Produk: jaminan sosial

  • Berapa Nilai Iuran yang Dibayar Pemerintah untuk PBI JK?

    Berapa Nilai Iuran yang Dibayar Pemerintah untuk PBI JK?

    Jakarta

    Seluruh peserta BPJS Kesehatan diwajibkan untuk membayar iuran jaminan kesehatan yang besarannya bergantung kepada jenis kepesertaan. Namun bagaimana dengan mereka Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK)?

    Untuk diketahui, PBI JK adalah program bantuan iuran yang ditanggung oleh pemerintah untuk masyarakat yang kurang beruntung. Sehingga Peserta PBI JK bisa menikmati layanan kesehatan tanpa biaya, karena iuran sudah dibayarkan pemerintah.

    Namun sesuai Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, kepesertaan PBI JK hanya diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu. Sehingga tak semua orang bisa menjadi penerima bantuan sosial ini.

    Sementara untuk nilai iuran yang dibayar pemerintah untuk PBI JK sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 Tahun 2024. Di mana dalam beleid tersebut iuran bagi peserta PBI JK yaitu sebesar Rp 42.000,00 per orang per bulan.

    “Iuran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh Pemerintah Pusat,” Tulis Pasal 3 Ayat (2) aturan tersebut.

    Kemudian untuk menjamin keberlangsungan dan kesehatan keuangan Jaminan Kesehatan, Pemerintah Daerah berkontribusi dalam membayar Iuran bagi Peserta PBI JK sesuai kapasitas fiskal daerah. Artinya Pemda ikut membayar sebagian Iuran peserta BPJS Kesehatan gratis di wilayahnya.

    “Pembayaran Kontribusi Iuran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat bersumber dari transfer ke daerah,” sambung Pasal (3) Ayat (6) PMK Nomor 51 Tahun 2024.

    Cara Cek Status Penerima Bansos PBI JK

    Untuk bisa mengetahui apakah sudah terdaftar sebagai penerima bantuan sosial PBI JK, ada beberapa metode mudah yang bisa dilakukan untuk cek status kepesertaan masyarakat yakni:

    1. Melalui WhatsApp BPJS Kesehatan

    Masyarakat juga bisa memanfaatkan layanan WhatsApp resmi BPJS Kesehatan di nomor 0811-8750-400 (nama bot: Chika). Pilih opsi Cek Status Peserta, kemudian masukkan NIK atau nomor BPJS serta tanggal lahir (format YYYYMMDD). Dalam beberapa saat yang bersangkutan akan menerima informasi lengkap tentang status kepesertaannya masing-masing.

    2. Menggunakan Aplikasi Mobile JKN

    Download aplikasi Mobile JKN melalui Google Play Store atau App Store. Setelah login menggunakan nomor kartu BPJS atau NIK, yang bersangkutan dapat langsung mengecek status kepesertaan di halaman utama aplikasi dengan mudah dan praktis.

    3. Lewat Call Center BPJS Kesehatan

    Jika yang bersangkutan lebih suka layanan langsung, cukup hubungi nomor call center BPJS Kesehatan di 165. Sampaikan NIK atau nomor kartu BPJS kepada petugas, dan mereka akan membantu memberikan informasi status kepesertaan yang bersangkutan.

    4. Datang Langsung ke Kantor BPJS Kesehatan

    Alternatif terakhir, masyarakat bisa secara langsung mendatangi kantor BPJS Kesehatan terdekat. Jangan lupa membawa KTP serta kartu kepesertaan untuk mempermudah proses pengecekan secara langsung.

    Tonton juga video “Dirut BPJS Kesehatan Bicara 7,3 Juta PBI JK Yang Dinonaktifkan” di sini:

    (igo/fdl)

  • Media Asing Soroti Sulitnya Cari Kerja di RI, Lulusan Sarjana Nganggur

    Media Asing Soroti Sulitnya Cari Kerja di RI, Lulusan Sarjana Nganggur

    Jakarta

    Isu ketenagakerjaan di Indonesia menjadi sorotan media asing. Al Jazeera, jaringan media internasional yang berpusat di Qatar mengangkat isu sulitnya anak muda di Indonesia mendapatkan pekerjaan yang layak.

    Dikutip detikcom, Sabtu (19/7/2025), Al Jazeera menyebut Indonesia termasuk negara dengan tingkat pengangguran pemuda tertinggi di Kawasan Asia. Tercatat 16% dari 44 juta penduduk Indonesia yang masuk kategori Gen Z tidak memiliki pekerjaan.

    Angka itu lebih dari dua kali lipat dibandingkan tingkat pengangguran pemuda di negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Optimisme kelompok pemuda terhadap kondisi ekonomi juga lebih rendah dibandingkan negara tetangga.

    Survei yang dirilis oleh ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura pada Januari lalu menunjukkan bahwa anak muda Indonesia memiliki pandangan yang jauh lebih pesimistis terhadap kondisi ekonomi dan pemerintahan dibandingkan rekan-rekan mereka di Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Vietnam.

    Hanya sekitar 58% anak muda Indonesia yang menyatakan optimis terhadap rencana ekonomi pemerintah. Angka ini jauh di bawah rata-rata 75% dari enam negara tersebut.

    Pada bulan Februari, keresahan ini sempat meluap ke jalanan ketika mahasiswa mendirikan gerakan Indonesia Gelap sebagai bentuk protes terhadap rencana pemerintah memangkas anggaran untuk layanan publik.

    Ekonom menyebut tingginya pengangguran pemuda di Indonesia disebabkan oleh beberapa aturan. Misalnya, regulasi ketenagakerjaan yang kaku yang menyulitkan proses rekrutmen hingga upah rendah yang yang membuat para pencari kerja enggan menerima tawaran yang ada.

    “Banyak orang akhirnya memilih untuk tidak masuk ke pasar tenaga kerja daripada harus bekerja dengan gaji yang jauh di bawah ekspektasi,” kata Adinova Fauri, ekonom dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta.

    “Pekerjaan yang baik juga tidak tersedia secara merata, sehingga banyak yang akhirnya terjun ke sektor informal, yang produktivitasnya rendah dan tanpa perlindungan sosial,” tambah dia.

    Dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa, Indonesia memang sudah lama menghadapi masalah pengangguran pemuda yang kronis. Meskipun angka ini mulai menurun dibandingkan satu dekade lalu saat seperempat pemuda Indonesia tidak memiliki pekerjaan.

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan sekitar 56% tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor informal. Artinya jutaan pekerja berada dalam kondisi rentan dan tanpa perlindungan jaminan sosial.

    “Kualitas pekerjaan dan dominasi sektor informal masih menjadi masalah utama,” sebut Deniey Adi Purwanto, dosen Departemen Ekonomi di IPB University, Bogor.

    Bagi generasi muda, ketimpangan antara jumlah pencari kerja dan ketersediaan lapangan kerja menjadi tantangan yang sangat serius. Lulusan pendidikan menengah dan tinggi tidak selalu sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan tingkat informalitas juga tinggi.

    “Indonesia memiliki jumlah anak muda yang sangat besar, sehingga tekanan terhadap pasar kerja jauh lebih besar. Kita juga mengalami peningkatan pesat dalam jumlah lulusan SMA dan perguruan tinggi,” tambah Purwanto.

    Menurutnya, banyak lulusan sarjana yang enggan bekerja di sektor informal atau menerima pekerjaan bergaji rendah, sehingga mereka memilih menunggu pekerjaan yang layak, yang pada akhirnya berujung pada pengangguran.

    Ia juga menyoroti minimnya pelatihan vokasional dan program magang yang efektif di Indonesia dibandingkan dengan negara tetangga seperti Vietnam atau Malaysia.

    “Di Malaysia, misalnya, ada lebih banyak skema kerja sama antara industri dan universitas serta program penyerapan tenaga kerja untuk lulusan,” jelasnya.

    Ketimpangan antarwilayah semakin memperburuk keadaan. Anak muda yang tinggal di daerah terpencil dan pedesaan menghadapi tantangan lebih besar dalam mengakses pekerjaan yang layak, terutama di luar Pulau Jawa yang menjadi pusat pemerintahan dan tempat tinggal lebih dari separuh penduduk Indonesia.

    Al Jazeera juga mewawancarai pemuda sarjana hukum, Andreas Hutapea yang merasakan sulitnya mencari pekerjaan. Padahal, kata Andreas, awalnya ia tak pernah berpikir bahwa mencari pekerjaan akan sesulit itu.

    Namun kenyataannya, ia justru dihadapkan pada penolakan demi penolakan. Ia gagal menembus seleksi calon pegawai negeri sipil yang terkenal sangat kompetitif di Indonesia. Andreas tak berhasil pula saat mencoba peruntungan sebagai calon jaksa.

    Sebelum masuk kuliah, Andreas sempat bercita-cita menjadi tentara, tetapi gagal memenuhi syarat tinggi badan. Karena uangnya menipis, ia keluar dari tempat kos dan kembali tinggal bersama orang tuanya yang mengelola toko kelontong kecil yang menjual minyak, telur, beras, dan kebutuhan pokok lainnya.

    Sejak itu, Andreas bekerja membantu toko milik orang tuanya, di sebuah kota kecil di pinggiran Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara. “Aku buka toko buat mereka pagi-pagi, duduk di sana seharian melayani pembeli, lalu bantu tutup malamnya,” ujar Andreas, yang lulus SMA pada 2020.

    “Orang tuaku memang tidak menggaji aku, tapi aku tidak bisa menyalahkan mereka. Mereka sudah memberiku makan dan tempat tinggal secara gratis,” tambah dia.

    Meskipun menyandang gelar sarjana hukum dan sangat ingin lepas dari pekerjaan membantu di toko keluarga, ia mendapati bahwa peluang kerja sangat terbatas. Andreas juga mengambil pekerjaan sampingan sebagai teknisi pemasangan sistem suara untuk acara pernikahan dan pesta.

    Andreas yang menyelesaikan sebagian mata kuliah hukumnya saat libur semester agar bisa lulus setahun lebih cepat, sulit menepis perasaan bahwa semua upayanya sia-sia.

    “Aku nggak mau jadi beban buat orang tuaku, yang sudah bayar semua biaya kuliahku,” ujar Andreas.

    “Tapi lihat aku sekarang,” tutup dia.

    (ily/hns)

  • Penerimaan Bea Masuk AS Tembus Rekor Berkat Tarif Trump – Page 3

    Penerimaan Bea Masuk AS Tembus Rekor Berkat Tarif Trump – Page 3

    Surplus anggaran Juni terjadi karena penerimaan negara meningkat 13% menjadi USD 526 miliar — rekor tertinggi untuk bulan tersebut — sementara pengeluaran menurun 7% menjadi USD 499 miliar.

    Namun, setelah disesuaikan dengan kalender pembayaran, Juni sebenarnya mencatat defisit anggaran sebesar USD 70 miliar, sedikit lebih baik dari defisit USD 143 miliar pada Juni tahun sebelumnya.

    Secara keseluruhan, defisit anggaran selama sembilan bulan pertama tahun fiskal 2025 mencapai USD 1,337 triliun, naik 5% dibanding tahun lalu. Penyebabnya antara lain meningkatnya belanja untuk sektor kesehatan, jaminan sosial, pertahanan, dan bunga utang.

    Sementara itu, penerimaan negara secara total naik 7% menjadi USD 4,008 triliun, didorong oleh kenaikan lapangan kerja dan pendapatan. Tapi belanja negara juga naik 6% menjadi USD 5,346 triliun.

  • BI: Kinerja kegiatan usaha meningkat pada triwulan II 2025

    BI: Kinerja kegiatan usaha meningkat pada triwulan II 2025

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) melalui hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mencatat bahwa kinerja kegiatan dunia usaha terindikasi meningkat pada triwulan II 2025.

    “Hal ini tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) yang tercatat sebesar 11,70 persen, atau lebih tinggi dibandingkan dengan SBT pada triwulan sebelumnya sebesar 7,63 persen,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Ramdan mengatakan meningkatnya kegiatan dunia usaha tersebut didorong oleh kenaikan kinerja mayoritas lapangan usaha (LU), terutama LU administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib sejalan dengan realisasi anggaran pemerintah sesuai pola seasonal-nya.

    Selain itu juga LU industri pengolahan dan LU penyediaan akomodasi dan makan minum sejalan dengan permintaan yang terjaga pada periode rangkaian libur Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) sepanjang triwulan II 2025.

    Kapasitas produksi terpakai pada triwulan II 2025 tercatat sebesar 73,58 persen, meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2025 yang sebesar 73,25 persen.

    Peningkatan tersebut terutama ditopang oleh LU pertambangan dan penggalian serta LU pengadaan listrik.

    Sementara itu, ia mengatakan kondisi keuangan dunia usaha secara umum juga tetap dalam kondisi baik pada aspek likuiditas maupun rentabilitas, dengan akses kredit yang tetap mudah.

    Berdasarkan survei BI, responden memprakirakan kegiatan usaha pada triwulan III 2025 melanjutkan peningkatan dengan SBT sebesar 11,98 persen.

    Kegiatan usaha diprakirakan meningkat terutama bersumber dari perbaikan kinerja LU konstruksi sejalan dengan dimulainya beberapa proyek, baik pemerintah maupun swasta serta LU pertambangan dan penggalian sejalan dengan terjaganya permintaan.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Fakta Pemulung Masak Bangkai Ayam Terekam Dedi Mulyadi Saat ke TPA Sarimukti
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        18 Juli 2025

    Fakta Pemulung Masak Bangkai Ayam Terekam Dedi Mulyadi Saat ke TPA Sarimukti Bandung 18 Juli 2025

    Fakta Pemulung Masak Bangkai Ayam Terekam Dedi Mulyadi Saat ke TPA Sarimukti
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Dinas Sosial (Dinsos)
    Kabupaten Bandung
    , Jawa Barat, membenarkan bahwa
    pemulung
    yang viral karena memasak
    bangkai ayam
    di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat (KBB), merupakan warga Kabupaten Bandung.
    Pemulung
    tersebut diketahui berasal dari Kecamatan
    Majalaya
    . Informasi ini terungkap setelah Gubernur Jawa Barat
    Dedi Mulyadi
    mengunjungi
    TPA Sarimukti
    dan bertemu langsung dengan yang bersangkutan.
    Dalam video yang diunggah di akun Instagram resmi Dedi Mulyadi pada Minggu (13/7/2025), pemulung tersebut memperlihatkan ayam bangkai yang sedang dimasaknya dan mengaku memang biasa mengonsumsi makanan bekas.
    Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinsos Kabupaten Bandung, Miftahussalam, menyampaikan bahwa pemulung itu tercatat sebagai warga Kampung Pasir Luhur RT 001/RW 004, Desa Neglasari, Kecamatan Majalaya.
    “Dengan nama kepala keluarga Mimin Hasanudin atau suami dari ibu Iin yang diwawancarai gubernur,” kata Miftah melalui pesan singkat, Jumat (18/7/2025).
    Pihaknya telah menindaklanjuti kejadian tersebut dengan menerjunkan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) untuk melakukan
    assessment
     terhadap keluarga tersebut.
    Mimin diketahui memiliki tiga anak. Anak pertama bekerja sebagai kuli bangunan di Bekasi, anak kedua duduk di bangku kelas dua sekolah dasar, dan anak bungsu masih berusia lima tahun.
    A post shared by Kang Dedi Mulyadi (@dedimulyadi71)
    Miftahussalam menyebut banyak warga Kampung Pasir Luhur yang memang menggantungkan hidup sebagai pemulung di TPA Sarimukti.
    “Jadi memang bertahun-tahun, hingga beregenerasi jadi pemulung di sana,” ungkapnya.
    Makanan yang dimasak oleh Mimin dan keluarganya, kata Miftah, kerap berasal dari limbah toko atau supermarket. Mereka biasa mengambil makanan yang sudah kedaluwarsa namun masih tampak layak dikonsumsi.
    “Tidak hanya daging ayam atau ikan, ada juga makanan yang dibuang dalam kemasan kaleng atau dus. Daging ayam yang dibuang pun merupakan daging yang disimpan di es beku atau freezer sehingga kondisinya masih relatif segar,” jelasnya.
    Mimin dan Iin hingga kini belum memiliki rumah dan masih tinggal menumpang di rumah orangtuanya, meskipun sudah memiliki sebidang tanah.
    “Tapi belum punya dana untuk membangunnya karena penghasilannya sebagai pemulung sangat minim,” ujar Miftah.
    Pemerintah Desa Neglasari disebut sudah menyalurkan program rumah tidak layak huni (
    rutilahu
    ) di kampung tersebut, namun Mimin belum mendapatkan bantuan karena belum memiliki bangunan yang bisa direhab.
    “Baru rumah ibunya saja yang sudah direhab rutilahu pada tahun 2010 lalu,” ungkapnya.
    Meskipun sudah dilakukan
    assessment
    , Miftah mengakui bahwa tidak menutup kemungkinan keluarga Mimin tetap kembali bekerja sebagai pemulung di TPA Sarimukti.
    Sementara itu, pemerintah desa tidak bisa melarang warga untuk bekerja di sana karena merupakan pilihan masing-masing individu.
    “Namun pemerintah desa setempat menyatakan akan terus melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada warganya berupa program pemberdayaan masyarakat, agar bisa merubah stigma atau pandangan negatif bekerja sebagai pemulung,” bebernya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sri Mulyani lapor realisasi BSU Rp6,88 triliun untuk 11,4 juta pekerja

    Sri Mulyani lapor realisasi BSU Rp6,88 triliun untuk 11,4 juta pekerja

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Sri Mulyani lapor realisasi BSU Rp6,88 triliun untuk 11,4 juta pekerja
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 17 Juli 2025 – 14:56 WIB

    Elshinta.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) telah terealisasi sebesar Rp6,88 triliun yang diterima oleh 11,4 juta pekerja dalam periode 23 Juni hingga 1 Juli 2025.

    “Ini merupakan bentuk dukungan negara hadir di tengah berbagai tantangan ekonomi yang kita hadapi. Bukan hanya untuk menjaga daya beli, tetapi juga untuk menjaga semangat para pekerja agar tetap berkarya, karena para pekerja adalah pahlawan di balik kemajuan ekonomi kita,” kata Sri Mulyani dalam Instagram @smindrawati di Jakarta, Kamis.

    BSU merupakan salah satu dari lima stimulus ekonomi yang disiapkan pemerintah untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka.

    Sri Mulyani berharap masyarakat dapat memanfaatkan stimulus itu dengan sebaik-baiknya, sehingga bisa membangun ekonomi yang lebih berdaya saing dan berkelanjutan.

    Sebagai catatan, penyaluran BSU diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah Berupa Subsidi Gaji/Upah bagi Pekerja/Buruh.

    Dalam Permenaker 5/2025, pekerja/buruh yang mendapatkan BSU harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti seorang warga negara Indonesia dengan kepemilikan nomor induk kependudukan; peserta aktif program jaminan sosial ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan April 2025; dan menerima gaji/upah paling banyak sebesar Rp3,5 juta per bulan.

    Bagi pekerja/buruh yang bekerja di wilayah dengan upah minimum kabupaten/kota lebih tinggi dari Rp3,5 juta, maka aturan upah yang berlaku adalah upah minimum dibulatkan ke atas.

    Hal ini disebutkan dalam Pasal 4 Ayat 3 Permenaker 10/2022 yang tidak mengalami perubahan bunyi pada permenaker pembaruan.

    Adapun detail ambang batas upah minimum untuk persyaratan BSU 2025 telah diperbarui dalam Permenaker 5/2025.

    Selain itu, bantuan pemerintah berupa subsidi gaji/upah diberikan dalam bentuk uang sebesar Rp300 ribu per bulan untuk dua bulan yang dibayarkan sekaligus, sehingga total yang diterima adalah sebesar Rp600 ribu.

    Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli, penyaluran BSU telah mencapai setidaknya 85 persen dari total setidaknya 15 juta penerima. 

    Sumber : Antara

  • Ekonomi China Tumbuh 5,2% di Tengah Tekanan Tarif AS

    Ekonomi China Tumbuh 5,2% di Tengah Tekanan Tarif AS

    Jakarta

    Ekonomi Cina tercatat mengalami pertumbuhan 5,2% di pada kuartal kedua 2025 (April-Juni 2025), seperti yang dikutip Reuters dari data Badan Statistik Nasional negara tersebut (NBS). Pertumbuhan ini digadang menunjukkan ketahanan Cina di tengah tekanan tarif dagang Amerika Serikat.

    Meski pertumbuhan kuartal kedua sedikit di bawah prosentase 5,4% pada kuartal pertama, tetapi memenuhi target pertumbuhan ekonomi pemerintah dengan capaian 5% di tahun 2025. Lebih tinggi dari perkiraan pasar yaitu sebesar 5.1%.

    Capaian positif di semester pertama ini didukung stimulus ekonomi negara melalui stimulus fiskal, obligasi khusus, moneter, hingga stimulus properti dan sosial.

    Selain itu jeda dalam eskalasi perang dagang AS-Cina turut mendukung pertumbuhan ini. Jeda ini memungkinkan para eksportir untuk mempercepat pengiriman barang jelang kenaikan tarif.

    “Cina mencapai pertumbuhan di atas target resmi 5% di kuartal kedua tahun ini sebagian karena ekspor yang meningkat,” kata Zhiwei Zhang, kepala ekonom di Pinpoint Asset Management.

    Di balik pertumbuhan yang stabil

    Namun, para analis mengkhawatirkan bahwa pertumbuhan ini mungkin tidak berkelanjutan. Kepercayaan konsumen yang melemah, penurunan harga, dan krisis properti membuat angka permintaan menurun.

    Terdapat penundaan pembayaran terutama di sektor otomotif dan elektronik, bahkan perusahaan utilitas milik pemerintah terbelit hutang untuk menopang jalannya produksi.

    Para ekonom menyarankan agar Beijing mengalihkan fokus kebijakan dari sektor ekspor ke sektor domestik, seperti pendidikan, kesehatan, serta memperkuat jaminan sosial agar konsumsi domestik bisa meningkat.

    Max Zenglein, ekonom senior Asia-Pasifik dari Conference Board of Asia, menyebut ekonomi China sebagai “ekonomi kecepatan ganda”, di mana industri tetap kuat namun konsumsi lemah. Menurutnya, kedua hal ini saling mempengaruhi.

    “Banyak tantangan ekonomi saat ini, seperti lemahnya keuntungan dan tekanan deflasi, dipicu oleh ekspansi kapasitas berkelanjutan di sektor manufaktur dan teknologi,” kata Zenglein. “Perang dagang dengan AS kini kembali berdampak ke dalam negeri.”

    Sementara itu, para investor bersiap-siap untuk menghadapi semester kedua yang lebih lemah bahkan ketika stimulus tambahan sedang direncanakan dalam pertemuan Politbiro yang akan datang di bulan Juli.

    Menurut perusahaan riset dan konsultasi ekonomi Prognos Institute, perusahaan-perusahaan Cina kini menyumbang 16% dari ekspor global, dua kali lipat lebih besar daripada Jerman, meningkatkan kompetisi perdagangan global.

    Bagaimana kelanjutan perang tarif Cina dan AS?

    Isu Taiwan, teknologi baru, serta perdagangan membuat ketegangan Washington dan Beijing kian meningkat.

    Pada bulan April Presiden AS mengumumkan tarif 145% untuk barang-barang dari Cina. Namun, negosiasi antara kedua negara ini pada bulan Mei menyepakati penurunan tarif AS menjadi 30% selama 90 hari untuk memfasilitasi perundingan lanjutan. Cina turut merespon dengan mengurangi tarif atas barang-barang AS dari 125% menjadi 10%.

    Jika perang dagang antara kedua negara bereskalasi Cina mencoba menyasar pasar Uni Eropa untuk menyerap kelebihan kapasitas produksinya. Namun hal ini tentu akan berdampak pada hubungan dagang UE-AS.

    Sementara itu, ketika AS memperketat pembatasan perdagangan dengan beberapa negara Amerika Latin, Cina memperluas pengaruhnya di Amerika Selatan.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Rizky Nugraha

    Lihat juga Keputusan Trump Terhadap Pasar Global Hingga Perlambatan Ekonomi China

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • RUU PPRT: Menanti Keadilan dari Dapur

    RUU PPRT: Menanti Keadilan dari Dapur

    RUU PPRT: Menanti Keadilan dari Dapur
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    DI RUANG
    yang tak pernah tampil di podium kekuasaan, mereka bangun paling pagi dan tidur paling larut.
    Pekerja rumah tangga
    — yang sering kali disebut “asisten rumah tangga” atau “mbak”— hadir dalam keseharian kita, tetapi absen dalam kebijakan negara.
    Di balik setiap seragam putih yang disetrika, lantai yang disapu, dan sarapan yang tersaji, ada wajah yang tak dikenali hukum, tak dihormati undang-undang, dan terlalu sering didiamkan negara.
    RUU Perlindungan
    Pekerja Rumah Tangga
    (PPRT) sesungguhnya bukan barang baru. Diperjuangkan sejak 2004, disuarakan oleh banyak pihak, dan terus dijanjikan oleh para pengambil kebijakan, tetapi dua dekade berselang, ia tetap mandek.
    Tertahan di ruang-ruang rapat Baleg, tertimbun di laci birokrasi, dan tak kunjung menjadi hukum positif.
    Negara, yang seharusnya hadir sebagai pelindung yang adil, justru membiarkan para pekerja domestik berjalan tanpa payung hukum. Seakan rumah tangga adalah ruang privat yang tak perlu diintervensi keadilan.
    Jumlah
    pekerja rumah tangga
    di Indonesia diperkirakan mencapai 4-5 juta orang. Sebagian besar perempuan.
    Sebagian besar hidup dalam relasi kuasa yang timpang. Upah rendah, beban kerja tak terbatas, tanpa jaminan sosial, tanpa cuti, dan tanpa kontrak tertulis. Mereka bekerja, tetapi tak dianggap sebagai pekerja.
    Ketiadaan perlindungan ini bukan semata kelalaian administratif, melainkan bentuk pembiaran struktural. Bahkan Mahkamah Konstitusi dalam berbagai putusannya telah menegaskan bahwa setiap warga negara — tanpa kecuali — berhak atas perlindungan hukum yang adil.
    Namun, bagi para pekerja rumah tangga, konstitusi seolah hanya berlaku di ruang sidang, bukan di ruang makan.
    JALA PRT mencatat lebih dari 3.300 kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga sejak 2021. Komnas Perempuan mencatat 56 kasus sepanjang 2024.
    Kekerasan fisik, verbal, ekonomi, hingga kekerasan seksual. Banyak yang tak melapor karena takut. Banyak yang dipaksa diam karena tak tahu ke mana harus meminta keadilan.
    Negara diam. DPR lamban. Sementara para PRT terus bekerja, meski tak diakui.
    Maret 2023,
    RUU PPRT
    disahkan sebagai inisiatif DPR dan sempat masuk Prolegnas prioritas. Publik sempat berharap. Namun harapan itu segera dikecewakan: masa jabatan DPR periode 2019–2024 berakhir tanpa pengesahan. RUU kembali ke titik nol.
    Kini, DPR 2024–2029 membawa janji baru. Ketua DPR menyatakan bahwa RUU PPRT akan menjadi prioritas pasca-Hari Buruh 2025.
    Presiden Prabowo Subianto bahkan menyebut pengesahan sebagai komitmen moral. Baleg telah memulai RDP dan RDPU. Tapi publik tahu, proses legislasi bukan soal niat semata — melainkan soal keberanian untuk melawan kepentingan.
    Kepentingan siapa yang menolak RUU ini? Mungkin mereka yang nyaman dengan status quo. Mereka yang mempekerjakan tanpa tanggung jawab. Mereka yang melihat pekerja rumah tangga bukan sebagai subjek hukum, melainkan sekadar “bagian keluarga”.
    Padahal dalam logika hukum ketenagakerjaan, relasi kerja domestik tetaplah kerja. Hak tetaplah hak. Dan martabat tak bisa dikaburkan oleh tembok rumah.
    RUU PPRT seharusnya menjadi tonggak peradaban hukum ketenagakerjaan Indonesia. Draf yang telah dibahas memuat sejumlah terobosan.
    Pertama, pengakuan PRT sebagai pekerja formal, setara dengan profesi lain. Bukan sebagai “keluarga”, bukan sekadar “pembantu”, tetapi sebagai subjek hukum dengan hak dan kewajiban jelas.
    Kedua, perjanjian kerja tertulis yang meliputi hak atas upah layak, cuti, jaminan sosial, dan jam kerja manusiawi. Termasuk ketentuan mengenai larangan kekerasan dan perlindungan dari penyalur ilegal.
    Ketiga, penyalur wajib berizin, tidak boleh menahan dokumen, memungut biaya, atau mengeksploitasi calon PRT.
    Keempat, pengawasan oleh pemerintah daerah, termasuk pendataan, pelatihan, dan penyelesaian sengketa berbasis mediasi.
    Dengan semua itu, RUU PPRT bukan hanya produk hukum, tetapi wajah keberpihakan. Ia mengoreksi sejarah ketimpangan dan memanusiakan profesi yang selama ini dibungkam oleh domestifikasi.
    Dalam sistem hukum kita, UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) secara eksplisit menyebut: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.”
    Apakah PRT bukan “setiap orang”? Apakah mereka harus terus menunggu pengakuan dari negara yang katanya berdasarkan hukum?
    Pembiaran berlarut terhadap RUU PPRT adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip konstitusional itu sendiri. Negara tidak boleh tunduk pada tekanan sosial budaya atau status quo relasi kuasa. Negara harus berdiri tegak sebagai pelindung, bukan penonton.
    DPR dan Pemerintah tak bisa terus berdalih menunggu waktu yang tepat. Setiap hari yang ditunda adalah risiko baru yang dihadapi para PRT. Satu hari tanpa payung hukum bisa berarti satu nyawa hilang tanpa perlindungan.
    Keadilan yang ditunda — sebagaimana dikatakan William E. Gladstone — adalah keadilan yang ditolak.
    RUU PPRT adalah cermin. Ia mencerminkan apakah bangsa ini benar-benar percaya pada keadilan sosial. Apakah negara ini hanya melindungi yang lantang bersuara di Senayan atau juga yang diam di dapur sempit tanpa serikat.
    Dari dapur itulah, keadilan kini sedang ditunggu. Ia tak berteriak, tapi mendidih perlahan. Ia tak bersuara, tapi mendesak. Menanti untuk disambut oleh negara, bukan dengan janji, melainkan dengan keberanian legislasi.
    Jika negara tak segera mengetuk palu pengesahan, maka yang dikhianati bukan hanya para PRT, tetapi juga nurani konstitusi itu sendiri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wamenaker Dampingi Wapres Tinjau Penyaluran BSU di Tangerang

    Wamenaker Dampingi Wapres Tinjau Penyaluran BSU di Tangerang

    Jakarta – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer mendampingi Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka dalam kegiatan peninjauan penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) Tahun 2025 di Kantor Pos Indonesia Cabang Tangerang, Banten, hari ini.

    Peninjauan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk memastikan program BSU berjalan tepat sasaran, transparan, dan memberikan manfaat nyata bagi para pekerja.

    Immanuel menjelaskan program BSU tahun 2025 diberikan kepada para pekerja dengan upah maksimal Rp 3,5 juta atau sesuai dengan Upah Minimum Daerah (UMD) setempat.

    “Hingga 15 Juli 2025, sebanyak 13.189.660 pekerja di seluruh Indonesia telah menerima bantuan ini, termasuk 588.187 pekerja di Provinsi Banten dan 187.299 pekerja di Kota Tangerang,” ujar Immanuel, dalam keterangan tertulis, Rabu (16/7/2025).

    Ia juga menekankan pentingnya peran aktif para pengusaha dalam mendukung program jaminan sosial ketenagakerjaan.

    “Kami mengimbau kepada seluruh pengusaha agar terus meningkatkan kepatuhan dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan serta melaporkan data ketenagakerjaan secara berkala,” tambahnya.

    Dalam kunjungan tersebut, Gibran bersama Immanuel Ebenezer melihat secara langsung proses pencairan di ruang pelayanan PT Pos Indonesia. Mereka memastikan seluruh tahapan penyaluran berlangsung sesuai prosedur dan tanpa kendala.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Bikin Gaduh Usai Bilang Pengemis Pura-pura Miskin, Menteri Kuba Mundur

    Bikin Gaduh Usai Bilang Pengemis Pura-pura Miskin, Menteri Kuba Mundur

    Havana

    Menteri Tenaga Kerja Kuba, Marta Elena Feito, mengundurkan diri dari jabatannya setelah memicu kegaduhan karena menyebut orang-orang yang mengais-ngais tong sampah atau para pengemis hanya berpura-pura miskin dan tidak benar-benar putus asa.

    Pemandangan semacam itu tergolong umum di Kuba, terutama ibu kota Havana, yang sedang terpuruk secara ekonomi. Warga Kuba kini bergulat dengan inflasi tak terkendali, upah yang rendah, dan kekurangan pangan, yang membuat beberapa dari mereka terpaksa mengemis atau mencari makanan dari tempat sampah.

    Setelah komentarnya itu memicu kegaduhan dan menuai kecaman, seperti dilansir AFP, Rabu (16/7/2025), Elena Feito juga mengawasi sistem jaminan sosial di negara tersebut “mengakui kesalahannya dan mengajukan pengunduran diri” dari jabatannya pada Selasa (15/7).

    Elena Feito, menurut laporan media pemerintah Kuba, juga mengakui komentarnya itu menunjukkan “kurangnya objektivitas dan kepekaan”.

    Dalam komentar yang disampaikan saat rapat komite parlemen membahas langkah penanggulangan kemiskinan pada Senin (14/7), Elena Feito mengatakan bahwa orang-orang yang mengais-ngais tong sampah berpakaian agar tampak seperti pengemis.

    “Ketika Anda melihat tangan mereka, ketika Anda melihat pakaian yang mereka kenakan, mereka menyamar sebagai pengemis. Mereka bukan pengemis. Di Kuba, tidak ada pengemis,” ujar Elena Feito dalam pernyataan yang disiarkan langsung oleh televisi pemerintah Kuba.

    Komentar itu menuai kemarahan publik, dengan para pengguna media sosial di Kuba mengunggah foto-foto yang menunjukkan orang-orang makan dari tong sampah.

    Sementara ekonom Pedro Monreal memposting komentar menyindir yang menyebut ada “orang-orang yang menyamar sebagai ‘menteri’ di Kuba”.

    Presiden Kuba, Miguel Diaz-Canel, ikut berkomentar via media sosial X dengan mengecam apa yang disebutnya sebagai “kurangnya kepekaan” dari Elena Feito.

    “Tidak ada seorang pun dari kita dapat bertindak dengan arogansi, bertindak dengan kepura-puraan, terlepas dari kenyataan yang kita jalani,” tegas Diaz-Canel saat berbicara dalam sidang parlemen Kuba.

    Para pengemis, sebut Diaz-Canel, adalah “ekspresi konkret dari ketimpangan sosial dan masalah-masalah” yang dihadapi Kuba.

    Tingkat kemiskinan di Kuba meningkat tajam seiring negara itu menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam tiga dekade, yang ditandai dengan kekurangan pangan, obat-obatan, dan bahan bakar, serta pemadaman listrik harian.

    Para pengamat menyalahkan kombinasi sanksi Amerika Serikat, salah kelola ekonomi domestik, dan pandemi COVID-19 yang menghancurkan industri pariwisata vital negara tersebut.

    Tahun lalu, pemerintah Kuba menyebut terdapat 189.000 keluarga dan 350.000 individu, dari total populasi 9,7 juta jiwa, yang hidup dalam kondisi “rentan” dan mendapatkan manfaat dari program bantuan sosial.

    Lihat juga Video ‘Pengemis Bawa Uang Rp 5,7 Juta Saat Dirazia Satpol PP Gorontalo’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini