Produk: kendaraan listrik

  • Hilirisasi dan Industrialisasi Bersimpang Jalan, Tak Menambah Lapangan Kerja

    Hilirisasi dan Industrialisasi Bersimpang Jalan, Tak Menambah Lapangan Kerja

    Bisniscom, JAKARTA – Hilirisasi dan industrialisasi adalah duet maut bagi pertumbuhan ekonomi maupun pembukaan lapangan kerja. Tidak heran jika pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menjadikan hilirisasi dan industrialisasi sebagai salah satu dari Asta Cita, bagaimana nasibnya kini?

    Pemerintah berkomitmen untuk mempercepat program hilirisasi. Dalam rapat terbatas dengan sejumlah menteri Kabinet Merah Putih pada Kamis (6/11/2025) lalu, Presiden Prabowo Subianto kembali menekankan pentingnya program hilirisasi di berbagai sektor strategis. Baik itu sektor perikanan, pertanian, hingga energi dan sumber daya mineral.

    Pemerintah pun menargetkan prastudi kelayakan 18 proyek hilirisasi dengan nilai investasi hampir mencapai Rp600 triliun rampung pada tahun ini. Bahkan, DataIndonesia yang merupakan tim riset Bisnis Indonesia Group, mencatat potensi nilai investasi penghiliran mineral dan batu bara (minerba) menjadi yang paling tinggi.

    Data Editor DataIndonesia Gita Arwana Cakti menjabarkan sektor minerba mencapai Rp321,8 triliun, sedangkan ketahanan energi sebesar Rp232 triliun, disusul transisi energi senilai Rp40 triliun. 

    “Kelautan dan perikanan Rp17,22 triliun dan yang terakhir, yang paling kecil itu pertanian, padahal dia yang di posisi kedua [kontribusi terhadap PDB], tapi potensi nilai investasinya Rp7,11 triliun,” ungkap Gita dalam siniar Factory Hub yang dikutip pada Minggu (16/11/2025).

    Dari sisi investasi, sektor penyerap terbesar adalah industri logam dengan nilai investasi Rp62,02 triliun pada kuartal III/2025.  Pada posisi kedua terdapat sektor pertambangan sebesar Rp55,87 triliun. 

    Lebih rinci lagi, realisasi investasi hilirisasi diserap paling besar oleh komoditas nikel yakni senilai Rp42 triliun. Untuk komoditas nikel, pemerintah sebelumnya berharap hilirisasi itu bisa menopang pengembangan produksi kendaraan listrik (electric vehicle/EV). 

    Hanya saja, hingga kini proses itu belum tersambung, sebab mobil listrik yang dipasarkan justru lebih banyak menggunakan baterai jenis lithium ferro phosphate (LFP). Para produsen menilai LFP relatif lebih murah dibandingkan baterai berbasis nikel.

    LAPANGAN KERJA

    Lebih lanjut, investasi jumbo proyek hilirisasi juga tidak berjalan beriringan dengan penyerapan tenaga kerja yang optimal. Hingga periode kuartal III/2025, tercatat penyerapan  tenaga kerja mencapai 696.478 orang. Posisi tersebut naik dari periode yang sama pada 2024 sebanyak 650.172 orang. 

    Namun, jika melihat data lebih dekat, pada 2024 sendiri jenis industri dengan proporsi pekerja manufaktur terbesar adalah industri makanan dengan persentase 4% disusul dengan industri pakaian jadi atau tekstil sebanyak 2%. 

    Berbanding terbalik dengan kucuran investasinya, industri barang logam bukan mesin dan peralatannya serta industri logam dasar hanya berkontribusi masing-masing 0,43% dan 0,16%.

    Industri produk dari batu bara dan pengilangan minyak bumi juga tidak lebih baik, sektor ini mencatat proporsi tenaga kerja manufaktur sebanyak 0,03%. Hal ini menunjukkan hilirisasi yang ada bersifat padat modal tetapi minim rangsangan terhadap industri padat karya lainnya.

    Padahal, hilirisasi diharapkan bisa mewujudkan indonesia sebagai negara industri mengingat hilirisasi dan industrialisasi saling berkaitan. Industrialisasi, jelas Gita, merupakan proses transformasi ekonomi dari sektor agraris ke sektor manufaktur yang menghasilkan barang produksi massal.

    Oleh karena itu, penghiliran menjadi salah satu prasyarat negara industri karena mengolah sumber daya mentah menjadi produk bernilai tambah lebih tinggi. “Nah jadi penghiliran itu langkah awal menciptakan industrialisasi, keduanya saling berkaitan,” ujar Gita.

    Lebih jauh, data menunjukkan hilirisasi di Indonesia tidak menambah geliat industri sebagaimana yang diharapkan. Kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada kuartal II tahun 2023–2025 masih datang dari industri pengolahan. 

    Pada Kuartal II/2025, industri pengolahan menyumbang kontribusi sebesar 18,67%. Pencapaian ini menurun dari tren kontribusi manufaktur terhadap PDB pada awal 2000-an yang bisa mencapai 30%.  

    “Itu sekitar awal 2000-an tapi sekitar 2020-an sampai sekarang itu [kontribusi industri manufaktur] masih di bawah 20% gitu,” terang Gita. 

    Berdasarkan laporan S&P Global Market, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia terus mengalami fluktuasi selama setahun terakhir.

    DataIndonesia memaparkan PMI manufaktur Indonesia tercatat 51,2 poin pada Oktober 2025. Sebelumnya, sempat mengalami kontraksi dari 51,5 poin pada Agustus 2025 menjadi 50,4 poin di September 2025.

    “Satu tahun terakhir PMI Manufaktur ini juga cukup dinamis sih. Sempat kontraksi terus naik ke ekspansif, tapi turun lagi dan baru Agustus kemarin naik ke ekspansi. Tapi, kemudian Septembernya turun lagi,” jelas Gita.

    Persoalannya, berdasarkan data yang sama, manufaktur Indonesia cukup tertinggal dibandingkan negara-negara kawasan Asia Tenggara lainnya. Thailand, misalnya, tercatat PMI berada di level 56,6 poin dan Vietnam 54,5 poin pada Oktober 2025.

    Berdasarkan pengamatan data-data tersebut, maka pemerintah perlu menggenjot agar hilirisasi bisa mendongkrak industri. Hanya saja, keduanya juga dibutuhkan bagi pembukaan luas lapangan kerja, agar Indonesia Emas bisa diwujudkan. Bukan sebaliknya, malah terjadi deindustrialisasi dini!

  • Harga Mobil Listrik di Indonesia Masih Bisa Turun Lagi

    Harga Mobil Listrik di Indonesia Masih Bisa Turun Lagi

    Jakarta

    Tren harga mobil listrik makin murah diperkirakan masih terus berlanjut dalam beberapa tahun ke depan, termasuk di Indonesia. Jika Indonesia punya mobil listrik yang makin kompetitif, adopsi mobil tanpa asap knalpot ini makin cepat.

    Potensi perubahan peta persaingan mobil listrik makin komptetitif. Baterai adalah komponen termahal dari kendaraan listrik, namun diperkirakan bakal terjadi penurunan biaya dalam pembuatan baterai. Hal ini secara langsung memungkinkan produsen menjual mobil listrik dengan harga yang lebih terjangkau.

    “Diperhitungkan sekitar 4-5 tahun lagi, which is mendekati 2030, dia (biaya produksi baterai) akan sliding lagi menjadi sekitar 67 USD (per Kwh). Saat mencapai itu, sepertinya semua industri kendaraan fossil fuel, kecuali untuk hobbies yang petrol head, kayaknya harus pindah usaha, karena biaya produksinya jadi lebih murah, karena baterai ini harganya 20 sampai 40 persen dari harga kendaraan,” kata Pengamat Otomotif Yannes Pasaribu saat memberikan paparan di detikcom Leaders Forum, Jakarta Selatan, Rabu (12/11/2025).

    Sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia berada dalam posisi penting untuk menguasai rantai pasok baterai kendaraan listrik, komponen vital dalam ekosistem ini. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat cadangan bijih nikel sebesar 5,9 miliar ton dan logam nikel 62,02 juta ton pada 2024, disertai produksi 173,6 juta ton bijih nikel sepanjang tahun tersebut.

    Indonesia bakal memiliki pabrik baterai lithium terbesar se-Asia Tenggara. Pabrik itu digarap oleh PT Industri Baterai Indonesia (IBC) bekerja sama dengan Brunp dan Lygend (CBL), anak perusahaan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL).

    Pabrik yang dibangun di Karawang dengan nilai investasi hingga US$ 5,9 miliar atau sekitar Rp 95,5 triliun (kurs Rp 16.192) baru saja diresmikan groundbreaking oleh Presiden Prabowo Subianto pada 29 Juni 2025 yang lalu.

    “Jangan lupa di Indonesia ini, mudah-mudahan IBC cepat produksi,” kata Yannes.

    “Kalau baterai yang harganya 20-40 persen ini bisa mulai diproduksi (lokal) ini akan mempercepat turunnya harga baterai, dan mempercepat turunnya harga mobil listrik. Jangan lupa di Indonesia akan menjadi hub untuk kawasan ASEAN,” tambah dia.

    Soal penurunan biaya produksi baterai yang makin turun dari tahun ke tahun juga tercermin dari data Department of Energy (DOE) Amerika Serikat. Biaya tersebut telah turun dari sekitar $1.415 per kilowatt-hour (kWh) pada tahun 2008 menjadi hanya $139 per kWh pada tahun 2023. Terjadi penurunan sekitar 90% dalam kurun waktu 15 tahun. Laporan tersebut sudah disesuaikan dengan laju inflasi.

    (riar/dry)

  • Outlook Aluminium 2026: Harga Diprediksi Stabil, Produksi Menguat

    Outlook Aluminium 2026: Harga Diprediksi Stabil, Produksi Menguat

    Bisnis.com, JAKARTA — Harga aluminium diperkirakan stabil pada kisaran US$2.600–US$2.700 per ton pada 2026, setelah sempat mengalami kenaikan akibat sejumlah faktor eksternal.

    Direktur Pengembangan Usaha PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Arif Haendra mengatakan bahwa pergerakan harga aluminium tahun depan kemungkinan tidak akan jauh berbeda dengan kondisi saat ini karena adanya dinamika pasar global.

    “Aluminium tahun depan saya kira masih akan bertengger seperti saat ini karena kita kan enggak tahu kondisi eksternal,” ujar Arif saat ditemui disela-sela Outlook Industri Aluminium 2025, Sabtu (15/11/2025). 

    Menurut dia, kenaikan harga yang terjadi belakangan ini dipengaruhi oleh anomali pasar, termasuk lonjakan harga tembaga yang berdampak pada substitusi kebutuhan ke aluminium. 

    Dengan kondisi kenaikan harga tersebut diprediksi menaikkan laba perusahaan hingga 5% pada akhir tahun ini. Terlebih, tak ada kenaikan biaya produksi dalam operasional smelter. 

    “Kalau sudah normal, harga akan kembali ke sekitar US$2.600–US$2.700 per ton. Sekarang US$2.800 per ton karena harga tembaga lagi melonjak tinggi,” ujarnya.

    Arif menjelaskan bahwa kenaikan harga tembaga terjadi karena gangguan produksi, termasuk penghentian operasi oleh Freeport serta beberapa tambang tembaga di Chile. Kondisi ini mendorong pasar beralih menggunakan aluminium sebagai bahan substitusi.

    “Pada saat harga tembaga naik, berpindahlah ke aluminium. Kabel-kabel listrik tegangan tinggi sekarang banyak yang menggunakan aluminium karena lebih ringan. Konduktivitas listriknya juga mirip,” jelasnya.

    Dia menambahkan bahwa meskipun suplai aluminium turut meningkat, jumlahnya tidak signifikan sehingga tetap mendorong kenaikan harga.

    Sejalan dengan tren harga global, industri aluminium Indonesia juga menunjukkan penguatan yang signifikan. Peningkatan kapasitas produksi dalam negeri, surplus neraca perdagangan, dan bertambahnya investasi pada proyek refinery baru mempertegas peran penting aluminium sebagai backbone industri Indonesia, terutama di sektor kemasan, konstruksi, otomotif, dan energi terbarukan.

    Direktur Industri Logam, Ditjen Ilmate Kemenperin, Dodiet Prasetyo, menyampaikan bahwa outlook industri aluminium pada 2026 mengindikasikan tren yang semakin positif.

    “Indonesia bergerak menjadi produsen alumina dan aluminium yang semakin kuat. Peningkatan kapasitas aluminium primer serta bertambahnya fasilitas refinery menunjukkan ketahanan pasokan dalam negeri makin kokoh,” ujar Dodiet.

    Data Kementerian Perindustrian mencatat bahwa pada Januari–Agustus 2025, ekspor alumina mencapai 3,66 juta ton, mendekati capaian tahun sebelumnya. 

    Sementara itu, impor turun menjadi 816.000 ton, seiring mulai beroperasinya PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) untuk pasokan bahan baku alumina untuk Inalum.

    Peningkatan kapasitas produksi nasional juga terlihat dari kinerja smelter aluminium dan refinery alumina. Hingga pertengahan 2025, total output refinery mencapai 2,01 juta ton alumina, sementara smelter aluminium menghasilkan 352 ribu ton aluminium primer, dengan utilisasi mendekati 91% untuk smelter aluminium dan 64% untuk refinery alumina.

    “Dengan adanya rencana perluasan PT Inalum, optimalisasi produksi PT Hua Chin Aluminum Indonesia, dan beroperasinya PT Kalimantan Aluminium Industry, pasokan aluminium primer kita diperkirakan dapat menembus lebih dari 1 juta ton pada 2027,” terangnya.

    Kondisi tersebut akan memperkuat pasokan bahan baku industri hilir seperti kabel listrik, aluminium plate/sheet/foil, pengecoran logam aluminium, hingga industri aluminium ekstrusi yang membutuhkan bahan setidaknya 1 juta ton aluminium per tahun.

    Perkiraan global dari lembaga internasional menunjukkan bahwa harga aluminium pada 2026 relatif stabil, berada di kisaran US$2.200–2.625 per ton. 

    Hal ini ditopang meningkatnya permintaan dari sektor kendaraan listrik (EV), energi terbarukan, dan otomotif global. Stabilitas harga ini memberikan ruang bagi industri nasional untuk memperluas kapasitas dan investasi hilirisasi.

    Menurut Dodiet, harga yang kompetitif dan pasokan domestik yang semakin kuat merupakan kombinasi ideal untuk mempercepat pertumbuhan industri hilir Indonesia. 

    “Ini momentum besar bagi pengembangan produk turunan seperti panel surya, komponen otomotif, hingga berbagai aplikasi industri maju,” pungkasnya. 

  • PLN Targetkan Punya 63 Ribu SPKLU Hingga 2030

    PLN Targetkan Punya 63 Ribu SPKLU Hingga 2030

    Jakarta

    Perusahaan Listrik Negara (PLN) terus menggenjot pembangunan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di Indonesia. Bahkan, lima tahun dari sekarang, mereka menargetkan punya 63 ribu SPKLU di dalam negeri.

    Joni selaku EVP Penjualan dan Pelayanan Pelanggan Retail PT PLN (Persero) mengatakan, PLN saat ini sudah punya 4.400 SPKLU yang tersebar di seluruh kawasan Indonesia. Namun, hanya 2.600 titik yang benar-benar dibangun sendiri, sementara sisanya bekerja sama dengan swasta.

    “Nah, swasta ada yang bekerja sama dengan PLN, ada yang stand alone atau berdiri dengan ekosistem sendiri. Namun jumlahnya masih sedikit. Namun kebanyakan yang sudah terintegrasi dengan PLN Mobile,” ujar Joni di detikcom Leaders Forum, Kamis (13/11).

    detikcom Leaders Forum Foto: Rifkianto / detikcom

    Joni menegaskan, pengguna mobil listrik di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Itulah mengapa, PLN sebagai penyedia listrik di dalam negeri akan terus menambah SPKLU di Tanah Air.

    “Untuk peningkatan ke depan, targetnya cukup signifkan. Jadi satu SPKLU itu harapannya untuk 15 kendaraan. Jadi kalau kita lihat 2030, akan ada 900 ribuan kendaraan, kita butuh 63 ribu SPKLU di Indonesia,” tuturnya.

    “Nah, terkait pemerataan, PLN terus membangun (SPKLU) setiap tahun. Bahkan tahun ini saja, kita membangun 1.500-an. Tahun depan juga ditambah lagi. Ini butuh modal besar, makanya keterlibatan swasta sangat diharapkan,” tambahnya.

    Rencana tersebut dimulai dari langkah perlahan dengan membuat SPKLU di kantor-kantor PLN. Harapannya, percepatan tersebut membuat ekosistem kendaraan listrik lebih cepat terbangun.

    “Kita sudah punya skema, minimal semua kantor PLN harus ada. Jadi kalau kita bicara dari Aceh sampai Papua, semua kantor PLN sudah ada SPKLU dengan tipe beragam. Tapi setidaknya kita berusaha hadir di setiap kantor kita ada,” kata dia.

    (sfn/dry)

  • Ketua DPD dan pakar global bahas transportasi perkotaan di forum UNEP Brasil

    Ketua DPD dan pakar global bahas transportasi perkotaan di forum UNEP Brasil

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan Baktiar Najamudin bersama sejumlah pakar global membahas transportasi perkotaan dalam forum United Nations Environment Programme (UNEP) di Belem, Brasil pada Rabu (12/11).

    Hadir juga pembicara lainnya dalam diskusi panel tersebut, antara lain: Hala Omar, Manajer Keberlanjutan di Dar, Gabriel Feriancic, Manajer Negara (Country Manager) TYLin untuk Brasil, Marcel Martin, Manajer Umum ICCT untuk Brasil, Ricardo Assumpção, Kepala Keberlanjutan (Chief Sustainability Officer) dan Pimpinan Bidang Keberlanjutan untuk Amerika Latin, Gabriela Elizondo Azuela, Manajer Praktik di ESMAP, Bank Dunia, Luciane Ferreira Monteiro Machado, Wakil Direktur Pelaksana Bidang Persiapan Proyek serta Luke Upchurch, Direktur Pelaksana Komunikasi di C40 Cities.

    Dalam forum itu Sultan menyebutkan ketidakseimbangan komposisi kendaraan serta minimnya transportasi publik telah menyebabkan pemborosan bahan bakar 79,2 juta kiloliter per tahun dan memicu polusi udara 30,49 juta ton serta emisi gas rumah kaca 295,12 juta ton CO₂e setiap tahun.

    “Kondisi itu menjadi lonceng bahaya bagi kota-kota besar,” ujar Sultan, seperti dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.

    Dia menyoroti kualitas udara Jakarta yang hampir seluruh parameter pencemarnya telah melampaui standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan standar nasional.

    Akibat polusi tersebut, warga Jakarta harus menanggung biaya kesehatan hingga Rp51,2 triliun per tahun, terutama untuk penyakit pernapasan seperti asma dan ISPA.

    Menurut Sultan, emisi sektor transportasi tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga memperburuk intensitas bencana global akibat fenomena El Niño dan La Niña, seperti banjir, longsor, badai, serta meningkatnya suhu ekstrem yang memicu urban heat island atau pulau panas perkotaan.

    Meski upaya pengendalian emisi telah berjalan sejak Protokol Kyoto hingga agenda pembangunan berkelanjutan, dirinya menilai tantangan urbanisasi, pertumbuhan penduduk, dan industrialisasi membuat kebijakan reduksi karbon di kawasan perkotaan menjadi semakin mendesak.

    Ia juga menyoroti kebijakan mobilitas DKI Jakarta melalui strategi Avoid–Shift–Improve, termasuk pembatasan kendaraan pribadi, peralihan ke kendaraan listrik dan transportasi umum, serta penerapan kebijakan baru seperti tarif parkir progresif, jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing, dan pajak berbasis emisi.

    “Kebijakan itu telah memberi efek berantai dan mulai direplikasi kota-kota lain di Indonesia hingga Asia Pasifik,” tuturnya.

    Integrasi Bus Raya Terpadu (BRT), Lintas Rel Terpadu (LRT), Moda Raya Terpadu (MRT), elektrifikasi bus pengumpan, serta layanan first-last mile dinilai menjadi landasan sistem mobilitas rendah karbon.

    Di sisi lain, dia menekankan pembangunan fisik harus dibarengi perubahan gaya hidup masyarakat. Digitalisasi transportasi, termasuk ride-sharing (berbagi tumpangan) dan ride-hailing (jasa transportasi daring), disebut menjadi pendorong efisiensi dan inklusivitas mobilitas perkotaan.

    Dikatakan bahwa Indonesia telah memulai langkah konkret menuju pembangunan kota yang tangguh dan berkelanjutan. Transformasi tersebut tidak hanya soal teknologi, tetapi juga perubahan perilaku menuju gerakan karbon nol bersih atau net-zero carbon.

    Sultan menutup pidatonya dengan menyerukan kolaborasi lintas negara dan lintas sektor.

    “Mari kita terus bergerak bersama membangun kota yang lebih tangguh bagi generasi mendatang,” ucap Sultan.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ini yang Bikin VinFast Beda dengan Pabrikan Mobil Listrik Lainnya

    Ini yang Bikin VinFast Beda dengan Pabrikan Mobil Listrik Lainnya

    Jakarta

    VinFast memiliki strategi berbeda dalam membangun industri mobil listrik di Indonesia. Produsen asal Vietnam tersebut menekankan pada pembangunan ekosistem kendaraan listrik secara komprehensif atau menyeluruh.

    “Ya, jadi kami memang melakukan pendekatan komprehensif untuk menyesuaikan dengan misalnya culture atau concern, kebutuhan di lokal. Jadi, kalau kita bicara kendaraan listrik, kami lihat dulu sebenarnya concern-nya ini apa sih, orang untuk pindah dari combustion ke listrik. Nah, kami melihat pertama itu mereka concern mengenai upfront pricing,” buka CEO VinFast Indonesia Kariyanto Hardjosoemarto dalam acara detikcom Leaders Forum di Jakarta, Kamis (13/11/2025).

    Kariyanto menjelaskan, masih banyak orang berpikir harga mobil listrik lebih mahal dari harga mobil bermesin pembakaran dalam atau ICE. Tapi anggapan itu tidak selamanya benar karena belakangan harga mobil listrik juga bisa bersaing, bahkan bisa lebih murah dibanding harga mobil bermesin pembakaran dalam.

    detikcom Leaders Forum Foto: Rifkianto / detikcom

    “Terus yang ketiga, orang Indonesia itu concern mengenai resale value-nya. Harga jual kembalinya, gimana kondisi baterainya. Jadi, kami terus melakukan penyesuaian,” ujar Kariyanto lagi.

    Ditambahkan Kariyanto, saat ini ada 27 merek mobil listrik yang bermain di pasar kendaraan elektrifikasi Indonesia, ada merek yang menjual mobil listrik murni, ada juga yang menjual secara campuran, baik itu mobil listrik murni maupun mobil hybrid.

    “Terus kalau kita bicara teknologi, 27 company ini pasti selalu berlomba-lomba menemukan teknologi baru. Karena R&D mereka juga terus bekerja. Jadi kalau bicara teknologi, tidak ada habisnya. Nah yang menjadi perbedaan kami adalah, kita bicara ekosistem. Karena kalau kita bicara ekosistem, ini memerlukan long term commitment dan juga investasi yang sangat besar,” sambung Kariyanto.

    Dia mencontohkan, VinFast memiliki infrastruktur charging station sendiri yang dibangun oleh anak perusahaan Vingroup, yaitu V-Green. Jadi calon konsumen VinFast di Tanah Air tak perlu lagi mengkhawatirkan ketersediaan stasiun pengisian kendaraan listrik mereka.

    “Saat ini V-Green sudah punya kurang lebih 1.700 titik di seluruh Indonesia. Ambisi kami sangat besar, sampai tahun depan kami ingin punya 50.000 titik. Kenapa? Karena itu salah satu kunci keberhasilannya yang kami pelajari dari Vietnam. Di Vietnam, VinFast nomor satu leading automotive brand in total industry. Kunci keberhasilannya adalah karena ketersediaan charging infrastructure,” tambah Kariyanto.

    Selain membangun ekosistem charging station, VinFast juga membangun pabrik di Subang, Jawa Barat, sebagai komitmen jangka panjang mereka di Indonesia. “Desember ini akan selesai, dan tahun depan mulai berproduksi,” jelasnya lagi.

    Tak hanya itu, VinFast Indonesia juga menjamin resale value kendaraan yang mereka jual. “Kami menjawab kekhawatiran orang Indonesia mengenai resale value. Kami bawa ekosistem, yaitu company kami sendiri, yang handle untuk used car sama rental. Sehingga kami berikan jaminan resale value untuk semua pembeli mobil VinFast,” ujarnya.

    “Setelah digunakan misalnya tiga tahun itu kita masih jamin harga pembelian kembalinya di 70%. Nah ke mana mobilnya? Tentunya mobilnya akan kami rekondisi bisa dipakai untuk ekosistem kami yang lain, misalnya taksi karena kami punya perusahaan taksi juga ataupun dijual sebagai used car. Jadi penyesuaian yang kami lakukan bukan hanya dalam hal teknologi, tetapi juga dari sisi ekosistem kendaraan listrik,” tukas Kariyanto.

    (lua/din)

  • PLN Ajak Swasta Ramai-ramai Bangun SPKLU di Indonesia

    PLN Ajak Swasta Ramai-ramai Bangun SPKLU di Indonesia

    Jakarta

    Charging station atau SPKLU (stasiun pengisian kendaraan listrik umum) merupakan infrastruktur yang sangat diperlukan untuk menunjang ekosistem kendaraan listrik. Maka itu, penyediaan fasilitas SPKLU tidak hanya bisa dilakukan oleh negara saja, butuh juga pihak swasta untuk mempercepat penyediaan SPKLU di Indonesia.

    Seperti dijelaskan EVP Penjualan dan Pelayanan Pelanggan Retail PT PLN (Persero), Joni, saat ini jumlah SPKLU yang sudah beredar di Indonesia sebanyak 4.400 unit, di mana 2.600 di antaranya merupakan milik PLN.

    “Dari 4.400 SPKLU, 2.600 itu milik PLN, kemudian sisanya milik swasta. Swasta pun ada yang kerja sama dengan PLN, dengan skema-skema yang sudah kami keluarkan, dan ada juga yang stand alone dengan ekosistemnya sendiri. Namun kalau kita lihat (SPKLU) yang berdiri ini jumlahnya masih sedikit,” ungkap Joni dalam acara detikcom Leaders Forum di Jakarta, Kamis (13/11/2025).

    Joni menambahkan, untuk peningkatan ke depan, target pendirian SPKLU akan signifikan. “Kalau kita lihat dari aturan yang dikeluarkan pemerintah, 1 SPKLU itu harapannya untuk 15 kendaraan. Jadi kalau kita lihat di tahun 2030, sekitar 900 ribuan kendaraan, maka kita butuh sekitar 63 ribu SPKLU di Indonesia,” tambah Joni.

    Terkait pembangunan SPKLU, Joni mengatakan PLN terus membangun SPKLU setiap tahunnya. Bahkan tahun ini perusahaan energi ‘pelat merah’ tersebut sudah membangun sekitar 1.500-an SPKLU.

    “Dan ini kan butuh modal yang cukup besar ya, tentu keterlibatan pihak swasta sangat kami harapkan. Karena itu kami mempunyai skema-skema kerja sama yang memberi insentif bagi swasta yang ingin bermain di bisnis SPKLU ini,” terang Joni lagi.

    “Kita juga sudah punya skema, minimal semua kantor PLN (di Indonesia) itu harus ada (SPKLU). Jadi misal kita berbicara dari Aceh kemudian sampai ke Papua, semua kantor PLN sudah ada SPKLU dengan tipe yang beragam. Ada yang ultra fast charging, fast charging, medium, maupun standar. Setidaknya kami berusaha hadir, di mana kantor kita berada,” tukas Joni.

    (lua/din)

  • Pemerintah Geber Motor Listrik, Targetkan 13 Juta Unit 2030

    Pemerintah Geber Motor Listrik, Targetkan 13 Juta Unit 2030

    Jakarta

    Pemerintah mencatat ada sebanyak 180 ribu motor listrik dari total 250 ribuan kendaraan listrik di Tanah Air. Maka dari itu, Kementerian ESDM menargetkan eksistensi motor listrik di Indonesia bisa mencapai 13 juta uni di 2030.

    Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan EBTKE, Harris, mengatakan dalam memenuhi kuota tersebut pemerintah bakal mendorong dari indikator motor listrik baru sebanyak 7 juta unit. Sementara, sisanya yang berjumlah 6 juta unit akan berasal dari kendaraan roda dua berbahan bakar minyak yang dikonversi menjadi kendaraan listrik.

    “Kementerian ESDM menargetkan kendaraan listrik khususnya motor listrik di tahun 2030 sekitar 13 juta (unit). Dalam memenuhi jumlah tersebut, 7 juta itu diharapkan dari kendaraan motor listrik baru, dan sisanya itu adalah konversi,” kata Harris kepada detikcom, di Jakarta, Jumat (14/11/2025).

    Upaya pemerintah dalam mengakselerasi motor listrik perlu melalui banyak cara. Harris bilang, dengan hampir 150 juta pengguna kendaraan roda dua di Indonesia, menjadi pangsa pasar yang besar untuk dapat beralih ke kendaraan listrik.

    “Saat ini sekitar 127 juta, mungkin 150 juta kendaraan motor di Indonesia. Itu adalah pasar yang sangat besar untuk kita ajak berpindah dari yang selama ini menggunakan BBM menjadi kendaraan listrik,” ucapnya.

    Ditambah, kata Harris, Indonesia tengah berupaya mengurangi penggunaan BBM. Sementara itu, penggunaan BBM di dalam negeri juga masih harus disokong dari impor lantaran tingginya kebutuhan BBM di Indonesia.

    “Saat ini kita bisa mengangkat lifting minyak itu sudah di atas 600 ribu barrel. Namun, di saat yang sama, permintaan minyak kita juga masih tinggi antara 1 juta sampai 1,5 juta barrel. Sehingga untuk mengisi gap-nya itu harus impor,” bebernya.

    “Nah, impor punya risiko harga yang juga fluktuasi, kalau mahal nanti dampaknya ke dalam negeri adalah peningkatan subsidi,” tutupnya.

    (hns/hns)

  • PLN Dorong Swasta-Pemda Ikut Bangun SPKLU, Begini Cara Daftarnya

    PLN Dorong Swasta-Pemda Ikut Bangun SPKLU, Begini Cara Daftarnya

    Jakarta

    PT PLN (Persero) terus mendorong pihak swasta hingga Pemerintah Daerah (Pemda) untuk ikut serta membangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Langkah ini diperlukan dalam memajukan ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) nasional.

    EVP Penjualan dan Pelayanan Pelanggan Retail PLN, Joni, mengatakan saat ini di seluruh wilayah Indonesia sudah tersedia sebanyak 4.377 SPKLU di 2.862 lokasi. Dari jumlah itu, 2.646 SPKLU merupakan milik PLN murni dan sisanya milik mitra.

    Bersamaan dengan itu, PLN terus berupaya untuk terus membangun SPKLU secara mandiri. Walau tentu menurut Joni upaya ini memiliki keterbatasan dan memerlukan kolaborasi dari pihak swasta dan Pemda.

    “Tentu keterlibatan swasta sangat kita harapkan. Karena itu kami mempunyai skema-skema kerjasama yang memberikan insentif bagi swasta yang ingin ikut bermain di bisnis SPKLU ini,” paparnya dalam acara detikcom Leaders Forum: Masa Depan Kendaraan Listrik, di Jakarta, ditayangkan Jumat (14/11/2025).

    Sementara bagi mereka yang ingin memiliki SPKLU-nya sendiri atau ingin berinvestasi di bisnis pengisian daya kendaraan listrik ini, Joni mengatakan proses pendaftaran dapat dilakukan secara online.

    Namun ia menyarankan kepada para calon investor pemilik SPKLU ini untuk mendatangi langsung unit pelayanan PLN terdekat. Sebab di unit-unit pelayanan itu, PLN juga telah menyiapkan tim khusus melalui Priority Account Executive (PAE) yang akan berfokus membantu proses pendaftaran.

    “Ada PAE khusus itu mereka akan jelaskan. Karena kadang-kadang kan kita kasih informasi sekarang, ternyata begitu coba daftar sendiri kan agak sulit atau mungkin nggak familiar dengan website-nya. Kita siap bantu,” katanya.

    “Jadi pada saat datang syarat apa yang diminta pun kita akan bilang, ini bentuknya seperti ini, ini apa, kayak gitu. Semua kita bantu,” tegasnya.

    Selain SPKLU, PLN juga membuka kemintraan untuk pembangunan fasilitas pengisian daya motor listrik yakni Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) dan Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU).

    “SPBKLU, kita swap baterai, sudah mulai jalan. Bahkan di kantor-kantor PLN itu bisa swap. Kita juga kerja sama dengan pabrikan-pabrikan motor untuk membuat standarisasi karena kan baterai motor itu beda-beda, susah kalau baterainya beda mau swap kan,” terangnya.

    Karena itu, ia kembali menekankan bagaimana pihak swasta dan pemangku kepentingan lainnya memiliki peran yang sangat strategis dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik nasional.

    “PLN itu identik dengan listrik. Kendaraan listrik identik dengan PLN. Namun ada hal yang harus kita garisbawahi bahwa PLN tidak bisa maju sendiri untuk membangun itu. PLN butuh bantuan dari semua pihak, pemerintah, swasta, bahkan pengusaha-pengusaha yang ingin ikut,” pungkasnya.

    (igo/hns)

  • Pemerintah Bakal Perluas Pembangunan SPKLU di Indonesia

    Pemerintah Bakal Perluas Pembangunan SPKLU di Indonesia

    Jakarta

    Bicara kendaraan listrik, infrastruktur penunjang seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) menjadi penting untuk dikembangkan. Hingga saat ini, Indonesia telah memiliki hampir 4.400 SPKLU yang tersebesar di sejumlah wilayah.

    Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan EBTKE, Harris, juga mengatakan untuk stasiun penukaran baterai kendaraan (battery swap) di Indonesia sudah ada sekitar 1.900 stasiun. Harris bilang, pemerintah akan mendorong penambahan jumlah SPKLU dan stasiun penukaran baterai di Indonesia dengan menerbitkan regulasi baru.

    “Per 2025 ini, beberapa bulan yang sebelumnya ini jumlah charging station kita itu sudah mencapai 4.400-an untuk charging station mobil. Kemudian, untuk penukaran baterai itu sekitar 1.900-an,” terang Harris dalam acara detikcom Leaders Forum: Masa Depan Kendaraan Listrik Indonesia, di Jakarta, ditayangkan Jumat (14/11/2025).

    “Ini akan berkembang terus karena tahun ini juga Kementerian ESDM mengeluarkan regulasi baru, yaitu Peraturan Kementerian ESDM Nomor 24 Tahun 2025. Ini terkait dengan charging untuk perluasan SPKLU,” sambungnya.

    Harris mengelaborasi, regulasi ini juga mengatur kebijakan wajib (mandatory) yang harus diterapkan dalam konteks membangun SPKLU. Harris bilang, jika pihak tertentu telah membangun 5 SPKLU di wilayah Jawa dan Bali, maka diharuskan membangun satu SPKLU di luar Jawa dan Bali.

    “Bahkan di situ nanti ada mandatory tertentu. Misalnya, dalam setiap membangun 5 SPKLU di Jawa-Bali, itu wajib membangun satu (SPKLU) di luar Jawa-Bali. Demikian juga kalau membangun di luar Jawa-Bali itu ada 12, itu diminta membangun satu tambahan lagi sebagai mandatory,” jelas Harris.

    (hns/hns)