Cak Imin Nyatakan Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Belum Tuntas Dibahas
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menegaskan bahwa skema pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan peserta masih belum tuntas dibahas.
Sebelumnya, Cak Imin mengadakan pertemuan tertutup bersama Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.
Namun demikian, ia tak menjelaskan dengan perinci isi pembahasan yang dilakukan tersebut.
Cak Imin berlalu meninggalkan awak media yang bertanya soal pemutihan iuran tunggakan peserta BPJS Kesehatan.
“Tunggu… tunggu,” kata Cak Imin sembari berlalu di Plaza Jamsostek, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025).
Ketika dimintai keterangan kembali, Cak Imin menegaskan bahwa rencana pemerintah memberikan pemutihan iuran tunggakan peserta BPJS Kesehatan masih dalam pembahasan dengan pemangku kepentingan terkait.
“Nanti, nanti kita atur. Masih belum tuntas (dibahas),” lanjut dia sembari memasuki mobil dan berlalu.
Kemarin, Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron mengatakan bahwa rapat soal penghapusan tunggakan iuran peserta jaminan sosial tersebut digelar pada Rabu (15/10/2025) kemarin.
Ali mengatakan Presiden Prabowo dan Cak Imin sudah memberikan arahan mengenai rencana penghapusan tunggakan tersebut.
“Arahan Presiden dan Menko PM untuk memberdayakan masyarakat dengan menghapus tunggakan iuran JKN yang sudah bertahun-tahun,” kata Direktur Utama BPJS, Ali Ghufron Mukti, kepada
Kompas.com
, Rabu (15/10/2025).
Dia optimistis pemerintah masih mampu melunasi tunggakan iuran peserta BPJS Kesehatan.
Dia tidak menyebut angka persis nominal uang yang diperlukan pemerintah untuk melunasi tunggakan tersebut.
Sebelumnya, Cak Imin mengatakan jumlah peserta yang menunggak iuran sebesar 23 juta orang.
“Ada 23 juta orang yang tunggakannya akan dihapus,” kata Cak Imin di kantornya, di Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Adapun kemarin, Ali Ghufron mengatakan nilai tunggakanya adalah Rp 7,6 triliun, belum termasuk denda dan kewajiban lain yang masih perlu diverifikasi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Produk: jaminan sosial
-
/data/photo/2025/02/03/67a05e9ec501e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cak Imin Nyatakan Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Belum Tuntas Dibahas Nasional 16 Oktober 2025
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3337094/original/001943000_1609328703-20201230-Rupiah-Ditutup-Menguat-3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Melambat, Utang Indonesia Sentuh Rp 7.159 Triliun di Agustus 2025 – Page 3
Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2025 tumbuh melambat. Posisi ULN Indonesia pada Agustus 2025 tercatat sebesar USD 431,9 miliar. atau sekitar Rp 7.159 triliun (kurs 16.575 per USD) atau secara tahunan tumbuh 2,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 4,2% (yoy) pada Juli 2025.
“Perkembangan ini terutama bersumber dari melambatnya pertumbuhan ULN sektor publik dan kontraksi pertumbuhan ULN sektor swasta,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, dalam keterangan BI, Kamis (16/10/2025).
Lebih lanjut, BI mencatat ULN pemerintah tumbuh melambat. Posisi ULN pemerintah pada Agustus 2025 tercatat sebesar USD 213,9 miliar, tumbuh sebesar 6,7% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan 9,0% (yoy) pada Juli 2025.
Perkembangan ini terutama dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) seiring ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi.
“Sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ULN dikelola secara cermat, terukur, dan akuntabel, serta pemanfaatannya terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan program-program prioritas yang mendorong keberlanjutan dan penguatan perekonomian nasional,” ujarnya.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah dimanfaatkan antara lain untuk mendukung Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (23,4% dari total ULN Pemerintah), Jasa Pendidikan (17,2%), Administrasi Pemerintah, Pertahanan.
Kemudian sektor Jaminan Sosial Wajib (15,7%), Konstruksi (12,3%), Transportasi dan Pergudangan (9,0%), serta Jasa Keuangan dan Asuransi (8,0%). Posisi ULN pemerintah tersebut didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah.
-
/data/photo/2025/10/15/68ef988192d16.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Lehernya Tertancap Anak Panah, Korban Geng Motor di Gowa Tunggu 15 Jam di IGD karena Operasi Tak Ditanggung BPJS Regional 15 Oktober 2025
Lehernya Tertancap Anak Panah, Korban Geng Motor di Gowa Tunggu 15 Jam di IGD karena Operasi Tak Ditanggung BPJS
Tim Redaksi
GOWA, KOMPAS.com
– Seorang buruh bangunan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, menjadi korban serangan geng motor dan harus menahan sakit selama 15 jam di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Syech Yusuf.
Anak panah yang tertancap di lehernya belum bisa diangkat karena operasi tak ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sementara pihak keluarga tak memiliki biaya puluhan juta rupiah.
Korban bernama Saiful (19), warga Buttadidia, Kelurahan Bontoramba, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. I
Ia dilarikan ke RSUD Syech Yusuf setelah menjadi korban serangan geng motor pada Selasa (14/10/2025) malam.
“Masih di rumah sakit belum dioperasi karena biayanya Rp 20 juta dan tidak ditanggung BPJS,” kata FA (18), rekan korban, saat ditemui di halaman Mapolres Gowa, Rabu (15/10/2025) siang.
Peristiwa bermula ketika Saiful pulang ke rumah usai bekerja sebagai buruh bangunan.
Saat melintas di Jalan Tun Abdul Razak, sekitar pukul 20.30 WITA, korban yang berboncengan dengan MF (15) berpapasan dengan enam anggota geng motor yang mengendarai tiga sepeda motor.
Tanpa alasan jelas, kelompok tersebut menyerang dan mengejar korban hingga terjadi aksi kejar-kejaran di jalan raya.
“Kami dikejar oleh tiga motor berboncengan semua, dan ada dua orang yang serang kami pakai busur panah,” ujar MF kepada Kompas.com di Mapolres Gowa.
Anak panah yang dilepaskan mengenai lengan kanan dan leher belakang telinga Saiful.
Ia kemudian jatuh dari motor dan langsung dilarikan ke RSUD Syech Yusuf oleh warga sekitar.
Anak panah di leher Saiful belum bisa diangkat karena pihak keluarga tidak memiliki biaya operasi yang mencapai sekitar Rp 20 juta.
Lebih parah lagi, kasus Saiful tak bisa dicover oleh BPJS karena peraturan baru yang mengecualikan korban kriminalitas dari daftar tanggungan.
“Memang ada perubahan aturan terbaru di mana korban kriminalitas tak masuk dalam tanggungan BPJS. Jadi seperti korban pembacokan dan penikaman tidak lagi ditanggung, sehingga kami harus mengikuti aturan tersebut,” kata dr Gaffar, Pelaksana Harian Direktur RSUD Syech Yusuf, saat dikonfirmasi via telepon, Rabu (15/10/2025).
Meski belum dioperasi, dr Gaffar memastikan kondisi korban masih sadar dan stabil.
Pihak rumah sakit, kata dia, sedang berupaya mencari bantuan dana dari pemerintah agar operasi dapat segera dilakukan.
“Kami tetap berusaha mencari solusi agar pasien bisa segera dioperasi, termasuk berkoordinasi dengan pihak pemerintah daerah untuk bantuan pembiayaan,” jelasnya.
Sementara itu, pihak kepolisian tengah memburu pelaku penyerangan yang diduga merupakan bagian dari geng motor yang kerap beraksi di wilayah Gowa dan sekitarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/14/68ee30e0e697b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pendaftar Relawan SPPG Polri Palmerah Didominasi Gen Z Megapolitan 14 Oktober 2025
Pendaftar Relawan SPPG Polri Palmerah Didominasi Gen Z
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Rekrutmen relawan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polri Palmerah diramaikan oleh pendaftar dari kalangan anak muda atau Generasi Z.
Kepala SPPG Polri Palmerah, Mustaqim, mengungkapkan, dari 91 total pendaftar, mayoritas di antaranya merupakan anak muda yang berkisar antara usia 18 hingga 30 tahun.
“Kalau yang saya lihat dari pendaftar, untuk rentang umur sih banyak yang Gen Z juga, rata-rata di usia 20-30 tahun,” kata Mustaqim kepada
Kompas.com
, Selasa (14/10/2025).
Mustaqim mengaku memahami beratnya beban kerja di dapur SPPG, yang kerap membuat relawan kelelahan hingga akhirnya memilih mengundurkan diri.
“Kalau yang saya lihat dari kejadian-kejadian di SPPG lain, relawan biasanya banyak yang enggak sanggup. Di awal itu, banyak yang merasa capek banget, yang enggak kuat, jadi dia pasti keluar,” jelasnya
Karena itu, dia berinisiatif untuk menggagas sistem kerja
work life balance
agar tidak terlalu membebani pekerjaan relawan.
“Jujur kalau untuk pengkondisian upah kan memang sudah standar. Paling kalau kebijakan saya, saya bakal menerapkan jam kerja yang
work life balance
. Tiap divisi saya buat maksimal kerja delapan jam, jadi jangan lebih daripada itu, jangan sampai lembur,” ucapnya.
Menurut Mustaqim, dengan jam kerja yang terukur, upah yang diterima akan terasa lebih sepadan.
Adapun, relawan di SPPG Polri Palmerah akan menerima gaji Rp 100.000 per hari, sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah.
Namun, menurut Mustaqim, angka gaji harusnya bersifat progresif dan bisa meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah porsi yang diproduksi.
“Makin banyak porsi yang diproduksi, harusnya gaji relawan juga bisa makin naik. Karena kan beda antara orang bikin 3.000 porsi sama 4.000 porsi, pasti bakal lebih capek,” ujarnya.
Selain itu, kesejahteraan relawan juga ditunjang dengan fasilitas lain berupa uang tunjangan makan dan jaminan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan.
Sebelumnya diberitakan, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polri Palmerah menggelar demonstrasi operasional perdana pada Selasa (14/10/2025) siang.
Kegiatan tersebut meliputi uji coba seluruh peralatan masak, tes makanan (
test food
), hingga pengambilan sampel untuk sertifikasi halal dan laik higiene sanitasi.
“Hari ini benar-benar yang perdana. Kami melakukan demonstrasi operasional untuk mengecek semua elemen, mulai dari kesiapan relawan, alat-alat, hingga kelancaran pasokan dari supplier,” ucap Kepala SPPG Polri Palmerah, Mustaqim, kepada
Kompas.com
, Selasa.
Mustaqim mengaku bahwa proses pembangunan SPPG saat ini telah mencapai 90 persen dan ditargetkan bisa mulai beroperasi pada akhir Oktober 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/14/68ee317a0a21b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cerita Gen Z Melamar Jadi Pencuci Ompreng MBG karena Tak Dapat Kerja Formal Megapolitan 14 Oktober 2025
Cerita Gen Z Melamar Jadi Pencuci Ompreng MBG karena Tak Dapat Kerja Formal
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com —
Sejumlah anak muda dari kalangan Generasi Z turut bergabung sebagai tim dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polri Palmerah, Jakarta Barat.
Salah satunya adalah Najwa (18), remaja yang baru lulus SMA pada awal 2025.
Ia memutuskan mendaftar sebagai tenaga kerja di SPPG karena belum juga mendapat pekerjaan setelah berbulan-bulan melamar ke berbagai tempat.
“Semenjak lulus belum dapat kerja, jadi mau cari pengalaman kerja dulu aja gitu. Makanya ikut daftar MBG (Makan Bergizi Gratis) ini,” kata Najwa kepada
Kompas.com
, Selasa (14/10/2025).
Meski masih berusia muda, Najwa tak merasa malu melamar kerja sebagai petugas pencuci ompreng
.
“Kemarin itu aku memang daftarnya jadi pencuci alat makan,” ucap Najwa.
Warga Palmerah itu memutuskan mendaftar sebagai petugas pencuci ompreng usai mengetahui informasi lowongan pekerjaan di SPPG dari grup WhatsApp warga RW 04.
Meski begitu, Najwa mengatakan tidak akan menjadikan pekerjaan di SPPG sebagai pekerjaan tetap.
“Aku sambil nyari-nyari kerja yang lain juga, kayaknya sih enggak menetap di sini,” kata dia.
Najwa tak menampik kehadiran dapur SPPG dapat membuka lapangan pekerjaan bagi dirinya dan anak-anak muda lain yang membutuhkan pekerjaan.
Sementara itu, Kepala SPPG Polri Palmerah, Mustaqim, mengonfirmasi bahwa mayoritas pendaftar merupakan kalangan Gen Z dan anak muda usia 18 hingga 30 tahun.
Ia mengatakan, pihaknya berinisiatif menyesuaikan sistem kerja karena banyaknya anak muda yang bergabung sebagai pekerja.
Mustaqim menyadari beratnya beban kerja di dapur SPPG, yang kerap membuat semangat relawan menurun hingga akhirnya memilih mengundurkan diri.
“Kalau yang saya lihat dari kejadian-kejadian di SPPG lain, relawan biasanya banyak yang nggak sanggup. Di awal itu, banyak yang merasa capek banget, yang nggak kuat, jadi dia pasti keluar,” jelasnya.
Karena itu, ia menggagas sistem kerja
work life balance
agar beban kerja relawan tidak terlalu berat.
“Jujur kalau untuk pengkondisian upah kan memang sudah standar. Paling kalau kebijakan saya, saya bakal menerapkan jam kerja yang
work life balance
. Tiap divisi saya buat maksimal kerja delapan jam. Jadi jangan lebih daripada itu, jangan sampai lembur,” ucapnya.
Menurut dia, dengan jam kerja yang terukur, upah yang diterima akan terasa lebih sepadan.
Adapun, relawan di SPPG Polsek Palmerah akan menerima gaji Rp 100.000 per hari, uang tunjangan makan, serta jaminan sosial berupa BPJS Ketenagakerjaan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Bukti Nyata Cari Kerja Kantoran Makin Langka di Indonesia
Jakarta –
Penciptaan lapangan kerja baru masih jadi persoalan klasik di Indonesia. Penambahan lapangan kerja formal yang tersedia selalu kalah dari pertumbuhan angkatan kerja baru, membuat banyak orang mau tak mau mengadu nasib di sektor informal.
Padahal pekerjaan-pekerjaan di sektor formal seperti menjadi pegawai kantoran ataupun buruh tetap inilah yang biasanya mampu memberikan kestabilan pendapatan hingga jaminan sosial bagi para pekerjanya.
Ekonom senior Institute for Development Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengatakan secara umum jumlah pekerja formal di Indonesia terus meningkat seiring penambahan jumlah penduduk bekerja tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan pembukaan lapangan kerja sektor formal masih terjadi.
Meski begitu, menurutnya pertumbuhan tenaga kerja sektor formal ini tidak setinggi pertumbuhan tenaga kerja sektor informal maupun pertumbuhan angkatan kerja baru Indonesia secara keseluruhan. Membuat pada akhirnya proporsi penduduk yang bekerja pada kegiatan formal mengalami penurunan.
Menurutnya hal ini tercermin dalam data proporsi pekerja formal dan informal dalam negeri periode Februari 2023-Februari 2025 yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 Mei 2025 kemarin.
Dalam data tersebut terlihat proporsi jumlah pekerja formal pada Februari 2023 hanya 39,88% dari jumlah penduduk bekerja dan sisanya sebanyak 60,12% diisi oleh sektor informal. Angka pekerja sektor formal ini kemudian naik menjadi 40,83% pada Februari 2024.
Namun pada Februari 2025, jumlah pekerja formal ini mengalami penurunan sebanyak 0,23% menjadi 40,60%, dan 59,40% sisanya diisi oleh sektor informal. Berdasarkan informasi ringkasan data BPS itu, penurunan proporsi pekerja formal periode Februari 2024-Februari 2025 didorong oleh penambahan penduduk yang berusaha dibantu buruh tidak tetap.
“Jumlah pekerja formal memang naik cuma nggak terlalu signifikan dibandingkan sektor informal,” kata Tauhid kepada detikcom.
Mayoritas Penduduk Bekerja Sebagai Buruh
Sementara itu, dari sisi distribusi status pekerjaan, mayoritas penduduk Indonesia masih bekerja sebagai buruh, karyawan, dan pegawai. Di mana jumlah penduduk berstatus buruh/karyawan ini mencapai 37,08%.
Kemudian sisanya diisi oleh mereka yang berusaha sendiri sebanyak 20,58%, disusul kelompok berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak 16,04%. Lebih lanjut, ada juga kelompok pekerja keluarga/tak dibayar sebesar 13,83%, kelompok pekerja bebas di nonpertanian sebesar 5,21%, kelompok pekerja bebas di pertanian sebesar 3,74%, dan terakhir kelompok berusaha dibantu buruh tetap sebesar 3,52%.
Dalam laporan tersebut, BPS turut mendefinisikan pekerja formal sebagai buruh/karyawan/pegawai serta tenaga kerja dengan status berusaha dibantu buruh tetap dan dibayar. Sementara pekerja di luar kategori tersebut dikategorikan ke dalam pekerja informal.
Namun Tauhid mengingatkan bagaimana status pekerja formal saat ini belum tentu memberikan jaminan kesejahteraan bagi para pekerjanya. Sebab banyak pekerja formal saat ini yang masuk perusahaan hanya sebagai pekerja kontrak alias PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu).
“Undang-Undang Cipta Kerja justru melemahkan untuk pengangkatan pegawai baru. Karena dia ada PKWT dan sebagainya, itu membuat status mereka akhirnya menjadi pegawai kontrak. Jadi susah untuk menerima pegawai yang lebih tetap atau berkelanjutan,” paparnya.
“Walaupun bekerja formal di sektor industri, 6 bulan atau 1 tahun sudah habis masa kontrak, nggak diperpanjang. Sehingga ya mereka rentan dan mereka akhirnya karena sudah begitu ya lari lagi ke sektor informal jadi UMKM, jadi jasa transportasi ojek online dan sebagainya. Karena kan nggak mudah untuk bertahan di sektor formal,” sambung Tauhid.
-

Pemerintah Diminta Perbaiki Kesejahteraan Buruh Bongkar Muat
Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta untuk memperbaiki tata kelola dan kesejahteraan tenaga kerja bongkar muat (TKBM). Pasalnya, kondisi buruh TBKM dinilai masih memprihatinkan dari sisi upah dan perlindungan sosial.
Presiden Konfederasi Sarbumusi, Irham Ali Saifuddin mengatakan kondisi buruh TKBM yang tersebar di berbagai pelabuhan masih memprihatinkan, baik dari segi upah maupun perlindungan sosial. Menurutnya, negara harus hadir untuk memastikan kesejahteraan mereka terjamin.
“Ini adalah para buruh TKBM yang berada di piramida ekonomi paling bawah di sektor logistik. Kami berharap hak dan kesejahteraan mereka dipikirkan oleh negara,” ujarnya lewat keterangan pers, Senin (13/10/2025).
Irham mengatakan, pihaknya telah menginisiasi pertemuan sejumlah lembaga pemerintah, asosiasi pengusaha, dan serikat pekerja untuk mencari solusi bersama. Menurut dia, kontribusi sektor pelabuhan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional yang mencapai 7–8% per tahun belum sebanding dengan tingkat kesejahteraan buruh di lapangan.
“Masih banyak anggota kami yang melaporkan upah di bawah standar minimum. Bahkan take home pay mereka kerap kali di bawah UMP. Masih ada juga yang belum mendapatkan jaminan sosial,” tambahnya.
Irham sebelumnya mengatakan pihaknya telah mengusulkan agar negara menanggung sebagian iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja berupah rendah, minimal 20%, untuk memperluas perlindungan bagi buruh rentan seperti TKBM.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Kementerian Ketenagakerjaan, Heru Widyanto tidak menampik bahwa perlindungan sosial bagi buruh TKBM masih belum merata.
“Dari data yang kami miliki, sekitar 42.000 buruh TKBM sudah terlindungi BPJS Ketenagakerjaan, termasuk yang mengikuti program jaminan pensiun dan jaminan hari tua. Namun, bila dibandingkan dengan total sekitar 86.000 pekerja, baru separuh yang terlindungi,” ujar Heru.
Untuk memperluas cakupan tersebut, Kemnaker akan berkolaborasi dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Koperasi untuk melakukan literasi dan edukasi bagi koperasi maupun pengusaha di pelabuhan agar patuh terhadap kewajiban jaminan sosial.
Selain itu, pekerja yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan juga berhak atas manfaat tambahan seperti renovasi rumah atau akses kredit kepemilikan rumah (KPR).
“Ini bagian dari manfaat layanan tambahan bagi peserta aktif,” kata Heru.
Deputi Bidang Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan, Hendra Nopriansyah mengatakan perluasan perlindungan sosial ini sejalan dengan target RPJMN, yakni 99,5% pekerja terlindungi program jaminan sosial tenaga kerja.
“Kita ingin memastikan bahwa para buruh bongkar muat memperoleh kesejahteraan sebagaimana diatur negara. Pengelola TKBM wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan,” katanya.
Hendra menjelaskan hingga saat ini peserta formal baru mencakup sekitar 55% dari total pekerja, sementara sektor informal yang banyak diisi buruh rentan seperti TKBM masih memiliki ruang perluasan yang besar.
BPJS Ketenagakerjaan mencatat total manfaat yang telah tersalurkan mencapai sekitar Rp57 triliun, mencakup program jaminan hari tua, jaminan kematian, dan beasiswa bagi anak pekerja hingga jenjang kuliah.
“Tantangan utama saat ini adalah data pekerja bongkar muat di daerah yang belum lengkap. Karena itu, perlu kolaborasi dengan Kemenhub dan Kemnaker untuk mempercepat pendataan dan kepesertaan,” ujar Hendra.
Dari sisi hukum, menurut Masykur Isnan selaku praktisi hukum sekaligus ketua panitia lokakarya Sarbumusi menegaskan pemerintah juga diminta memastikan bahwa upaya efisiensi logistik nasional termasuk melalui kebijakan National Logistic Ecosystem (NLE) dan Instruksi Presiden Nomor 25 Tahun 2020 tidak hanya menekan biaya logistik, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup pekerja di sektor tersebut.
“Kebijakan strategis di industri ke depan tidak terlepas pada pelabuhan, tentunya ada Peti Kemas dan TKBM,” tutur Isnan.
-

Video: Ombudsman Dukung Pemerintah soal Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan
Jakarta – Pemerintah berencana menghapus seluruh tunggakan iuran BPJS Kesehatan. Rencana ini diungkap oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Robert Na Endi Jaweng, mendukung rencana pemerintah terkait pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan. Menurutnya, kebijakan ini tidak semata-mata soal penghapusan beban administrasi, melainkan juga merupakan upaya mengembalikan marwah jaminan sosial sebagai pelayanan publik yang menjamin sistem perlindungan humanis, inklusif, dan berkeadilan.
Tonton juga berita video lainnya di sini, ya!
(/)
bpjs kesehatan iuran bpjs kesehatan tunggakan bpjs kesehatan bpjs ombudsman

/data/photo/2025/08/14/689dc55fe4813.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)