Produk: Kredit Usaha Rakyat (KUR)

  • Pemerintah Mau Bentuk Holding UMKM, Apa Fungsinya – Page 3

    Pemerintah Mau Bentuk Holding UMKM, Apa Fungsinya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VII DPR RI Beniyanto, menyampaikan apresiasinya terhadap konsep Holding UMKM yang diinisiasi oleh Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki. Menurut Beniyanto, gagasan ini sangat tepat untuk memperkuat sektor UMKM dan mempermudah pelaku usaha kecil dalam mengakses fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disalurkan oleh Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA).

    “Pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar Rp300 triliun melalui skema KUR. Holding UMKM ini bisa menjadi kendaraan kolektif agar pelaku UMKM dapat mengakses fasilitas tersebut dengan lebih mudah dan efektif,” ungkap Beniyanto dikutip Selasa (27/5/2025).

    Lebih dari sekadar akses permodalan, Beniyanto menekankan pentingnya Holding UMKM sebagai wadah untuk pelatihan, sosialisasi, dan edukasi bagi pelaku usaha. Fokusnya adalah memastikan produk UMKM memenuhi standar kelayakan jual sesuai regulasi yang berlaku.

    “Masih banyak pelaku UMKM yang membutuhkan pendampingan, terutama dalam hal kelayakan produk dan strategi pemasaran. Kita bisa belajar dari beberapa kasus seperti ‘Warung Mama Banjar’ di Kalimantan Selatan atau ‘Ayam Widuran’ di Solo, yang mencerminkan pentingnya pendampingan berkelanjutan,” jelasnya.

     

  • Bank DKI siapkan program pinjaman lunak untuk UMKM

    Bank DKI siapkan program pinjaman lunak untuk UMKM

    Jakarta (ANTARA) – Bank DKI menyiapkan program pinjaman lunak untuk pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) agar membantu perkembangan usahanya.

    Direktur Utama PT. Bank DKI Agus Haryoto Widodo dalam keterangan tertulis, Jumat, mengatakan, Bank DKI berencana membuat sentra mikro dan sentra UMKM di cabang-cabang kantor Bank DKI Jakarta sehingga masyarakat dapat mengetahui secara mudah mengenai kredit mikro maupun UMKM.

    “Mudah-mudahan ini cepat, kemarin tertunda karena ada insiden yang sampai sekarang masih fokus di dalam perbaikan sistem,” kata dia.

    Sekretaris Komisi Komisi C DPRD Provinsi DKI Jakarta Suhud Alynudin mengharapkan Bank DKI Jakarta lebih gencar menyosialisasikan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada pelaku UMKM.

    Hal ini agar Bank DKI berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian para pedagang berskala mikro.

    “Tahun 2026 itu direncanakan perluasan dukungan bagi pengembangan UMKM. Saya kira ini adalah langkah yang baik dan juga sejalan dengan apa yang menjadi harapan dari kami di komisi C,” ujar dia.

    Menurut Suhud, selama ini masih banyak pelaku usaha yang belum mengetahui adanya program tersebut.

    “Potensi itu tidak bisa didapat oleh masyarakat pelaku UMKM secara luas. Kenapa? Salah satunya adalah soal sosialisasi itu masih kurang,” kata Suhud.

    Karena itu, dia meminta Bank DKI lebih masif menyosialisasikan Program KUR serta mempublikasikannya secara luas.

    “Tahun 2026, kami berharap Bank DKI punya program yang serius, kemudian dengan desain yang baik dipersiapkan dengan baik,” katanya.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Ini Rincian Bunga dan Angsuran Pinjaman BRI Non KUR 2025

    Ini Rincian Bunga dan Angsuran Pinjaman BRI Non KUR 2025

    TRIBUNJATENG.COM – Selain memberikan layanan pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga rendah, BRI juga menyediakan pinjaman non KUR.

    Non KUR adalah program pinjaman dengan bunga sebesar 6 persen per tahun, atau 0,5 persen per bulan. Sementara bunga pinjaman Non KUR BRI adalah 1 persen per bulan.

    Nah berikut ini tabel pinjaman dan angsuran BRI non KUR 2025.

    1. tabel angsuran BRI Non KUR 2025 1-50 Juta

    tabel angsuran BRI Non KUR 2025 1-50 Juta (Tribun Jateng)

    2. tabel angsuran BRI Non KUR 50-500 Juta

    2. tabel angsuran BRI Non KUR 50-500 Juta (Tribun Jateng)

    Syarat pinjaman NON KUR BRI:

    -Warga Negara Indonesia (WNI) dengan usia minimal 21 tahun atau sudah menikah.

    -Memiliki usaha yang telah berjalan minimal 6 bulan (untuk pelaku usaha).

    -Tidak memiliki riwayat kredit macet di bank mana pun.

    Dokumen yang Diperlukan

    *KTP (Kartu Tanda Penduduk) pemohon dan pasangan (jika sudah menikah).

    *Kartu Keluarga (KK).

    *Surat Keterangan Usaha (SKU) atau dokumen sejenis yang membuktikan keberadaan usaha (untuk pinjaman usaha).

    *NPWP (untuk pinjaman tertentu sesuai nominal).

    *Rekening tabungan BRI aktif untuk pencairan dana.

    -Agunan/Jaminan seperti BPKB kendaraan, sertifikat tanah, atau barang berharga lainnya.

    (*)

  • Ini Rincian Bunga dan Angsuran Pinjaman BRI Non KUR 2025

    Tabel Pinjaman dan Cicilan BRI Non KUR 2025: Solusi Modal Usaha Anda

    TRIBUNJATENG.COM – Berikut ini tabel cicilan dan plafond dari BRI non KUR 2025.

    Selain memiliki  program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang mendukung perkembangan UMKM, BRI juga menawarkan pinjaman non-KUR.

     Pinjaman ini menawarkan plafon pinjaman yang lebih tinggi dibandingkan KUR dengan suku bunga yang sedikit lebih tinggi.

    Tahun 2025 bunga KUR BRI sebesar 6 persen per tahun, atau 0,5 persen per bulan. Sementara bunga pinjaman Non KUR BRI adalah 1 persen per bulan.

    Berikut tabel angsuran BRI NON KUR 2025 :

    1. tabel angsuran BRI Non KUR 2025 1-50 Juta

    tabel angsuran BRI Non KUR 2025 1-50 Juta (Tribun Jateng)

    2. tabel angsuran BRI Non KUR 50-500 Juta

    2. tabel angsuran BRI Non KUR 50-500 Juta (Tribun Jateng)

    Syarat pinjaman NON KUR BRI:

    -Warga Negara Indonesia (WNI) dengan usia minimal 21 tahun atau sudah menikah.

    -Memiliki usaha yang telah berjalan minimal 6 bulan (untuk pelaku usaha).

    -Tidak memiliki riwayat kredit macet di bank mana pun.

    Dokumen yang Diperlukan

    *KTP (Kartu Tanda Penduduk) pemohon dan pasangan (jika sudah menikah).

    *Kartu Keluarga (KK).

    *Surat Keterangan Usaha (SKU) atau dokumen sejenis yang membuktikan keberadaan usaha (untuk pinjaman usaha).

    *NPWP (untuk pinjaman tertentu sesuai nominal).

    *Rekening tabungan BRI aktif untuk pencairan dana.

    -Agunan/Jaminan seperti BPKB kendaraan, sertifikat tanah, atau barang berharga lainnya.

    (*)

     

  • Besar Cicilan dan Tenor Pinjaman Rp10 Juta di KUR BRI 2025, Lengkap dengan Syarat Pengajuannya – Halaman all

    Besar Cicilan dan Tenor Pinjaman Rp10 Juta di KUR BRI 2025, Lengkap dengan Syarat Pengajuannya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Simak tabel angsuran pinjaman Kredit Usaha Rakyat dari Bank Rakyat Indonesia atau KUR BRI 2025, untuk plafon Rp1 juta hingga Rp50 juta.

    Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI 2025 telah dibuka dan dapat menjadi solusi pinjaman modal usaha terbaik bagi pelaku UMKM di seluruh Indonesia.

    Dalam tabel angsuran KUR BRI 2025, tertera opsi plafon dan tenor atau jangka waktu pinjaman, mulai dari 12 bulan hingga 60 bulan.

    Misalnya, untuk pinjaman Rp10 juta dengan tenor 12 bulan, maka angsuran yang harus dibayarkan adalah Rp883.333 per bulan.

    Sebagai informasi, bunga KUR BRI terbilang sangat kompetitif, karena mendapatkan subsidi dari pemerintah yakni 0,5 persen per bulan.

    Berikut ini sebagian dari opsi plafon dengan masing-masing jangka waktu yang diberikan KUR BRI 2025:

    Plafon Rp1.000.000

    12 bulan: Rp88.333
    18 bulan: Rp60.556 
    24 bulan: Rp46.667
    36 bulan: Rp32.778
    48 bulan: Rp25.833
    60 bulan: Rp21.667

    Plafon Rp10.000.000

    12 bulan: Rp883.333
    18 bulan: Rp605.556
    24 bulan: Rp466.667
    36 bulan: Rp327.778
    48 bulan: Rp258.333
    60 bulan: Rp216.667

    Plafon Rp25.000.000

    12 bulan: Rp2.208.333
    18 bulan: Rp1.513.889
    24 bulan: Rp1.166.667
    36 bulan: Rp819.944
    48 bulan: Rp645.833
    60 bulan: Rp541.667

    Tabel pinjaman KUR BRI 2025 Rp1 Juta – Rp50 Juta

    KUR BRI 2025 – Dalam foto: tabel pinjaman KUR BRI 2025 Rp1 Juta – Rp50 Juta, update per Sabtu (3/5/2025). (Istimewa via TribunJateng.com)

    *) Sebagai informasi, KUR BRI menyediakan plafon pinjaman hingga Rp 150 juta.

    Syarat Mengajukan KUR BRI 2025

    Melalui KUR BRI, Bank BRI menawarkan proses pengajuan yang lebih cepat, suku bunga ringan, serta angsuran yang fleksibel sesuai kemampuan pelaku usaha.

    Bagi Anda pelaku UMKM yang ingin mengembangkan usaha di tahun 2025, KUR BRI adalah pilihan tepat.

    Ada beberapa syarat umum untuk mengajukan KUR BRI, sebagaimana dilansir TribunJateng.com.

    Akan tetapi, ada beberapa syarat yang sedikit berbeda tergantung jenis KUR yang diajukan.

    Syarat Umum:
     * Warga Negara Indonesia (WNI): Pemohon harus WNI.
     * Usaha Produktif: Memiliki usaha yang produktif dan layak.
     * Lama Usaha: Usaha telah berjalan minimal 6 bulan.
     * Tidak Sedang Menerima Kredit: Tidak sedang menerima kredit dari bank lain, kecuali kredit konsumtif seperti KPR, KKB, atau kartu kredit.
     * Usia:
       * Usia minimal 17 tahun atau sudah menikah.
       * Usia minimal 21 tahun untuk KUR Mikro
       * Usia maksimal 65 tahun saat kredit lunas.

    Dokumen yang Diperlukan:
     * Kartu Tanda Penduduk (KTP): Fotokopi KTP pemohon dan pasangan (jika sudah menikah).
     * Kartu Keluarga (KK): Fotokopi Kartu Keluarga.
     * Akta Nikah (jika sudah menikah): Fotokopi akta nikah.
     * Nomor Induk Berusaha (NIB) atau Surat Keterangan Usaha: Surat izin usaha, bisa berupa NIB atau surat keterangan usaha dari kelurahan/RT/RW.
     * Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP): NPWP untuk pinjaman di atas Rp50 juta.

    Syarat Tambahan (Tergantung Jenis KUR):
     * Beberapa jenis KUR mungkin memiliki persyaratan tambahan, seperti kepemilikan agunan atau persyaratan khusus lainnya.
    Penting untuk Diperhatikan:
     * Persyaratan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kebijakan BRI.
     * Sebaiknya selalu periksa informasi terbaru di situs web resmi BRI atau kantor cabang BRI terdekat.
     * Untuk lebih jelasnya, calon nasabah diharapkan untuk langsung mendatangi kantor BRI terdekat.

    (Tribunnews.com/Rizki A.)

  • Menata ulang skema KUR dan penghapusan piutang demi UMKM naik kelas

    Menata ulang skema KUR dan penghapusan piutang demi UMKM naik kelas

    Pedagang menata ikan asap jualannya di Pasar Sentra Ranomeeto, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Selasa (29/4/2025). PT Bank Mandiri (Persero) mencatat realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) kuartal I tahun 2025 sebesar Rp12,83 triliun atau 33,34 persen dari target penyaluran sebesar Rp38,5 triliun dengan penerima lebih dari 110.807 debitur di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Andry Denisah/foc.

    Menata ulang skema KUR dan penghapusan piutang demi UMKM naik kelas
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Senin, 05 Mei 2025 – 09:36 WIB

    Elshinta.com – Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan penghapusan piutang macet kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan dua instrumen strategis dalam kebijakan afirmatif negara terhadap ekonomi rakyat.

    Program KUR dirancang sebagai kebijakan subsidi silang negara untuk mendorong inklusi keuangan dan penguatan daya saing ekonomi masyarakat kecil. Dalam struktur dasarnya, negara menanggung sebagian bunga pinjaman melalui skema subsidi, agar UMKM dapat memperoleh modal usaha dengan syarat yang ringan, cepat, dan mudah.

    Maka dari itu, penting dipahami bahwa KUR bukanlah produk perbankan biasa yang sepenuhnya dikendalikan oleh mekanisme pasar. Fatsoen pemerintah untuk KUR adalah instrumen kebijakan publik yang digerakkan dengan dana dan mandat negara.

    Namun, berdasarkan pengamatan publik atas proses-proses kebijakan yang berlangsung secara terbuka, sejumlah persoalan serius muncul, baik dalam tataran implementasi teknis maupun dalam konsistensi nilai yang mendasarinya.

    Di lapangan, berbagai pelaku UMKM masih menghadapi hambatan yang semestinya tidak ada dalam skema yang bersifat afirmatif.

    Salah satu persoalan paling mendasar adalah masih adanya permintaan agunan tambahan untuk pinjaman KUR di bawah Rp100 juta, padahal peraturan menyatakan bahwa kelayakan usaha cukup menjadi dasar pertimbangan.

    Hal ini menunjukkan bahwa semangat KUR sebagai program keberpihakan telah dikerdilkan menjadi sekadar produk pinjaman konvensional, yang diperlakukan bank seperti kredit komersial lainnya.

    Logika komersialisasi ini sangat bertentangan dengan esensi KUR. Ketika bank tetap mempersyaratkan jaminan tambahan, melakukan BI checking yang kaku, atau menolak debitur hanya karena tidak memiliki catatan kredit sebelumnya, maka yang terjadi adalah eksklusi struktural terhadap masyarakat yang justru paling membutuhkan dukungan.

    Ini menyalahi tujuan utama KUR untuk memperluas akses keuangan kepada kelompok yang tidak terlayani oleh perbankan.

    Beberapa perwakilan lembaga keuangan memang telah menyatakan bahwa mereka mematuhi ketentuan KUR tanpa agunan tambahan dan bahkan menindak pelanggaran internal. Tetapi, tanpa pengawasan aktif dan sistem pelaporan yang transparan, komitmen semacam ini cenderung menjadi retorika belaka. Pengawasan oleh otoritas keuangan, kementerian teknis, serta pelibatan masyarakat sipil sangat dibutuhkan untuk menjaga agar KUR tidak mengalami komersialisasi terselubung.

    Pada sisi lain, kebijakan penghapusan piutang macet kepada UMKM yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2024 juga menghadapi tantangan besar dalam pelaksanaannya. Meski terdapat potensi lebih dari 1 juta debitur dengan piutang macet sebesar Rp14,8 triliun, hanya sebagian kecil yang dapat diproses karena adanya ketentuan teknis, seperti keharusan telah dilakukan restrukturisasi terlebih dahulu. Per April 2025, realisasi kebijakan ini bahkan belum mencapai 20 persen dari potensi yang ada.

    Kebijakan penghapusan piutang seharusnya dimaknai sebagai bagian dari pemulihan struktural UMKM pasca-pandemi dan krisis ekonomi. Keputusan negara bukan semata-mata soal keringanan beban finansial, tetapi juga tentang keadilan sosial.

    Banyak pelaku UMKM yang telah berusaha keras melunasi utang, tetapi gagal karena kondisi yang di luar kendali. Jika tidak ada ruang pemulihan bagi kelompok rentan rendah pendapatan, maka konsekuensinya bukan hanya stagnasi ekonomi, tetapi juga keterjebakan dalam lingkaran pembiayaan ilegal yang semakin marak.

    Oleh karena itu, pendekatan pasca-hapus tagih harus diarahkan untuk reintegrasi pelaku usaha ke dalam sistem pembiayaan formal. Artinya, UMKM yang piutangnya telah dihapus tidak boleh didiskriminasi dalam akses pembiayaan di masa depan, selama mereka menunjukkan kemauan dan kelayakan usaha. Pendampingan intensif, pelatihan kewirausahaan, serta kemudahan administrasi menjadi kunci utama dalam proses ini.

    Lebih jauh, KUR dan penghapusan piutang bukan hanya soal regulasi, tetapi juga soal paradigma. Bila keduanya tetap diperlakukan sebagai alat komersialisasi, baik oleh perbankan maupun oleh aktor kebijakan lain, maka esensi kehadiran negara akan sirna. Padahal, program ini seharusnya menjadi simbol nyata bahwa negara tidak hanya hadir sebagai penonton, tetapi sebagai pelindung dan penggerak ekonomi rakyat.

    Ke depan, diperlukan beberapa langkah strategis dan implementatif. Pertama, penguatan sistem pelaporan dan pengaduan publik yang memungkinkan masyarakat melaporkan langsung pelanggaran atau penyimpangan KUR.

    Kedua, percepatan penyusunan aturan pengganti dari PP 47/2024 agar seluruh potensi hapus tagih dapat direalisasikan dalam waktu yang tersisa.

    Ketiga, integrasi data dan kebijakan antara KUR dan penghapusan piutang, sehingga proses pemulihan UMKM dapat berlanjut secara berkesinambungan.

    Keempat, perluasan partisipasi Bank Pembangunan Daerah dan lembaga keuangan mikro lokal dalam program KUR dapat menjadi terobosan penting. Bank-bank daerah memiliki jaringan sosial dan pengetahuan lokal yang lebih baik untuk menjangkau UMKM yang selama ini tidak tersentuh oleh bank besar. Namun, dukungan likuiditas dan pembenahan tata kelola juga harus berjalan bersamaan.

    Dalam krisis ekonomi global dan tekanan fiskal nasional, UMKM menjadi tulang punggung yang paling bisa diandalkan. Maka menjaga integritas kebijakan KUR dan penghapusan piutang adalah tanggung jawab bersama seluruh pemangku kepentingan.

    Tidak boleh ada kompromi terhadap komersialisasi, manipulasi, atau pengabaian nilai-nilai keberpihakan. Negara harus tetap menjadi garda depan dalam membela ekonomi rakyat.

    Sumber : Antara

  • Dana Koperasi Desa, Zulhas: Pinjaman Himbara Plafon hingga Rp5 Miliar

    Dana Koperasi Desa, Zulhas: Pinjaman Himbara Plafon hingga Rp5 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengungkap dana pembentukan 80.000 Koperasi Desa (KopDes) Merah Putih akan meminjam dari bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dengan plafon di kisaran Rp4 miliar—Rp5 miliar.

    Menko Zulhas menuturkan skema pendanaan Rp4–5 miliar dari Himbara ini akan menjadi tumpuan awal dalam pembentukan KopDes Merah Putih.

    “Dana KopDes atau koperasi kelurahan itu nanti dananya pinjaman dari Himbara, plafonnya antara Rp4 miliar–Rp5 miliar,” kata Zulhas dalam unggahan video di akun Instagram miliknya, dikutip pada Minggu (4/5/2025).

    Zulhas menjelaskan, plafon pinjaman dari Himbara ini akan melalui prosedur verifikasi yang ketat layaknya proses di perbankan.

    “Nanti KopDes atau koperasi kelurahan itu akan menggunakan plafon itu sesuai dengan keperluannya, tetapi sebagaimana prosedur perbankan, akan diverifikasi dengan ketat,” jelasnya.

    Jika merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang terbit pada akhir Maret 2025, Presiden Prabowo Subianto menugaskan kepada Menteri BUMN untuk memberikan dukungan kepada bank Himbara sebagai salah satu sumber pendanaan pemerintah.

    Pendanaan tersebut dialokasikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kepada Kementerian Koperasi (Kemenkop) melalui skema channeling atas kebutuhan investasi KopDes terkait infrastruktur yang mencakup bangunan, saluran air, saluran listrik, atau akses jalan.

    Selain itu, Menteri BUMN juga ditugaskan untuk memberikan dukungan kepada bank Himbara sebagai salah satu penyedia pendanaan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) atas kebutuhan modal kerja KopDes melalui skema executing.

    Ketua Satuan Tugas (Satgas) Harian KopDes Merah Putih itu juga menjelaskan bahwa kelembagaan KopDes Merah Putih bisa dibentuk dari gabungan, eksisting, maupun baru.

    Saat ini, terdapat 51.505 koperasi, yang terdiri dari 5.297 koperasi unit desa (KUD) dan 46.208 koperasi non-KUD. Serta, sebanyak 62.464 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang tersebar di 75.265 desa. 

    Zulhas menambahkan, keberadaan KopDes Merah Putih ini juga membuka 2 juta lapangan kerja di pedesaan. Untuk itu,  dia meminta agar semua pihak memastikan koperasi ini dapat berkelanjutan.

    Untuk diketahui, proses peluncuran 80.000 KopDes Merah Putih rencananya akan dilakukan pada 12 Juli 2025, atau bertepatan saat peringatan Hari Koperasi Nasional.

    Adapun, pemerintah menargetkan terbentuknya 80.000 KopDes Merah Putih di desa dan kelurahan sebagai strategi membangun ekonomi kerakyatan dan menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi nasional.

  • Anggota Pansus DPRD Rita Haryati: Hanya 35 Persen Koperasi di Magetan yang Sehat

    Anggota Pansus DPRD Rita Haryati: Hanya 35 Persen Koperasi di Magetan yang Sehat

    Magetan (beritajatim.com) – Kondisi koperasi di Kabupaten Magetan masih menghadapi tantangan serius. Dalam rapat bersama Dinas Koperasi dan UMKM, Anggota Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Magetan, Rita Haryati, menyoroti rendahnya tingkat kesehatan koperasi di wilayah tersebut.

    “Hanya sekitar 35% koperasi yang dikategorikan sehat dari total 800-an koperasi yang ada di Magetan,” tegasnya, Jumat (2/5/2025).

    Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pihaknya memberikan rekomendasi pada Dinas Koperasi dan UMKM sejumlah langkah strategis. Salah satu langkah penting adalah melakukan penilaian kesehatan koperasi secara berkala setiap enam bulan sekali, bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Koperasi yang berhasil mempertahankan status sehat akan diberikan insentif, baik berupa hadiah maupun kemudahan akses terhadap permodalan. Sebaliknya, koperasi yang masih masuk kategori kurang sehat akan mendapatkan pendampingan dan bimbingan khusus sebagai upaya pemulihan.

    Dari sisi peningkatan kapasitas, perhatian juga diberikan terhadap minimnya partisipasi koperasi dalam program pelatihan. Saat ini, hanya 18% koperasi yang aktif mengikuti pelatihan. Untuk itu, pelatihan ke depan dirancang agar lebih praktis dan aplikatif, dilaksanakan di setiap kecamatan agar lebih mudah dijangkau.

    “Pelatihan sebaiknya disertai insentif bagi peserta aktif dan ditindaklanjuti dengan pendampingan pascapelatihan agar hasilnya dapat diterapkan secara maksimal,” tambah legislator PDIP ini.

    Selain itu, pengawasan juga menjadi fokus pembenahan. Penggunaan anggaran untuk pembinaan koperasi akan dioptimalkan, terutama bagi koperasi simpan pinjam yang membutuhkan pengawasan lebih ketat. Rencana pembentukan tim pengawas khusus yang melibatkan OJK menjadi salah satu solusi untuk memastikan akuntabilitas dan kesinambungan koperasi ke depan.

    Tak hanya koperasi, dukungan juga diarahkan pada sektor UMKM, khususnya pelaku usaha berbasis potensi lokal seperti keripik belut dan emping. Bantuan terhadap UMKM akan mencakup seluruh rantai produksi, mulai dari pelatihan, fasilitasi sertifikasi produk, hingga perluasan akses pasar agar produk khas daerah mampu bersaing secara nasional bahkan global.

    Target peningkatan yang ingin dicapai ke depan cukup ambisius namun realistis. Pemerintah daerah melalui Dinas Koperasi dan UMKM menargetkan kenaikan jumlah koperasi sehat dari 35% menjadi 50%, peningkatan partisipasi pelatihan dari 18% menjadi 40%, serta penambahan jumlah UMKM yang memiliki sertifikasi produk. “Selain itu, peningkatan pemanfaatan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai sumber modal usaha juga menjadi bagian dari prioritas,” pungkasnya.

    Dengan pendekatan yang terintegrasi dan dukungan lintas sektor, DPRD dan Dinas Koperasi serta UMKM Magetan optimis koperasi dan UMKM akan menjadi pilar penting pertumbuhan ekonomi daerah di masa mendatang. [fiq/suf]

  • Warung Tahu Kupat Mas Her: Bertahan Lewat KUR, Bangkit Lewat Teknologi – Halaman all

    Warung Tahu Kupat Mas Her: Bertahan Lewat KUR, Bangkit Lewat Teknologi – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chrysnha Pradipha

    TRIBUNNEWS.COM, SOLO – Di balik kepulan aroma tahu goreng yang menguar hangat di sore hari, berdirilah seorang pria bersahaja bernama Heriyanto, atau akrab disapa Mas Her, yang menjaga cita rasa dan semangat dalam sepiring tahu kupat.

    Tak banyak yang tahu, di balik lapak sederhana di sekitar Stadion Manahan Solo, ada cerita panjang penuh perjuangan yang ia lalui selama lebih dari satu dekade.

    Awal berdagang tak selalu manis, dan tahun 2020 menjadi babak paling getir dalam kisah warungnya.

    Saat pandemi datang, pelanggan sepi, kursi-kursi kosong, dan penghasilan yang biasanya cukup untuk dapur nyaris tak bersisa.

    “Kami sempat bingung harus bertahan bagaimana, apalagi saat itu tak boleh banyak aktivitas di luar rumah,” kenangnya ditemui Tribunnews pada Sabtu (26/4/2025).

    Ketika situasi mulai membaik dan para pedagang kecil bernapas lega, datang kabar penataan kawasan Manahan.

    Alih-alih kembali normal, mereka justru harus berkemas.

    Shelter dibongkar demi pembaruan kawasan, dan para penjual seperti Mas Her terpaksa berpindah-pindah demi sekadar tetap bisa berjualan.

    “Kami akhirnya menyewa tempat di lahan pribadi, dekat area lama, tapi tentu tidak sama seperti dulu,” ucap pria asal Sragen itu.

    Menghadapi tantangan demi tantangan, Mas Her tak memilih menyerah.

    Ia menggantungkan harapan pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI, yang telah beberapa kali ia manfaatkan untuk menghidupi usahanya.

    “Waktu itu saya ajukan KUR Rp15 juta. Uangnya untuk sewa tempat dan tambahan modal. Alhamdulillah disetujui,” katanya dengan senyum tipis.

    Baginya, KUR bukan hanya angka pinjaman, tapi tali penyambung nyawa usaha.

    “Selama riwayat angsuran bagus, BRI percaya sama kita. Bahkan belum lunas pun bisa mengajukan lagi,” tambahnya.

    Berkat perputaran modal yang lebih lancar, usaha tahu kupatnya kembali menggeliat.

    Kini, setelah shelter baru selesai dibangun dan dibuka untuk umum, suasana pun ikut berubah.

    “Alhamdulillah pengunjung mulai ramai lagi. Tempatnya juga bersih dan nyaman, sesuai slogan Solo Berseri,” tutur Mas Her.

    Tak hanya tempat yang diperbarui, cara transaksi pun ikut bertransformasi.

    Mas Heri menjadi salah satu pelaku UMKM yang merangkul kemajuan teknologi lewat pembayaran QRIS.

    “Anak-anak muda lebih suka QRIS. Katanya nggak ribet, tinggal scan, selesai,” ujarnya sambil menunjukkan kode QR yang ditempel rapi di depan warungnya.

    Bahkan wisatawan dari luar kota pun kerap memilih transaksi digital.

    “Mereka bingung cari ATM, jadi lebih suka langsung pakai BRImo. Praktis katanya,” jelasnya.

    Sudarto, rekan sesama pedagang yang juga ketua paguyuban shelter, merasakan dampak positif dari kehadiran QRIS.

    “Sekarang sebagian besar pedagang sudah terbiasa pakai. Memang awalnya perlu sosialisasi, tapi sekarang sudah lancar,” kata pemilik usaha es teler ‘Kau Datang Kembali’ itu.

    Meskipun agenda Piala Dunia U-20 urung terlaksana, Sudarto tetap memilih melihat sisi terang dari perubahan yang telah terjadi.

    “Shelter sudah makin bagus. Fasilitasnya modern, pengunjung juga nyaman,” ujarnya.

    Ekonom Universitas Sebelas Maret (UNS), Mulyanto, menilai kemajuan UMKM Solo tidak lepas dari sinergi dengan lembaga keuangan dan adaptasi terhadap digitalisasi.

    “UMKM perlu menekan biaya agar harga jual bisa bersaing. Salah satunya dengan mengurangi biaya transaksi, seperti melalui QRIS,” jelasnya.

    Menurutnya, ekosistem ini memberikan keuntungan ganda: mengurangi beban biaya, dan memperluas akses pasar.

    “Kalau biaya produksi bisa ditekan, maka harga jual bisa lebih murah dan produk jadi lebih laku,” ujar Mulyanto.

    Tambahan Modal

    Pimpinan Cabang BRI Solo Slamet Riyadi, Eko Hary Wijayanto, menyampaikan, mayoritas pelaku UMKM di Solo memanfaatkan dana KUR untuk menambah modal usaha mereka.

    “Untuk itu KUR menjadi instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi UMKM,” jelasnya pada Senin (14/4/2025).

    Kredit ini dikenal memiliki akses yang mudah dan fleksibel, serta tidak tergolong sebagai kredit bermasalah yang dapat dihapusbukukan atau dihapustagihkan.

    Seiring berkembangnya era digital, pelaku UMKM di Solo juga semakin aktif memanfaatkan layanan transaksi non-tunai, seperti penggunaan QRIS.

    Pada tahun 2024, jumlah merchant QRIS BRI secara nasional mencapai 3,7 juta dan mengalami peningkatan sebesar 18 persen dibanding tahun sebelumnya.

    Volume transaksi QRIS BRI secara year on year (YoY) pada tahun 2024 juga menunjukkan pertumbuhan yang pesat.

    Di Solo, pada Januari 2025, nilai transaksi QRIS tercatat sebesar Rp695 miliar.

    Selain QRIS, aplikasi BRImo juga terus menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dalam hal jumlah pengguna dan nilai transaksi.

    Pada Desember 2023, jumlah pengguna BRImo mencapai 31,6 juta, meningkat 32,5 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

    Setahun kemudian, tepatnya pada Desember 2024, pengguna BRImo tumbuh menjadi 38,61 juta, atau meningkat 22,12 persen secara YoY.

    Transformasi digital BRI ini menjadi salah satu kunci dalam mendorong inklusi keuangan dan memperluas akses layanan perbankan kepada pelaku UMKM di seluruh Indonesia, termasuk di Solo.

    (*)

  • UMKM Kok Sarno Terbang Sampai Pelosok Negeri Berkat KUR BRI  – Halaman all

    UMKM Kok Sarno Terbang Sampai Pelosok Negeri Berkat KUR BRI  – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chrysnha Pradipha

    TRIBUNNEWS.COM, SOLO – Lorong sempit yang hanya muat satu sepeda motor di Kampung Makam Bergolo, Kecamatan Serengan, Solo, siang itu terasa lengang.

    Rumah-rumah berdempetan, sebagian temboknya mulai kusam, tapi di balik kesederhanaan itu, ada suara-suara yang mencerminkan kehidupan, gesekan bulu ayam, suara jahitan, dan tawa ringan dari ba[ak-bapak yang bekerja sambil bercengkerama.

    Di sinilah, industri rumahan shuttlecock tumbuh seperti akar pohon yang diam-diam menghidupi tanah, senyap, tapi kuat.

    Sarno, pria 59 tahun yang dikenal ramah dan bersahaja oleh warga setempat, adalah penggerak utama denyut ekonomi kecil itu.

    Ia bukan sekadar perajin, tapi juga pewaris tradisi yang sudah mengakar sejak 1988, meneruskan usaha yang dibangun orang tuanya.

    Di rumahnya yang sederhana namun tertata rapi, Sarno menata lemari berisi kok berbagai jenis dengan merek andalan yaitu T3.

    Merek ini bukan sekadar label dagang, melainkan simbol ketekunan, jatuh bangun, dan solidaritas warga kampungnya.

    Dulu, lebih dari 60 orang ikut membantunya memproduksi kok.

    Kini, sekitar 20-an pekerja tetap setia mengolah bulu ayam menjadi barang bernilai tinggi.

    “Mereka ada yang kerja di sini, ada yang dibawa ke rumah. Fleksibel, yang penting beres,” kata Sarno ditemui Tribunnews pada Senin (21/4/2025).

    Yang menarik, banyak dari para pekerja itu adalah ibu-ibu rumah tangga.

    Tangan-tangan halus itu kini lihai menjahit kok, menyelesaikan tahapan finishing, dan memastikan hasil akhir tetap prima.

    Satu buah kok melewati delapan tahapan, dikerjakan oleh delapan tangan berbeda.

    Mulai dari memilah bulu ayam, yang harus dari ayam kampung jantan berkualitas tinggi hingga akhirnya siap dikemas.

    Dalam seminggu, Sarno bisa memproduksi hingga 600 lusin kok.

    Dalam sebulan, bisa tembus lebih dari 2.000 lusin, dengan harga jual bervariasi dari Rp50.000 hingga lebih dari Rp100.000 per lusin, tergantung kualitas.

    Pasarnya bukan hanya Solo Raya, tapi juga merambah hingga Tasikmalaya, Purwokerto, dan kota-kota lain di Jawa.

    Bulu ayam sebagai bahan baku banyak didatangkan dari Demak dan Surabaya.

    “Kalau pas atlet Indonesia menang, permintaan naik tajam. Tapi kalau musim hujan atau puasa seperti sekarang, ya sepi,” tuturnya.

    Namun dalam setiap musim, baik surut maupun banjir pesanan, Sarno tetap punya satu prinsip: berbagi rezeki dengan orang sekitar.

    Upah yang ia berikan bahkan lebih tinggi dari UMK Kota Solo, dengan sistem kerja borongan.

    “Namanya kerja rumahan, terserah mereka mau mulai jam berapa. Yang penting selesai dan kualitas bagus,” ujarnya.

    Sarno tahu betul, keberhasilan usahanya tak hanya berdampak pada omzet pribadi, tapi juga pada perut banyak orang yang menggantungkan hidup dari shuttlecock.

    Maka ketika ada mantan karyawan yang keluar dan membuka usaha kok sendiri, Sarno tak merasa tersaingi.

    “Kalau ada pesanan banyak, ya saya gandeng lagi mereka. Kita saling bantu,” katanya ringan.

    Kenaikan pesanan biasanya datang jelang 17 Agustus, saat masyarakat berlomba mengadakan turnamen bulutangkis tingkat RT hingga kecamatan.

    Namun, lonjakan permintaan itu juga membuat harga bulu ayam meroket.

    “Sekarang cari bulu itu susah, mahal, makanya kami produksi jauh hari sebelumnya,” katanya sambil menatap rak yang sudah dipenuhi stok produksi.

    Bantuan BRI

    Di balik ceritanya yang inspiratif, ada satu nama yang terus ia sebut penuh rasa syukur yakni lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI.

    “Saya nasabah lama. Dulu pertama kali pinjam cuma Rp1,5 juta. Sekarang plafon pinjaman sudah bisa sampai Rp100 juta,” katanya.

    Sarno mengaku sempat pindah ke bank lain, tapi segera balik karena merasa bunga di BRI lebih ringan dan prosesnya mudah.

    Dari situlah kemudian terbentuk klaster UMKM shuttlecock T3.

    KOK SOLO – Pengrajin kok di Serengan, Solo (Tribunnews.com/Chrysnha Pradipha)

    Kini, dia juga menjadi koordinator kredit kelompok lewat program Kredit Cepat (Kece) tanpa agunan dari BRI.

    “Kalau karyawan butuh modal, saya bantu ajukan. Angsuran dipotong dari gaji, jadi aman,” jelas Sarno.

    Salah satu pekerjanya, Lasiman, adalah contoh nyata bagaimana usaha kecil bisa mengubah nasib seseorang.

    Sejak usia 17 tahun, ia ikut membuat kok bersama Sarno.

    Sempat merantau, akhirnya ia kembali ke Solo dan menetap.

    “Saya ini orang kecil, rumah dulu masih tanah lantainya. Tapi dari kerja dan kredit BRI, saya bisa benahi rumah, bikin kamar mandi, sekolahkan anak,” ucap Lasiman lirih.

    Kini, di usia 54 tahun, Lasiman tinggal di rumah layak huni, hasil dari perjuangan panjang dan kerja keras yang tak pernah henti.

    Penyaluran KUR di BRI Cabang Solo Slamet Riyadi tercatat telah mencapai Rp736,86 miliar hingga 2 Maret 2025.

    Pimpinan Cabang BRI Solo Slamet Riyadi, Eko Hary Wijayanto, menyebutkan total penyaluran tersebut disalurkan kepada 29.273 debitur.

    Menurut Eko, mayoritas penerima KUR merupakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memiliki karakteristik usaha layak namun belum sepenuhnya bankable.

    “Pelaku UMKM ini menggunakan KUR untuk memenuhi kebutuhan modal kerja, pembelian inventaris, peralatan, renovasi usaha, hingga pengembangan produk,” jelasnya.

    Ia menambahkan, penggunaan dana KUR di wilayah Solo sebagian besar digunakan sebagai tambahan modal usaha.

    KUR dinilai tidak termasuk dalam kategori kredit bermasalah yang dapat dihapusbukukan atau dihapustagihkan, serta memiliki fleksibilitas dan kemudahan akses yang tinggi.

    Dengan sistem tersebut, KUR BRI diyakini turut mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui dukungan terhadap sektor UMKM yang terus berkembang.

    PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mempertegas komitmennya dalam memperkuat ekonomi kerakyatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penyaluran KUR.

    Hingga akhir Triwulan I tahun 2025, BRI telah menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp42,23 triliun atau setara 24,13 persen dari alokasi tahun 2025 sebesar Rp175 triliun yang ditetapkan Pemerintah. Selama periode tersebut, sebanyak 975 ribu debitur pengusaha UMKM telah memperoleh manfaat KUR yang disalurkan BRI.

    Tak hanya dari sisi nilai kredit yang disalurkan dan jumlah debitur, BRI juga memastikan penyaluran KUR diarahkan ke sektor-sektor strategis yang berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, yang tercermin dari penyaluran KUR sebesar 62,43 persen ke sektor produksi. Sektor pertanian menjadi sektor ekonomi dengan jumlah penyaluran terbesar, mencapai Rp18,09 triliun. Capaian ini mencerminkan komitmen BRI dalam memperkuat ketahanan pangan nasional.

    BRI konsisten menerapkan manajemen risiko yang prudent dalam penyaluran KUR. Per Maret 2025, rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) tercatat sebesar 2,29 persen, mencerminkan portofolio yang sehat dan pengelolaan risiko yang optimal.

    Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi menyampaikan bahwa penyaluran KUR merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam memperluas akses pembiayaan yang inklusif dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Penyaluran KUR yang berfokus pada sektor produktif merupakan bentuk keberpihakan nyata BRI terhadap pembangunan ekonomi nasional. BRI meyakini bahwa pembiayaan yang tepat sasaran dapat menciptakan multiplier effect yang signifikan, khususnya dalam mendorong kemandirian usaha dan membuka lapangan pekerjaan,” ujarnya.

    Hendy menambahkan bahwa fokus pada sektor pertanian merupakan bagian dari strategi BRI dalam mendukung ketahanan pangan nasional. “Dukungan terhadap sektor pertanian tidak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan, serta mendukung upaya pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan. Hal ini sekaligus menunjukkan peran BRI dalam membangun fondasi ekonomi nasional yang tangguh dan inklusif,” pungkas Hendy.

    (*)