Produk: komunisme

  • Trump Hentikan Pendanaan Media Kondang AS VOA, 1.300 Karyawan Dirumahkan Laptop Ikut Disita – Halaman all

    Trump Hentikan Pendanaan Media Kondang AS VOA, 1.300 Karyawan Dirumahkan Laptop Ikut Disita – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump kembali merilis kebijakan kontroversial. Ia memangkas total pendanaan untuk media AS yang didanai pemerintah per Sabtu (15/3/2025).

    Informasi tersebut mencuat usai Kari Lake, penasihat senior yang ditunjuk Trump mengunggah pemberitahuan di platform X agar karyawan US Agency for Global Media yang menaungi Voice of America (VOA) memeriksa surat elektronik mereka.

    Dalam sebuah video pendek yang diunggah di platform X, Kari Lake menjelaskan bahwa pemerintah Trump saat ini tengah menggelar  pemangkasan dana, menargetkan program prodemokrasi lainnya yang didanai pemerintah.

    Lake menilai pemangkasan anggaran dilakukan karena lembaga-lembaga pemerintah, termasuk Badan Media Global AS dianggap sebagai pemborosan anggaran negara.

    Dengan melakukan pemotongan dana, bertujuan untuk memastikan pajak rakyat tidak lagi digunakan untuk propaganda radikal.

    Imbas kebijakan ini media massa kondang AS Voice of America (VOA) ikut terdampak, bahkan akibat pemangkasan anggaran yang dilakukan Trump, portal berita menyiarkan berita berbahasa Spanyol ke Kuba melalui TV dan Radio Marti ini harus memberhentikan 1.300 karyawan.

    Tak sampai disitu, para karyawan juga dilarang menggunakan fasilitas Agency for Global Media serta diminta mengembalikan perangkat kerja seperti ponsel dan laptop.

    Hal tersebut juga dibenarkan Direktur VOA Michael Abramowitz, ia mengungkap bahwa seluruh karyawan VOA, termasuk dirinya telah dirumahkan sementara akibat keputusan Trump.

    “Saya sangat sedih karena untuk pertama kalinya dalam 83 tahun, Voice of America yang tersohor itu dibungkam,” kata Direktur VOA, Michael Abramowitz, dalam pernyataan yang diunggah di akun Facebook pribadinya, dikutip dari Reuters, Minggu(16/3/2025).

    Ia mengakui bahwa VOA memang membutuhkan reformasi agar lebih baik. Namun, menurutnya, keputusan Trump memangkas anggaran justru menghambat misi VOA dalam menyampaikan berita dan program budaya kepada dunia.

    “VOA memang membutuhkan reformasi yang matang, dan kami telah membuat kemajuan ke arah itu. Namun, tindakan hari ini akan membuat VOA tidak dapat menjalankan misinya yang sangat penting,” ujar Abramowitz.

    Meski pemecatan ini berpotensi memicu gelombang pengangguran, namun dalam surat pemberitahuan yang dirilis kepada karyawan Gedung Putih menyatakan bahwa mereka akan tetap memberikan gaji dan tunjangan kepada karyawan terdampak hingga ada pemberitahuan lebih lanjut.

    Merespon keputusan terbaru Trump yang memicu gelombang pemecatan di VOA, mantan Kepala Keuangan Badan Media Global AS, Grant Turnet, menyebut keputusan pemberhentian karyawan VOA ini sebagai ‘Sabtu Berdarah’ bagi lembaga pers dan jaringannya.

    Turnet juga menyoroti bahwa keputusan ini berpotensi menghambat penyebaran berita, informasi, dan nilai-nilai Amerika ke seluruh dunia.

    Pernyataan ini dilontarkan lantaran pemangkasan anggaran negara tak hanya berpengaruh terhadap pembekuan media VOA.

    Namun juga berpotensi mengakhiri kontrak pemerintah dengan lembaga penyiaran internasional swasta yang didanai, seperti Radio Free Europe/Radio Liberty, Radio Free Asia, dan Middle East Broadcasting Networks.

    “Voice of America telah menjadi aset tak ternilai bagi Amerika Serikat, memainkan peran penting dalam perang melawan komunisme, fasisme, dan penindasan, serta dalam perjuangan untuk kebebasan dan demokrasi di seluruh dunia,” ujar Turnet​.

    “Butuh waktu puluhan tahun untuk membangun niat baik ini dan audiensi ratusan juta orang setiap minggu. Namun melihat pembakar membakar semuanya sungguh mengerikan,” imbuhnya.

    Senada dengan yang lainnya, kelompok advokasi Reporters Without Borders mengecam keputusan Trump, dengan mengatakan bahwa hal itu mengancam kebebasan pers di seluruh dunia dan meniadakan 80 tahun sejarah Amerika dalam mendukung arus informasi yang bebas.

  • Trump Hentikan Pendanaan VOA: Apa Dampaknya? – Halaman all

    Trump Hentikan Pendanaan VOA: Apa Dampaknya? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kebijakan terbaru Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memutuskan untuk memangkas pendanaan untuk media yang didanai pemerintah, telah menuai kontroversi.

    Keputusan ini tidak hanya berdampak pada Voice of America (VOA), tetapi juga berpengaruh pada keberlangsungan berita dan informasi yang disampaikan kepada masyarakat.

    Mengapa Trump Memangkas Anggaran Media?

    Pada 15 Maret 2025, Kari Lake, penasihat senior yang ditunjuk oleh Trump, mengumumkan melalui platform X bahwa pemangkasan dana ini ditujukan untuk program-program prodemokrasi yang didanai pemerintah.

    Dalam video yang diunggahnya, Lake menyatakan bahwa lembaga-lembaga pemerintah, termasuk Badan Media Global AS, dianggap sebagai pemborosan anggaran.

    Lake berpendapat bahwa pemotongan anggaran bertujuan untuk memastikan bahwa pajak rakyat tidak lagi digunakan untuk apa yang ia sebut sebagai “propaganda radikal”.

    Dengan kebijakan ini, mereka berusaha untuk merampingkan organisasi yang dianggap tidak efisien.

    Dampak Pemangkasan Anggaran Terhadap Voice of America

    Akibat dari kebijakan ini, Voice of America, media kondang yang dikenal menyiarkan berita berbahasa Spanyol ke Kuba melalui TV dan Radio Marti, terpaksa memberhentikan 13.000 karyawan.

    Karyawan juga diminta untuk mengembalikan perangkat kerja, seperti ponsel dan laptop.

    Direktur VOA, Michael Abramowitz, mengungkapkan bahwa keputusan ini sangat menyedihkan, karena untuk pertama kalinya dalam 83 tahun, VOA mengalami pemutusan kegiatan. “Saya sangat sedih karena untuk pertama kalinya dalam 83 tahun Voice of America yang tersohor itu dibungkam,” ujar Abramowitz.

    Ia mengakui bahwa VOA memang membutuhkan reformasi, tetapi langkah yang diambil Trump justru menghambat misi lembaga untuk menyampaikan berita dan program budaya.

    Reaksi Terhadap Kebijakan Pemecatan

    Mantan Kepala Keuangan Badan Media Global AS, Grant Turnet, juga mengkritik keputusan ini, menyebutnya sebagai “Sabtu Berdarah” bagi lembaga pers.

    Menurutnya, pemangkasan anggaran ini tidak hanya akan mengganggu VOA, tetapi juga dapat mengakhiri kontrak dengan lembaga penyiaran internasional swasta lainnya, seperti Radio Free Europe dan Radio Free Asia.

    Turnet menekankan pentingnya VOA sebagai aset bagi Amerika Serikat dalam perang melawan komunisme, fasisme, dan penindasan.

    Ia mengungkapkan bahwa membangun kredibilitas media ini memerlukan waktu puluhan tahun dan mengkhawatirkan dampak kebijakan yang seolah membakar semua pencapaian tersebut.

    Kecaman dari Kelompok Advokasi

    Kelompok advokasi Reporters Without Borders juga mengecam keputusan Trump, dengan menyatakan bahwa kebijakan ini mengancam kebebasan pers di seluruh dunia.

    Mereka menilai bahwa hal ini akan meniadakan 80 tahun sejarah Amerika dalam mendukung arus informasi yang bebas dan akurat.

    Dengan segala dampak yang dihasilkan oleh kebijakan ini, banyak pihak berharap akan ada perubahan positif yang bisa menjaga integritas dan keberlangsungan media yang mendukung kebebasan informasi.

    Bagaimana langkah ke depan dalam menjaga kebebasan pers dan kualitas informasi di era yang penuh tantangan ini?

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Ketua Komisi I DPR Tegaskan Revisi UU TNI Tidak Akan Kembalikan Dwifungsi ABRI – Halaman all

    Ketua Komisi I DPR Tegaskan Revisi UU TNI Tidak Akan Kembalikan Dwifungsi ABRI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi I DPR RI Fraksi PDIP Utut Adianto menegaskan, bahwa revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) tidak akan mengembalikan peran Dwifungsi ABRI yang berlaku pada masa Orde Baru (Orba).

    Hal ini disampaikan sebagai tanggapan terhadap kekhawatiran sejumlah pihak, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang menganggap bahwa revisi UU TNI berpotensi membawa kembali dwifungsi ABRI.

    “Beberapa teman-teman dari LSM, seperti Setara dan Imparsial, sudah kami undang untuk berdiskusi. Mereka khawatir bahwa dwifungsi ABRI akan kembali seperti masa Orba. Namun, menurut saya, hal tersebut bisa dibatasi melalui undang-undang yang ada,” kata Utut di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (13/3/2025).

    Utut menambahkan bahwa perubahan sejarah tidak bisa diputar balik, seperti halnya di negara-negara lain yang pernah mengalami perubahan sistem politik.

    Dia juga memberi contoh negara-negara yang tidak dapat kembali ke sistem politik yang telah berubah.

    “Saya minta maaf, saya lebih tua dari adik-adik sekalian, dan tidak ada yang bisa mengembalikan jarum jam. Seperti di Soviet, meskipun yang tua-tua masih ingin kembali ke komunisme, itu tidak mungkin terjadi,” ucap Utut.

    Terkait pembahasan revisi UU TNI, Utut menyebutkan bahwa perdebatan tentang perubahan tersebut akan dilanjutkan dalam rapat Panitia Kerja (Panja) yang rencananya digelar pada besok.

    Saat ditanya soal target penyelesaian revisi ini sebelum masa reses, seperti yang diusulkan oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Utut menekankan pentingnya pembahasan yang cermat dan mendalam.

    “Jika kita mengerjakan undang-undang, kita harus teliti, mulai dari konsep dasar. Misalnya, usia pensiun yang berkaitan dengan keuangan negara,” ucapnya.

    Utut juga menyampaikan tanggapannya mengenai wacana penambahan lima jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif.

    Dia menjelaskan bahwa secara praktis, baru satu jabatan yang benar-benar diisi, yaitu di sektor kelautan dan perikanan.

    Sementara itu, jabatan lainnya, seperti yang ada di Bakamla dan BNPB, sudah lama diisi oleh personel TNI.

    Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menegaskan komitmen TNI untuk menjaga supremasi sipil dalam pengaturan penempatan prajurit TNI aktif di jabatan publik di luar bidang pertahanan.

    Penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga negara adalah salah satu poin yang akan mengalami penyesuaian dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

    Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI pada Kamis (13/3/2025).

    “Dalam menghadapi ancaman non-militer, TNI menerapkan konsep penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga di luar bidang pertahanan. Namun, prinsip supremasi sipil tetap menjadi elemen fundamental yang harus dijaga dalam negara demokrasi, dengan memastikan pemisahan yang jelas antara militer dan sipil,” kata Agus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

  • mahasiswa KAMI dan seruan berani untuk bubarkan PKI

    mahasiswa KAMI dan seruan berani untuk bubarkan PKI

    Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) turun ke jalan menyerukan pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI). (https://tinyurl.com/4sssv92v)

    16 Januari 1966: mahasiswa KAMI dan seruan berani untuk bubarkan PKI
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Kamis, 16 Januari 2025 – 06:00 WIB

    Elshinta.com – Pada 16 Januari 1966, ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) turun ke jalan menyerukan pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI). Aksi ini menjadi salah satu momen penting dalam sejarah Indonesia, mencerminkan keberanian generasi muda dalam menuntut perubahan di tengah krisis politik dan ekonomi yang melanda negeri.

    KAMI, yang dibentuk pada 25 Oktober 1965, muncul sebagai respons atas ketegangan pasca-pemberontakan Gerakan 30 September (G30S) yang dituduhkan pada PKI. Organisasi ini menjadi simbol perlawanan terhadap komunisme dan dianggap sebagai perwakilan aspirasi rakyat yang mendambakan perbaikan kondisi bangsa. Dalam aksi besar-besaran pada Januari 1966, mahasiswa membawa tuntutan yang dikenal dengan Tritura atau Tiga Tuntutan Rakyat, yaitu pembubaran PKI, perombakan kabinet Dwikora yang dianggap pro-komunis, dan penurunan harga kebutuhan pokok yang melonjak akibat inflasi.

    Demonstrasi tersebut mencerminkan ketegangan politik yang memuncak, terutama karena Presiden Soekarno masih mempertahankan konsep “Nasakom” yang mengakomodasi PKI. Meski mendapat tentangan dari pemerintah, aksi mahasiswa ini mendapat dukungan luas, termasuk dari kekuatan militer yang semakin tidak sejalan dengan kebijakan Soekarno. Tekanan dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa, akhirnya membuat perubahan besar tak terhindarkan.

    Melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang dikeluarkan pada 11 Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima mandat untuk mengambil tindakan terhadap situasi yang genting. PKI akhirnya dibubarkan, dan pengaruhnya dalam pemerintahan dihentikan sepenuhnya. Keberhasilan mahasiswa dalam memperjuangkan Tritura tidak hanya menjadi tonggak sejarah peran generasi muda dalam politik, tetapi juga membawa Indonesia memasuki era baru di bawah pemerintahan Orde Baru.

    Namun, langkah besar ini juga meninggalkan luka dalam sejarah. Pembubaran PKI diikuti oleh tindakan represif, termasuk kekerasan massal dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap anggota atau simpatisan partai tersebut. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa perubahan besar sering kali membawa konsekuensi kompleks yang harus dihadapi oleh sebuah bangsa.

    Aksi heroik mahasiswa KAMI pada 16 Januari 1966 membuktikan bahwa suara pemuda dapat menjadi katalisator perubahan besar. Dengan keberanian dan tekad yang kuat, mereka menunjukkan bahwa perjuangan untuk keadilan dan perbaikan bangsa adalah tanggung jawab bersama yang harus terus dipegang generasi ke generasi.

    Sumber : Sumber Lain

  • titik panas ketegangan ideologi di Indonesia

    titik panas ketegangan ideologi di Indonesia

    Ilustrasi – Seorang yang diduga anggota PKI setelah ditangkap oleh aparat keamanan Indonesia, Oktober 1965.(National Security Archive) (https://tinyurl.com/2s49945z)

    13 Januari 1965: titik panas ketegangan ideologi di Indonesia
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Senin, 13 Januari 2025 – 06:00 WIB

    Elshinta.com – Peristiwa Kanigoro merupakan salah satu insiden bersejarah yang terjadi pada 13 Januari 1965 di Desa Kanigoro, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Kejadian ini melibatkan bentrokan antara anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan kelompok keagamaan, khususnya pemuda-pemuda Islam yang sedang mengikuti pelatihan mental dan spiritual. Pada awal 1965, situasi politik Indonesia diwarnai oleh ketegangan antara kelompok nasionalis, agama, dan komunis. PKI sebagai partai terbesar di Indonesia saat itu, semakin aktif dalam menjalankan agendanya, yang sering kali memicu konflik dengan kelompok lain. Di sisi lain, organisasi-organisasi Islam berupaya menjaga identitas keagamaan dan melawan pengaruh komunisme yang mereka anggap mengancam.

    Pada 13 Januari 1965, sekelompok pemuda Muslim yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sedang mengadakan kegiatan pelatihan di Balai Desa Kanigoro. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat mental spiritual para peserta melalui diskusi dan pembinaan keagamaan. Namun, acara tersebut diinterupsi oleh sekelompok massa yang diduga berasal dari PKI. Mereka menyerbu tempat kegiatan, merusak fasilitas, dan mengintimidasi para peserta. Dalam insiden tersebut, sejumlah peserta ditahan dan dipaksa untuk meninggalkan lokasi. Kejadian ini mencerminkan ketegangan antara kelompok agama dan komunis yang memanas pada saat itu.

    Peristiwa Kanigoro menjadi salah satu pemicu ketegangan yang semakin meningkat di Indonesia pada 1965. Insiden ini memperkuat sentimen anti-komunis di kalangan umat Islam dan mendorong berbagai organisasi keagamaan untuk bersikap lebih tegas terhadap PKI. Peristiwa ini juga menjadi salah satu alasan munculnya gerakan anti-PKI yang semakin meluas setelah peristiwa Gerakan 30 September (G30S) di tahun yang sama. Kanigoro dikenang sebagai simbol perlawanan terhadap komunisme di Indonesia, meskipun pada saat itu, pemerintah Orde Lama tidak memberikan perhatian besar terhadap insiden ini.

    Peristiwa Kanigoro kerap dijadikan bahan diskusi dalam konteks sejarah konflik ideologi di Indonesia. Sebagian pihak menilai kejadian ini sebagai bentuk keberanian kelompok Islam dalam menghadapi tekanan dari kelompok komunis. Namun, ada pula yang melihatnya sebagai bagian dari ketegangan politik yang kompleks, di mana masing-masing pihak memiliki kepentingan dan agenda tersendiri. Sebagai bagian dari sejarah bangsa, Peristiwa Kanigoro memberikan pelajaran penting tentang bahaya konflik ideologi yang dapat merusak persatuan dan harmoni masyarakat. Peristiwa ini mengingatkan kita untuk menjaga toleransi, dialog, dan kerja sama demi mencegah terulangnya konflik serupa di masa depan.

    Sumber : Sumber Lain

  • Politikus Senior Emir Moeis: Megawati dan Hasto Masih Layak Pimpin PDIP

    Politikus Senior Emir Moeis: Megawati dan Hasto Masih Layak Pimpin PDIP

    Jakarta, Beritasatu.com – Politikus senior PDIP Emir Moeis menegaskan Megawati Soekarnoputri masih layak menjabat sebagai Ketua Umum PDIP. Ia juga menyatakan Hasto Kristiyanto tetap pantas menjadi sekretaris jenderal partai berlambang banteng moncong putih tersebut, meskipun tengah menghadapi kasus hukum.

    Menurut Emir, hingga kini belum ada figur yang mampu menggantikan Megawati sebagai pemimpin utama PDIP.

    “Kalau yang mau gantikan ya harus sanggup seperti Bu Mega, dan sementara saya lihat masih bisa Bu Mega,” ujar Emir seusai menghadiri rangkaian HUT ke-52 PDIP di Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025) malam.

    Emir menyebut Megawati memiliki peran besar dalam menjaga keutuhan NKRI, meskipun ia tidak lagi menjabat sebagai presiden. “Enggak menikmati hiruk pikuk bunga-bunga reformasi dan sebagainya. Namun, justru kita yang menjaga,” ujar mantan anggota DPR ini.

    Emir juga mengibaratkan Hasto sebagai jangkar kapal besar PDIP yang dinakhodai Megawati. Menurut Emir, Hasto berperan penting dalam menjaga stabilitas partai dan bangsa dari pengaruh negatif seperti kapitalisme, neoliberalisme, dan komunisme.

    “Bagaimanapun Pak Hasto itu pendamping Ibu, bagaikan jangkar. Ibu itu nakhoda, bukan hanya jangkar partai, tetapi NKRI, supaya kapal tidak oleng,” kata Emir terkait usulan kembali Megawati Soekarnoputri menjadi ketua umum PDIP kembali.

    Emir tetap optimistis Hasto dapat menjalankan tugasnya sebagai sekjen PDIP meski ia tengah terjerat kasus hukum terkait Harun Masiku. Bahkan, Emir membandingkannya dengan Nelson Mandela yang tetap memimpin Afrika Selatan dari dalam penjara.

    “Pak Hasto tetap harus jadi sekjen. Kalau kita dalam keadaan terpuruk, misalnya dia ditahan, dia tetap bisa jadi sekjen. Nelson Mandela saja dari penjara bisa mimpin Republik Afrika Selatan, kenapa kita enggak bisa?” pungkas Emir.

    Menanggapi dorongan politikus Effendy Simbolon agar Megawati mundur sebagai ketua umum PDIP, Ketua DPP PDIP Puan Maharani mengingatkan agar semua pihak menghormati proses internal partai.

    “Kita jangan berandai-andai. Kita saling menghormati dan menghargai proses internal ada di suatu partai,” ujar Puan seusai menghadiri HUT ke-52 PDIP.

    Puan menegaskan PDIP memiliki mekanisme tersendiri dalam merespons status hukum kader dan pergantian struktur organisasi partai. Menurutnya, pergantian kepemimpinan partai hanya dapat diputuskan melalui kongres PDIP, yang dijadwalkan berlangsung pada April 2025.

    “Jadi kita ikuti proses PDIP, prosesnya itu untuk internal ada di kongres,” tutup Puan terkait usulan kembali Megawati Soekarnoputri menjadi ketua umum PDIP kembali.

  • Tumben-tumbennya Korut Ikut Komentar Saat Korsel Sedang Semrawut

    Tumben-tumbennya Korut Ikut Komentar Saat Korsel Sedang Semrawut

    Seoul

    Korea Utara (Korut) melakukan hal langka dengan mengomentari kondisi politik di Korea Selatan (Korsel). Menurut Korut, tetangganya itu sedang dalam kondisi semrawut.

    Dilansir AFP, Jumat (3/1/2025), Korut menilai Korsel sedang kacau akibat krisis politik yang terjadi. Menurut Korut, perpolitikan Korsel sedang lumpuh di tengah perintah penangkapan Presiden Korsel yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol.

    Komentar Korut soal Korsel lewat Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) seperti ini sangat jarang ada alias langka. Komentar dalam berita itu tanpa disertai kutipan pejabat.

    “Di negara boneka Korea Selatan, pemakzulan yang belum pernah terjadi sebelumnya kini telah digulirkan menyusul peristiwa darurat militer pada 3 Desember,” tulis KCNA.

    Media Korut memang sering menyebut Korsel sebagai ‘negara boneka’. Istilah ini merupakan propaganda yang menganggap Korsel merupakan boneka Amerika Serikat (AS), musuh Korut.

    “Surat perintah penangkapan telah diterbitkan terhadap Presiden, melumpuhkan jalannya pemerintahan dan memperparah kekacauan sosial dan politik,” tulis KCNA.

    “Media asing telah mengkritik bahwa Korea Selatan telah terjerembab ke dalam badai politik,” tulis KCNA.

    Keterangan dari kantor berita KCNA tersebut diterbitkan oleh surat kabar Korut Rodong Sinmun. Kantor berita Korsel, Yonhap, menilai hal itu sebagai upaya yang jelas untuk menekankan ‘perbandingan stabilitas negara’ antara demokrasi Korsel dengan negara Korut yang menganut komunisme.

    Hubungan kedua negara ini memang sedang berada di titik terendah dalam beberapa tahun terakhir. Korut telah meluncurkan banyak misil balistik pada 2024 dan dianggap melanggar sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Korut juga mengirim banyak balon berisi sampah sejak Mei tahun lalu ke Korsel. Langkah itu merupakan balasan Korut atas propaganda anti-Pyongyang yang dikirim Korsel ke Korut.

    Komentar Korut Sebelumnya

    Ilustrasi bendera Korut (Foto: Internet)

    Korut sebenarnya pernah mengomentari situasi di Korsel. Komentar itu dilontarkan Korut lewat KCNA pada Rabu (11/12/2024) atau beberapa hari setelah Presiden Korsel Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, meski akhirnya dibatalkan.

    “Insiden mengejutkan dari boneka Yoon Suk Yeol, yang menghadapi pemakzulan dan krisis pemerintahan, tiba-tiba mengumumkan dekrit darurat militer dan tanpa ragu menggunakan senjata dan pisau dari kediktatoran fasis yang menyebabkan kekacauan di seluruh Korea Selatan,” demikian ulasan media pemerintah Korut seperti dilansir AFP.

    Korut menyebut peristiwa itu menunjukkan kerentanan dalam masyarakat Korsel. Korut menyebut darurat militer itu bakal mengakhiri kehidupan politik Yoon.

    “Komunitas internasional menyaksikan dengan saksama. dengan penilaian bahwa insiden darurat militer mengungkap kerentanan dalam masyarakat Korea Selatan,” imbuh media pemerintah Korut dalam komentarnya.

    “Para komentator menggambarkan deklarasi darurat militer yang dilakukan Yoon secara tiba-tiba sebagai tindakan putus asa dan kehidupan politik Yoon Suk Yeol bisa berakhir lebih awal,” sebut media pemerintah Korut.

    Saat mengumumkan darurat militer 3 Desember 2024, Yoon menyebut hal itu dilakukan untuk melindungi Korsel dari ‘ancaman yang ditimbulkan kekuatan komunis Korea Utara dan menghilangkan unsur-unsur anti-negara yang merampas kebebasan dan kebahagiaan masyarakat’.

    Krisis Politik di Korsel

    Yoon Suk Yeol (Foto: AFP PHOTO/SOUTH KOREAN PRESIDENTIAL OFFICE)

    Krisis politik Korsel terjadi usai Yoon mengumumkan darurat militer pada 3 Desember 2024. Darurat militer itu dicabut beberapa jam setelahnya usai Parlemen Korsel menggelar rapat darurat dan pemungutan suara yang meminta Presiden mencabut darurat militer.

    Situasi Korsel langsung berbeda setelah peristiwa yang menghebohkan dunia itu. Demonstrasi menuntut agar Yoon dilengserkan dan diadili atas penerapan darurat militer terjadi di mana-mana.

    Majelis Nasional Korea Selatan memakzulkan Yoon pada 14 Desember 2024. Mahkamah Konstitusi Korsel kemudian menggelar sidang terkait pemakzulan Yoon.

    Sidang itu akan menjadi penentu keabsahan pemakzulan Yoon dari kursi kepresidenan. Meski telah dimakzulkan, badai untuk Yoon belum juga tuntas.

    Dilansir kantor berita Yonhap dan AFP, Selasa (31/12/2024), Pengadilan Distrik Barat Seoul telah mengeluarkan surat perintah terhadap Yoon atas tuduhan mendalangi deklarasi darurat militer yang gagal pada 3 Desember 2024, mengatur pemberontakan dan menyalahgunakan kekuasaan.

    “Surat perintah penangkapan dan surat perintah penggeledahan untuk Presiden Yoon Suk Yeol, yang diminta oleh Markas Besar Investigasi Gabungan, dikeluarkan pagi ini,” kata Markas Besar Investigasi Gabungan dalam sebuah pernyataan.

    Penyidik Corruption Investigation Office (CIO) for High-ranking Officials Korsel pun berjanji akan melaksanakan surat perintah penahanan Yoon Suk Yeol. Dilansir AFP, Rabu (1/1/2025), penyidik CIO menegaskan mereka akan melaksanakan surat perintah untuk mehanan Yoon atas pernyataannya tentang darurat militer sebelum batas waktu 6 Januari 2025.

    Terbaru, penyidik telah datang ke kediaman Yoon untuk melaksanakan perintah penangkapan. Namun, pasukan pengamanan Yoon menghadang sehingga penyidik mundur.

    Halaman 2 dari 3

    (haf/haf)

  • Pendukung Fanatik Minta Trump Selamatkan Yoon saat Akan Ditangkap KPK

    Pendukung Fanatik Minta Trump Selamatkan Yoon saat Akan Ditangkap KPK

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pendukung Presiden yang dimakzulkan Yoon Suk Yeol membawa bendera Korea Selatan dan Amerika Serikat saat berjaga untuk menghalangi penangkapan dia oleh badan anti korupsi.

    Perempuan bernama Ahn Young Mi (60) salah satu pendukung yang membawa bendera kedua negara itu. Dia tambak berdiri dekat barikade polisi.

    Ahn menganggap kedua bendera itu merepresentasikan hubungan dekat Korea Selatan dan Amerika Serikat.

    “[Saya berharap] AS atau [Presiden terpilih Donald] Trump akan datang dan menyelamatkan Yoon Suk Yeol,” kata dia, dikutip Korea Herald, Jumat (3/1).

    Pendukung lain yang enggan disebutkan namanya membagikan bendera miniatur AS-Korsel.

    Dengan mengibarkan kedua bendera itu, kata dia,”menandakan aliansi” dan menjadi kekuatan bagi pengunjuk rasa.

    Beberapa orator juga meneriakkan “Trump manse!” ungkapan ini merupakan pujian yang diyakini sebagai intervensi AS dalam urusan Korsel.

    Dukungan warga terhadap kelompok kanan atau konservatif tak lepas dari sejarah relasi Korsel dan AS.

    Dalam Perang Korea 1950-1953, AS punya peran penting dalam membantu Korea Selatan menangkal penyebaran komunisme dari Korea Utara.

    Di masa itu, bagi pendukung konservatif, mereka mendefinisikan AS sebagai pejuang kebebasan.

    Terlepas dari relasi AS-Korsel, Yoon sedang sedang dalam penyelidikan terkait deklarasi darurat militer pada 3 Desember lalu. Dia dituduh melakukan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan.

    CIO sudah tiga kali memanggil Yoon, tetapi dia selalu absen. Lembaga itu lalu meminta pengadilan mengeluarkan surat penangkapan.

    Kemudian pada hari ini, CIO berupaya menangkap Yoon di kediamannya. Namun, saat ke sana sudah ada ribuan polisi dan pedemo yang berjaga.

    Petugas CIO terlibat pembicaraan dengan pihak Yoon. Namun, tak menghasilkan apa-apa. Mereka membatalkan penangkapan ini demi alasan keamanan.

    CIO akan kembali menangkap Yoon pada pekan depan, tepatnya 6 Januari.

    (isa/bac)

  • Baba Vanga Ramal Kiamat Dimulai pada 2025, Dunia Berakhir Tahun Segini

    Baba Vanga Ramal Kiamat Dimulai pada 2025, Dunia Berakhir Tahun Segini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Dunia dikejutkan dengan prediksi dari seorang ahli nujum bernama Baba Vanga. Ia meramal kiamat akan dimulai pada 2025.

    Wanita asal Bulgaria ini sudah wafat pada 1996, namun ia meramalkan banyak kejadian yang terjadi di dunia, termasuk kejadian 9/11, Covid-19, dan kemunculan ISIS.

    Lahir pada tahun 1911, Baba Vanga, yang bernama lengkap Vangeliya Pandeva Gushterova itu kehilangan penglihatannya pada usia 12 tahun setelah terjebak dalam badai. Setelah kejadian traumatis ini, ia dilaporkan mengembangkan kemampuan prekognisi yang membuatnya terkenal karena ramalannya.

    Vanga menghabiskan sebagian besar hidupnya di Bulgaria dan dikenal sebagai ‘Nostradamus dari Balkan’. Selain ramalannya tentang peristiwa global, ia juga meramalkan kematiannya.

    Dalam sebuah wawancara tahun 1990, Baba Vanga dilaporkan menyatakan bahwa ia akan meninggal pada tanggal 11 Agustus 1996. Sesuai dengan kata-katanya, Baba Vanga meninggal pada tanggal yang tepat itu.

    Sebelum wafat, Baba Vanga sempat menuliskan ramalan terkait apa yang akan terjadi di masa-masa yang akan datang, termasuk untuk tahun 2025 mendatang. Ia telah menyatakan bahwa kiamat dapat dimulai paling cepat pada tahun 2025, yang telah menimbulkan kekhawatiran serius di antara para pengikutnya dan masyarakat umum.

    Vanga juga meramalkan konflik besar di Eropa yang akan ‘menghancurkan’ populasi benua itu pada tahun 2025. Meski begitu, konflik besar ini tidak akan menghilangkan eksistensi manusia, yang menurutnya akan tetap ada hingga tahun 5079.

    Laporan ramalan Baba Vanga sendiri datang saat dunia sedang berkecamuk pasca perang Rusia-Ukraina. Pasalnya, perang ini menghadapkan dua raksasa nuklir di bumi, Rusia dan Amerika Serikat (AS).

    Rusia diketahui beberapa kali memberi peringatan soal bencana perang nuklir. Ini akibat langkah Barat ke Ukraina saat ini. Dukungan senjata AS dan sekutunya di aliansi NATO kepada Kyiv merupakan penyebabnya.

    Selain perang di Eropa, Baba Vanga juga meramalkan bahwa pada tahun 2025, Bumi akan bertemu dengan makhluk luar angkasa. Menurut ramalannya, alien ini akan tiba di planet kita dan membuat kehadiran mereka diketahui oleh umat manusia. Meski begitu, belum dijelaskan secara pasti dampak keberadaan alien di muka bumi.

    Melihat lebih jauh ke depan, Baba Vanga meramalkan bahwa di tahun 2043, Eropa akan jatuh ke dalam kekuasaan Islam. Di tahun 2076, ia juga menyebutkan bahwa komunisme akan hadir kembali di muka bumi.

    “Kemudian dunia akan berakhir pada tahun 5079 karena kejadian alam,” tuturnya dalam catatan ramalannya dikutip Times of India.

    (luc/luc)

  • Larangan Penggunaan Cadar dan Ranah Privat Warga Negara

    Larangan Penggunaan Cadar dan Ranah Privat Warga Negara

    JAKARTA, (VOI.id) – Menteri Agama Fachrul Razi mewacanakan pelarangan penggunaan cadar bagi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan kantor instansi pemerintah dengan alasan untuk keamanan. Cadar ini biasanya dipakai oleh perempuan beragama Islam.

    Menurutnya, kebijakan ini sama dengan larangan memakai helm di lingkungan kantor pemerintah untuk tujuan agar mengenali tamu yang datang. Dengan begitu, tindakan yang tidak diinginkan bisa dihindari.

    “Betulkan, dari segi keamanan, kalau ada orang bertamu ke saya enggak menunjukkan muka, enggak mau saya. Keluar Anda,” kata Fachrul kepada wartawan usai rapat koordinasi menteri di Kemenko PMK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis 31 Oktober.

    Kalau disebut larangan ini bertentangan dengan aturan agama, Fachrul memastikan hal itu tidak terjadi. Sebab, kata dia, tak ada anjuran di dalam Alquran dan hadis terkait penggunaan cadar. Apalagi, cadar bukanlah ukuran ketakwaan seseorang. 

    Selain cadar, Fachrul juga melarang ASN menggunakan celana di atas mata kaki atau yang biasa disebut celana cingkrang. Alasannya, celana seperti ini tak sesuai aturan berseragam di lingkungan instansi pemerintah. 

    “Masalah celana cingkrang, itu tidak bisa dilarang dari aspek agama karena memang agama tidak melarang. Tapi dari aturan pegawai bisa. Misalnya ditegur, ‘celana kok tinggi begitu? Kamu enggak lihat aturan negara gimana? Kalau enggak bisa ikuti, keluar kamu’.”

    Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo mempersilakan Kemenag memberlakukan aturan ini. Sebab, setiap kementerian punya aturan internal masing-masing. Namun, kebijakan ini perlu dikaji lebih dalam ketika akan diterapkan.

    “Kami menunggu saja karena masing-masing instansi punya kewenangan untuk mengatur sesuai dengan ke-Indonesiaan yang ada,” ujar Tjahjo.

    Ilustrasi (Pixabay)

    Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan kebijakan ini tak bertentangan dengan aturan agama Islam serta hak asasi manusia.

    Dia menerangkan, kebijakan itu harus dilihat dari sisi upaya pembinaan ASN dan usaha membangun relasi sosial yang lebih baik. Serta, agar ASN patuh terhadap kode etik pegawai yang berlaku.

    “Hal ini tidak hanya berlaku bagi mereka yang bercadar tapi juga mereka yang berpakaian tidak sopan yang tidak sesuai dengan norma agama, susila, dan kebudayaan bangsa Indonesia,” ujarnya.

    Dari segi agama, Abdul menerangkan, sebagian besar ulama berpendapat jika cadar tak wajib digunakan. “Perempuan boleh menampakkan muka dan telapak tangan,” kata dia sambil menambahkan agar pemahaman orang bercadar adalah teroris dan radikal dihapuskan.

    Mendapat penolakan

    Sejumlah elemen menolak aturan ini. Di antaranya adalah partai yang berbasis agama, yaitu PKB dan PKS. Menurut mereka, tak ada hubungan gaya berpakaian seseorang dengan tindak lakunya, termasuk aktivitas gerakan radikal yang mengarah ke terorisme.

    “Daripada ngurusin yang tampak, mending Menag itu ngurusin yang subtansial saja deh,” kata Ketua DPP PKB Yaqut Cholil Qoumas sambil menambahkan, radikalisme dan terorisme bukan soal apa yang dipakai, tapi masalah ideologi. Karenanya dia minta Menag melakukan kajian korelasi cadar dengan tindakan terorisme.

    Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini menambahkan, selama ini banyak perempuan bercadar yang memiliki pemikiran lebih moderat dan jauh dari perilaku radikalisme. Ditambahkannya, cadar atau nikab merupakan bagian dari budaya Arab yang sudah membaur dengan budaya di Indonesia.

    “Kalau memang secara ideologi itu berkaitan, nah baru keluarkan peraturan itu. Nah kalau enggak berhubungan bagaimana? Karena banyak orang yang pakai cadar itu moderat juga cara berpikirnya, bukan radikal,” ujar Gus Yaqut, sapaannya.

    Argumennya ini bukan untuk menentang wacana Menag, tapi dia ingin Fahcrul mempelajari lebih dalam mengenai ideologi radikal dan terorisme sebelum mengeluarkan larangan penggunaan nikab di lingkungan instansi pemerintahan.

    Selanjutnya, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera juga kurang setuju dengan wacana Fachrul yang sudah masuk ke ranah privasi seseorang ini, karena melarang seseorang menggunakan pakaian. Sebab, kata dia, negara tak punya urusan mengatur gaya berpakaian sesorang.

    “Itu ruang privat, kalau ruang privat itu paling enak jangan terlalu diintervensi oleh negara. Karena negara bagaimanapun mengatur di ruang publik,” kata Mardani yang juga menyarankan agar Kemenag membangun dialog dan literasi untuk melawan paham radikal ketimbang mencampuri urusan privat warga negaranya yang belum tentu terbukti memiliki paham radikal.

    “Saya menggarisbawahi cara terbaik melawan radikalisme itu ya dengan dialog dan literasi sama penegakkan hukum. Bukan buat memperlebar dan memperluas front-nya gitu.”

    Gedung DPR (Foto: Istimewa)

    Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan rencana kebijakan Menteri Agama itu perlu dikaji kembali dengan alasan menghormati kebebasan beragama dan berkeyakinan. “Karena kan tidak ada korelasi cara dia berpakaian dengan cara dia bekerja,” kata Gufron saat dihubungi lewat sambungan telepon.

    “Saya kira tak perlu dibuat pelarangan secara eksplisit. Karena itu melanggar kebebasan beragama dan berkeyakinan,” imbuhnya.

    Lebih jauh, Gufron meminta stigma pengguna cadar dan celana cingkrang sebagai teroris dan pendukung khilafah dihapuskan. Dia takut, stigma ini akan membahayakan masa depan seperti stigma komunisme di Indonesia puluhan tahun lalu.

    “Terlepas dari perbedaan pandangan sikap, keyakinan seseorang itu sesuatu yang harus dihormati negara dan pemerintah. Jadi kebijakan itu menurut saya tidak diperlukan karena tak ada korelasi cara berpakaian dan kinerja,” tutupnya.