Produk: jaminan sosial

  • Kala Buruh Tagih Janji Prabowo soal Upah Layak & Hapus Outsourcing

    Kala Buruh Tagih Janji Prabowo soal Upah Layak & Hapus Outsourcing

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan buruh melakukan aksi turun ke jalan di sejumlah daerah secara serentak pada Kamis (28/8/2025) untuk menyampaikan aspirasi dan sejumlah tuntutan kepada pemerintah dan DPR. Dalam aksi tersebut, buruh juga menagih janji-janji yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto.

    Dalam aksinya, kalangan buruh menagih janji yang pernah disampaikan Prabowo saat menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei 2025 lalu.

    Dalam pidatonya kala menghadiri May Day, Prabowo sempat berjanji untuk memperjuangkan hak pekerja, meningkatkan kesejahteraan, dan menegakkan hukum bagi yang merugikan rakyat.

    Selain itu, Prabowo juga menekankan pentingnya keadilan ekonomi, memperkuat perlindungan buruh, termasuk upah layak, jaminan sosial, dan pengawasan ketenagakerjaan yang lebih ketat.

    Kepala Negara juga berjanji akan menghapus sistem outsourcing secara bertahap dan membentuk Satgas PHK sebagai respons atas maraknya kasus PHK di Tanah Air.

    Janji-janji yang sempat dilontarkan Prabowo itu pun kini ditagih oleh para buruh untuk segera dipenuhi.

    Presiden Partai Buruh sekaligus Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan setidaknya ada enam tuntutan dalam aksi gerakan buruh yang diberi nama HOSTUM atau Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah.

    Tolak Upah Murah

    Tuntutan Pertama adalah menolak upah murah, yang mencakup tuntutan kenaikan upah minimum nasional sebesar 8,5%–10,5% pada 2026.

    Said menyebut perhitungan ini dilakukan berdasarkan formula resmi yang ditetapkan dalam putusan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 168/PUU-XXI/2023, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.

    “Data menunjukkan, inflasi dari Oktober 2024 hingga September 2025 diproyeksikan mencapai 3,26%, sementara pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,1%–5,2%. Dengan demikian, kenaikan upah minimum yang layak berada pada angka 8,5%–10,5%,” kata Said dalam keterangannya di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (28/8/2025).

    Dia pun menyinggung adanya ketimpangan gaji buruh dengan gaji para anggota DPR RI. Dia mengatakan, ada ketimpangan yang sangat besar antara gaji buruh dan anggota parlemen.

    Said menyindir tunjangan rumah DPR yang dirasa tidak adil dengan kondisi masyarakat Indonesia, khusunya kesejahteraan buruh. Dia menilai tunjangan rumah secara tidak langsung membuat akumulasi gaji DPR mencapai lebih dari Rp100 juta per bulannya.

    “Gaji DPR berapa? Rp104 juta dengan tunjangan tunjangannya,” ujarnya.

    Dia menegaskan pemberian tunjangan rumah anggota DPR dirasa tidak adil karena kenaikannya mencapai 35 kali lipat dari gaji buruh. Alhasil buruh harus terus turun jalan untuk menuntut keadilan.

    Presiden Partai Buruh/KSPI Said Iqbal saat ditemui di sela-sela unjuk rasa buruh di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025). – BISNIS/Reyhan Fernanda Fajarihza

    Dalam orasinya, Said juga mengaku mendapatkan informasi bahwa pemerintah dan pengusaha hanya akan menaikkan upah minimum 2026 sebesar 3%. Angka tersebut di bawah tuntutan yang disampaikan buruh yakni 8,5%-10,5%.

    “Saya sudah dengar, Apindo [Asosiasi Pengusaha Indonesia] dan pemerintah mau menaikkan gaji [UMP] cuma 3%,” kata Said.

    Said lantas melanjutkan orasinya bahwa persentase 3%, apabila dibandingkan dengan rerata upah minimum buruh sebesar Rp3,5 juta, maka jumlahnya hanya setara dengan Rp105.000.

    Hapus Outsourcing

    Tuntutan kedua adalah penghapusan outsourcing. Menurutnya, berdasarkan putusan MK, praktik outsourcing dalam UU Cipta Kerja harus dibatasi hanya pada jenis pekerjaan tertentu di luar pekerjaan inti.

    Namun, pihaknya memandang praktik outsourcing masih meluas, termasuk di BUMN. Oleh karenanya, buruh menuntut agar Peraturan Pemerintah (PP) No. 35/2021 dicabut.

    “Presiden Prabowo pada peringatan May Day menyatakan penghapusan outsourcing adalah salah satu kebijakan beliau, tapi sayang beribu sayang Menaker dan pejabat terkait lainnya tidak mencabut PP No.35 tentang alih daya, padahal putusan MK No.168/2023 yang dimenangkan gugatannya oleh partai buruh menyatakan pekerjaan alih daya sudah tidak ada, yang ada hanyalah jenis pekerjaan yang dibatasi,” ujar Said.

    Reformasi Pajak

    Tuntutan berikutnya berkaitan dengan reformasi pajak perburuhan, yang mana buruh menuntut adanya kenaikan PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak). Saat ini, PTKP ditetapkan sebesar Rp4,5 juta per bulan, sehingga buruh menuntut agar terdapat kenaikan menjadi Rp7,5 juta per bulan.

    Selain itu, buruh juga meminta agar pajak atas tunjangan hari raya (THR) dan pesangon dihapus.

    “Dengan reformasi pajak perburuhan, keadilan fiskal bisa lebih terasa. Pajak tidak lagi sekadar alat negara menarik uang dari rakyat kecil, melainkan menjadi instrumen untuk menjaga daya beli, melindungi buruh, dan menggerakkan roda ekonomi nasional,” ujar Said.

    Pengesahan UU Ketenagakerjaan Baru

    Berikutnya, buruh menuntut agar UU Ketenagakerjaan yang baru agar disahkan. Menurut Said, MK telah mengeluarkan Putusan No. 168/PUU-XXI/2024 yang dimenangkan oleh Partai Buruh, KSPSI Andi Gani, KSPI, dan FSPMI.

    Dalam putusan tersebut, MK menegaskan bahwa paling lama dalam dua tahun harus lahir undang-undang ketenagakerjaan baru yang keluar dari jeratan Omnibus Law. Namun, dia menyayangkan sikap DPR dan pemerintah yang disebut belum melakukan pembahasan RUU Ketenagakerjaan secara serius.

    “Kami meyakini, dua tahun adalah waktu yang cukup untuk melahirkan undang-undang baru. Kini tinggal satu tahun tersisa sebelum tenggat MK berakhir. Jika tidak, maka pemerintah dan DPR akan mencederai keadilan hukum sekaligus mengkhianati jutaan buruh,” tegas Said.

    Satgas PHK

    Selain isu HOSTUM, reformasi pajak, dan sahkan UU Ketenagakerjaan yang baru, isu lain yang akan disuarakan dalam aksi 28 Agustus 2025 adalah pembentukan satuan tugas (satgas) PHK, sahkan RUU Perampasan Aset untuk memberantas korupsi, serta revisi RUU Pemilu untuk mendesain ulang sistem Pemilu 2029 mendatang.

    Terkait dengan rencana pembentukan Satgas PHK, buruh mempertanyakan alasan pemerintah hingga saat ini belum merealisasikan kebijakan tersebut. Padahal kasus PHK marak terjadi belakangan ini.

    “Di tekstil sudah mulai melandai tren PHK, tetapi di [industri] ritel, hotel, elektronik itu banyak terjadi PHK. Satgas PHK tidak dibentuk-bentuk, ada apa?” ujar Said.

    Buruh dari berbagai serikat pekerja melakukan aksi di depan Gedung DPR/MPR di Jakarta, Kamis (28/8/2025). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

    Untuk diketahui, angka PHK berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada periode Januari-Juni 2025 mencapai 42.385 orang. Jumlah itu meningkat 32,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 32.064 orang.

    Merujuk Satu Data Kemnaker, kasus PHK terbanyak terjadi di sektor pengolahan yakni 22.671 orang, diikuti perdagangan besar dan eceran, serta pertambangan dan penggalian.

    Respons Pengusaha & Pemerintah

    Sementara itu, pemerintah dan pengusaha menanggapi tuntutan buruh terkait dengan upah minimum yang diusulkan naik 8,5% hingga 10,5% pada 2026.

    Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia sekaligus Anggota Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) dari kalangan pengusaha, Sarman Simanjorang menjelaskan bahwa kenaikan UMP harus mempertimbangkan kemampuan dunia usaha.

    “Kesejahteraan buruh tetap menjadi komitmen pengusaha, tetapi kenaikan itu harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi saat ini,” kata Sarman saat dihubungi Bisnis, Rabu (27/8/2025).

    Dia menjelaskan bahwa keadaan tersebut tak terlepas dari perekonomian nasional yang dihadapkan dengan daya beli masyarakat yang belum pulih, kondisi geopolitik yang berdampak pada gejolak ekonomi global, serta perang tarif dagang.

    Menurut Sarman, apabila kenaikan UMP melampaui kemampuan dunia usaha, maka dikhawatirkan akan terjadi rasionalisasi dalam bentuk pengurangan pekerja hingga PHK.

    Untuk menghindari hal tersebut, dia menggarisbawahi peran pemerintah sebagai penengah untuk turut mengakomodasi kepentingan pengusaha, yang memerlukan kepastian dan jaminan bahwa penetapan UMP harus sesuai regulasi yang ditetapkan.

    “Permenaker [Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 16/2024 tentang Penetapan Upah Minimum menerangkan bahwa nilai kenaikan UMP tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Ini menjadi rumusan yang harus kita jalankan secara murni dan konsekuen,” ujar Sarman.

    Adapun, dia menyatakan bahwa Depenas sejauh ini belum membahas penetapan UMP 2026. Sarman menyampaikan bahwa Depenas lazimnya baru mulai bersidang pada Oktober.

    Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mempertanyakan basis perhitungan di balik tuntutan buruh menaikkan upah minimum 8,5% hingga 10,5%. Akan tetapi, dia menegaskan bahwa pemerintah tetap bakal menampung usulan yang ada.

    “Ya, dasarnya apa? Kalau kami melihat terlalu cepat, ya. Namun, sebagai suatu harapan, sebagai masukan, tentu kita catat,” kata Yassierli saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2025).

    Lebih lanjut, Yassierli menggarisbawahi bahwa gagasan kenaikan upah minimum provinsi perlu melewati kajian yang mendalam. Selain terdiri dari sejumlah faktor, Yassierli juga menyinggung peran Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas) sebagai bagian dari mekanisme penetapan upah minimum pada tahun ini.

    Menurutnya, penetapan atas berbagai masukan tersebut juga akan mempertimbangkan banyak faktor. Dia lantas menyinggung peran Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas) sebagai bagian dari mekanisme penetapan upah minimum pada tahun ini.

    “Nanti kita akan putuskan, nanti ada mekanismenya melalui LKS Tripnas dan seterusnya,” pungkas Yassierli.

  • Kronologi Meninggalnya Balita Hanania yang Sempat Dirawat di Klinik Sidoarjo
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        28 Agustus 2025

    Kronologi Meninggalnya Balita Hanania yang Sempat Dirawat di Klinik Sidoarjo Surabaya 28 Agustus 2025

    Kronologi Meninggalnya Balita Hanania yang Sempat Dirawat di Klinik Sidoarjo
    Tim Redaksi
    SIDOARJO, KOMPAS.com
    – Hanania Fatin Majida, balita berusia 2,5 tahun meninggal dunia setelah mengalami kejang serta demam tinggi dan sempat dirawat di Klinik Siaga Medika, Sidoarjo, Jawa Timur.
    Kasus ini juga menyoroti sistem kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau Kartu Indonesia Sehat (KIS).
    Mulanya, pasien Hanania diantar oleh orangtuanya bersama neneknya ke Klinik Siaga Medika pada 30 Mei 2025 sekitar pukul 20.00 WIB dengan gejala panas tinggi dan sulit makan minum.
    Pihak klinik melakukan pemeriksaan dan uji laboratorium.
    Hasilnya, dinyatakan normal, tetapi tes widalnya positif tifoid atau tifus sehingga harus dilakukan rawat inap.
    Saat proses administrasi, diketahui bahwa BPJS KIS milik pasien tidak aktif atau tidak tertanggung, sehingga orangtua harus membayar secara mandiri.
    “Padahal kami sangat bergantung dengan KIS karena kondisi kami pas-pasan,” kata ayah Hanania, Hasan Bisri, Selasa (26/8/2025).
    Setelah tiga hari perawatan, kondisi pasien fluktuatif.
    Panasnya sempat turun dari 39,2 menjadi 36,6.
    Hanya saja, keluhannya masih sulit makan dan minum.
    Tangan kiri pasien saat diinfus mengalami bengkak, sehingga dokter memindahkan selang infus ke tangan kanan.
    Namun, kondisinya tetap sama, bengkak.
    Puncaknya, di hari kelima pada 4 Agustus 2025, sekitar pukul 19.15 WIB, pasien mengalami panas tinggi hingga kejang.
    Orangtua pun melapor ke dokter.
    Dokter di klinik melakukan uji laboratorium kembali dan kondisi pasien menurun, sehingga pasien harus dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang lengkap.
    Namun, karena kendala BPJS yang tidak aktif, orangtua pasien diharuskan melunasi biaya mandiri klinik terlebih dahulu sebelum dirujuk.
    Ekonomi yang pas-pasan membuat orangtua pasien kesulitan memenuhi biaya klinik sebesar Rp 3.020.000.
    Hingga akhirnya, terpaksa menggunakan Kartu Keluarga (KK) sebagai jaminan. “Kami terpaksa menyerahkan KK asli sebagai jaminan, barulah rujukan diberikan,” ucap ibu pasien, Aini.
    Saat tiba di RSUD Sidoarjo, kondisi pasien yang sudah kritis pun tidak dapat diselamatkan hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
    Namun, di rumah sakit inilah orangtua pasien baru mengetahui bahwa BPJS-nya aktif, setelah diberi tahu oleh pihak rumah sakit.
    Perasaannya bingung bercampur sedih.
    Orangtua pasien merasa kecewa dengan pelayanan Klinik Siaga Medika yang sebelumnya menyatakan bahwa BPJS tidak aktif, sehingga mereka menilai hal tersebut menyebabkan lambannya penanganan.
    Merespons hal itu, klinik mengatakan bahwa pihaknya tidak mengetahui perubahan status BPJS pasien selama proses perawatan karena tidak ada yang melapor.
    “Nah, keluarga sendiri pun tidak tahu kalau kartunya aktif. Tidak tahu siapa yang mengurus tiba-tiba aktif,” kata dokter Klinik Siaga Medika, E (29).
    Sehingga, klinik membantah adanya dugaan malaadministrasi karena menegaskan pihaknya tidak mengetahui bahwa kartu BPJS pasien aktif saat dirujuk.
    “Di awal ada administrasi rawat inap. Pertama kita cek NIK, BPJS-nya memang tidak aktif dan BPI-nya tidak tertanggung. Kami juga menginformasikan untuk persetujuan tanda tangan bahwa pasien bersedia menggunakan mandiri,” katanya.
    Pihak administrasi klinik melakukan pengecekan untuk keaktifan kartu BPJS, dan hasilnya aktif mulai tanggal 1 Mei 2025.
    “Kami tidak tahu karena tidak ada konfirmasi dari keluarga. Kami sudah mengingatkan, apabila BPJS-nya sudah aktif agar segera melapor,” ucapnya.
    Sementara itu, klinik juga membantah adanya dugaan malapraktik. Sebab, kondisi orang sakit bisa berbeda antara diagnosis awal dan akhir.
    “Jadi, orang sakit itu tidak melulu sakitnya hanya satu. Bisa jadi, selama perawatan dia ada gejala lain. Jadi, diagnosis awal dan akhir bisa berbeda. Gejala awalnya tifoid, tidak mengarah ke demam berdarah. Tahunya selama perjalanan perawatan, tahunya kejang tadi,” ucapnya.
    Kasus ini masih bergulir, tetapi belum ada pelaporan resmi ke pihak berwajib dan dalam proses penyelesaian di tingkat Pemkab Sidoarjo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perjuangan Riyan Bocah 10 Tahun Tanpa Anus di Sukabumi: Ditinggal Komunitas, Pengobatan Terhenti

    Perjuangan Riyan Bocah 10 Tahun Tanpa Anus di Sukabumi: Ditinggal Komunitas, Pengobatan Terhenti

    Liputan6.com, Sukabumi – Riyan Maulana, seorang bocah berusia 10 tahun asal Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi, kini menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Syamsudin SH. 

    Riyan, putra dari pasangan Dedi dan Euis, yang terlahir tanpa lubang anus atau atresia ani, kembali mendapat pendampingan setelah pengobatannya sempat terhenti.

    Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Sukabumi, Een Rukmini, menyatakan pihaknya segera menanggapi laporan tentang kondisi Riyan. 

    “Kami mendapat informasi dari wilayah, lalu paginya kami dari Dinsos bersama Ibu Camat dan Ibu Lurah langsung berkunjung ke rumah Riyan,” ujar Een, dalam keterangannya, Selasa (26/8/2025).

    Menurut Een, Riyan telah menjalani penanganan medis sejak 2019 hingga 2023. Namun, pengobatan tersebut terhenti dan tidak ada informasi lebih lanjut. 

    “Banyak komunitas yang membantu secara mandiri, hanya saja terhenti dan tidak diinfokan lagi,” tambahnya.

    Setelah mengecek langsung, tim gabungan dari Dinsos, Camat, Lurah, serta Puskesmas Baros langsung bertindak cepat. Mereka merujuk Riyan ke RSUD R Syamsudin untuk mendapatkan penanganan kembali.

    Fokus Penanganan Medis

    Saat ini, tim dokter akan fokus pada penanganan luka-luka yang ada di tubuh Riyan sebelum melanjutkan prosedur operasi terkait kondisi anusnya. Meski demikian, kondisi Riyan secara keseluruhan cukup baik. 

    “Ada luka-luka yang lebih prioritas untuk diobati dulu. Anaknya baik, dia bisa senyum dan bisa dirawat di rumah sakit, hanya mungkin ada luka-luka yang sudah tidak terasa,” ungkapnya.

    Terkait jaminan sosial, Een Rukmini memastikan keluarga Riyan memiliki akses penuh terhadap bantuan pemerintah. 

    “Keluarga Riyan punya Kartu Indonesia Sehat (KIS), BPJS, PKH, dan Bantuan Pangan Non-Tunai. Semuanya lengkap,” ungkapnya.

     

  • Soal iuran naik 2026 tanyakan ke Bu Menkeu

    Soal iuran naik 2026 tanyakan ke Bu Menkeu

    Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti ditemui di sela Mukernas Persatuan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (Perdosni) di Bandung, Sabtu (23/8/2025). ANTARA/Ricky Prayoga

    Dirut BPJS Kesehatan: Soal iuran naik 2026 tanyakan ke Bu Menkeu
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Senin, 25 Agustus 2025 – 12:40 WIB

    Elshinta.com – Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menyarankan agar pertimbangan naiknya iuran kepesertaan BPJS Kesehatan mulai 2026 agar ditanyakan dan dikonfirmasi ke Menkeu Sri Mulyani.

    Ali Gufron di Bandung, Senin, mengatakan pernyataan tersebut bukanlah datang dari pihaknya, sehingga lebih baik menanyakan ke narasumber pertama isu ini. Narasumber dimaksud adalah Sri Mulyani yang menyatakan akan ada penyesuaian tarif BPJS mulai 2026.

    “Kan Dirut BPJS belum pernah ngomong itu. Silahkan tanyakan beliau,” kata Ali Gufron.

    Meski demikian, Ali menilai jika terealisasikan hal tersebut bagus dan baik. “Itu bagus,” katanya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penyesuaian tarif iuran BPJS Kesehatan ditujukan untuk menjaga keberlanjutan program.

    “Keberlanjutan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan sangat bergantung kepada berapa manfaat yang diberikan untuk kepesertaan. Kalau manfaatnya makin banyak, berarti biayanya memang makin besar,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta, Kamis (21/8).

    Dengan penyesuaian tarif, kata Sri Mulyani, jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga bisa ditingkatkan.

    Meski begitu, pemerintah juga akan tetap memperhatikan kemampuan peserta mandiri.

    “Makanya, kami memberikan subsidi sebagian dari yang mandiri. Mandiri itu masih Rp35 ribu kalau tidak salah, harusnya Rp43 ribu. Jadi, Rp7 ribunya itu dibayar oleh pemerintah, terutama untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU),” tambah Menkeu.

    Untuk keputusan lanjutan dari wacana penyesuaian tarif iuran BPJS Kesehatan, Sri Mulyani menyebut akan dilakukan diskusi lebih lanjut bersama DPR, Menteri Kesehatan, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

    Anggaran kesehatan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dialokasikan sebesar Rp244 triliun.

    Sumber : Antara

  • Polemik Gaji DPR, Kesenjangan Sosial Bagi Rakyat Indonesia

    Polemik Gaji DPR, Kesenjangan Sosial Bagi Rakyat Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA – Dalam sepekan terakhir, gaji DPR yang naik atau mendapatkan tunjangan rumah hingga Rp50 juta per bulan sebagai menjadi viral di media social dan menjadi perbincangan dunia maya.

    Polemik gaji DPR ini menjadi pembahasan panjang di media social Indonesia, sebab netizen membandingkan dengan gaji-gaji pimpinan di negara-negara lain. Sebab, beberapa negara menggaji pejabat negara tidak lebih dari 5x UMR di negara tersebut.

    Adapun gaji DPR di Indonesia mencapai Rp154 juta atau 28 kali UMR Kota Jakarta. Rinciannya ada tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta dan gaji pokok plus tunjangan lainnya sebesar Rp104 juta.

    Jika dibagi 30 hari, setiap anggota DPR mendapatkan lebih dari Rp3 juta per hari—jumlah yang sangat jauh dari keberuntungan buruh dan pekerja informal. Mereka harus berjuang mati-matian untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sementara anggota DPR menikmati kemewahan dari uang rakyat.

    Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, kembali mengingatkan tentang kenyataan pahit soal ketimpangan pendapatan yang terus menganga di Indonesia. Menurutnya, saat rakyat berjuang keras mencari nafkah, anggota legislatif justru menikmati penghasilan yang fantastis setiap bulan.

    Dalam sebuah video yang beredar luas di media sosial, dia menyoroti betapa jauh berbeda pendapatan anggota DPR RI dari para buruh, pekerja informal, dan pelaku usaha kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi bangsa.

    Contoh nyata dari ketimpangan pendapatan ini adalah buruh outsourcing di Jakarta yang hanya menerima upah minimum sekitar Rp5,2 juta per bulan, atau sekitar Rp170 ribu per hari. Sangat menyedihkan. Banyak buruh yang bekerja di koperasi, yayasan, maupun sektor jasa lainnya hanya mampu menelan Rp1,5 juta per bulan—setara Rp50 ribu per hari.

    Bahkan, pengemudi ojek online seperti Gojek dan Grab, yang saat ini semakin banyak jumlahnya, hanya bisa mengantongi rata-rata Rp600 ribu per bulan—sekitar Rp20 ribu per hari.

    “Ibarat bayi mendapatkan susu, anggota DPR bisa menikmati Rp3 juta lebih setiap hari, sementara buruh di jalanan cuma mendapatkan Rp20 ribu. Mereka inilah yang benar-benar menopang roda ekonomi nasional, tetapi belum mendapatkan perlindungan dan penghargaan yang layak,” tegas Iqbal dalam pernyataannya pada Sabtu (23/8/2025).

    Selain soal ketimpangan pendapatan, Said Iqbal juga mengkritik sistem ketenagakerjaan yang dinilai sangat timpang. Banyak buruh yang bekerja dalam sistem outsourcing dan tidak mendapatkan perlindungan jaminan sosial, sehingga rentan di-PHK kapan saja tanpa kepastian keamanan ekonomi.

    Dia menambahkan, sistem pensiun anggota DPR pun dinilai tidak adil, karena mereka yang hanya bekerja selama lima tahun bisa mendapatkan pensiun seumur hidup, sementara nasib pekerja puluhan tahun masih dalam ketidakpastian.

    Salah satu tuntutannya adalah reformasi sistem ketenagakerjaan yang lebih adil dan perlindungan sosial yang menyeluruh bagi pekerja di seluruh negeri. “Pekerja di garis terdepan dalam pembangunan bangsa harus dihormati dan dilindungi, bukan justru dibiarkan hidup dalam kemiskinan dan ketidakpastian,” tegas Iqbal.

    Kata-kata Said Iqbal ini menjadi pengingat penting bahwa ketimpangan pendapatan di Indonesia harus menjadi perhatian utama pemerintah dan seluruh elemen bangsa. Kesejahteraan pekerja adalah indikator keberhasilan pembangunan nasional, dan harus ada reformasi nyata agar keadilan sosial bisa benar-benar tercapai.

    Polemik Tunjangan Rumah DPR

    Anggota DPR 2024-2029 di Indonesia memperoleh tambahan tunjangan senilai Rp50 juta sebagai kompensasi dari dihapusnya fasilitas rumah pejabat. Tambahan tunjangan itu terjadi ketika pemerintah sedang menggenjot efisiensi anggaran dan wacana menyesuaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional alias JKN.

    Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi isu soal adanya kenaikan gaji anggota DPR. Dia menegaskan bahwa tidak ada kenaikan gaji, melainkan perubahan fasilitas terkait rumah jabatan.

    Menurutnya, skema kompensasi tersebut diberikan semata-mata karena anggota DPR tidak lagi memperoleh fasilitas rumah dinas sebagaimana periode sebelumnya. Dengan begitu, kompensasi dianggap sebagai pengganti fasilitas, bukan penambahan penghasilan baru.

    “Engggak ada kenaikan, hanya sekarang DPR sudah tidak mendapatkan rumah jabatan. Namun diganti dengan kompensasi uang rumah, itu saja, karena rumahnya sudah dikembalikan ke pemerintah. Itu saja,” kata Puan kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Minggu (17/8/2025).

    Sebelumnya, isu seputar gaji Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang disebut mencapai Rp3 juta per hari viral di media sosial. Apalagi, jika dikalkulasi, besar gaji DPR per bulan bisa mencapai Rp90 juta.

    Ini Gaji DPR

    DPR RI mendapat pendapatan per bulan yang terdiri dari gaji pokok dan tunjangan.

    Gaji pokok anggota DPR diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pemimpin Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara.

    Diketahui, gaji pokok anggota DPR dibagi menjadi tiga kategori utama yakni gaji anggota, gaji anggota merangkap wakil ketua, serta gaji anggota merangkap ketua.

    Sedangkan tunjangan DPR RI diatur dalam Surat Edaran (SE) Setjen DPR RI Nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010.

    Berikut ini rincian gaji dan tunjangan yang diterima anggota DPR RI per bulannya.

    Gaji dan Tunjangan DPR RI

    Gaji Ketua DPR
    Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000 menyebutkan bahwa gaji ketua DPR sebesar Rp5.040.000 per bulan. Sedangkan untuk gaji Wakil ketua DPR sebesar Rp4.620.000 per bulan.

    Gaji Anggota DPR
    Peraturan Pemerintah tersebut juga menetapkan gaji anggota DPR RI sebesar Rp4.200.000 per bulan.

    Tunjangan Ketua dan Anggota DPR
    Selain gaji, ketua dan anggota DPR juga menerima beberapa tunjangan dan fasilitas. Hal tersebut diatur dalam Surat Edaran Setjen DPR RI No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 dan Surat Menteri Keuangan No S-520/MK.02/2015.

    Tunjangan yang Diterima Ketua dan Anggota DPR seperti:

    Tunjangan anak 2% dari gaji pokok.
    Tunjangan istri sebesar 10% dari gaji ketua dan anggota DPR
    Tunjangan jabatan. Ketua DPR menerima Rp18.900.000, wakil ketua DPR Rp15.600.000, sedangkan anggota Rp9.700.000.
    Uang sidang/paket Rp2.000.000
    Tunjangan komunikasi intensif ketua DPR menerima Rp16.468.000, wakil Rp16.009.000, dan anggota Rp15.554.000.
    Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran. Ketua DPR sebesar Rp5.250.000, diikuti wakil ketua menerima Rp4.500.000, sedangkan anggota DPR Rp3.750.000
    Tunjangan kehormatan Rp6.690.000 untuk ketua DPR, Rp6.450.000 untuk wakil ketua dan anggota DPR menerima Rp.5.580.000.
    Tunjangan PPh pasal 21 Rp2.699.813.
    Tunjangan beras Rp30.090 per jiwa per bulan.

  • Partai Buruh Kritik Tunjangan DPR: Melukai Hati Rakyat!

    Partai Buruh Kritik Tunjangan DPR: Melukai Hati Rakyat!

    Jakarta

    Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengkritik gaji serta tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mencapai Rp 3 juta per hari atau sekitar Rp 104 juta per bulan. Said pun membandingkan dengan gaji dan buruh yang jauh perbedaannya dengan anggota DPR.

    Ia mengetahui besaran gaji serta tunjangan DPR dari rilis sebuah media. Dalam rilis tersebut, merinci besaran gaji pokok, tunjangan, serta kebijakan baru terkait tunjangan perumahan Rp 50 juta bagi anggota DPR.

    “Memang yang besar tunjangan perumahan, Rp50 juta saya lihat. Berarti kan gaji pokok dan tunjangan-tunjangan kesejahteraan lainnya sekitar Rp54 juta. Kalau kita totalkan benar Rp104 juta yang dilaporkan oleh BBC yang saya baca di online-nya, maka kalau kita bagi 30 hari kan memang benar. Kira-kira Rp3 juta lebih per hari,” kata Said dalam keterangannya, dikutip Minggu (24/8/2025).

    Kemudian, Said membandingkan dengan buruh outsourcing atau kontrak di Jakarta yang menerima upah minimum tertinggi, sekitar Rp5,2 juta per bulan. Jika dibagi 30 hari, penghasilan mereka hanya sekitar Rp170 ribu per hari. Artinya, lanjut Said, pendapatan harian buruh hanya sepersekian dari yang diterima anggota DPR.

    Menurut Said, ketidakadilan ini semakin jelas bila kita menengok pekerja di sektor informal. Banyak buruh yang bekerja di koperasi, yayasan, atau sektor jasa hanya menerima Rp1,5 juta per bulan. Jika dibagi 30 hari, itu berarti sekitar Rp50 ribu per hari.

    Kemudian, ia juga membandingkan dengan upah pengemudi ojek online (ojol). Said menyebut rata-rata upah mereka mendapatkan Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.

    “Dengan semakin banyaknya jumlah driver, rata-rata pendapatan mereka kini hanya sekitar Rp600 ribu per bulan. Kalau dibagi 30 hari, penghasilan mereka tidak lebih dari Rp20 ribu per hari,” terang Said.

    “Bayangkan, seorang anggota DPR bisa menikmati Rp3 juta lebih per hari, sementara pekerja informal pontang-panting di jalan hanya mengantongi Rp20 ribu. Padahal, para pekerja inilah yang menopang roda ekonomi bangsa,” imbuh Said.

    Ia pun menyoroti dana pensiun seumur hidup yang diterima DPR padahal hanya bekerja lima tahu. Sementara, buruh bisa dengan mudah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa perlindungan jaminan sosial.

    “Ironisnya, anggota DPR yang hanya bekerja lima tahun sudah berhak atas uang pensiun seumur hidup. Sementara itu, buruh yang bekerja puluhan tahun tetap dihantui ketidakpastian. Inilah wajah nyata ketidakadilan yang melukai hati rakyat,” tambahnya.

    (kil/kil)

  • Kasus Balita Sukabumi Jadi Pembelajaran, Mensos Tekankan Pentingnya Pemutakhiran Data
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Agustus 2025

    Kasus Balita Sukabumi Jadi Pembelajaran, Mensos Tekankan Pentingnya Pemutakhiran Data Nasional 24 Agustus 2025

    Kasus Balita Sukabumi Jadi Pembelajaran, Mensos Tekankan Pentingnya Pemutakhiran Data
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menilai kasus meninggalnya RY, balita di Sukabumi yang diduga mengalami infeksi berat, menjadi pembelajaran penting bagi pemerintah.
    Menurut dia, kejadian tersebut menegaskan betapa vitalnya pemutakhiran data warga miskin dan rentan untuk memastikan intervensi sosial berjalan tepat sasaran.
    “Ini satu pembelajaran buat kita semua, supaya benar-benar bisa menyisir warga-warga kita yang memang memerlukan perlindungan dan jaminan sosial,” kata Gus Ipul ditemui di Gedung Aneka Bhakti, Kementerian Sosial, Jakarta, Minggu (24/8/2025).
    Gus Ipul menekankan, pendataan adalah bagian dari strategi Presiden Prabowo Subianto untuk konsolidasi data nasional.
    Ia mengakui masih banyak warga yang belum tercatat dalam sistem, baik di Dukcapil maupun Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional.
    “Maka itu saya mengajak kepada seluruh masyarakat, pemerintah daerah, seluruh kekuatan bangsa ini untuk ikut terlibat di dalam pemutakhiran data,” tegasnya.
    Kemensos sendiri sudah turun langsung ke Sukabumi untuk melakukan asesmen terhadap keluarga RY.
    Kakak dan adiknya kini tengah diproses untuk bisa mendapatkan pendampingan dari sentra Kemensos di daerah tersebut.
    “Kita sudah lihat dan Kementerian Sosial juga sudah turun untuk melakukan
    assessment
    . Insyaallah nanti akan dimasukkan ke sentra kita yang ada di Sukabumi,” jelas Gus Ipul.
    Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, hingga aparat desa dan RT/RW dalam mendata warga yang membutuhkan.
    Dengan begitu, intervensi sosial dapat diberikan lebih cepat dan tepat.
    “Kita berharap, terus terang kita harus bersinergi ini dengan pemerintah daerah utamanya, di desa-desa dan juga di RT RW untuk benar-benar bisa memberikan suatu data yang tepat, yang baik, sehingga kita bisa berikan langkah-langkah atau intervensi yang tepat,” pungkasnya.
    Sebelumnya, RY, bocah asal Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, meninggal dunia pada 22 Juli 2025 dengan kondisi tubuh penuh cacing.
    RY adalah anak dari pasangan Udin (32 tahun) dan Endah (38 tahun), serta memiliki seorang kakak bernama Risna (7 tahun).
    Ia sempat dirawat di RSUD R Syamsudin SH, di mana ditemukan cacing dalam tubuhnya, dengan total berat cacing yang berhasil dikeluarkan mencapai hampir satu kilogram.
    Kejadian ini kini menjadi sorotan publik, dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memberikan perhatian khusus terhadap kasus RY.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Buruh Hanya Rp20 Ribu per Hari, DPR Nikmati Rp3 Juta

    Buruh Hanya Rp20 Ribu per Hari, DPR Nikmati Rp3 Juta

    GELORA.CO – Publik tengah menyoroti tajam jurang pendapatan antara buruh dengan pejabat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

    Isu ini semakin mencuat setelah Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyampaikan perbandingan mencolok antara gaji anggota DPR dengan penghasilan para buruh, khususnya pekerja informal dan sektor jasa.

    Iqbal mengungkapkan, total penghasilan anggota DPR bisa mencapai sekitar Rp154 juta per bulan.

    Rinciannya, tunjangan perumahan sekitar Rp50 juta, ditambah gaji pokok serta tunjangan kesejahteraan lain sebesar Rp104 juta.

    Jika dihitung per hari, anggota DPR bisa menikmati penghasilan lebih dari Rp3 juta.

    Namun, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan nasib buruh.

    Misalnya, buruh outsourcing di Jakarta hanya menerima upah minimum sekitar Rp5,2 juta per bulan atau setara Rp170 ribu per hari.

    “Pendapatan harian buruh hanya sepersekian dari anggota DPR,” ujar Iqbal dalam unggahan video di akun Instagram @partaiburuh_ pada Jumat, 22 Agustus 2025.

    Lebih jauh, Iqbal menyebut banyak buruh di koperasi, yayasan, hingga sektor jasa yang hanya menerima gaji Rp1,5 juta per bulan atau sekitar Rp50 ribu per hari.

    Bahkan, pengemudi ojek online yang jumlahnya terus meningkat rata-rata hanya mengantongi Rp600 ribu per bulan, atau setara Rp20 ribu per hari.

    “Bayangkan, seorang anggota DPR bisa mendapat Rp3 juta lebih per hari, sedangkan pekerja informal pontang-panting di jalan hanya membawa pulang Rp20 ribu,” tegas Iqbal.

    Menurutnya, kondisi tersebut sangat ironis karena buruh dan pekerja informal justru menjadi penopang utama roda ekonomi bangsa.

    Iqbal juga menyoroti sistem ketenagakerjaan yang dinilai eksploitatif.

    Praktik outsourcing dan kemitraan tanpa perlindungan jaminan sosial membuat posisi buruh semakin rentan.

    Mereka bisa sewaktu-waktu terkena PHK tanpa kepastian masa depan.

    Selain itu, Ketum KSPI turut mengkritisi aturan pensiun bagi anggota DPR.

    Menurutnya, ketidakadilan terlihat jelas karena seorang anggota DPR yang hanya menjabat lima tahun sudah berhak menerima uang pensiun seumur hidup.

    “Sementara buruh yang bekerja puluhan tahun tetap hidup dalam ketidakpastian tanpa jaminan masa tua,” pungkas Iqbal.***

  • Kemnaker Siapkan Langkah Baru Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industri

    Kemnaker Siapkan Langkah Baru Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industri

    Jakarta

    Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli mengatakan pentingnya penguatan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan transformasi ekosistem ketenagakerjaan merupakan langkah strategis untuk memperkuat daya saing serta meningkatkan produktivitas nasional.

    Yassierli menyebut sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan. Adapun hambatan itu mulai dari kurangnya komunikasi efektif di tingkat perusahaan, keterbatasan jumlah mediator, hingga belum optimalnya peran Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan implementasi Perjanjian Kerja Sama.

    Hal itu diungkapkan olehnya saat kegiatan Penguatan Teknik Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada BUMN/BUMD serta Peningkatan Sistem Pengupahan Berbasis Produktivitas di Perusahaan, yang digelar di Bandung, Jawa Barat, Jumat (22/8).

    “Saat ini jumlah mediator hubungan industrial hanya 1.064 orang, sementara mereka harus melayani potensi perselisihan dari jutaan perusahaan dengan lebih dari 150 juta pekerja. Kondisi ini menuntut peningkatan kapasitas, integritas, dan profesionalisme mediator,” kata Yassierli dalam keterangan tertulis, Sabtu (23/8/2025).

    Yassierli mengingatkan bahwa produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Tanpa percepatan, Indonesia berisiko disalip Vietnam dalam tiga tahun mendatang.

    Sebagai respons, Kementerian Ketenagakerjaan tengah menyusun kerangka kerja (framework) maturitas hubungan industrial transformatif yang mendorong pengusaha dan pekerja membangun visi bersama (shared vision), tidak sekadar hubungan industrial berbasis kepatuhan normatif.

    Sementara itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-JSK) Kemnaker, Indah Anggoro Putri menyampaikan kegiatan Penguatan Teknik Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada BUMN/BUMD serta Peningkatan Sistem Pengupahan Berbasis Produktivitas di perusahaan.

    Menurutnya, hal itu bertujuan untuk meningkatkan kapasitas SDM, mediator, dan serikat pekerja dalam merancang sistem pengupahan yang terukur, transparan, serta membangun hubungan industrial yang harmonis.

    “Kolaborasi tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja adalah fondasi penting untuk menciptakan ekosistem kerja yang kondusif, produktif, dan berkeadilan,” tutupnya.

    (prf/ega)

  • Said Iqbal Soroti Kesenjangan Pendapatan: DPR Terima Rp3 Juta per Hari, Buruh Hanya Rp20.000

    Said Iqbal Soroti Kesenjangan Pendapatan: DPR Terima Rp3 Juta per Hari, Buruh Hanya Rp20.000

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyuarakan keprihatinan mendalam atas kesenjangan pendapatan antara anggota DPR dan para pekerja di Indonesia.

    Dalam pernyataannya yang dikutip dari unggahan video pendek di media sosial, Iqbal membandingkan langsung penghasilan anggota legislatif dengan para buruh, khususnya pekerja informal dan sektor jasa.

    Iqbal menyebutkan bahwa total penghasilan anggota DPR RI per bulan mencapai Rp154 juta. Rinciannya terdiri dari tunjangan perumahan sekitar Rp50 juta dan gaji pokok serta tunjangan kesejahteraan lainnya sebesar Rp104 juta. Jika dibagi 30 hari, maka setiap anggota DPR mendapatkan lebih dari Rp3 juta per hari.

    Sebaliknya, nasib buruh dan pekerja informal sangat jauh dari sejahtera. Iqbal mencontohkan buruh outsourcing di Jakarta yang menerima upah minimum sekitar Rp5,2 juta per bulan—setara Rp170 ribu per hari.

    “Pendapatan harian buruh hanya sepersekian dari anggota DPR,” katanya, Sabtu (23/8/2025).

    Lebih memprihatinkan lagi, menurut Iqbal, banyak buruh yang bekerja di koperasi, yayasan, dan sektor jasa hanya menerima Rp1,5 juta per bulan atau sekitar Rp50.000 per hari. Sementara pengemudi ojek online seperti Gojek dan Grab, yang kini semakin banyak jumlahnya, hanya menghasilkan rata-rata Rp600.000 per bulan—sekitar Rp20.000 per hari.

    “Bayangkan, seorang anggota DPR bisa menikmati Rp3 juta lebih per hari, sementara pekerja informal pontang-panting di jalan hanya mengantongi Rp20.000. Padahal, para pekerja inilah yang menopang roda ekonomi bangsa,” tegas Iqbal.

    Dia juga menyoroti sistem ketenagakerjaan yang dinilainya eksploitatif, seperti praktik outsourcing dan kemitraan tanpa perlindungan jaminan sosial.

    Buruh, kata Iqbal, bisa dengan mudah di-PHK tanpa kepastian masa depan. Tak hanya itu, Said Iqbal juga mengkritik sistem pensiun bagi anggota DPR yang dinilai tidak adil.

    “Anggota DPR yang hanya bekerja lima tahun sudah berhak atas uang pensiun seumur hidup. Sementara buruh yang mengabdi puluhan tahun tetap hidup dalam ketidakpastian,” pungkas Said Iqbal.