bukan semata bersifat siklus jangka pendek, melainkan masalah struktural dan berpotensi permanen. Proteksionisme perdagangan kembali meningkat setelah Amerika Serikat menerapkan tarif resiprokal terhadap produk baja, otomotif, dan logam dari Asia. Ketidakpastian kebijakan global membuat banyak pelaku usaha menunda ekspansi dan perekrutan tenaga kerja.

    Menurut simulasi Bank Dunia, setiap penurunan 1% pertumbuhan ekonomi negara-negara G7, dapat memangkas pertumbuhan Asia Timur dan Pasifik sekitar 0,6% pada tahun berikutnya. Dunia yang dahulu menjadi pasar ekspor utama kini berubah menjadi sumber guncangan baru yang harus dihadapi dengan cara yang lebih cerdas, terukur, dan kolaboratif.

    Ironisnya, di tengah tekanan eksternal tersebut, kondisi moneter global justru longgar. Bank sentral negara maju menurunkan suku bunga, mendorong arus modal masuk dan memperbaiki likuiditas korporasi. Namun, efeknya tidak sesederhana itu. Apresiasi mata uang terhadap dolar AS dapat menggerus daya saing ekspor. Apa yang tampak sebagai berkah likuiditas, berpotensi menjadi tantangan struktural baru. Bagi Indonesia, situasi ini menciptakan paradoks: likuiditas membaik, tetapi penciptaan pekerjaan dan produktivitas justru melambat.

    Akibatnya, Indonesia menghadapi risiko ganda. Di satu sisi, lapangan kerja memang tercipta, tetapi sebagian besar masih bersifat informal dengan pendapatan fluktuatif. Di sisi lain, pekerjaan produktif makin terbatas dan membutuhkan keterampilan tinggi yang tidak mudah diakses. Dunia kerja kita tengah mengalami dualisme: pekerjaan banyak, namun tidak cukup produktif; sedangkan pekerjaan produktif justru makin sulit diperoleh.

    Di sinilah pentingnya strategi nasional yang menempatkan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai prioritas utama. Pemerintahan Prabowo melalui program Asta Cita menegaskan agenda Revolusi Kesejahteraan Rakyat yang menjanjikan penyediaan pekerjaan layak dengan upah adil, serta Revolusi Pendidikan dan Pelatihan yang memperluas akses vokasi, politeknik, reskilling dan upskilling tenaga kerja.

    Agenda Transformasi Digital dan Ekonomi Hijau juga membuka peluang jutaan lapangan kerja baru di sektor energi terbarukan, pertanian modern, dan industri berbasis teknologi.

    Namun, kebijakan SDM saja belum cukup. Sumber pertumbuhan lapangan kerja baru kini bergeser. Di Malaysia dan Vietnam, perusahaan muda berusia 5 tahun atau kurang menciptakan hampir 80% pekerjaan baru. Di Indonesia, jumlah perusahaan baru belum tumbuh optimal karena masih dihadapkan pada tantangan perizinan dan pembiayaan yang perlu terus disederhanakan.

    Karena itu, sinergi antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta menjadi krusial. Peran BUMN yang kuat di sektor strategis perlu terus diimbangi dengan kemitraan yang lebih terbuka agar bisa menjadi katalis penciptaan kerja yang produktif dan berkelanjutan.

    Negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan China telah berhasil membentuk kelas menengah yang kini mencakup lebih dari 40% penduduknya. Yang merupakan hasil dari pergeseran pekerjaan dari pertanian ke manufaktur dan jasa modern. Di Indonesia, proporsinya masih jauh lebih rendah dan kelompok masyarakat yang rentan jatuh miskin masih lebih banyak daripada yang telah mapan.

    Artinya, tantangan kita bukan hanya menciptakan pekerjaan, tetapi memastikan pekerjaan itu layak, berpenghasilan stabil, dan memberikan peluang mobilitas sosial.

    Program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), pembiayaan mikro digital, dan jaringan BRILink telah terbukti memperkuat ekonomi rakyat. Ke depan, program inklusi keuangan ini perlu diperkuat dan diintegrasikan dengan strategi Asta Cita yang berorientasi pada kedaulatan pangan, industrialisasi berbasis nilai tambah, serta pemerataan ekonomi daerah agar hasilnya lebih berkelanjutan.

    Bank Dunia juga mengingatkan dua jebakan pembangunan yang harus dihindari: jebakan perdagangan dan kemandekan inovasi. Negara yang terlalu bergantung pada ekspor berteknologi rendah akan sulit naik kelas, sedangkan negara yang gagal berinovasi akan kehilangan daya saing.

    Indonesia harus menyeimbangkan keduanya: memperluas ekspor bernilai tambah sambil memperkuat riset, teknologi, dan pendidikan tinggi. Pengalaman China menunjukkan bahwa perluasan pendidikan tinggi sejak awal 2000-an mampu meningkatkan produktivitas, ekspor, dan inovasi industri secara signifikan. Pelajarannya jelas: pembangunan hanya akan berkelanjutan bila kapasitas manusia tumbuh seiring dengan kesempatan ekonominya.

    Pekerjaan bukan sekadar sumber pendapatan, melainkan wujud martabat dan kemandirian. Tantangan ke depan bukan hanya menciptakan banyak pekerjaan, tetapi memastikan pekerjaan itu produktif, adaptif, dan inklusif. Indonesia perlu memadukan tiga strategi utama: memperkuat kualitas SDM, membuka peluang ekonomi melalui deregulasi dan digitalisasi, serta membangun koordinasi lintas sektor antara pemerintah, dunia usaha, lembaga pendidikan, dan sektor keuangan.

    Pertumbuhan ekonomi yang kuat tanpa fondasi keterampilan dan inovasi hanya akan melahirkan ketimpangan baru.

    Pada akhirnya, masa depan kerja di Indonesia ditentukan oleh kemampuan bangsa ini menyelaraskan kapasitas manusianya dengan peluang yang diciptakannya sendiri. Di situlah kedaulatan ekonomi yang sejati: bukan sekadar tumbuh, tetapi berdaya, berinovasi, dan bermartabat.

  • Menteri UMKM Sidak Kantor BRI (BBRI), Dapat Laporan Pengajuan KUR Pakai Agunan

    Menteri UMKM Sidak Kantor BRI (BBRI), Dapat Laporan Pengajuan KUR Pakai Agunan

    Bisnis.com, JAKARTA —  Menteri UMKM, Maman Abdurahman, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke salah satu unit PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) setelah menerima laporan bahwa masih ada masyarakat yang diminta menyerahkan agunan untuk pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di bawah Rp100 juta.

    Dalam sebuah video di akun Instagram Antara, Kamis (27/11/2025), Maman yang mengenakan pakaian batik berwarna hitam berbicara dengan salah satu petugas Bank BRI.

    Awalnya Maman bertanya mengenai persyaratan mengajukan KUR. Petugas menjawab bahwa syaratnya pemohon harus memiliki usaha dan  harus melewati tahap BI Checking.

    Kemudia Maman bertanya masalah agunan. Pasalnya, dia mendapat laporan bahwa bank masih meminta agunan kepada pemohon UMKM yang mengajukan KUR.

    Dalam sidak tersebut, Maman menegaskan kembali bahwa KUR dari Rp1 juta hingga Rp100 juta resmi tidak memerlukan agunan.

    “Untuk pinjaman KUR dari angka 1 juta sampai 100 juta memang tidak memerlukan agunan,” tegasnya.

    Maman menjelaskan, skema baru KUR kini membuat pembiayaan tanpa agunan tersebut ditanggung oleh lembaga penjamin, bukan lagi bank penyalur.

    Dengan demikian, bank penyalur seperti BRI tidak lagi memikul risiko kredit untuk KUR kecil. “Artinya, pihak bank penyalur tidak lagi menanggung risiko. Semua sudah dijamin oleh Jamkrindo dan Askrindo,” ujarnya.

    Sementara itu, Institute for Development of Economics & Finance (Indef) menilai skema baru Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga tetap 6% serta dapat mengajukan berulang kali tanpa batasan jumlah dapat membuka ruang ekspansi pembiayaan UMKM secara masif. Kendati begitu, kebijakan ini perlu diikuti dengan mitigasi risiko yang memadai.

    Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef M. Rizal Taufikurahman menyampaikan kebijakan ini berpotensi meningkatkan tekanan terhadap kualitas kredit meski mendorong munculnya moral hazard baik dari sisi debitur.

    Skema baru ini mendorong pengambilan pembiayaan berlebih maupun penyalur yang terdorong mengejar target.

    “Tanpa mitigasi risiko yang memadai, kebijakan ini berpotensi meningkatkan tekanan terhadap kualitas kredit dan mendorong munculnya moral hazard,” kata Rizal kepada Bisnis, Kamis (20/11/2025).

    Di tengah kondisi ekonomi yang masih menghadapi pelemahan permintaan dan kenaikan biaya produksi, Rizal menilai ekspansi KUR dalam skala besar perlu diimbangi disiplin penyaluran yang lebih kuat. Langkah ini dilakukan agar tidak menciptakan siklus kredit yang rapuh.

    Di sisi lain, dia memperkirakan kemampuan bayar UMKM pada tahun depan membaik, meski tetap berada dalam zona kewaspadaan. Rizal menyebut pemulihan daya beli belum merata, sementara biaya operasional logistik, energi, hingga bahan baku masih relatif tinggi.

    Menurutnya, KUR dengan bunga 6% memang membantu menurunkan biaya finansial. Kendati begitu, kenaikan volume kredit tak otomatis meningkatkan kapasitas bayar, terutama bagi sektor yang sensitif terhadap gejolak harga dan cuaca.

    “Artinya, kualitas pembayaran akan sangat bergantung pada karakter sektor penerima. UMKM pangan dan jasa harian cenderung lebih resilien dibandingkan manufaktur kecil atau agribisnis,” ujarnya.

  • Menteri P2MI di Sukabumi mempersilakan calon migran ajukan KUR

    Menteri P2MI di Sukabumi mempersilakan calon migran ajukan KUR

    Ini untuk membantu pekerja migran yang tidak punya kemampuan biaya supaya bisa tetap berangkat.

    Kota Sukabumi (ANTARA) – Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Mukhtarudin saat meresmikan Pasim Go Migrant Center, di Sukabumi, Jawa Barat, mempersilakan calon pekerja migran yang akan bekerja di luar negeri secara perorangan atau melalui pemerintah daerah dan pelaksana penempatan mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

    Keterangan yang diperoleh dari Diskominfo Kota Sukabumi, Minggu, menyebutkan Mukhtarudin mempersilakan mengajukan KUR berupa pinjaman hingga Rp100 juta dengan bunga enam persen.

    “Ini untuk membantu pekerja migran yang tidak punya kemampuan biaya supaya bisa tetap berangkat,” katanya.

    Pengembalian pinjaman KUR tersebut dapat dicicil dari hasil kerja yang telah diperoleh.

    Ia menyebutkan KUR tahun 2025 sebesar Rp210 miliar dan baru tersalurkan Rp64 miliar, sehingga masih banyak yang bisa diberikan.

    Mukhtarudin menyampaikan bahwa berdasarkan hasil pemetaan, tersedia sekitar 290 ribu lowongan pekerjaan di luar negeri, dan angka pelamar baru mencapai sekitar 20 persen.

    Sementara itu, Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Christina Aryani menerima Direksi Bank Artha Graha Internasional untuk membahas rencana kolaborasi penyaluran KUR bagi pekerja migran, pada Jumat (21/11).

    Christina mengatakan Bank Artha Graha sebelumnya telah memiliki pengalaman panjang dalam menyalurkan KUR khusus pekerja migran, namun terhenti sementara karena pandemi COVID-19.

    Bank swasta tersebut juga memiliki rekam jejak penyaluran pembiayaan bagi pekerja migran di sejumlah negara tujuan penempatan seperti Hong Kong dan Taiwan.

    Wamen menyebutkan plafon KUR untuk pekerja migran di 2026 mencapai Rp208 miliar, di antaranya disalurkan lewat Bank Artha Graha Rp25 miliar, Bank Sinarmas Rp25 miliar, Bank Jawa Barat (BJB) Rp45 miliar, dan Bank Jakarta Rp100 miliar.

    Pertemuan tersebut juga membahas kesiapan teknis dan administrasi sebelum program penyaluran KUR untuk pekerja migran kembali diaktifkan.

    Pewarta: Erwan Muhadam/Budi Setiawanto
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Subsektor aplikasi geser fesyen dalam realisasi investasi ekraf 2025

    Subsektor aplikasi geser fesyen dalam realisasi investasi ekraf 2025

    Bandung (ANTARA) – Menteri Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Menekraf) Teuku Riefky Harsya mengatakan terjadi pergeseran tren investasi ekonomi kreatif nasional pada semester pertama 2025, dengan menempatkan subsektor aplikasi kini posisi teratas, mengungguli subsektor unggulan tradisional seperti fesyen dan kuliner.

    “Investasi dari sektor ekonomi kreatif di semester pertama mencapai 66 persen dari target. Dengan yang paling tinggi adalah dari sektor aplikasi, baru fesyen, kuliner, dan kriya,” kata Teuku Riefky di sela kegiatan Badan Ekraf Developer Day (BDD) 2025 di Bandung, Sabtu.

    Teuku menjelaskan pada tahun 2025, sektor ekraf dengan 17 sub sektor di dalamnya, ditarget berkontribusi dalam realisasi investasi mencapai Rp136 triliun, atau sembilan persen dari total realisasi investasi nasional.

    Kemudian, ekspor ekonomi kreatif pada tahun 2025, ditargetkan mencapai Rp26,4 miliar dolar AS atau 9,5 persen dari total ekspor nasional, dan sektor ini telah tercapai 50 persen pada semester pertama.

    Merespons tingginya minat pada sektor berbasis kekayaan intelektual (KI) tersebut, Teuku Riefky menegaskan pemerintah telah menyiapkan skema pembiayaan khusus.

    Pihaknya mengalokasikan plafon kredit usaha rakyat (KUR) khusus industri kreatif berbasis KI hingga Rp10 triliun.

    Skema ini, kata dia, dirancang untuk memfasilitasi pengembang aplikasi dan gim lokal yang kerap kesulitan mengakses permodalan konvensional karena ketiadaan aset fisik (kolateral).

    “Hanya untuk industri kreatif berbasis KI, nilainya bisa mencapai Rp500 juta per debitur. Ini solusi konkret di luar pelatihan teknis,” ujarnya.

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, disebut dia, mencatat tenaga kerja ekonomi kreatif telah mencapai 27,4 juta orang, atau tumbuh sekitar satu juta pekerja dibanding tahun sebelumnya, yang mengindikasikan sektor ini menjadi bantalan efektif penyerapan tenaga kerja di tengah disrupsi industri lain.

    Dari komposisi 50 persen lebih tenaga kerja pada ekonomi kreatif, berusia di bawah 40 tahun, yakni antara 18 sampai 40 tahun.

    “Sektor ini juga, kontribusinya terhadap PDB nasional itu tujuh persen. Dan ini sudah 104 persen dari target,” ujarnya.

    Menurut dia, saking cepat tumbuhnya industri kreatif terutama karena digitalisasi ini juga di luar dugaan pemerintah karena tumbuhnya ini sangat besar begitu.

    “Hal ini karena tentu zaman digital yang memungkinkan orang untuk mempunyai penghasilan yang sesuai dengan passion-nya, sesuai hobinya,” tutur dia.

    Pewarta: Ricky Prayoga
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Anggota DPR Dorong Penyaluran KUR Tepat Sasaran, Sarankan Hal Ini

    Anggota DPR Dorong Penyaluran KUR Tepat Sasaran, Sarankan Hal Ini

    Jakarta

    Komisi VII DPR RI mendorong penguatan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang tepat sasaran dan berkelanjutan. Diketahui hingga November, ketercapaian KUR mencapai 83% dari target nasional.

    Anggota Komisi VII DPR RI, Andhika Satya Wasistho menilai capaian ini menandai peluang besar penciptaan lapangan kerja baru khususnya di wilayah perdesaan dan pinggiran kota. Meski begitu, ia menekankan penyaluran KUR masih cenderung berorientasi pada pemenuhan target kuantitatif, terutama peningkatan jumlah debitur baru.

    Ia menegaskan, pendekatan ini belum diimbangi dengan pendampingan yang memadai bagi para penerima KUR. Menurutnya, bank BUMN juga diminta untuk tidak hanya mengejar target debitur.

    “Bank Himbara tidak hanya mengejar target debitur baru, tetapi harus memastikan adanya pendampingan yang jelas dan terukur bagi debitur,” ujar Andhika dalam keterangan tertulis, Kamis (20/11/2025).

    Ia menjelaskan, minimnya asistensi ini menjadi salah satu penyebab UMKM kesulitan mengelola kredit secara optimal dan mempertahankan keberlanjutan usaha. Andhika juga mendorong peran Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDESMA) untuk mengoptimalkan penyaluran KUR.

    BUMDESMA dipercaya memiliki keunggulan dalam memahami kondisi sosial ekonomi desa dan karakteristik usaha lokal. Melalui kolaborasi ini, ia meyakini penyaluran KUR akan lebih tepat sasaran dengan risiko kredit yang lebih rendah.

    Peran BUMN seperti PT Jamkrindo juga disebut perlu sebagai lembaga penjamin yang berfungsi menjembatani pelaku UMKM yang belum bankable. Jamkrindo dapat berkontribusi signifikan dalam memperluas akses pembiayaan produktif bagi usaha kecil.

    Andhika juga meminta Kementerian UMKM memperkuat koordinasi lintas kementerian dan lembaga agar penyaluran KUR ke depan dapat berlangsung lebih cepat, tepat, dan berkelanjutan.

    “Kementerian UMKM harus menjadi hub yang menghubungkan seluruh pemangku kepentingan agar BUMDESMA dapat diberdayakan dan KUR benar-benar memberikan dampak bagi ekonomi kerakyatan,” pungkasnya.

    (ara/ara)

  • Bunga Dipatok 6%, Anggaran KUR Tahun Depan Rp 300 T

    Bunga Dipatok 6%, Anggaran KUR Tahun Depan Rp 300 T

    Jakarta

    Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) di 2026. Anggaran untuk program tersebut dialokasikan sebesar Rp 300 triliun dengan suku bunga flat 6% per tahun.

    “Anggarannya Rp 300 triliun untuk program tersebut dengan suku bunga tetap 6%,” kata Airlangga kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (17/11/2025).

    Airlangga menyebut aturan pembatasan jumlah pengajuan KUR juga akan dihapus. Selama ini pengajuan KUR dibatasi maksimal empat kali untuk sektor produksi (pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan) dan dua kali untuk sektor perdagangan.

    “Dalam regulasi ke depan, dengan situasi perekonomian saat sekarang, kita tetapkan single tarif yaitu 6% dan untuk sektor produksi, sektorpertanian, sektor perdagangan untuk ekspor itu tidak dibatasi, jadi itu bisa terus ditarik kembali,” jelas Airlangga.

    Selain itu, pemerintah tetap melanjutkan dukungan KUR untuk mekanisasi pertanian (alsintan) dan pembiayaan investasi industri padat karya. “Kementerian Perindustrian dan Kementerian UMKM diminta mempercepat penyaluran di kedua sektor tersebut,” pinta Airlangga.

    Airlangga juga menyinggung skema KUR yang terhubung dengan Kredit Program Perumahan (KPP). Program ini baru berjalan dua bulan dan akan terus didorong agar implementasinya meningkat.

    Airlangga mendorong Bank BUMN agar menyalurkan pembiayaan perumahan secara lebih cepat. Adapun alokasi anggaran khusus untuk KUR perumahan sebesar Rp 130 triliun.

    “Jadi ini nantinya akan menjadi on top, tetapi tahap awal yang kita harapkan bisa diselesaikan dalam Q1 itu sekitar targetnya Rp 28 triliun,” imbuhnya.

    Sementara itu, Menteri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengungkapkan target penyaluran KUR untuk tahun depan senilai Rp 320 triliun. Dari total target tersebut, 65% dialokasikan ke sektor produksi.

    “Saya tadi mendapatkan target di 2026 sebesar Rp 320 triliun untuk didorong ke sektor UMKM. Lalu yang dialokasikan ke sektor produksi 65%. Jadi penugasan dari komite naik sekitar 5%,” beber Maman.

    (aid/hns)

  • Biang Kerok Banyak Bank Masih Tarik Agunan untuk KUR di Bawah Rp 100 Juta

    Biang Kerok Banyak Bank Masih Tarik Agunan untuk KUR di Bawah Rp 100 Juta

    Jakarta

    Menteri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman buka suara terkait masih banyaknya pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di bawah Rp 100 juta yang dimintai agunan oleh beberapa bank. Padahal menurut Permenko Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023, pengajuan KUR di bawah Rp 100 juta tidak membutuhkan agunan tambahan.

    Menurutnya, penyebab utama masalah ini terletak pada bagaimana secara psikologis perbankan harus tetap berhati-hati dalam memberikan pinjaman guna memastikan debitur mampu dan mau mengembalikan kreditnya. Sebab tak sedikit debitur yang menyepelekan pembayaran pinjaman atau kreditnya karena tidak ada agunan.

    “Petugas di lapangan mereka sadar, mereka tahu bahwa angka Rp 1-100 juta tidak boleh dimintakan agunan. Karyawan-karyawan bank penyalur dari BRI, Mandiri, BNI, sampai yang bank swasta semua tahu dan sadar sekali itu. Mereka tahu itu. Tetapi yang jadi permasalahan adalah mereka butuh moral obligasi,” kata Maman dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (17/11/2025).

    “Itu semata-mata hanya untuk melakukan ya mungkin verifikasi atau tekanan psikologis kepada pihak debitur agar tidak terjadi moral hazard. Agar jangan sampai mereka itu menganggap sepele urusan utang piutang dengan pihak bank ini,” sambung Maman.

    Kondisi inilah yang menurut Maman memaksa perbankan tetap meminta syarat administrasi lebih atau agunan agar bisa menekan dibitur tertentu untuk tetap membayarkan kreditnya secara berkala. Walau tentu metode ini tak digunakan kepada semua debitur.

    “Nah ini biasanya terjadi kepada individu-individu yang mungkin membuat pihak karyawan bank di lapangan mungkin dia kurang punya trust terhadap si A atau si B. Itu satu. Lalu yang kedua, kenapa susah lagi, yang kedua terkait SLIK,” ucapnya.

    Meski begitu, Maman menegaskan pihaknya selaku regulator tetap melarang perbankan untuk meminta agunan untuk pengajuan KUR di bawah Rp 100 juta apapun alasannya. Untuk itu, Kementerian yang dipimpinnya terus melaksanakan fungsi pengawasan kepada para pemberi pinjaman.

    “Tetapi walau apapun itu, kami dari Kementerian UMKM karena memang ini sudah aturan, kita nggak akan mungkin keluar dari situ. Jadi kita tetap melakukan monitoring dan evaluasi yang namanya angka Rp 1-100 juta tidak boleh dimintakan agunan,” terangnya.

    Jika benar kedapatan perbankan tetap meminta agunan untuk pengajuan KUR di bawah Rp 100 juta, Maman menegaskan pihaknya akan memberikan sanks berupaya pembatalan pembayaran subsidi bunga kepada bank.

    “Angka 1-100 juta, saya pastikan 100% sampai hari ini Kementerian UMKM masih konsisten melakukan monitoring, evaluasi, bahkan banyak juga yang kita berikan sanksi. Apa sanksinya? Sanksi administratif bahwa itu tidak dicairkan angka subsidinya,” tegas Maman.

    (igo/fdl)