Produk: Ideologi Pancasila

  • Ahli: Pembinaan ideologi Pancasila harus sasar generasi muda digital

    Ahli: Pembinaan ideologi Pancasila harus sasar generasi muda digital

    Jakarta (ANTARA) – CEO Alvara Institute Hassanuddin Ali menekankan pentingnya pembinaan ideologi Pancasila yang menyasar generasi muda dengan pendekatan digital agar lebih efektif menjangkau masyarakat luas.

    “Generasi muda adalah anak kandung internet. Mereka terbiasa mengonsumsi konten visual dan digital sehingga pembinaan ideologi Pancasila tidak bisa lagi disampaikan dengan cara konvensional,” katanya di Jakarta, Kamis.

    Pendapat itu disampaikan Hassanuddin sebagai narasumber ahli dalam rapat dengar pendapat umum terkait Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Ideologi Pancasila dengan Badan Legislasi DPR RI di komplek parlemen, Jakarta.

    Hassanuddin menyoroti mayoritas penduduk Indonesia saat ini berasal dari generasi Z dan milenial dengan jumlah mencapai 53 persen dari total populasi. Karakteristik kelompok tersebut berbeda dengan generasi sebelumnya.

    Dia mengatakan pembinaan ideologi Pancasila harus menyasar generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, melalui pendekatan digital dan visual agar lebih efektif.

    Generasi muda lebih banyak memperbincangkan musik, film, olahraga, dan teknologi dibanding isu politik atau ideologi. Karena itu, pesan Pancasila yang berat harus dikemas dalam bahasa sederhana dan visual agar bisa diterima.

    Hassanuddin kemudian mencontohkan tren budaya populer, seperti K-pop, yang dengan cepat menarik perhatian anak muda. Hal itu menjadi tantangan bagi negara untuk mengomunikasikan nilai kebangsaan dengan cara yang sama menariknya.

    Ia menambahkan media sosial berbasis visual, seperti TikTok, Instagram, dan YouTube lebih relevan untuk generasi muda dibandingkan platform lama, seperti Facebook atau X.

    “Kalau ideologi Pancasila tidak dikomunikasikan dengan cara yang sama menariknya maka akan sulit diterima generasi muda,” ujarnya.

    Selain itu, ia mengusulkan adanya survei tahunan untuk mengukur sejauh mana internalisasi Pancasila berhasil di masyarakat, serta pentingnya strategi literasi dan kontra narasi digital di tengah maraknya perdebatan ideologi di media sosial.

    Rapat dengar pendapat yang dipimpin Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sturman Panjaitan itu juga menghadirkan narasumber lain, yakni Ahmad Basarah dan Kepala Badan Keahlian DPR Prof. Bayu Dwi Anggono, yang memberikan masukan terkait landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dalam penyusunan RUU Pembinaan Ideologi Pancasila.

    Pewarta: Aria Ananda
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Baleg DPR jadikan sejarah Pancasila rujukan RUU Pembinaan Ideologi

    Baleg DPR jadikan sejarah Pancasila rujukan RUU Pembinaan Ideologi

    Jakarta (ANTARA) – Badan Legislasi DPR RI menjadikan sejarah lahirnya Pancasila sebagai rujukan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Ideologi Pancasila yang sedang disusun.

    Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sturman Panjaitan memimpin rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Jakarta, Kamis, dengan menghadirkan dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Ahmad Basarah dan Kepala Badan Keahlian DPR RI Bayu Dwi Anggono sebagai narasumber.

    “Bung Karno-lah yang pertama kali menyebut istilah Pancasila sebagai dasar Indonesia merdeka,” kata Ahmad Basarah dalam paparannya, seraya menegaskan pentingnya menelaah kembali sidang-sidang BPUPKI sebagai dasar historis.

    Basarah menekankan bahwa Pancasila bukan sekadar dokumen sejarah, melainkan falsafah hidup bangsa yang telah terbukti mempersatukan keragaman Indonesia.

    Karena itu, penyusunan RUU Pembinaan Ideologi Pancasila perlu menggunakan pendekatan historis dan hermeneutik agar Pancasila dipahami sesuai cita-cita para pendiri bangsa.

    Menurut dia, penggalian sejarah penting supaya pembinaan ideologi Pancasila tidak ditafsirkan secara bebas.

    “Lima sila itu bukan kalimat mati, tetapi panduan hidup yang harus diinternalisasikan ke seluruh lapisan masyarakat,” ujarnya.

    Ahmad Basarah menambahkan pemahaman historis harus diperkuat dengan kerangka hukum yang jelas melalui RUU agar pembinaan ideologi Pancasila dapat berjalan efektif.

    Ia menekankan perlunya penguatan kelembagaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) agar memiliki kewenangan lebih imperatif.

    Rapat dengar pendapat tersebut dihadiri delapan anggota dari lima fraksi dan dibuka untuk umum hingga pukul 12.00 WIB.

    Baleg berharap masukan para pakar memperkaya landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis penyusunan RUU sehingga mampu menjawab tantangan aktual kehidupan berbangsa di tengah globalisasi dan polarisasi sosial.

    Pewarta: Aria Ananda
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Membangun Identitas Bangsa Melalui Pancasila: Sosialisasi di Balai Desa Mojongapit Jombang

    Membangun Identitas Bangsa Melalui Pancasila: Sosialisasi di Balai Desa Mojongapit Jombang

    Jombang (beritajatim.com) – Sebanyak 120 warga menghadiri sosialisasi bertema “Jejak Historis Pancasila Sebagai Dasar Negara” yang digelar di Balai Desa Mojongapit, pada Rabu (10/9/2025).

    Acara ini merupakan bagian dari Program Penguatan Ideologi Pancasila dan Karakter Kebangsaan Kabupaten Jombang Tahun 2025. Sosialisasi ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman masyarakat mengenai peran penting Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Kepala Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Jombang, Anwar, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa kegiatan ini memiliki tujuan yang lebih mendalam, yaitu meneguhkan pemahaman warga tentang nilai-nilai dasar negara serta memperkuat posisi Pancasila sebagai landasan kehidupan bangsa Indonesia.

    Menurut Anwar, Pancasila adalah pilar utama yang menopang perjalanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    “Pancasila berfungsi sebagai dasar, penopang, dan penuntun bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan sejak kemerdekaan hingga kini. Nilai-nilainya menjaga keutuhan NKRI di tengah dinamika global, konflik internal, maupun perubahan zaman,” jelasnya.

    Anwar juga menambahkan bahwa Pancasila menjadi pedoman dalam kebijakan, hukum, dan perilaku masyarakat. Selain itu, Pancasila berperan penting dalam menjaga keberagaman suku, agama, dan budaya agar tetap harmonis.

    Dalam acara tersebut, Wakil Ketua DPRD Jombang, Octadella Bilytha Permatasari, hadir sebagai narasumber utama. Dalam paparan yang disampaikan, Octadella menekankan bahwa Pancasila adalah fondasi yang menyatukan bangsa Indonesia yang majemuk.

    Ia mengungkapkan bahwa Pancasila adalah alat yang mampu menjaga kesatuan bangsa meskipun adanya perbedaan suku, agama, bahasa, dan budaya.

    Wakil Ketua DPRD Jombang, Octadella Bilytha Permatasari, hadir sebagai narasumber utama

    “Pancasila menyatukan bangsa yang majemuk, baik dari segi suku, agama, bahasa, maupun budaya. Nilai-nilainya, ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial akan menjadi pedoman hidup bersama. Dengan Pancasila, perbedaan tidak menjadi sumber perpecahan, melainkan kekuatan bangsa,” ujarnya.

    Octadella juga menambahkan bahwa Pancasila mencerminkan jati diri bangsa Indonesia yang lahir dari sejarah, budaya, dan perjuangan rakyat. Pancasila, menurutnya, bukan hanya sebagai dasar negara, tetapi juga sebagai pedoman hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

    “Dengan menjadikan Pancasila sebagai fondasi dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak hanya menjaga persatuan dan kerukunan antarwarga bangsa, tetapi juga meneguhkan identitas kita sebagai bangsa yang berkepribadian, toleran, dan berkeadilan,” ujarnya.

    Narasumber lainnya, Medan Amrullah, turut memberikan pandangannya tentang Pancasila. Menurutnya, Pancasila tidak hanya sekadar dasar negara, tetapi juga merupakan cerminan nilai-nilai budaya, adat, agama, serta kearifan lokal yang telah hidup di tengah masyarakat Indonesia sejak dahulu.

    Medan menjelaskan bahwa nilai-nilai seperti gotong royong, toleransi, keadilan, dan musyawarah sudah ada dalam kehidupan masyarakat sebelum Pancasila dirumuskan.

    “Nilai-nilai seperti gotong royong, toleransi, keadilan, dan musyawarah sudah menjadi bagian kehidupan bangsa sebelum Pancasila dirumuskan secara resmi,” ungkapnya.

    Acara sosialisasi yang berlangsung interaktif ini membuat warga semakin antusias berdiskusi tentang relevansi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Diharapkan, melalui kegiatan ini, masyarakat Kabupaten Jombang dapat semakin memahami, menghargai, dan mengamalkan Pancasila sebagai landasan persatuan dan pedoman hidup bersama. [suf]

  • Mantan Amir Jamaah Islamiyah Ungkap Perubahan Sikapnya

    Mantan Amir Jamaah Islamiyah Ungkap Perubahan Sikapnya

    Surabaya (beritajatim.com) – Cahaya bulan dan bintang di langit malam Pantai Kuta, Bali, 12 Oktober 2002 bersinar terang. Tentu tidak tak seterang lampu dari sejumlah klub malam di sepanjang pantai Kuta. Tapi dari cahaya yang menghiasi langit, ratusan turis bersepakat malam itu semesta mendukung mereka untuk bersenang-senang.

    Cuaca cerah. Suara musik dari berbagai klub malam di pantai Kuta saling bertaut. Para turis dari lokal maupun mancanegara berjoget sembari menenggak minuman beralkohol yang sudah dibeli. Hingga saling bercengkrama. Tidak ada yang mengira, malam itu berakhir buruk.

    Tepat pukul 23.05 WITA, ledakan besar terjadi dari Paddy’s Pub dan Sari Club (SC). Dua klub malam favorit turis yang berada di Jalan Legian itu hancur lebur. Potongan tubuh pelaku bom bunuh diri berserakan. Api melahap bangunan. Dilaporkan, 200 orang tewas dalam ledakan dua klub malam itu.

    Sekitar 10 menit kemudian, sebuah bom dengan daya ledak besar juga aktif di wilayah Renon, Denpasar. Bom meledak Tepat di sekitar Kantor Konsulat AS. Cahaya bintang dan bulan yang menghiasi langit Pulau Bali malam itu pun tertutup kepulan asap hitam pekat. Suara musik berganti menjadi suara teriak dan tangis. Bali berduka malam itu. Peristiwa itu lantas dikenal dengan Bom Bali 1. Dalam peristiwa itu, 208 nyawa manusia melayang.

    Peristiwa Bom Bali 1 merupakan salah satu aksi besar yang dilakukan oleh kelompok Jamaah Islamiyah (JI).

    Jamaah Islamiyah merupakan buah dari kelompok Negara Islam Indonesia (NII) yang didirikan oleh Kartosuwiryo pada tahun 1949. Berkembangnya NII melahirkan kelompok militer Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang saat itu mampu menjadi ancaman keamanan NKRI yang masih seumuran jagung.

    Dari berbagai keterangan yang dihimpun dari eks anggota JI. Saat itu mereka memiliki mimpi untuk merubah sistem dan ideologi Indonesia. Mengubah Pancasila dengan konstitusi Islam yang Kaffah. Organisasi yang berdiri pada 1993 akibat perpecahan di kelompok Darul Islam Indonesia ini percaya bahwa dengan jihad yang mereka lakukan, ke depan Indonesia dan sejumlah negara di Asia Tenggara akan menganut sistem islam yang murni.

    Mereka lantas berpandangan sistem pemerintahan di Indonesia harus diganti. Ideologi Pancasila harus berubah. UUD tahun 1945 tidak relevan digunakan sebagai landasan sistem pemerintah dan hukum yang dianut. Tujuannya jelas, Negara Islam yang Kaffah seperti zaman nabi dan sahabat.

    Bom Bali 1 merupakan salah satu tragedi kemanusiaan yang dilakukan anggota JI di Indonesia. Mereka juga bertanggung jawab atas Bom Gereja di 13 kota saat Malam natal tahun 2000, Bom JW Marriot Jakarta Agustus 2003, Bom Bali 2 pada Oktober 2005, hingga mutilasi 3 siswi di Poso.

    Rangkaian kejahatan yang dilakukan oleh kelompok yang terafiliasi dengan Al Qaeda ini sempat membuat masyarakat ketakutan. Memunculkan islamophobia dan menggoyang kerukunan umat beragama di Indonesia. Atas segala yang sudah dilakukan, negara lalu memerangi JI. Negara mengumumkan perang dan menyatakan JI merupakan organisasi terlarang pada 21 April 2008. Penangkapan anggota JI masif dilakukan oleh pihak Densus 88 Anti Teror bersama aparat negara lainnya.

    Walaupun telah ditetapkan sebagai organisasi terlarang, anggota JI tetap beroperasi secara senyap. Para anggota tetap berani melakukan aktivitas untuk mewujudkan mimpi organisasi walaupun terus diburu oleh aparatur negara.

    Kelompok Jamaah Islamiyah (JI) lalu ‘melemah’ pasca sejumlah tokoh petinggi ditangkap. Lalu juga adanya konflik internal terkait dengan pro/kontra jihad pasca Bom Bali. Selain itu, negara juga menetapkan UU No 15 tahun 2003 tentang Terorisme pada tahun 2018 untuk memperluas penanganan terhadap kelompok ekstrimis.

    Namun, cara yang paling efektif supaya organisasi Jamaah Islamiyah bubar dan memberhentikan aktivitasnya bukan dengan cara beradu tembakan. Juga bukan dengan cara kekerasan dan represif. Namun dengan komunikasi dan memberikan ruang kepada pimpinan dan para ahli Jamaah Islamiyah untuk berdiskusi.

    Selama menjalani masa penahanan, anggota dan pimpinan JI ‘difasilitasi’ negara untuk mengkaji dan berdiskusi terkait dengan kebenaran paham yang mereka anut. Para ahli ilmu di Jamaah Islamiyah juga diberikan keleluasaan untuk bertukar pendapat dengan ulama dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan kementerian Agama.

    Dari serangkaian proses yang dijalani, ahli ilmu dan pimpinan JI menyadari bahwa paham yang mereka anut selama ini keliru. Paham yang keliru itu dilahirkan dari kesalahan tafsir.

    “Walaupun permasalahan yang ditimbulkan bukan karena seluruh anggota JI. Namun, 80 persen masalah yang ditimbulkan karena mudahnya kami saat itu mengkafirkan orang, lalu paham terorisme, juga radikal. Sehingga perlu ada evaluasi secara internal,” kata mantan Amir (pimpinan tertinggi) Jamaah Islamiyah, Ustadz Para Wijayanto kepada Beritajatim.

    Sebagai mantan Amir Jamaah Islamiyah selama 11 tahun, Ustadz Para Wijayanto menjelaskan dari hasil evaluasi dan kajian yang ia lakukan bersama para ahli alim ulama lainnya tentang cara beragama. Menurut kajian para alim ulama bersama eks JI, Agama harus mendatangkan kemaslahatan dan menjauhkan dari kemungkaran. Agama juga harus melindungi akal, jiwa, keturunan, dan harta.

    “Dan kemudian juga ada nilai-nilai universal Islam seperti rahmat, keadilan, persamaan, kebebasan, dan lain-lain. Nah ketika aktivitas organisasi itu bertentangan dengan tiga hal tadi, dengan tujuan syariat, dengan maqasid syariat, dan dengan nilai-nilai universal Islam, maka seharusnya kegiatan itu memang dihentikan. Nah itulah makanya kita menjadikan organisasi ini dibubarkan,” jelasnya.

    Pimpinan JI lantas sepakat untuk kembali ke pangkuan NKRI dengan membawa misi transformasi Ideologi untuk membangun kesadaran baru menuju Wasathiyah (di tengah). Wasathiyah berarti konsep beragama moderat dan menolak sikap ekstrem. Kini para pimpinan eks JI kembali menjadi tulang punggung eksodus anggotanya ke NKRI.

    “Sebenarnya kami sudah mengkaji sebelum ditangkap. Namun, saluran komunikasi ke negara saat itu tidak ada. Jadi pendekatan Densus 88 ke kami bisa dibilang berhasil. Sehingga kami memilih Densus 88 untuk menjadi jembatan kami. Kami memberikan kepercayaan penuh kepada Densus 88,” pungkas Ustadz Para Wijayanto. (ang/but)

  • Antropolog Belanda Sebut Fenomena Buzzer Bayaran di Indonesia Sudah Menjadi Industri

    Antropolog Belanda Sebut Fenomena Buzzer Bayaran di Indonesia Sudah Menjadi Industri

    GELORA.CO –  Antropolog politik komparatif University of Amsterdam Ward Berenschot menyebut fenomena pendengung atau buzzer di dunia maya sudah menjadi suatu industri di Indonesia. Kesimpulannya itu berdasarkan lima tahun riset atas fenomena kejahatan siber di Indonesia.

    “Kami sudah sekitar lima tahun melakukan riset tentang fenomena kejahatan siber di Indonesia,” kata Ward saat lokakarya yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jumat (22/8/2025).

    Berenschot menjelaskan riset dilakukan dengan cara mewawancarai orang-orang yang melaksanakan pekerjaan itu, mengerti bagaimana cara kerjanya, serta dari mana uang yang digunakan untuk membiayai berasal. “Temuannya memang menjadi industri karena justru banyak elite politik, elite bisnis yang mendanai tentara siber tersebut untuk mempengaruhi opini publik di media sosial,” tambahnya.

    Hasil penelitian ini, lanjut dia, diharapkan bisa meningkatkan kesadaran masyarakat tentang fenomena tersebut. Selain itu, menurut dia, Pemerintah Indonesia juga harus membuat kebijakan untuk menghentikan fenomena tersebut.

    “Pemilik suatu akun media sosial harus jujur ketika unggahannya dibayar, harus transparan,” katanya.

    Sementara Wakil Rektor (Warek) IV Undip Semarang Wijayanto mengatakan selain kampus ini, penelitian juga melibatkan University of Amsterdam serta Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Ia menjelaskan alasan pemilihan penelitian di Indonesia karena negara ini menjadi salah satu pengguna media sosial terbesar serta adanya praktik pemilihan langsung.

    Berdasarkan hasil penelitian tersebut, menurut dia, diperoleh kesimpulan tentang perlunya peningkatan literasi digital, etika politik, serta transparansi platform digital. “Kita harus membantu memastikan ruang publik bebas dari kabar bohong dan tidak mudah dimanipulasi,” katanya.

    Maraknya buzzer alias pendengung di media sosial ikut meresahkan Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri. Ia menyatakan sampai-sampai harus mengutus perantara meminta Presiden Prabowo Subianto memberangus para pelakunya.

    “Saya sudah bilang melalui seseorang supaya Pak Prabowo membuang itu namanya buzzer-buzzer yang hanya membuat yang namanya perpecahan di antara kita sendiri, belum tentu faktanya aja,” ujarnya dalam acara Serambi Pancasila dan Peluncuran Buku di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Jakarta, Senin (11/8/2025).

    Ia menegaskan tak gentar kena serang para pendengung akibat komentar tersebut. “Saya ndak takut, karena ini adalah kebenaran, kebenaran yang hakiki,” ia menekankan.

    Keresahan itu disampaikan Megawati dengan asumsi saat ini banyak pihak yang memilih ramai di belakang bila tak setuju dengan pendapatnya. Menurutnya, kritik mestinya disampaikan secara langsung, bukan dengan “ngedumel di belakang”.

  • Peduli Semangat Kenegaraan Anak Muda, Pegadaian Apresiasi 76 Paskibraka Nasional Rp 481 Juta
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        22 Agustus 2025

    Peduli Semangat Kenegaraan Anak Muda, Pegadaian Apresiasi 76 Paskibraka Nasional Rp 481 Juta Nasional 22 Agustus 2025

    Peduli Semangat Kenegaraan Anak Muda, Pegadaian Apresiasi 76 Paskibraka Nasional Rp 481 Juta
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Sebagai bentuk komitmen mendukung generasi emas Indonesia, PT Pegadaian meluncurkan program Pegadaian Peduli Generasi Emas Paskibraka Nasional 2025.
    Program ini merupakan wujud apresiasi Pegadaian kepada 76 anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional yang sukses menjalankan tugas pada Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia di Istana Merdeka.
    Acara penghargaan diselenggarakan di Ballroom The Gade Tower, Jakarta, Rabu (20/8/2025). Agenda tersebut dihadiri jajaran Board of Management Pegadaian serta perwakilan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) selaku pembina Paskibraka Nasional, yang menyambut baik apresiasi ini.
    Perwakilan BPIP menyampaikan terima kasih dan menekankan bahwa dukungan dari badan usaha milik negara (BUMN) seperti Pegadaian menjadi dorongan penting untuk menjaga semangat kebangsaan sekaligus memperkuat pendidikan karakter generasi muda.
    Direktur Utama PT Pegadaian, Damar Latri Setiawan menyampaikan, dukungan kepada Paskibraka merupakan komitmen kepedulian perusahaan terhadap pembinaan generasi muda Indonesia sebagai generasi emas Indonesia. 
    “Pegadaian percaya bahwa masa depan bangsa ditentukan generasi mudanya. Kami meyakinkan bahwa generasi muda harus merdeka secara finansial,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (22/8/2025). 
    Menurut Damar, generasi yang melek finansial akan menjadi generasi yang kuat, mandiri, dan mampu menopang pertumbuhan perekonomian bangsa ke depannya. 
    “Inilah salah satu peran Pegadaian untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia. Apresiasi ini merupakan penghargaan atas dedikasi paskibraka, sekaligus juga sebagai investasi mereka di masa depan,” ujar Damar.
    Apresiasi tidak hanya diberikan kepada paskibraka dari 38 provinsi, tetapi juga kepada para pembina, pelatih, pamong, dan panitia yang mendukung keberhasilan mereka.
    Total dukungan yang diberikan Pegadaian mencapai Rp 481 juta dalam bentuk Tabungan Emas Pegadaian.
    Apresiasi itu menjadi simbol penghargaan sekaligus bentuk kepedulian Pegadaian terhadap perjuangan dan dedikasi generasi muda yang telah berlatih keras demi mengharumkan bangsa pada momen sakral kenegaraan.
    Keterlibatan Pegadaian dalam program tersebut sejalan dengan komitmen perusahaan dalam mengimplementasikan prinsip
    environmental, social, and governance
    (ESG), khususnya aspek sosial yang berfokus pada pembangunan sumber daya manusia (SDM). 
    Dukungan itu juga mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), terutama poin 4 tentang Pendidikan Berkualitas, poin 16 tentang Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh, serta poin 17 tentang Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
    Pegadaian berharap, para anggota Paskibraka tidak hanya menjadi teladan dalam upacara kenegaraan, tetapi juga mampu menjadi agen perubahan di masyarakat. 
    Dengan semangat kebangsaan yang kuat, para pemuda tersebut diharapkan mampu membawa Indonesia menuju Generasi Emas 2045, sehingga bangsa ini berdiri sejajar dengan negara lainnya secara global. 
    Pegadaian sebagai pelopor Layanan Bank Emas di Indonesia juga berkomitmen memberikan literasi dan edukasi finansial kepada masyarakat, khususnya untuk para generasi muda dalam berinvestasi pada instrumen emas. 
    Dengan semangat mengEMASkan Indonesia, Pegadaian optimistis dapat mendukung kemajuan perekonomian nasional.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nusron sebut 17 Agustus nuansanya persatuan saat ditanya soal Megawati

    Nusron sebut 17 Agustus nuansanya persatuan saat ditanya soal Megawati

    Jakarta (ANTARA) – Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid menyebut 17 Agustus yang merupakan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan hari yang nuansanya persatuan dan kebersamaan.

    Nusron memberikan pernyataan itu saat diminta tanggapannya mengenai ketidakhadiran Presiden Ke-5 Megawati Soekarnoputri dalam Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu.

    “Nuansa 17 Agustus ini, nuansa persatuan, nuansa kebersamaan. Kalau ada pihak-pihak tertentu atau tokoh tertentu belum bisa hadir, insyaallah pada masa akan datang akan bisa hadir,” kata Nusron Wahid menjawab pertanyaan wartawan saat ditemui sebelum Upacara Penurunan Bendera di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu sore.

    Di Istana Merdeka hari ini, Presiden-Presiden pendahulu Prabowo Subianto, yang merupakan Presiden Ke-8, memenuhi undangan yang dilayangkan oleh Istana untuk mengikuti secara langsung Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Presiden-Presiden pendahulu Prabowo itu, antara lain Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Ke-7 Joko Widodo.

    Kemudian, ada juga Wakil Presiden Ke-6 Try Sutrisno, Wapres Ke-10 dan Ke-12 Jusuf Kalla, kemudian Wapres Ke-11 Boediono, dan Wapres Ke-13 KH Ma’ruf Amin.

    Megawati, yang juga diundang oleh Istana untuk mengikuti langsung Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, pada akhirnya memilih tak hadir, dan Megawati memimpin upacara HUT RI bersama DPP PDIP.

    Terlepas dari ketidakhadiran Megawati saat upacara, Presiden Ke-5 itu yang merupakan Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), hadir saat acara pengukuhan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang telah menuntaskan tugasnya di Istana Merdeka hari ini.

    Menurut Puan, Megawati sangat peduli terhadap Paskibraka karena Presiden Ke-5 RI itu merupakan purna-Paskibraka.

    “Bu Mega yang dulunya juga pernah menjadi Paskibraka tentu sangat concern, berkeinginan Paskibraka bisa menjadi satu tempat atau wadah yang betul bisa menjadi salah satu contoh bagaimana menghormati, menjalankan, dan melakukan semua hal terkait Pancasila, khususnya di hari yang bermakna ini,” kata Puan Maharani.

    Puan kemudian menilai Paskibraka hari ini sukses menjalankan tugasnya. “Alhamdulillah, Paskibraka sukses, baik, dan berjalan sangat lancar,” sambung Puan.

    Pewarta: Genta Tenri Mawangi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Profil Pembawa Bendera dan Teks Proklamasi di Kirab HUT ke-80 RI

    Profil Pembawa Bendera dan Teks Proklamasi di Kirab HUT ke-80 RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Kirab pengembalian bendera Sang Merah Putih dan Teks Proklamasi digelar usai Upacara Penurunan Bendera Merah Putih dalam rangka memperingatu HUT ke-80 RI di Halaman Istana Merdeka, Jakarta pada Minggu (17/8/2025) sore.

    Terdapat dua sosok yang bertugas untuk membawa bendera Sang Merah Putih dan Teks Proklamasi dalam iring-iringan kirab dari Istana Merdeka menuju ke Monumen Nasional (Monas).

    Pertama adalah Lutfiyah Naura Syifa Utoyo, Purna Paskibraka Duta Pancasila 2024 asal Sulawesi Tenggara yang bertugas membawa baki bendera Merah Putih.

    Mengutip laman Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Lutfiyah sebelumnya bertugas sebagai cadangan pembawa baki pada Upacara Peringatan HUT ke-79 RI di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara pada tahun lalu.

    Dia berasal dari SMAN 1 Kendari dan merupakan putri dari pasangan Utoyo Harly & Ribka Diana Linsay Siwi.

    Kedua ialah Livenia Evelyn Kurniawan asal Kalimantan Timur yang juga merupakan Purna Paskibraka Duta Pancasila 2024, kali ini bertugas membawa Teks Proklamasi dalam kirab menuju Monas.

    Dia sebelumnya merupakan pembawa baki dalam Upacara Peringatan HUT ke-79 RI Tanah Air pada tahun lalu. Evelyn merupakan pelajar SMA Katolik Santo Fransiskus Asisi Samarina, serta putri dari Eddy Kurniawan & Luana Kalma.

    Lebih lanjut, dalam kirab pengembalian bendera Sang Merah Putih dan Teks Proklamasi ini, keduanya menaiki kereta kencana Garuda Prabayaksa.

    Garuda Prabayaksa merupakan gabungan dari dua kata yakni Prabadan Yaksa yang berarti cahaya yang besar atau cahaya yang terang.

    Dengan pengawalan pasukan berkuda dan parade motor, bendera Sang Merah Putih dan Teks Proklamasi akan dibawa menuju Monas untuk disimpan.

    Adapun, kirab menuju Monas bukanlah akhir rangkaian acara Peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI kali ini. Masih terdapat Karnaval Bersatu Kemerdekaan yang akan digelar pukul 19.30 di sejumlah titik seperti Monas, Jalan M.H. Thamrin, Bundaran Hotel Indonesia (HI), hingga bilangan Semanggi.

  • Profil Aliah Sakira, Paskibraka Pembawa Baki Upacara Penurunan Bendera di Istana Merdeka
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        17 Agustus 2025

    Profil Aliah Sakira, Paskibraka Pembawa Baki Upacara Penurunan Bendera di Istana Merdeka Nasional 17 Agustus 2025

    Profil Aliah Sakira, Paskibraka Pembawa Baki Upacara Penurunan Bendera di Istana Merdeka
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Siswi asal SMA Negeri 14 Makassar, Aliah Sakira, ditunjuk menjadi pembawa baki dalam upacara penurunan bendera Merah Putih dalam rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 RI di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (17/8/2025).
    Aliah Sakira adalah Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) perwakilan dari Provinsi Sulawesi Selatan. Dia bersama 75 Paskibraka lainnya telah resmi dilantik oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) mewakil Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta pada 16 Agustus 2025.
    Dikutip dari rilis resmi yang dibagikan Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP), Aliah Sakira adalah putri dari pasangan Djabbar B dan Azmach Febriany.
    Aliah merupakan putri asli Sulawesi Selatan. Dia lahir di Makassar pada 1 Oktober 2008.
    Perjalanan Aliah tergabung dalam Paskibraka di Istana Merdeka tidak mudah. Dia harus mengikuti proses seleksi dari tingkat kota hingga provinsi.
    Dikutip dari akun Instagram miliknya @aliah_sakira, Aliah akhirnya dinyatakan lolos seleksi Paskibraka tingkat Provinsi Sulawesi Selatan dan mulai mengikuti seleksi calon Paskibraka Tingkat Nasional pada 25 Juni 2025.
    Proses verifikasi calon Paskibraka tingkat pusat itu berlangsung pada 25-29 Juni 2025, di Jakarta.
    Hingga akhirnya, pada 16 Agustus 2025, Aliah Sakira dikukuhkan menjadi Paskibraka yang akan bertugas mengibarkan bendera Merah Putih di Istana Merdeka pada 17 Agustus 2025.
    Berikut Formasi Lengkap Tim Paskibraka dalam upacara penurunan Bendera Merah Putih di Istana Merdeka:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BPIP nilai paskibraka jadi garda terdepan penjaga Indonesia

    BPIP nilai paskibraka jadi garda terdepan penjaga Indonesia

    “Paskibraka bukan hanya sekadar pengibar bendera Merah Putih saat peringatan hari kemerdekaan. Jauh lebih penting dari itu, mereka adalah putra putri terbaik bangsa yang berperan sebagai garda terdepan penjaga Indonesia yang berideologi Pancasila dan

    Jakarta (ANTARA) – Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Darmansjah Djumala memandang paskibraka merupakan garda terdepan penjaga Indonesia.

    “Paskibraka bukan hanya sekadar pengibar bendera Merah Putih saat peringatan hari kemerdekaan. Jauh lebih penting dari itu, mereka adalah putra putri terbaik bangsa yang berperan sebagai garda terdepan penjaga Indonesia yang berideologi Pancasila dan negara kesatuan,” ujar Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

    Selain itu, dia memandang para paskibraka merupakan Duta Pancasila sebab telah berikrar dua hal, yakni bernegara satu, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; serta berjiwa dan berideologi satu, yakni Pancasila dan UUD NKRI 1945.

    Oleh sebab itu, dia mengingatkan para paskibraka untuk dapat menjadi contoh bagi generasi muda dalam berperilaku sehari-hari yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila.

    “Mereka harus menjadi teladan bagi putra putri Ibu Pertiwi dalam mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” katanya.

    Ia juga mengingatkan agar para paskibraka dapat memberikan contoh dan perilaku yang toleran, moderat, serta menghargai perbedaan di tengah masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan beragam.

    Menurut dia, sikap tersebut menjadi urgen di tengah rivalitas ideologis antarnegara di dunia.

    “Dalam perspektif seperti ini lah kiranya para Duta Pancasila harus meneguhkan komitmennya, dan harus meyakini betul bahwa Pancasila dan bentuk negara Indonesia sebagai negara kesatuan adalah kesepakatan final yang harus dijaga serta dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” ujarnya.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.