Ekosistem Hilirisasi Tembaga Indonesia Disebut Positif dan Punya Nilai Strategis yang Signifikan
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– Institute for Development of Economics and Finance (
INDEF
) melalui kajian terbaru mengungkapkan, perkembangan dalam pembentukan ekosistem
hilirisasi tembaga
di Indonesia menunjukkan hasil positif.
Temuan itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti, dalam paparan hasil kajian di Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Dia mengatakan, Indonesia memiliki posisi strategis dalam peta tembaga global dengan kepemilikan sekitar 3 persen dari cadangan tembaga dunia.
“Posisi ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan cadangan tembaga terbesar ke-10 di dunia dan produsen tembaga terbesar di Asia Tenggara,” ungkapnya dalam siaran pers.
Menurut kajian INDEF, momentum itu diperkuat dengan tren global menuju transisi hijau yang membuka peluang besar bagi Indonesia.
Konsumsi tembaga global diprediksi akan terus meningkat hingga tahun 2035 dengan pertumbuhan rata-rata 14 persen sejak 2016, terutama didorong perkembangan industri kendaraan listrik dan teknologi ramah lingkungan.
Esther mengatakan, hilirisasi tembaga memiliki nilai strategis yang signifikan.
“Peningkatan nilai tambah dari hulu ke hilir sangat substansial, mulai dari pengolahan bijih tembaga menjadi konsentrat yang meningkat 2 kali lipat, hingga produk akhir berupa kabel listrik yang bisa mencapai 71 kali lipat nilai tambah,” jelasnya.
Dari sisi ekonomi, pengembangan industri hilir tembaga memiliki potensi dampak yang besar, mulai dari nilai ekspor yang mencapai 282 juta dollar Amerika Serikat (AS), penciptaan lapangan kerja (253.583 lapangan kerja) dengan kontribusi terhadap
gross domestic product
(GDP) sebesar 34,9 juta dollar AS.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin menekankan, hilirisasi tembaga wajib memberikan manfaat kepada negara.
Menurutnya, hal itu merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Kami ingin proses nilai tambah yang panjang itu sebanyak mungkin memberi dampak bagi negara, untuk meningkatkan pendapatan negara, membuka lapangan kerja, dan membangun kemandirian (energi),” jelasnya.
Selain itu, INDEF mencatatkan pembentukan ekosistem menjadi aspek krusial dalam pengembangan hilirisasi industri tembaga.
“Tanpa adanya ekosistem yang terintegrasi, sulit untuk mendorong hilirisasi karena membutuhkan keterkaitan antar sektor yang kuat,” kata Esther.
Kajian INDEF menunjukkan, ekosistem hilirisasi tembaga di Indonesia mulai terbentuk dengan baik, terutama setelah implementasi UU Minerba.
Hal itu terlihat dari terbentuknya rantai nilai yang melibatkan berbagai aktor utama, dari produsen hulu hingga pemain hilir, termasuk industri kabel listrik.
Esther mengatakan, peran negara melalui kebijakan yang tepat terbukti krusial dalam membentuk ekosistem hilirisasi.
Menurutnya, hal tersebut membuktikan pentingnya
state-led development
dalam transformasi industri.
“Kebijakan pemerintah telah berkembang dari penetapan dasar hukum hingga penguatan ekosistem industri yang terintegrasi, dengan fokus pada keberlanjutan dan inovasi teknologi,” ujarnya.
Seperti diketahui, salah satu langkah strategis yang dilakukan pemerintah melalui PT
Freeport
Indonesia (
PTFI
) adalah dengan membangun
smelter
baru di Gresik, Jawa Timur.
Smelter
yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 23 September 2024 itu merupakan fasilitas pemurnian tembaga dengan desain single-line terbesar di dunia, mampu mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun menjadi sekitar 600.000 ton katoda tembaga.
Investasi sebesar Rp 58 triliun dalam pembangunan
smelter
ini tidak hanya meningkatkan kapasitas pengolahan tembaga nasional tetapi juga membuka peluang bagi tumbuhnya industrialisasi di Indonesia, khususnya di area Gresik, Jawa Timur.
Beroperasinya
smelter
itu diperkirakan akan menyerap sekitar 2.000 tenaga kerja, terdiri dari 1.200 pekerja kontraktor dan 800 karyawan PTFI.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Produk: kendaraan listrik
-

15 Stimulus Ekonomi Untuk Kesejahteraan Masyarakat di 2025
Jakarta, FORTUNE – Pemerintah Indonesia telah merancang 15 Stimulus kebijakan Ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun depan.
Kebijakan ini mencakup berbagai sektor dan ditujukan kepada berbagai lapisan masyarakat, mulai dari rumah tangga berpenghasilan rendah hingga dunia usaha.
Mengutip dari laman resmi Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko Ekon), berikut adalah daftar 15 stimulus pemerintah yang akan digelontorkan tahun depan.
1. PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk Minyak Goreng MINYAKITA
Pemerintah mencanangkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun depan. Meski demikian, ada beberapa kategori barang yang tidak terkena kenaikan tarif seperti sembako.
Pemerintah akan menanggung 1 persen dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang seharusnya 12 persen untuk minyak goreng sawit curah bermerk ‘MINYAKITA’. Dengan demikian, PPN yang dikenakan tetap sebesar 11 persen, sehingga harga minyak goreng ini lebih terjangkau bagi masyarakat.
2. PPN DTP untuk Tepung Terigu
Kebijakan serupa diterapkan pada tepung terigu, di mana pemerintah menanggung 1 persen dari PPN, sehingga tarif yang dikenakan tetap 11 persen. Hal ini diharapkan dapat menjaga stabilitas harga tepung terigu di pasaran.
3. PPN DTP untuk Gula Industri
Gula industri juga mendapatkan fasilitas PPN DTP sebesar 1 persen, sehingga tarif PPN yang dikenakan menjadi 11 persen. Gula industri merupakan bahan baku penting bagi industri makanan dan minuman yang menyumbang 36,3 persen terhadap total industri pengolahan.
4. Bantuan Pangan Berupa Beras
Pemerintah akan memberikan bantuan pangan berupa beras sebanyak 10 kilogram per bulan kepada masyarakat desa terpencil (desil) 1 dan 2 selama dua bulan (Januari dan Februari 2025). Program ini menyasar 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP) untuk memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi.
5. Diskon Listrik 50 persen
Diskon sebesar 50 persen akan diberikan kepada pelanggan dengan daya listrik terpasang hingga 2200 VA selama dua bulan (Januari-Februari 2025). Kebijakan ini menyasar sekitar 81,42 juta pelanggan, mencakup konsumsi 9,1 TWh per bulan atau setara 35 persen dari total konsumsi listrik nasional.
6. PPN DTP untuk Properti
Untuk mendorong sektor properti, pemerintah memberikan PPN DTP bagi pembelian rumah dengan harga jual hingga Rp5 miliar. Diskon 100 persen diberikan untuk periode Januari hingga Juni 2025, dan diskon 50 persen untuk Juli hingga Desember 2025.
7. PPN DTP untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB)
Pemerintah memberikan PPN DTP sebesar 10 persen untuk penyerahan kendaraan listrik roda empat tertentu dan bus dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen. Untuk bus dengan TKDN antara 20 persen hingga kurang dari 40 persen, diberikan PPN DTP sebesar 5 persen.
8. PPnBM DTP untuk Kendaraan Listrik
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) DTP sebesar 15 persen diberikan untuk impor kendaraan listrik roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan kendaraan listrik roda empat yang dirakit di dalam negeri (Completely Knock Down/CKD).
9. Pembebasan Bea Masuk untuk Kendaraan Listrik CBU
Pemerintah membebaskan bea masuk sebesar 0 persen untuk impor kendaraan listrik CBU, sesuai dengan program yang sudah berjalan, guna mendorong adopsi kendaraan ramah lingkungan.
10. Insentif PPnBM untuk Kendaraan Hibrida
Insentif PPnBM DTP sebesar 3 persen diberikan untuk kendaraan bermotor dengan teknologi hibrida, sebagai upaya mendorong penggunaan kendaraan yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
11. Insentif PPh Pasal 21 DTP untuk Pekerja
Pemerintah memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 DTP bagi pekerja dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan yang bekerja di sektor padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur.
12. Optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)
BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan tunjangan sebesar 60 persen dari upah selama enam bulan dan pelatihan senilai Rp2,4 juta bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sebagai upaya perlindungan bagi tenaga kerja.
13. Diskon Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Diskon 50 persen untuk iuran JKK selama enam bulan diberikan kepada sektor industri padat karya, guna meringankan beban biaya operasional perusahaan dan menjaga keberlangsungan usaha. Stimulus ini diasumsikan untuk 3,76 juta pekerja.
14. Perpanjangan PPh Final 0,5 persen untuk UMKM
Masa berlaku PPh Final 0,5 persen diperpanjang hingga tahun 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM yang telah memanfaatkan fasilitas ini selama 7 tahun dan berakhir di tahun 2024.
Untuk WP OP UMKM lainnya tetap dapat menggunakan PPh Final 0,5% selama 7 tahun sejak pertama kali terdaftar sesuai Peratuan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, dan untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta/tahun maka akan diberikan pembebasan PPh.
15. Insentif untuk Sektor Industri Padat Karya
Pemerintah memberikan berbagai insentif, termasuk pembebasan atau pengurangan pajak, untuk sektor industri padat karya, terutma untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5 persen dan kisaran plafon kredit tertentu.
Demikianlah 15 stimulus ekonomi yang diberikan pemerintah pada tahun 2025, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Semoga bermanfaat.
-

Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (ketiga kanan), Menteri Perindustrian Agus Gumiwang (kedua kanan), Menteri UMKM Maman Abdurrahman (kanan), Menteri Perdagangan Budi Santoso (kedua kiri), Menteri Ketenagakerjaan Yassierli (kiri), dan Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman Maruarar Sirait (ketiga kiri) berpegangan tangan usai konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Kamis, 19 Desember 2024 – 07:38 WIBElshinta.com – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen resmi dilanjutkan oleh Pemerintah. Tarif ini bakal berlaku mulai 1 Januari 2025.
Bersamaan dengan itu, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak.
Namun, reaksi publik menyangsikan keputusan Pemerintah yang dianggap makin menekan kemampuan ekonomi rakyat. Publik masih belum berhenti meminta Pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPN 12 persen.
Penjelasan PPN 12 persen
Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.
Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.
Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam definisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.
Untuk jasa, mencakup jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum pun termasuk yang mendapat fasilitas pembebasan PPN.
Sementara itu, terdapat tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen, tetapi kenaikan tarif 1 persen ditanggung oleh Pemerintah karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas itu adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.
Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.
Terkait barang mewah, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.
Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.
Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.
Adapun dalam konteks PPN 12 persen, Pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu — atau yang disebut oleh Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.
Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, Pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.
Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.
Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.
Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.
Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.
Paket stimulus ekonomi
Paket stimulus disiapkan untuk meredam efek kenaikan tarif PPN.
Untuk merespons risiko daya beli masyarakat, Pemerintah menyediakan tiga stimulus untuk mendukung rumah tangga, yakni bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan yang akan dibagikan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP untuk tiga komoditas, dan diskon sebesar 50 persen untuk listrik di bawah 2.200 VA.
Untuk memitigasi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Pemerintah memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai manfaat dan masa klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk enam bulan masa penerimaan manfaat (dari sebelumnya 45 persen pada tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya) dengan masa klaim diperpanjang menjadi enam bulan setelah terkena PHK.
Program JKP juga menyediakan akses informasi pasar kerja serta pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.
Untuk risiko kerentanan pengusaha, disiapkan stimulus untuk UMKM, yakni perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.
Paket stimulus ekonomi berikutnya menyasar industri padat karya. Terdapat insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.
Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik dan hibrida berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) completely knocked down (CKD), PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU. Juga, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hibrida.
Terakhir, paket stimulus menyasar sektor properti, dengan memperpanjang insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.
Dampak terhadap ekonomi
Salah satu dampak yang disorot dari kebijakan tarif PPN 12 persen adalah potensi inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy).
Celios juga menghitung kenaikan PPN bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tak terlalu signifikan. Berdasarkan proyeksi Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, efek PPN terhadap inflasi berkisar 0,2 persen.
Dari sisi Pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyebut risiko kenaikan inflasi itu telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun.
Namun, efektivitas dari paket stimulus yang disiapkan Pemerintah banyak dipertanyakan. Salah satu komentar datang dari Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menyebut keuntungan stimulus bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pasalnya, kinerja permintaan maupun industri sudah terlanjur melemah. Meski ada insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri ini sudah telanjur terpuruk, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan industri alas kaki.
Di sisi lain, juga ada sejumlah optimisme terhadap kebijakan tarif PPN 12 persen.
Contohnya, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai paket stimulus bersifat inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Tetapi, dia turut mewanti-wanti soal terbatasnya durasi dan jangkauan tiap insentif.
Kemudian, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat insentif diskon listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi. Dia meminta Pemerintah memastikan pemberian diskon tarif listrik pada awal tahun depan agar tepat sasaran.
Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah melakukan evaluasi secara hati-hati agar efek kebijakan tidak hanya bersifat sementara, tetapi berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.
Bila hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus tersebut.
Secara keseluruhan, paket stimulus Pemerintah dinilai bersifat temporer. Terlebih, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang telah ada sebelumnya.
Direktur Celios Bhima Yudhistira menyerukan agar Pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif PPN. Menurutnya, memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.
Sumber : Antara
-

OPINI : Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan
Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia terus memperkuat fondasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dengan menghadirkan paket kebijakan stimulus ekonomi terbaru.
Dengan fokus pada aspek keadilan dan gotong royong, kebijakan ini dirancang dengan azas keberpihakan untuk menjaga daya beli masyarakat, mendukung sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM), dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Salah satu elemen utama dari kebijakan ini adalah penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% dari sebelumnya 11% menjadi 12%, sebagai salah satu amanat Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kebijakan ini mengedepankan perlindungan terhadap kelompok masyarakat kurang mampu dengan tetap memberikan pembebasan PPN untuk kebutuhan pokok, jasa pendidikan, kesehatan, dan sektor-sektor lain yang esensial. Langkah ini sejalan dengan azas keadilan, memastikan bahwa negara hadir untuk masyarakat yang membutuhkan, sementara mereka yang mampu berkontribusi lebih besar.
Sementara azas keberpihakan dibuktikan pemerintah dengan memberikan insentif perpajakan, yang pada 2025 diproyeksikan sebesar Rp445,6 triliun, di mana proyeksi besaran insentif PPN nya saja sebesar Rp265,6 triliun. Dari jumlah tersebut sebagian besar merupakan pembebasan PPN untuk bahan makanan sebesar Rp77,1 triliun, pembebasan PPN untuk UMKM sebesar Rp61,2 triliun, pembebasan PPN untuk sektor transportasi sebesar Rp34,4 triliun, dan pembebasan PPN untuk sektor kesehatan dan pendidikan sebesar Rp30,8 triliun.
Terhadap beberapa barang yang sangat diperlukan oleh masyarakat umum berupa tepung terigu, gula untuk industry, dan Minyak Kita, Pemerintah menanggung beban kenaikan 1% PPN tersebut, sehingga tarif PPN yang dibayarkan masyarakat tidak berubah, yakni tetap 11% seperti saat ini. Semua kebijakan itu merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membuktikan keberpihakan pemerintah kepada masyarakat.
Azas yang tidak kalah pentingnya adalah azas gotong royong, di antaranya tercermin dari kebijakan Pemerintah mengenakan PPN bagi barang dan jasa yang selama ini diberikan fasilitas pembebasan tetapi sebenarnya dikonsumsi masyarakat mampu, antara lain untuk kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP keatas, dan pendidikan berstandar internasional yang berbayar mahal.
Menjaga Daya Beli
Dalam rangka membantu masyarakat yang kurang mampu atas dampak kenaikan tarif PPN, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk memberikan stimulus tambahan untuk perlindungan sosial sekaligus memastikan daya beli masyarakat tetap terjaga. Bantuan pangan berupa beras 10 kg per bulan selama Januari—Februari 2025 diberikan kepada 16 juta penerima manfaat. Diskon listrik 50% untuk pelanggan dengan daya hingga 2200 VA juga akan diterapkan dalam periode yang sama.
Selain itu, untuk pembelian rumah dengan harga jual hingga Rp5 miliar di tahun 2025, Pemerintah memberikan diskon PPN 100% di semester pertama 2025 serta diskon PPN sebesar 50% di paruh kedua 2025, atas Rp2 milyar pertama dari harga rumah tersebut. Kebijakan ini diberikan tidak hanya untuk rumah tangga kurang mampu tetapi juga untuk masyarakat kelas menengah yang selama ini juga telah menikmati kurang lebih setengah dari insentif PPN.
Paket ini diyakini efektif dalam menjaga stabilitas konsumsi domestik, daya beli, dan tingkat inflasi. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa meskipun tarif PPN naik menjadi 11%, pasar tenaga kerja tetap tumbuh, dan daya beli masyarakat tidak terganggu.
Selain itu, paket stimulus ini mencakup insentif pajak bagi sektor padat karya, seperti keringanan PPh Pasal 21 untuk pekerja berpenghasilan hingga Rp10 juta per bulan. Industri padat karya mendapat subsidi bunga sebesar 5% untuk revitalisasi mesin, yang bertujuan meningkatkan produktivitas dan daya saing. Program ini juga dilengkapi dengan bantuan 50% biaya Jaminan Kecelakaan Kerja selama 6 bulan.
Pemerintah memperpanjang masa berlaku tarif PPh Final 0,5% hingga 2025 disamping tetap memberikan pembebasan sepenuhnya PPh bagi Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun. Kebijakan ini memberikan ruang bernapas bagi pelaku usaha kecil untuk semakin tumbuh dan berkontribusi dalam perekonomian nasional.
Di sisi lain, sektor kendaraan listrik dan hybrid turut menjadi fokus dengan berbagai insentif, seperti PPN DTP dan pembebasan Bea Masuk. Langkah ini mendukung agenda transisi energi bersih sekaligus menciptakan lapangan kerja baru di sektor otomotif hijau.
Dalam jangka panjang, kebijakan ini dirancang untuk memperkuat ruang fiskal Indonesia. Dengan penerapan tarif PPN 12%, penerimaan negara diharapkan meningkat, memungkinkan pemerintah untuk lebih optimal dalam mendukung pembiayaan Pembangunan sehingga tercipta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Langkah ini menempatkan Indonesia dalam jalur yang lebih sejajar dengan negara-negara lain di dunia, di mana tarif PPN rata-rata lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Namun, kebijakan ini tidak hanya tentang meningkatkan pendapatan. Ini adalah bagian dari upaya menyeluruh untuk membangun sistem perpajakan yang lebih adil, resilient, transparan, dan berkeadilan.
Paket kebijakan stimulus ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan masyarakat, daya saing usaha, dan keberlanjutan fiskal. Dengan pendekatan yang inklusif dan berkeadilan, kebijakan ini tidak hanya menjawab tantangan ekonomi saat ini tetapi juga mempersiapkan fondasi yang kokoh untuk pertumbuhan di masa depan. Melalui gotong royong dan kolaborasi seluruh elemen bangsa, Indonesia dapat mewujudkan visi kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.
-

Honda Kembangkan Sistem Hybrid Terbaru, Konsumsi BBM Mobil Bisa Lebih Irit Lagi
Jakarta –
Honda Motor Co., Ltd. memperkenalkan teknologi terbaru untuk sistem hybrid Honda e:HEV, yang akan diaplikasikan pada lini kendaraan hybrid generasi berikutnya. Simak teknologi terbarunya yang diklaim bisa lebih irit bahan bakar.
Pembaruan ini mencakup pengembangan mesin, unit penggerak, dan teknologi kontrol terbaru untuk mesin 1,5 liter dan 2,0 liter. Nantinya mesin baru 1,5 liter dan 2,0 liter direct-injection Atkinson cycle itu dirancang untuk menghasilkan tenaga lebih besar dan dipadukan dengan unit penggerak roda depan (FWD) yang memiliki sistem pendingin terintegrasi.
Teknologi ini juga akan dikombinasikan dengan Mid-size Platform generasi baru yang saat ini sedang dikembangkan. Sebagai hasilnya, efisiensi bahan bakar pada kendaraan e:HEV terbaru diharapkan meningkat lebih dari 10% dibandingkan model sebelumnya.
Selain itu, mesin baru ini dirancang untuk memperluas jangkauan efisiensi putaran mesin (RPM), sehingga menghasilkan keseimbangan optimal antara efisiensi bahan bakar dan torsi. Khusus untuk mesin 1,5 liter, efisiensi bahan bakar ditargetkan meningkat hingga lebih dari 40% dibandingkan model saat ini.
Honda menyebut konversi tenaga dan efisiensi pada EV Drive Mode dan Hybrid Drive Mode juga akan ditingkatkan, memberikan performa yang lebih optimal di berbagai kondisi berkendara.
Pada unit penggerak roda depan baru, kemasan teknologi yang lebih ringkas memungkinkan peningkatan efisiensi, sambil mempertahankan kompatibilitas untuk berbagai model dengan skala kecil hingga menengah. Inovasi ini tidak hanya memberikan efisiensi produksi yang lebih tinggi tetapi juga menekan biaya, sehingga berkontribusi pada keberlanjutan bisnis di masa depan.
Sebagai bagian dari pembaruan ini, Honda juga memperkenalkan teknologi Honda S+ Shift, fitur terbaru yang dirancang untuk memberikan pengemudi rasa kesatuan yang lebih kuat dengan kendaraan. Sistem ini mengontrol putaran mesin secara presisi saat akselerasi dan deselerasi, memberikan respons langsung serta perpindahan gigi yang tajam.Honda S+ Shift akan mulai diterapkan pada semua model e:HEV di masa depan, dimulai dengan All-New Honda Prelude yang dijadwalkan mulai dijual pada tahun 2025.
Honda juga memperkenalkan unit penggerak elektrik AWD (E-AWD) terbaru yang dirancang untuk kendaraan hybrid-listrik dan EV. Dibandingkan dengan sistem AWD konvensional, teknologi E-AWD menawarkan tenaga penggerak maksimum yang lebih tinggi, akselerasi awal yang lebih bertenaga, serta distribusi tenaga penggerak yang lebih optimal antara roda depan dan belakang. Teknologi ini juga memberikan stabilitas kendaraan yang lebih baik, sehingga meningkatkan kenyamanan dan kesenangan berkendara.
Honda menargetkan penjualan global kendaraan hybrid-listrik sebesar 1,3 juta unit pada tahun 2030. Selain itu, melalui efisiensi produksi dan pengurangan biaya, Honda akan memastikan profitabilitas tinggi sekaligus memperkuat fondasi bisnis kendaraan listrik untuk mendukung pertumbuhan masa depan.
(riar/din)
-

Cara Gunakan Taksi Online Vinfast Asal Vietnam
Jakarta, CNN Indonesia —
PT Xanh SM Green and Smart Mobility Indonesia resmi memperkenalkan layanan taksi online Xanh SM yang beroperasi di Jakarta mulai bulan ini. Berbeda dari taksi pada umumnya, armada taksi asal Vietnam ini menggunakan mobil listrik Vinfast VF e34.
“Minggu lalu adalah minggu uji coba kami. Jadi kami baru saja melakukan uji coba dengan lebih dari 100 mobil. Hanya untuk menguji sistem. Dan kemudian kami sudah mengangkut sekitar 40 ribu penumpang,” ujar Global CEO Green and Smart Mobility JSC GSM Nguyen Van Thanh di Jakarta, Rabu (18/12).
Xanh SM menjadi satu-satunya armada taksi bertenaga 100 persen listrik terbaru di Indonesia dan siap memberikan pelayanan kepada masyarakat. Xanh SM merupakan layanan mobil listrik pertama di Vietnam yang baru didirikan pada 2023.
Dalam satu tahun pendiriannya, perusahaan ini telah mengoperasikan 100 ribu kendaraan listrik dan memperluas operasinya ke 54 dari 63 provinsi dan kota di Vietnam. Hingga akhirnya mulai melebarkan sayap ke Indonesia.
Cara gunakan taksi online Vinfast
1. Unduh aplikasi Xanh SM melalui Apps Store atau Google Play Store
2. Lakukan registrasi akun Xanh SM dengan mendaftarkan nama, nomor hp, dan alamat email yang aktif
3. Klik menu “Mau pergi kemana?” pada halaman utama aplikasi
4. Tentukan alamat tujuan dan lokasi pengantaran
5. Pilih metode pembayaran yang diinginkan, serta masukkan kode promosi XANHJKT
6. Konfirmasi pemesanan dengan menggeser tombol ke kanan
7. Tunggu taksi Xanh SM tiba dan nikmati perjalanan.Spesifikasi Vinfast VF e34
VinFast VF e34 merupakan SUV listrik di segmen C yang hadir dengan dimensi 4.300 mm x 1.768 mm x 1.615 mm. Jarak sumbu roda dan ground clearance masing-masing berukuran 2.611 mm dan 180 mm.
Mobil listrik ini dibekali baterai lithium berkapasitas 41,9 kWh yang mampu menempuh jarak hingga 277 km berdasarkan pengujian NEDC. Dengan sistem pengisian cepat, Vinfast Vf e34 hanya memerlukan waktu 27 menit untuk pengisian penuh.
Motor listrik yang berada di roda depan membuat taksi online Vietnam ini memiliki tenaga maksimal 110 kW dan torsi sampai 242 Nm. Akselerasi 0-100 km/jam pun dapat ditempuh hanya dalam waktu sembilan detik.
Dari segi fitur, terdapat dua airbag di bagian depan dan layar hiburan berukuran 10 inci.
Soal fitur keamanan, VF e34 dilengkapi Speed Sensitive Auto Door Lock, ISOFIX, ABS, EBD, Brake Assist, Electronic Stability Control (ESC), Traction Control System (TCS), dan Hill Start Assist Control.
Mobil ini juga memiliki fitur ADAS, seperti Cruise Control, Rear Cross Traffic Alert, Blind Spot Detection, Rear Parking Assist, Rear View Camera, serta kamera 360.
(rac/mik)
[Gambas:Video CNN]
-

Insentif Motor Listrik Lanjut ke 2025, Skema Belum Tentu Sama
Jakarta, CNN Indonesia —
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Eko Cahyanto mengungkap insentif untuk motor listrik bakal dilanjutkan tahun depan namun dia mengatakan ada kemungkinan skema pemberiannya sama seperti 2023 dan 2024.
Pemerintah sudah memberikan insentif motor listrik sejak 2023 untuk dua kategori, yaitu pembelian unit baru dan konversi.
Masing-masing diberikan insentif Rp7 juta per unit namun khusus konversi motor listrik dinaikkan menjadi Rp10 juta mulai awal 2024.
“Kemungkinan polanya berbeda [untuk 2025], tapi masih sedang kami susun,” ujar Eko di acara Industrial Wrapped 2024 di Cibis Park, Jakarta, Rabu (18/12).
Pernyataan itu memastikan pemerintah melanjutkan insentif untuk motor listrik yang sudah berhenti pada tahun ini.
Meski demikian Eko belum bisa menjabarkan lebih detail insentif tersebut karena dia katakan masih dalam pembahasan bersama kementerian lainnya. Koordinasi dan perhitungan terus dilakukan agar bisa segera diumumkan.
“Kami sedang menghitung, kami sedang mengevaluasi program yang dua tahun ini, 2023 dan 2024 ini, untuk menyiapkan insentif khusus untuk kendaraan bermotor roda dua listrik ini di tahun depan,” ucap dia.
Eko menyebut meski nantinya skema insentif motor listrik berbeda dari dua tahun belakangan, dia memastikan yang terbaik. Dia mengingatkan tujuan insentif untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik dalam negeri.
“Kami sedang konsepkan yang paling mudah, yang terbaik, yang betul-betul bisa kita prudent memberikan insentif itu,” terangnya.
Sebelumnya Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan insentif motor listrik masih disusun dan dikoordinasikan dengan Kementerian Perindustrian.
“Motor (EV dan konversi) ada skema insentif untuk motor, Menperin ada relaksasi, suda ada pembebasan teknis tapi belum selesai. Kalau EV tinggal lanjutkan,” pungkasnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (17/12).
(ldy/fea)
[Gambas:Video CNN]
-

PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi
Jakarta (ANTARA) – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen resmi dilanjutkan oleh Pemerintah. Tarif ini bakal berlaku mulai 1 Januari 2025.
Bersamaan dengan itu, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak.
Namun, reaksi publik menyangsikan keputusan Pemerintah yang dianggap makin menekan kemampuan ekonomi rakyat. Publik masih belum berhenti meminta Pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPN 12 persen.
Penjelasan PPN 12 persen
Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.
Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.
Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam definisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.
Untuk jasa, mencakup jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum pun termasuk yang mendapat fasilitas pembebasan PPN.
Sementara itu, terdapat tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen, tetapi kenaikan tarif 1 persen ditanggung oleh Pemerintah karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas itu adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.
Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.
Terkait barang mewah, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.
Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.
Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.
Adapun dalam konteks PPN 12 persen, Pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu — atau yang disebut oleh Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.
Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, Pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.
Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.
Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.
Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.
Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.
Paket stimulus ekonomi
Paket stimulus disiapkan untuk meredam efek kenaikan tarif PPN.
Untuk merespons risiko daya beli masyarakat, Pemerintah menyediakan tiga stimulus untuk mendukung rumah tangga, yakni bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan yang akan dibagikan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP untuk tiga komoditas, dan diskon sebesar 50 persen untuk listrik di bawah 2.200 VA.
Untuk memitigasi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Pemerintah memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai manfaat dan masa klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk enam bulan masa penerimaan manfaat (dari sebelumnya 45 persen pada tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya) dengan masa klaim diperpanjang menjadi enam bulan setelah terkena PHK.
Program JKP juga menyediakan akses informasi pasar kerja serta pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.
Untuk risiko kerentanan pengusaha, disiapkan stimulus untuk UMKM, yakni perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.
Paket stimulus ekonomi berikutnya menyasar industri padat karya. Terdapat insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.
Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik dan hibrida berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) completely knocked down (CKD), PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU. Juga, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hibrida.
Terakhir, paket stimulus menyasar sektor properti, dengan memperpanjang insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.
Dampak terhadap ekonomi
Salah satu dampak yang disorot dari kebijakan tarif PPN 12 persen adalah potensi inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy).
Celios juga menghitung kenaikan PPN bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tak terlalu signifikan. Berdasarkan proyeksi Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, efek PPN terhadap inflasi berkisar 0,2 persen.
Dari sisi Pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyebut risiko kenaikan inflasi itu telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun.
Namun, efektivitas dari paket stimulus yang disiapkan Pemerintah banyak dipertanyakan. Salah satu komentar datang dari Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menyebut keuntungan stimulus bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pasalnya, kinerja permintaan maupun industri sudah terlanjur melemah. Meski ada insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri ini sudah telanjur terpuruk, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan industri alas kaki.
Di sisi lain, juga ada sejumlah optimisme terhadap kebijakan tarif PPN 12 persen.
Contohnya, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai paket stimulus bersifat inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Tetapi, dia turut mewanti-wanti soal terbatasnya durasi dan jangkauan tiap insentif.
Kemudian, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat insentif diskon listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi. Dia meminta Pemerintah memastikan pemberian diskon tarif listrik pada awal tahun depan agar tepat sasaran.
Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah melakukan evaluasi secara hati-hati agar efek kebijakan tidak hanya bersifat sementara, tetapi berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.
Bila hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus tersebut.
Secara keseluruhan, paket stimulus Pemerintah dinilai bersifat temporer. Terlebih, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang telah ada sebelumnya.
Direktur Celios Bhima Yudhistira menyerukan agar Pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif PPN. Menurutnya, memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024
/data/photo/2024/06/15/666cd015496c6.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

