Produk: kendaraan listrik

  • GAC AION Janji Bakal Lama di Indonesia, Belajar dari Toyota-Honda

    GAC AION Janji Bakal Lama di Indonesia, Belajar dari Toyota-Honda

    Guangzhou

    Stigma pabrikan China yang kerap datang dan pergi masih menghantui. Namun GAC AION tampaknya ingin mematahkan hal tersebut.

    GAC mengklaim hadir dengan strategi yang disebut-sebut mirip ‘cara main’ pabrikan Jepang yakni konsisten, membangun ekosistem, dan berorientasi jangka panjang.

    Saat ditemui oleh detikcom dalam kunjungan ke Guangzhou, China, GAC AION bahkan secara terang-terangan menyebut mereka belajar langsung dari Toyota dan Honda, notaben dua merek Jepang paling senior di Indonesia.

    “Pertama-tama kami ingin menyampaikan bahwa kami sudah bekerjasama dengan Toyota dan Honda selama lebih dari 20 tahun, jadi kami belajar banyak dari Honda dan Toyota dalam hal strategi jangka panjang,” ujar Wei Haigang, President GAC International kepada detikcom.

    Tak sampai di situ, Wei juga menyebut ada orang yang melihat GAC lebih mirip seperti pabrikan Jepang dibandingkan pabrikan China lainnya.

    “Seseorang juga mengatakan kepada kami, dalam beberapa perspektif kita bisa melihat sesuatu seperti Jepang. Sehingga GAC seperti bukan merek China. Kami selalu mengikuti strategi jangka panjang,” lanjut Wei.

    Perlu diketahui, GAC AION resmi masuk ke pasar Indonesia sejak 2024 lalu. Menariknya, mereka tak butuh waktu lama untuk mencatatkan angka penjualan yang cukup impresif.

    Data menunjukkan, penjualan AION di Maret 2025 meroket hingga lebih dari 500 persen dibanding bulan sebelumnya. Pada Maret 2025, AION berhasil mendistribusikan 959 unit ke konsumen.

    “Sejak masuk ke pasar Indonesia, kami memilih untuk bekerjasama dengan grup Indomobil dan kami ingin, seperti yang kami katakan dan kami lalukan di Indonesia, yakni untuk berkontribusi untuk Indonesia,” papar Wei.

    GAC AION juga tidak datang dengan tangan kosong. Mereka telah menyiapkan sejumlah lini kendaraan listrik untuk berbagai segmen. Bahkan, dalam waktu dekat, mereka siap memulai produksi mobil di dalam negeri.

    “Kami juga akan melakukan bisnis dengan memproduksi mobil secara lokal dan beroperasi secara lokal. Kami tidak hanya ingin memberikan produk kepada pelanggan, tapi juga membangun ekosistem. Iya kita akan mulai dengan satu produk, dan akan banyak lagi produk, termasuk ekosistemnya,” tutup Wei.

    (mhg/dry)

  • Ferdinand Hutahaean Sindir Pembatalan Investasi Konsorsium Korea: Saya Nggak Heran

    Ferdinand Hutahaean Sindir Pembatalan Investasi Konsorsium Korea: Saya Nggak Heran

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Politikus PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean, menanggapi kabar soal batalnya investasi konsorsium Korea Selatan yang dipimpin oleh LG Energy Solution dalam proyek baterai listrik di Indonesia.

    Menurut Ferdinand, keputusan tersebut bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Ia bahkan menyampaikan sindiran terkait posisi Indonesia dalam rantai pasok bahan baku.

    “Korea batalkan investasi battery? Saya ngga heran,” ujar Ferdinand di X @ferdinand_mpu (22/4/2025).

    Ia kemudian menyinggung soal kepemilikan nikel yang selama ini menjadi komoditas andalan dalam ekosistem baterai kendaraan listrik.

    Ferdinand mengklaim, kendati nikel diambil dari tanah Indonesia, namun penguasaan pasarnya disebut bukan berada di tangan bangsa sendiri.

    “Nikel ya bukan punya kita, belinya dari China,” tandasnya.

    Sebelumnya, Konsorsium asal Korea Selatan yang dipimpin oleh LG Energy Solution akhirnya membatalkan keterlibatannya dalam proyek rantai pasok baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia, dengan nilai mencapai sekitar 11 triliun won atau setara USD 7,7 miliar, atau sekitar Rp129,9 triliun jika mengacu pada kurs Rp16.876 per dolar AS.

    Menurut laporan dari Yonhap News Agency, konsorsium tersebut terdiri dari LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp, serta sejumlah mitra lainnya.

    Diketahui mereka telah menjalin kerja sama dengan pemerintah Indonesia dan beberapa perusahaan BUMN untuk membangun ekosistem baterai EV yang terintegrasi, mulai dari hulu hingga hilir.

    Proyek ini dirancang untuk mencakup seluruh tahapan rantai pasok dari penyediaan bahan mentah, pembuatan prekursor, bahan katode, hingga produksi sel baterai.

  • Menakar Nasib Megaproyek Baterai RI Usai Ditinggal LG

    Menakar Nasib Megaproyek Baterai RI Usai Ditinggal LG

    Bisnis.com, JAKARTA — Keberlanjutan nasib proyek baterai berbasis nikel terintegrasi dari hulu ke hilir Indonesia saat ini masih menggantung usai hengkangnya investor asal Korea Selatan yakni LG Energy Solution.

    Keputusan LG pun mendapat kritik keras dari pemerintah Indonesia. Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menilai perusahaan asal Korsel ini tidak serius berinvestasi pada proyek baterai kendaraan listrik (EV) di Tanah Air.

    “Dia [LG] sebetulnya niat enggak sih mau investasi di sini? Bukan, kalau misalnya dia enggak niat ya sudah. Ya memang dari awal enggak ada niat berarti,” kata Tri di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (21/4/2025).

    Dalam proyek baterai RI, konsorsium LG terdiri atas produsen dan manufaktur yang mayoritas berbasis di Korea Selatan, seperti LG Energy Solution, LG Chem, LG Internasional, dan Posco. Sedangkan, satu mitra mereka berasal dari China yakni Huayou Holding.

    Adapun, konsorsium LG bersama konsorsium BUMN Indonesia Battery Corporation (IBC) tergabung dalam Proyek Titan dengan total komitmen investasi senilai US$9,8 miliar atau sekitar Rp142 triliun. 

    Komitmen investasi itu terdiri atas investasi di hulu tambang senilai US$850 juta, smelter HPAL US$4 miliar, pabrik prekursor/katoda senilai US$1,8 miliar, dan pabrik sel baterai senilai US$3,2 miliar. 

    Progres Mandek

    Pada Februari 2025, IBC (anak usaha anak MIND ID, PLN, Pertamina, dan Antam) melaporkan bahwa kerja sama dengan konsorsium LG masih dalam status sedang berlangsung (on progress) untuk fase pembahasan studi kelayakan (feasibility study).

    Proyek baterai nikel LG ini sebenarnya telah dicetuskan sejak 2019 lalu. Namun, progresnya mandek selama 6 tahun dan LG justru mengumumkan batal investasi di Indonesia pada April 2025.

    Tri pun menilai LG sejak awal selalu tidak tepat waktu dalam mengejar target investasi di RI. Alhasil, proyek pun jalan ditempat.

    Dia mengibaratakan jika seseorang berkomitmen membangun rumah, seharusnya dia segera melakukan pembangunan secepat mungkin.

    “Kan selalu enggak tepat waktu mereka, sudah berapa tahun. Kamu mau bangun rumah, terus habis itu kamu harusnya sudah groundbreaking. [LG] enggak juga. Kan ya sudah, berarti dari mereka memang enggak anu [enggak niat] kan,” jelasnya.

    Kendati demikian, Tri mengatakan, mundurnya LG dari Proyek Titan tidak akan menghambat Indonesia untuk melakukan hilirisasi nikel menjadi baterai. Dia juga optimistis pemerintah segera menemukan pengganti LG.

    “Pasti ada nanti [pengganti LG],” ucap Tri.

    Alasan Hengkang

    LG pun membenarkan kabar mundur dari Proyek Titan. Perusahaan beralasan mundur lantaran ada pergeseran dalam lanskap industri, khususnya EV, yang merujuk pada perlambatan sementara permintaan global.

    “Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut. Namun, kami akan melanjutkan bisnis kami yang ada di Indonesia, seperti pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power [HLI Green Power], usaha patungan kami dengan Hyundai Motor Group,” kata seorang pejabat dari LG Energy Solution, dilansir dari Antara, Sabtu (19/4/2025).

    Ini bukan pertama kalinya isu LG hengkang dari proyek baterai RI mencuat. Pada awal 2023 lalu, negosiasi dengan perusahaan asal Korea Selatan itu sempat mandek lantaran implementasi kebijakan Inflation Reduction Act (IRA) di Amerika Serikat (AS) yang mendiskreditkan produksi baterai yang didominasi investasi perusahaan China. 

    Mencari Mitra Baru

    Kabar mundurnya LG dari Proyek Titan pertama kali diungkapkan oleh Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo di Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Dilo tak secara spesifik menjelaskan alasan LG tidak melanjutkan rencana investasinya. Dia hanya menyebut, terdapat banyak faktor yang membuat negosiasi dengan LG tidak mencapai kesepakatan.

  • Preman-Ormas Ganggu Pembangunan Pabrik BYD di Subang, Investor Asing Bisa Ragu

    Preman-Ormas Ganggu Pembangunan Pabrik BYD di Subang, Investor Asing Bisa Ragu

    Jakarta

    BYD sedang membangun pabrik di Indonesia. Namun kabarnya ada gangguan dari organisasi masyarakat dan bentuk premanisme.

    Pengamat otomotif dari Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Pasaribu menjelaskan lingkungan usaha yang tidak kondusif karena gangguan preman dan ormas membuat investor ragu untuk menanamkan modal. Hal ini bisa merugikan dalam jangka panjang, kehilangan peluang kerja dan pendapatan daerah.

    “Aksi premanisme ini merupakan salah satu elemen yang dapat menyebabkan penundaan proyek BYD dgn investasi sebesar USD 1 miliar, yang direncanakan beroperasi awal 2026 dengan kapasitas produksi 150.000 unit per tahun yang telah ditentukan dalam perencanaan awal investasi, dan meningkatkan biaya,” kata Yannes.

    Yannes menambahkan BYD merupakan salah satu produsen kendaraan listrik terbesar di dunia, memiliki arti penting bagi perkembangan industri otomotif dan ekonomi Indonesia dalam ekosistem EV. Dia melanjutkan akibat isu premanisme berpengaruh terhadap citra Indonesia di mata investor bisa terancam.

    “Mengingat posisi strategis BYD dalam ekosistem EV dunia, maka hal ini dan berbagai kompleksitas lainnya dapat mempengaruhi persepsi internasional tentang kemampuan Indonesia dalam menarik investasi asing dan berpotensi menciptakan keraguan berbagai investor asing lainnya terkait kepastian serta penegakan hukum untuk berinvestasi di Indonesia,” kata Yannes.

    “Pada akhirnya, reputasi Indonesia sebagai lokasi yang ramah investasi dan yang menjanjikan juga tampaknya terancam, terutama dalam sektor strategis seperti memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global industri EV dunia,” jelasnya lagi.

    Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengungkapkan pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat sempat diganggu organisasi masyarakat (ormas) dan aksi premanisme. Kabar ini didapatkan Eddy Soeparno saat memenuhi undangan Pemerintah China dalam rangkaian kunjungan di Shenzhen, China.

    “Sempat ada permasalahan terkait premanisme, ormas yang mengganggu pembangunan sarana produksi BYD. Saya kira itu harus tegas. Pemerintah perlu tegas untuk kemudian menangani permasalahan ini,” kata Eddy dalam akun instagramnya dikutip Minggu (20/4/2025).

    “Jangan sampai kemudian investor datang ke Indonesia dan merasa kemudian tidak mendapatkan jaminan kemanan, jaminan keamanan itu adalah hal yang paling mendasar bagi investasi untuk masuk ke Indonesia,” tambah dia.

    DetikOto sudah menghubungi Head of PR & Government Relations PT BYD Motor Indonesia, Luther Panjaitan terkait kabar tersebut. Namun yang bersangkutan belum memberikan respons.

    Lihat juga Video ‘VinFast Mau Buka Pabrik di Subang & Produksi 50 Ribu Kendaraan Listrik’:

    (riar/din)

  • Video: LG Batalkan Proyek Baterai EV di RI – China Warning

    Video: LG Batalkan Proyek Baterai EV di RI – China Warning

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perusahaan baterai kendaraan listrik asal Korea Selatan yakni lg batal bangun ekosistem baterai electric vehicle atau EV di Indonesia. LG bersama konsorsium perusahaannya menarik investasi 7,7 Miliar setara Rp 128,84 Triliun di Indonesia.

    Sementara itu, China tiba-tiba memperingatkan negara-negara yang tengah melakukan negosiasi tarif dagang dengan Amerika Serikat

    Selengkapnya saksikan di Program Evening Up CNBC Indonesia, Senin (21/04/2025).

  • Industri Jasa Kiriman On-Demand Mulai Adopsi Kendaraan Listrik untuk Antaran Barang – Halaman all

    Industri Jasa Kiriman On-Demand Mulai Adopsi Kendaraan Listrik untuk Antaran Barang – Halaman all

     

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perusahaan jasa pengiriman barang on-demand Lalamove mengadopsi standar internasional IFRS S2 Climate-related Disclosures dalam laporan iklimnya, dengan mengacu pada International Sustainability Standards Board (ISSB).

    Perusahaan mulai mengadopsi New Energy Vehicles (NEV) untuk armada pengiriman logistik untuk menjadikan pelaporan iklim sebagai instrumen strategis dalam mitigasi risiko bisnis jangka panjang 

    “Kami menyambut baik peluang untuk mendukung transisi menuju penggunaan New Energy Vehicle (NEV) dan pengurangan emisi karbon secara global.”

    Di tengah perkembangan era NEV, kami akan terus konsisten dalam mewujudkan masa depan logistik yang lebih ramah lingkungan, aman, dan berkelanjutan,” ujar Andito B Prakoso, dalam keterangan tertulis dikutip Senin (21/4/2025).  

    Di China, penggunaan kendaraan listrik untuk pengiriman logistik naik signifikan, dengan pesanan armada van listrik naik dari 50 persen di 2023 menjadi sekitar 60 persen di 2024.

    Menurut dia, kenaikan ini berdampak langsung pada penurunan emisi karbon yang termasuk dalam kategori Scope 3 yakni emisi tidak langsung yang berasal dari rantai pasok dan aktivitas operasional lainnya.

    Fenomena ini menunjukkan bahwa sektor logistik dituntut untuk bertransformasi mengikuti arah kebijakan hijau, baik dari sisi regulasi internasional maupun preferensi klien korporat yang kini lebih memperhatikan aspek lingkungan dalam memilih mitra bisnis.

    Dalam laporan yang dirilis juga memuat evaluasi terhadap strategi iklim, manajemen risiko lingkungan, serta komitmen jangka panjang dalam pengurangan emisi.

    Hal ini membuka peluang bagi pelaku industri untuk menarik perhatian investor yang mengedepankan prinsip ESG (Environmental, Social, Governance), termasuk potensi pendanaan dari instrumen hijau seperti green bonds dan pembiayaan transisi.

    “Kami berkomitmen meningkatkan transparansi dalam pelaporan lingkungan. Inisiatif melakukan penilaian pengungkapan terkait iklim secara sukarela dengan merujuk pada persyaratan spesifik dari IFRS S2 menunjukkan dedikasi perusahaan dalam menghadapi perubahan iklim serta perbaikan berkelanjutan dalam praktik operasional,” ujarnya.

    Dari sisi infrastruktur, upaya memperluas jaringan stasiun pengisian daya untuk kendaraan listrik akan mendorong adopsi NEV lebih luas di kalangan mitra pengemudi dan memperkuat daya saing dalam penyediaan layanan pengiriman.

    Di sisi aspek keselamatan kerja dan perlindungan sosial bagi mitra pengemudi kini mulai digunakan teknologi berbasis AI untuk analisis risiko operasional.

     

  • Penjualan Loyo, Produksi Ioniq 5 dan Kona Electric Ditunda

    Penjualan Loyo, Produksi Ioniq 5 dan Kona Electric Ditunda

    Jakarta

    Hyundai Motor Co. akan menghentikan sementara produksi mobil listrik Hyundai Ioniq 5 dan Kona Electric. Penghentian produksi ini dilakukan karena melemahnya pasar ekspor untuk kedua mobil tersebut.

    Dilaporkan Kantor Berita Korea Yonhap, Hyundai akan menyetop sementara produksi Ioniq 5 dan Kona Electric karena melemahnya permintaan luar negeri yang terus membebani ekspor.

    “Pabrikan mobil tersebut berencana untuk menutup Line 12 di Pabrik 1 di Ulsan, 305 kilometer tenggara Seoul, tempat kedua model kendaraan listrik itu dirakit, mulai 24-30 April, dengan alasan penurunan pesanan dari pasar ekspor utama, termasuk Eropa, Kanada, dan Amerika Serikat,” tulis Yonhap dikutip Senin (21/4/2025).

    Penurunan permintaan di pasar ekspor tersebut mengikuti perubahan kebijakan kendaraan listrik di luar negeri. Kanada dan beberapa negara Eropa, termasuk Jerman, telah membatalkan atau mengurangi subsidi mobil listrik. Sedangkan Amerika Serikat menghadapi ketidakpastian dari ancaman tarif yang tinggi di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.

    Hyundai Motor telah berupaya untuk melawan permintaan yang lesu dengan menawarkan kesepakatan pembiayaan tanpa bunga di Amerika Utara dan bantuan uang muka di pasar seperti Jerman dan Inggris. Namun, strategi itu belum sepenuhnya berhasil.

    Ini menjadi kali kedua Hyundai menghentikan produksi mobil tahun ini. Pada Februari, Hyundai melakukan penghentian serupa selama lima hari karena perlambatan permintaan kendaraan listrik global di tengah perubahan kebijakan dan transisi pasar.

    Saat itu, Hyundai juga menghentikan sementara produksi model Ioniq 5 dan Kona Electric di line 12 di Pabrik Ulsan 1 di Korea Selatan pada 24-28 Februari. Strategi itu dikeluarkan untuk menyesuaikan volume produksi di tengah lesunya penjualan domestik dan menurunnya pesanan.

    Para pakar industri mencatat pasar kendaraan listrik yang mendingin, dikombinasikan dengan ketidakpastian kebijakan di bawah pemerintahan Donald Trump di Amerika Serikat, dapat menyebabkan perlambatan permintaan global yang berkepanjangan.

    (rgr/dry)

  • LG Mundur dari Proyek Ekosistem Baterai Kendaraan Listrik di Indonesia, Apa Sebabnya?

    LG Mundur dari Proyek Ekosistem Baterai Kendaraan Listrik di Indonesia, Apa Sebabnya?

    Jakarta

    LG memutuskan mundur dari proyek konsorsium ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia. Apa sebabnya?

    LG menarik diri dari proyek senilai 11 triliun won untuk membangun rantai pasok baterai kendaraan listrik di Indonesia. Konsorsium yang terdiri dari LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp. dan beberapa mitra lainnya itu telah bekerja sama dengan pemerintah Indonesia serta beberapa perusahaan BUMN untuk membangun rantai pasok dari awal hingga akhir baterai kendaraan listrik.

    Pembangunan rantai pasok tersebut dimulai dari mencari bahan baku, memproduksi prekursor, bahan katoda, hingga pembuatan sel baterai demikian diberitakan Yonhap News Agency.

    Beberapa sumber menyebut, penarikan diri LG dari konsorsium tersebut dilakukan setelah berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia sebab adanya pergeseran lanskap industri. Belakangan juga permintaan kendaraan listrik di dunia mengalami penurunan.

    “Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami memutuskan untuk keluar dari proyek ini,” begitu kata seorang pejabat LG Energy Solution.

    “Namun kami akan melanjutkan bisnis kami yang sudah ada di Indonesia, seperti pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), perusahaan patungan kami dengan Hyundai Motor Group,” demikian pernyataannya.

    PT HLI Green Power merupakan perusahaan joint venture antara Hyundai Motor Company, LG Energy Solution, dan PT Indonesia Battery Corporation (IBC). Investasi PT HLI Green Power merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian Investasi/BKPM dan Konsorsium Hyundai, LG, dan IBC pada 28 Juli 2021.

    Selanjutnya, pada September 2023, Presiden ketujuh Joko Widodo melakukan kunjungan ke PT HLI Green Power untuk melakukan peninjauan langsung atas proses dan hasil produksi sel baterai kendaraan listrik.

    Pabrik sel baterai itu resmi beroperasi berdiri di atas lahan seluas 330.000 meter persegi dengan dana investasi fase pertama mencapai USD 1,2 miliar. Fasilitas ini bisa menghasilkan sel baterai lithium-ion dengan total kapasitas 10 GWh per tahun untuk memenuhi kebutuhan lebih dari 150.000 unit Battery Electric Vehicle (BEV).

    (dry/rgr)

  • LG Batal Investasi Rp130 Triliun di Proyek Baterai EV Indonesia, Ini Alasannya

    LG Batal Investasi Rp130 Triliun di Proyek Baterai EV Indonesia, Ini Alasannya

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Rencana investasi besar-besaran LG Group dalam proyek rantai pasok baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia dikabarkan batal direalisasikan.

    Proyek yang semula diperkirakan bernilai sekitar 11 triliun won atau sekitar Rp130 triliun (dengan kurs Rp11.826 per won) ini tidak akan dilanjutkan oleh pihak LG.

    Kabar tersebut pertama kali mencuat dari media Korea Selatan, Yonhap, pada Jumat (18/4/2025). Dalam laporan itu, disebutkan bahwa konsorsium yang terdiri dari LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp, dan mitra lainnya secara resmi mengundurkan diri dari proyek di Indonesia.

    “Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut,” ujar seorang pejabat LG Energy Solution, dikutip pada Senin (21/4/2025).

    Meski menarik diri dari proyek rantai pasok baterai secara penuh, LG memastikan tetap menjalankan kegiatan usaha lain di Indonesia. Salah satunya adalah melalui pabrik baterai yang dikelola oleh Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), sebuah perusahaan patungan dengan Hyundai Motor Group.

    “Namun, kami akan melanjutkan bisnis kami yang ada di Indonesia, seperti pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), usaha patungan kami dengan Hyundai Motor Group”, lanjutnya.

    Sebelum mengambil keputusan untuk mundur, pihak konsorsium mengaku telah melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan Pemerintah Indonesia.

    Namun, mereka tidak mengungkap secara detail siapa yang terlibat dalam diskusi tersebut maupun bagaimana proses pengambilan keputusan dilakukan.

  • EV Chasm Jadi Biang Kerok Konsorsium LG Batal Investasi di Indonesia

    EV Chasm Jadi Biang Kerok Konsorsium LG Batal Investasi di Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Konsorsium perusahaan asal Korea Selatan (Korsel) yang dipimpin LG memutuskan untuk mundur dari proyek besar pembangunan rantai pasok untuk baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia. Nilai investasi proyek tersebut ditaksir mencapai sekitar 11 triliun won (US$ 7,7 miliar) atau sekitar Rp 129,8 triliun.

    Konsorsium ini terdiri dari LG Chem, LG Energy Solution, LX International Corp, serta sejumlah perusahaan lainnya. Mereka sebelumnya menjalin kerja sama dengan pemerintah Indonesia dan sejumlah BUMN untuk mengembangkan sistem rantai pasok baterai EV yang mencakup seluruh lini produksi, mulai dari hulu hingga hilir.

    Rencana tersebut mencakup pengolahan bahan mentah, material katoda, pembuatan prekursor, hingga produksi sel baterai. Indonesia dipilih karena merupakan produsen nikel terbesar yang merupakan mineral utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.

    Namun, berdasarkan laporan dari media Korea Yonhap, dikutip Senin (21/4/2025), konsorsium memilih untuk menghentikan proyek tersebut setelah berkoordinasi dengan pihak pemerintah Indonesia. Keputusan ini diambil seiring dengan dinamika baru di industri kendaraan listrik, termasuk fenomena “EV chasm” yang menggambarkan adanya perlambatan sementara permintaan pasar terhadap mobil listrik secara global.

    “Mengacu pada situasi pasar dan juga iklim investasi pada saat ini, kami telah memutuskan untuk menghentikan partisipasi dalam proyek tersebut,” ujar seorang pejabat LG Energy Solution.

    Meskipun konsorsium LG untuk pengembangan baterai EV di Indonesia batal, LG memastikan tetap melanjutkan sejumlah kegiatan usahanya di Indonesia yang telah berjalan, termasuk operasional pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), yang merupakan kolaborasi strategis dengan Hyundai Motor Group.