Produk: KPR

  • Top 3: Penyebab Penjualan Rumah Merosot Bikin Penasaran – Page 3

    Top 3: Penyebab Penjualan Rumah Merosot Bikin Penasaran – Page 3

    Kinerja sektor properti residensial di Indonesia menunjukkan tren perlambatan pada triwulan II 2025. Data dari Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mencatat penjualan rumah di pasar primer turun 3,80% (yoy).

    “Penjualan properti residensial terkontraksi sebesar 3,80% (yoy), setelah tumbuh sebesar 0,73% (yoy) pada triwulan I 2025. Perkembangan ini dipengaruhi oleh penjualan rumah tipe kecil yang tumbuh 6,70% (yoy), melambat dari 23,75% (yoy) pada triwulan sebelumnya,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Ramdan Denny Prakoso, dalam laporan SUrvei Harga Properti Residensial Bank Indonesia, Jumat (8/8/2025).

    Bank Indonesia mencatat lima penghambat utama yang terus membayangi pertumbuhan sektor properti residensial. Masalah pertama adalah kenaikan harga bahan bangunan yang disebut oleh 19,97% responden survei. Harga material seperti semen, baja ringan, dan bahan baku lainnya kian memberatkan biaya konstruksi.

    Masalah kedua datang dari sisi perizinan dan birokrasi. Sebanyak 15,13% responden menyatakan bahwa proses administrasi pembangunan masih lambat dan menyulitkan, terutama di daerah. Ini berdampak langsung pada kecepatan realisasi proyek dan daya saing pengembang.

    Faktor ketiga dan keempat adalah suku bunga KPR yang masih relatif tinggi (15,00%) dan proporsi uang muka yang berat bagi konsumen (11,38%). Kondisi ini membuat banyak calon pembeli menunda keputusan untuk membeli rumah, terutama di kalangan milenial dan keluarga muda.

    Berita selengkapnya baca di sini

  • Top 3: Penyebab Penjualan Rumah Merosot Bikin Penasaran – Page 3

    Penjualan Rumah Merosot, Ini Sederet Biang Keroknya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Kinerja sektor properti residensial di Indonesia menunjukkan tren perlambatan pada triwulan II 2025. Data dari Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mencatat penjualan rumah di pasar primer turun 3,80% (yoy).

    “Penjualan properti residensial terkontraksi sebesar 3,80% (yoy), setelah tumbuh sebesar 0,73% (yoy) pada triwulan I 2025. Perkembangan ini dipengaruhi oleh penjualan rumah tipe kecil yang tumbuh 6,70% (yoy), melambat dari 23,75% (yoy) pada triwulan sebelumnya,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Ramdan Denny Prakoso, dalam laporan SUrvei Harga Properti Residensial Bank Indonesia, Jumat (8/8/2025).

    Bank Indonesia mencatat lima penghambat utama yang terus membayangi pertumbuhan sektor properti residensial. Masalah pertama adalah kenaikan harga bahan bangunan yang disebut oleh 19,97% responden survei. Harga material seperti semen, baja ringan, dan bahan baku lainnya kian memberatkan biaya konstruksi.

    Masalah kedua datang dari sisi perizinan dan birokrasi. Sebanyak 15,13% responden menyatakan bahwa proses administrasi pembangunan masih lambat dan menyulitkan, terutama di daerah. Ini berdampak langsung pada kecepatan realisasi proyek dan daya saing pengembang.

    Faktor ketiga dan keempat adalah suku bunga KPR yang masih relatif tinggi (15,00%) dan proporsi uang muka yang berat bagi konsumen (11,38%). Kondisi ini membuat banyak calon pembeli menunda keputusan untuk membeli rumah, terutama di kalangan milenial dan keluarga muda.

    Sementara itu, faktor kelima adalah perpajakan, yang masih dianggap membebani oleh 8,66% responden. Beban pajak yang tinggi baik untuk pembeli maupun pengembang menjadi salah satu alasan mengapa harga rumah sulit ditekan, dan pasar tidak tumbuh agresif.

    “Berdasarkan hasil survei, penghambat utama pengembangan dan penjualan properti residensial primer meliputi kenaikan harga bahan bangunan (19,97%), masalah perizinan/birokrasi (15,13%), suku bunga KPR (15,00%), proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR (11,38%), dan perpajakan (8,66%),” ujarnya.

     

  • Maruarar Beri Bukti Nyicil Rumah Subsidi Lebih Murah daripada Ngontrak

    Maruarar Beri Bukti Nyicil Rumah Subsidi Lebih Murah daripada Ngontrak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyerahkan kunci rumah subsidi secara simbolis kepada delapan orang pegawai Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang sudah melakukan akad KPR FLPP untuk memiliki rumah subsidi. Pada kesempatan itu, dirinya berdiskusi dengan penerima kunci rumah subsidi dan mendapatkan informasi dari pegawai Kemendagri bahwa membeli rumah subsidi dengan KPR FLPP ternyata angsurannya lebih murah ketimbang harus membayar sewa atau mengontrak rumah.

    “Tadi saya berdiskusi langsung dengan penerima kunci rumah ternyata memiliki rumah subsidi lebih mudah dan murah angsurannya ketimbang harus membayar sewa atau ngontrak rumah,” ujar Maruarar dalam keterangannya, Jumat (8/8/2025).

    Dirinya mendapatkan informasi bahwa pegawai Kemendagri yang mendapatkan rumah subsidi hanya membayar angsuran Rp 1,7 juta per bulan. Angsuran tersebut lebih ringan ketimbang harus membayar sewa atau mengontrak rumah per bulan yakni Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per bulan.

    Berdasarkan data yang ada, dari total kuota 2.000 rumah subsidi untuk Kemendagri, sebanyak 1.190 orang pegawainya telah mendaftarkan diri untuk memanfaatkan KPR FLPP dan 50 orang diantaranya telah melakukan akad kredit KPR FLPP untuk bisa memiliki rumah subsidi sebagai rumah pertamanya.

    Foto: Muhammad Luthfi Rahman
    Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.

    “Kementerian PKP dan Kemendagri telah berkolaborasi dan bekerjasama untuk menyediakan karpet merah untuk masyarakat yang ingin memiliki rumah subsidi. Kali ini pegawai Kemendagri juga telah mendapatkan kemudahan dalam memiliki rumah subsidi dengan KPR FLPP,” imbuhnya.

    Dalam Program 3 Juta Rumah, imbuhnya, pemerintah memberikan intervensi positif dalam pendanaan bantuan pembiayaan KPR FLPP. Selain itu, Kementerian Dalam Negeri juga melakukan intervensi dengan memberikan program BPHTB dan PBG gratis dan cepat dari 45 hari menjadi 10 hari.

    “Program tersebut tentunya dikawal langsung oleh Kemendagri. Tidak mungkin kebijakan pro rakyat tersebut bisa turun ke lapangan tanpa pengawasan super ketat dari Mendagri. Terimakasih atas dukungannya dan ini bentuk kerjasama yang luar biasa,” katanya.

    “Hari Selasa pekan depan saya dan Mendagri akan hadir dan memimpin rapat di Wamena untuk membahas pembangunan rumah bagi masyarakat dan Kepala Suku di Papua Pegunungan.

    Pemberian rumah subsidi di Papua merupakan perintah langsung Presiden Prabowo Subianto. Maruarar diminta membangun 2.000 rumah di Papua pegunungan.

    “Rumah subsidi harus hadir di Papua, Kaltara, NTT, Aceh sebagai wujud keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia,” terangnya.

    (wur/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • KPR Masih jadi Andalan Beli Rumah, Tapi Pertumbuhannya Seret – Page 3

    KPR Masih jadi Andalan Beli Rumah, Tapi Pertumbuhannya Seret – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih menjadi cara utama masyarakat Indonesia dalam membeli rumah. Berdasarkan data Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia, sebesar 73,06% pembelian rumah primer pada triwulan II 2025 dilakukan melalui skema KPR.

    “Dari sisi konsumen, sebagian besar pembelian rumah primer dilakukan melalui KPR dengan pangsa sebesar 73,06%,” Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Ramdan Denny Prakoso, dalam laporan SUrvei Harga Properti Residensial Bank Indonesia, Jumat (8/8/2025).

    Lebih lanjut, Ramdan Denny Prakoso, mengatakan sementara sisanya menggunakan pembayaran tunai bertahap (17,75%) dan tunai langsung (9,19%).

    Meskipun KPR masih mendominasi, tren pertumbuhannya mulai melambat. Secara tahunan, nilai KPR hanya tumbuh 7,81% (yoy) pada triwulan II 2025, turun dari 9,13% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun permintaan masih ada, pertumbuhan tidak sekuat tahun-tahun sebelumnya.

    “Pada triwulan II 2025, total nilai KPR secara tahunan tumbuh sebesar 7,81% (yoy), melambat dibandingkan 9,13% (yoy) pada triwulan sebelumnya,” ujarnya.

    Secara triwulanan, perlambatan lebih terasa. Pertumbuhan nilai KPR hanya mencapai 1,32% (qtq), jauh lebih rendah dibandingkan 2,54% (qtq) pada triwulan I 2025.

     

  • Jerit Prajurit TNI AD Terpaksa Kredit Mahal ‘Rumah Hantu Jenderal Dudung’

    Jerit Prajurit TNI AD Terpaksa Kredit Mahal ‘Rumah Hantu Jenderal Dudung’

    GELORA.CO – Ribuan prajurit muda TNI Angkatan Darat dari angkatan 2021–2023 menjerit. Gaji pokok mereka mengalami pemotongan hingga 80 persen untuk cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) swakelola yang dikelola oleh Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan (BP TWP) TNI AD.

    Program perumahan yang bersifat wajib ini merupakan gagasan dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) periode 2021–2023, Jenderal Purnawirawan Dudung Abdurachman.

    Akibat potongan yang signifikan tersebut, banyak prajurit hanya menerima sisa gaji bulanan berkisar antara Rp150 ribu hingga Rp300 ribu.

    Kondisi finansial yang kritis ini memaksa mereka untuk hidup sangat terbatas di barak militer, tidak lagi mampu memberikan dukungan finansial kepada keluarga, bahkan terpaksa berutang di kantin untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.

    Roni dan Lukman — bukan nama sebenarnya — adalah dua dari ribuan prajurit lulusan tamtama yang diwajibkan untuk mengikuti program KPR swakelola BP TWP.

    Gaji pokok mereka yang seharusnya mencapai Rp3,6 juta per bulan, kini hanya tersisa tidak lebih dari Rp300 ribu setelah dipotong untuk angsuran rumah.

    “Dulu bisa kirim ke orang tua Rp2 juta per bulan, sekarang tidak bisa kirim sama sekali,” keluh Lukman kepada tim IndonesiaLeaks pada Mei 2025 lalu.

    Berdasarkan dokumen rincian pemotongan gaji yang diperoleh tim investigasi IndonesiaLeaks—sebuah konsorsium media yang terdiri dari Suara.com, Tempo, Jaring.id, dan Independen.id—terungkap bahwa potongan gaji prajurit untuk program KPR ini bisa mencapai Rp2,5 juta per bulan.

    Kewajiban Berdasar Surat Telegram KSAD

    Pemotongan gaji untuk KPR ini dimulai pada tahun 2023. Sosialisasi awal mengenai program kredit rumah ini disampaikan secara massal kepada seluruh prajurit di sebuah aula kesatuan selama masa orientasi.

    Para prajurit muda tersebut dipaksa untuk mengambil opsi rumah atau tanah kavling, meskipun mereka baru beberapa bulan menjalani masa dinas.

    Seperti ribuan prajurit tamtama lainnya, Roni dan Lukman tidak memiliki pilihan selain menuruti kebijakan tersebut.

    Program ini merupakan keputusan langsung dari Dudung selaku KSAD, yang dituangkan dalam Surat Telegram KSAD Nomor: ST/1120/2023 tentang Penyediaan Perumahan dan Tanah Kavling KPR Swakelola TWP AD, tertanggal 15 Mei 2023.

    Tiga bulan berselang, Dudung kembali mengeluarkan Surat Telegram KSAD Nomor: ST/2019/2023.

    Surat tersebut berisi perintah kepada seluruh prajurit angkatan 2021 hingga 2023 dengan masa dinas 0-10 tahun untuk wajib mengambil rumah non-dinas atau tanah kavling melalui program KPR Swakelola TWP AD.

    Dokumen tersebut ditandatangani oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subianto, yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil KSAD.

    “Kami ikuti saja karena dibawah tekanan dan dipaksa membeli rumah. Daripada dipindah ke Papua,” beber Lukman mengungkap adanya ancaman yang diterima prajurit jika menolak.

    Bantahan dan Alasan Jenderal Dudung

    Saat dikonfirmasi oleh tim IndonesiaLeaks, Dudung mengakui bahwa ia memang mewajibkan prajurit angkatan 2021-2023 untuk berpartisipasi dalam program KPR swakelola.

    Namun, ia dengan tegas membantah adanya ancaman yang menyertai kewajiban tersebut.

    “Nggak ada ancaman,” katanya saat ditemui tim IndonesiaLeaks 18 Juli 2025.

    Menurut Dudung, kebijakan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya proyek perumahan prajurit yang mangkrak karena pengembang mengalami kesulitan dana.

    Dengan mewajibkan prajurit mengambil KPR, Dudung mengklaim bahwa proyek dapat terus berjalan dan para prajurit pada akhirnya akan memiliki rumah.

    Lebih lanjut, Dudung juga mengklaim bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mendidik para prajurit agar berinvestasi jangka panjang, daripada menghabiskan gaji mereka untuk kebutuhan konsumtif.

    “Karena prajurit lulus langsung masuk satuan pasti pinjam uang ke bank untuk membeli sepeda motor, HP, dan lain-lain. Saya bilang daripada uang habis untuk konsumsi, lebih baik berinvestasi beli rumah. Kalaupun tidak ditempati bisa kontrakan Rp1,5 juta, dibayarkan untuk cicilan Rp1,1 juta, kan dia masih dapat Rp400 ribu. Lalu selama 10 tahun ke depan dia punya,” katanya.

    Realita Pahit Proyek Mangkrak

    Namun, perhitungan ideal yang disampaikan Dudung berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan.

    Hasil penelusuran tim IndonesiaLeaks di berbagai daerah, termasuk Semarang, Purwakarta, Bekasi, Sumatera, Sulawesi, hingga Jambi, menunjukkan bahwa proyek pembangunan rumah senilai total Rp586,5 miliar tersebut tidak berjalan sesuai rencana dan banyak yang mangkrak.

  • BRI Bakal Salurkan KPR FLPP untuk 25.000 Rumah Tambahan – Page 3

    BRI Bakal Salurkan KPR FLPP untuk 25.000 Rumah Tambahan – Page 3

    Sebelumnya, Pemerintah bakal serius menerapkan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dengan rasio 50:50. Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) menargetkan, skema tersebut akan dimulai pada kuartal III 2025.

    Sebelumnya, skema pembiyaan FLPP yang dilakukan yakni 75 persen ditanggung pemberintah, dan 25 persen ditanggung oleh perbankan. Skema ini ditargetkan akan diubah dengan system 50 persen oleh pemerintah dan 50 persennya lagi oleh perbankan.

    “Kenyataannya di lapangan, FLPP ini sangat diminati oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ke depan, dengan kolaborasi teman-teman perbankan, bagaiamana kalau skemanya diubah nih. APBN 50 persen, perbankannya 50 persen, sehingga leverage output bisa meningkat,”ungkap Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho, saat mengunjungi rumah susun Kedaung, Kota Tangerang, Selasa (14/1/2025).

    Untuk mewujudkannya, pemerintah seperti BP Tapera, Kementerian Keuangan, dengan ekosistem perbankan dan berbagai Lembaga terkait, masih terus menggenjot hitung-hitungan pastinya. Barulah setelah itu, akan tertuang dalam aturan pemerintah, sebagai rujukan untuk pelaksanaannya.

    “Kita targetkan mudah-mudahan di triwulan kedua (tahun 2025) skema baru itu sudah berjalan,”ujar Heru.

    Makanya, sebelum skema baru di mulai, Heru mengatakan, pihaknya sudah memberikan surat edaran kepada perbankan, agar melakukan percepatan akad. Misalnya, sebelumnya dengan kema pembiayaan 75:25 akad dilakukan di awal Maret, pemerintah membuat surat edaran, akad harus sudah dilaksanakan di Januari ini.

    “Itu bagian upaya percepatan, skema eksisting langsung berjalan, sambil me-redesain skema baru,”katanya. 

     

  • Syarat Pengajuan & Bunga KUR Pekerja Migran, Plafon Capai Rp100 Juta

    Syarat Pengajuan & Bunga KUR Pekerja Migran, Plafon Capai Rp100 Juta

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah meluncurkan berbagai skema baru mengenai kredit usaha rakyat (KUR), salah satunya KUR bagi pekerja migran Indonesia (PMI). Cek syarat hingga bunga KUR PMI di sini.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan bahwa pekerja migran dapat mendapatkan KUR dengan plafon pinjaman hingga Rp100 juta.

    “Pekerja migran bisa mengakses KUR tanpa jaminan sebesar Rp100 juta. Itu bisa digunakan untuk memproses mereka pergi ataupun juga untuk pelatihan,” kata Airlangga dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (3/7/2025) lalu.

    Dia mengungkapkan hingga posisi Juni 2025, penyaluran KUR secara keseluruhan telah mencapai Rp131,84 triliun. Realisasi itu setara dengan 45% dari target Rp300 triliun pada tahun ini.

    Menurutnya, sektor produksi mendominasi sasaran KUR dengan porsi mencapai 60%. Jumlah debitur baru juga dilaporkan sebanyak 1.007.101 peminjam.

    Syarat KUR Pekerja Migran

    Sejumlah bank nasional maupun bank daerah ditunjuk sebagai bank penyalur KUR PMI.

    Berdasarkan laman Kemenko Perekonomian, terdapat 8 bank penyalur KUR PMI pada 2024 yakni BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BSI, BJB, Bank Jateng & Bank Jateng Syariah, Bank Sumselbabel, dan Bank Sulselbar.

    Selain itu, berdasarkan laman PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI, limit kredit KUR PMI tercatat maksimal sebesar Rp100 juta dengan suku bunga efektif 6% per tahun, dan jangka waktu paling lama 3 tahun.

    Terdapat sejumlah syarat bagi calon penerima KUR Pekerja Migran Indonesia, antara lain:

    1. Warga Negara Indonesia (WNI)

    2. Berusia minimal 21 tahun atau sudah menikah

    3. Penempatan Kerja ke luar negeri melalui P3MI/Penempatan Pemagangan ke luar negeri melalui Penyelenggara Pemagangan

    4. Memiliki kompetensi yang diperlukan untuk bidang kerja/program magang

    5. Terdapat Perjanjian Kerjasama pengguna jasa

    6. Terdaftar dan memiliki nomor kepesertaan Jaminan Sosial

    7. Tidak sedang atau pernah menerima kredit investasi/modal kerja komersial dan kredit lainnya, kecuali untuk jenis kredit tertentu

    8. Boleh memiliki kredit KUR pada Bank Penyalur yang sama, KPR, Leasing Kendaraan Roda Dua untuk Keperluan Produktif, Kredit dengan SK Pensiun, Kartu Kredit, Kredit Resi Gudang, Kredit Konsumtif untuk Keperluan Rumah Tangga

    9. Tidak tercatat sebagai debitur macet/bermasalah di SLIK OJK serta tidak termasuk dalam Daftar Hitam Nasional (DHN) Bank Indonesia.

    Selain itu, terdapat pula persyaratan dokumen bagi calon pekerja migran maupun calon pemagang. Persyaratan itu mencakup identitas diri, surat pernyataan, fotokopi perjanjian kerja, NPWP hingga surat keterangan lainnya.

    Sebagai catatan, terdapat risiko berupa tambahan biaya atau denda apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran kredit, misalnya dengan dikenakan denda tunggakan.

    Denda juga akan dikenakan apabila melakukan pelunasan pinjaman dengan tujuan bukan untuk meminjam kembali ke Bank.

    Di samping itu, riwayat pinjaman akan tercatat pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) ketika debitur menunggak pembayaran.

  • OJK selesaikan 85 persen aduan tentang KPR subsidi sejak Januari 2025

    OJK selesaikan 85 persen aduan tentang KPR subsidi sejak Januari 2025

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyelesaikan 85 persen pengaduan terkait pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) bagi rumah bersubsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dilaporkan sepanjang Januari hingga Juli 2025.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyampaikan di Jakarta, Senin, bahwa masyarakat dapat menyampaikan pengaduan tersebut ke nomor kontak OJK 157.

    Ia mengatakan pihaknya telah menyiapkan kanal khusus di nomor kontak tersebut bagi masyarakat yang mengalami kendala dalam proses pengajuan KPR subsidi.

    “Dalam rangka mendukung program pemerintah di sektor perumahan, OJK juga telah menyiapkan kanal pengaduan khusus pada kontak 157,” ujarnya.

    Friderica menuturkan sejak Januari hingga Juli 2025, OJK telah menerima 62 pengaduan terkait kendala pengajuan KPR yang berhubungan dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).

    “Dan telah ditindaklanjuti dengan tingkat penyelesaian sebesar 85 persen dari total pengaduan yang masuk,” ucapnya.

    Selain pengaduan, ia menyampaikan bahwa pihaknya juga menerima pertanyaan mengenai implementasi SLIK dalam pengajuan KPR FLPP.

    “Selain itu, ada juga pertanyaan terkait dengan KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan yang terkait dengan SLIK,” kata Friderica Widyasari Dewi.

    Hingga 14 Juli, OJK telah menerima 268.908 permintaan layanan melalui Aplikasi Portal Pelindungan Konsumen (APPK), termasuk 24.975 pengaduan.

    Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan OJK kini tengah membahas penyederhanaan proses SLIK untuk mempermudah masyarakat untuk mengakses KPR subsidi.

    Sebelumnya, Menteri PKP Maruarar Sirait melakukan pertemuan dengan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, Senin lalu (28/7).

    Pertemuan tersebut membahas penyelarasan kebijakan SLIK untuk mendukung percepatan realisasi KPR subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

    “Saya mengapresiasi komitmen OJK dan dunia perbankan dalam mendukung program rumah subsidi. Kami ingin memastikan proses pengajuan KPR subsidi tidak terhambat hanya karena faktor administratif dalam sistem SLIK, padahal aturannya sudah jelas,” ujar Maruarar Sirait.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bank Mandiri Tegaskan Komitmen ESG Lewat Pertumbuhan KPR Hijau – Page 3

    Bank Mandiri Tegaskan Komitmen ESG Lewat Pertumbuhan KPR Hijau – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, semangat untuk membangun masa depan yang lebih hijau dan inklusif semakin menguat. Bank Mandiri sebagai bank nasional yang konsisten mendorong keuangan berkelanjutan, kembali menegaskan komitmennya dalam mendukung transformasi ekonomi berkelanjutan, memberikan manfaat nyata bagi bangsa dan generasi mendatang.

    Bank Mandiri melalui penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) berkomitmen untuk terus berinovasi menghadirkan produk keuangan berkelanjutan yang tidak hanya relevan dengan kebutuhan nasabah, tetapi juga mendukung agenda pembangunan nasional. Salah satu inisiatif unggulan yang digagas adalah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Hijau. Fasilitas pembiayaan ini ditujukan bagi nasabah yang ingin memiliki rumah tinggal di perumahan yang telah memenuhi standar ramah lingkungan dan memperoleh sertifikasi dari lembaga bangunan hijau.

    KPR Hijau tidak hanya memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk tinggal di lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan, tetapi juga turut berperan dalam menciptakan ekosistem properti hijau bersama para developer properti di Indonesia. 

    Wujud implementasi nyata dari komitmen ini salah satunya adalah kerja sama Bank Mandiri dengan Sinar Mas Land dan Hongkong Land dalam memfasilitasi pembelian unit rumah di proyek NavaPark, BSD City. Perumahan ini telah meraih sertifikasi Greenship Platinum dari Green Building Council Indonesia (GBCI) pada tahun 2022, setelah melalui penilaian komprehensif meliputi aspek ekologi lahan, konektivitas, pengelolaan air, limbah dan material, kesejahteraan komunitas, efisiensi energi bangunan, serta inovasi untuk pengembangan masa depan.

    Hingga Juni 2025, KPR Hijau Bank Mandiri mencatatkan pertumbuhan yang progresif dan solid, dengan total pembiayaan mencapai Rp693 miliar di paruh pertama tahun ini, yang meningkat sebesar 24% secara year on year (YoY). Corporate Secretary Bak Mandiri M Ashidiq Iswara menegaskan bahwa pencapaian ini merupakan wujud nyata komitmen Bank Mandiri dalam menerapkan prinsip ESG dalam setiap lini produk dan layanannya.

    “Melalui program KPR Hijau, Bank Mandiri tidak hanya memberikan fasilitas pembiayaan kepemilikan rumah tinggal, tetapi juga berperan aktif dalam mendorong terciptanya ekosistem properti hijau di Indonesia,” ujar Ashidiq.

  • Bank Mulai Pakai Sistem Baru buat Tagih Kredit Macet

    Bank Mulai Pakai Sistem Baru buat Tagih Kredit Macet

    Jakarta

    PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN resmi meluncurkan model baru pembinaan debitur melalui Business Process Improvement (BPI) Monoline Collection yang berada langsung di bawah kantor pusat perseroan. Langkah ini menjadi upaya efisiensi penagihan dan eksekusi kredit bermasalah.

    BTN menetapkan beberapa wilayah sebagai pilot project BPI Monoline Collection, yakni Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Kanwil Jabalnusra). Selain itu, peluncuran BPI ini menjadi bentuk pembenahan tata kelola perusahaan yang baik dan inovasi bisnis berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

    Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, menjelaskan masuk dalam poin penting strategi perseroan di tahun 2025, yakni optimalisasi strategi collection and recovery. Dengan adanya langkah penyempurnaan ini, ia berharap dapat mencapai target rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross di level 3,04% pada akhir tahun ini.

    “Masih ada sisa lima bulan, jadi setelah inisiatif ini roll out secara massal, harapannya dapat mendorong pencapaian target,” kata Nixon dalam dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu (3/8/2025).

    Nixon menjelaskan, risiko kredit bermasalah saat ini dihadapkan dengan sejumlah tantangan, seperti kondisi makro ekonomi global dan domestik. Ia mencontohkan, dinamika perekonomian pasca Covid-19, ketegangan geopolitik serta ketidakpastian berdampak pada banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), kenaikan biaya hidup, inflasi, serta perang dagang, memperdalam risiko kredit bermasalah.

    Menurutnya, berbagai tantangan tersebut harus diantisipasi agar tidak berdampak terhadap bisnis bank terutama kenaikan rasio kredit bermasalah. BTN melihat kebutuhan untuk melakukan transformasi proses bisnis secara menyeluruh untuk mengatasi tantangan tersebut.

    “Saat ini biaya collection and recovery masih tinggi karena biaya transportasi dan lain-lain yang semakin mahal, serta tumpang-tindih di kantor cabang untuk proses penagihan. Dengan penyempurnaan sistem collection dan strategi recovery, kita berharap dapat memperkuat risk underwriting dan menjaga cost of credit di bawah 1,2%,” ujarnya.

    Peluncuran BPI ini juga sejalan dengan upaya penguatan holistic banking propositions atau penawaran layanan perbankan yang menyeluruh serta kapabilitas untuk melayani dengan skala yang lebih besar.

    “Kita bukan lagi hanya sekadar bank yang berjualan KPR (kredit pemilikan rumah), tetapi menawarkan package produk yang holistik, sehingga operasional kantor cabang pun kita transformasi menjadi lebih terfokus, baik itu ke portofolio (pembiayaan) maupun ke transaksi. Sebelum mencapai ke sana, kita bereskan dahulu collection-nya,” katanya.

    Sementara itu, Direktur Risk Management BTN, Setiyo Wibowo, menilai transformasi penagihan kredit saat ini menjadi momentum yang tepat mengingat kondisi makroekonomi dan kinerja bisnis perseroan yang relatif terjaga dengan baik.

    Tahun ini, terang Setyo, tekanan suku bunga sudah turun dan biaya dana mulai melandai. Tujuan akhir BTN sendiri untuk mengurangi biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).

    “Karena setiap tahun kita keluar biaya cukup besar untuk itu. Kalau itu bisa diperbaiki, kita bisa gunakan biayanya untuk meng-generate revenue dan meningkatkan profitabilitas,” jelas Setiyo.

    Setiyo menambahkan, BTN memiliki 2.000 staf dan tenaga collection di seluruh Indonesia. Ia juga memastikan, perseroan berkomitmen untuk melakukan improvement pada proses bisnis collection dengan benchmarking bank-bank top internasional.

    Salah satu yang menonjol dari best practice di tingkat global adalah penerapan teknologi otomasi untuk berbagai bidang, termasuk collection. Dalam hal ini, perseroan menggunakan chatbot untuk proses penagihan kepada debitur.

    “Hampir semua bank yang sudah maju, collection-nya banyak diotomasi dan menggunakan analytics. Kita juga akan mengubah dari sistem terdistribusi menjadi regionalisasi atau cluster-based,” pungkasnya.

    (kil/kil)