Produk: gula darah

  • Neurolog Ungkap Kebiasaan yang Tak Disadari Picu Otak Menyusut

    Neurolog Ungkap Kebiasaan yang Tak Disadari Picu Otak Menyusut

    Jakarta

    Risiko penyusutan otak mengintai generasi muda, terlebih banyak faktor risiko yang kerap terabaikan. Pakar saraf Prof Dr dr Yuda Turana SpS mewanti-wanti gejala ‘mudah lupa’ atau lebih lupa dari biasanya yang bisa menjadi tanda awal, baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang.

    “Secara subyektif merasa ‘kok saya jadi mudah lupa dari biasanya’, atau orang lain menilai dan mempertanyakan ‘kenapa kamu jadi sering lupa?’” tuturnya saat ditemui detikcom Selasa (7/10/2025).

    Menurutnya, secara umum penyusutan otak mulai terjadi setelah usia 50 tahun, sedikitnya terjadi penyusutan satu persen setiap tahun. Namun, faktor risiko bisa mempercepat kemungkinan tersebut.

    Apa saja kebiasaan yang kerap tidak disadari memicu penyusutan otak?

    Pertama, terkait hipertensi. Data di Indonesia menunjukkan hipertensi sedikitnya dialami oleh 30 persen penduduk RI. Banyak yang kerap tidak menyadari hipertensi lantaran jarang menimbulkan gejala.

    Hipertensi yang tidak terkontrol jelas memicu risiko peningkatan penyusutan otak lebih tinggi ketimbang mereka yang menjaga tekanan darah tetap normal.

    Kondisi yang sama terjadi saat seseorang memiliki riwayat diabetes atau kadar gula darah tinggi. Mengutip sejumlah riset, Prof Yuda menekankan kadar gula darah di atas normal dalam satu dekade akan memicu pengerutan atau penyusutan otak.

    “Hindari makanan yang manis-manis, termasuk karbohidrat tinggi,” saran dia.

    Kesepian Tingkatkan 2-3 Kali Risiko Otak Mengecil

    Bukan hanya kondisi fisik, kesehatan psikis atau mental juga berpengaruh pada penyusutan otak. Mereka yang kerap cemas dan depresi lebih berisiko mengalami kondisi ini.

    Terlebih bila situasinya dibarengi dengan ‘loneliness’ atau kesepian. “Jadi bukan selalu kesepian karena secara fisik tinggal sendiri, tetapi loneliness yang termasuk terus menerus merasa sendiri, merasa terasing, tidak dihargai,” ceritanya.

    “Hati-hati, itu bisa dua sampai tiga kali faktor risiko kepikunan, otak mengecil,” lanjut dia.

    Aktivitas Fisik

    Bukan hanya bagi mereka yang obesitas, seseorang dengan minim aktivitas fisik berisiko mengalami penyusutan otak meski berat badannya terbilang ideal. Sejumlah riset menunjukkan risiko keduanya sama besar saat kerap berada di ‘sedentary lifestyle’. Mirisnya, tren kurangnya aktivitas fisik berdasarkan hasil cek kesehatan gratis pada dewasa dan lansia bahkan mencapai lebih dari 90 persen.

    “Jadi aktivitas fisik bukan semata-mata ini obesitas atau tidak, kalaupun BB-nya ideal tapi ada aktivitas fisik, tidak pernah bergerak cenderung diam meski tidak obesitas, sama risikonya dengan obesitas,” sambungnya.

    Polusi Cahaya

    Faktor risiko tambahan, yang juga meningkatkan risiko penyusutan otak adalah polusi cahaya. Apa maksudnya?

    “Polusi cahaya itu cenderung bahwa Tuhan sudah menciptakan kok misalnya malam hari harus gelap, siang hari kita sebenarnya sudah cukup dengan matahari sebenarnya,” beber dia.

    Namun, yang terjadi pada siang hari, saat ini mayoritas sudah menggunakan teknologi dengan lampu penerangan. Begitu pula saat gelap di malam hari, saat tidur Prof Yuda menyoroti banyak masyarakat justru terpapar cahaya berlebihan, yang sebenarnya secara alami lebih baik untuk waktu tidur.

    “Terjadilah yang disebut dengan polusi cahaya, polusi cahaya itu kelebihan cahaya saat waktu malam hari tetapi kekurangan cahaya matahari waktu siang,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 3

    (naf/kna)

  • Bayi Ini Terlahir dengan Mata Satu dan Tanpa Hidung, Cuma Bertahan 6 Jam

    Bayi Ini Terlahir dengan Mata Satu dan Tanpa Hidung, Cuma Bertahan 6 Jam

    Jakarta

    Seorang bayi di Maroko lahir dengan kondisi langka yaitu mata satu dan tidak memiliki hidung. Awalnya, seorang ibu berusia 27 tahun di Rumah Sakit Universitas Ibn Rochd Casablanca hamil anak ketiga dengan kondisi prematur. Bayi yang dikandung tidak pernah diperiksa menggunakan ultrasonografi (USG) dan diperkirakan berusia 7 bulan.

    Dari pemeriksaan awal, tidak ditemukan riwayat perkawinan sedarah, penggunaan obat-obatan, maupun riwayat kelainan bawaan dalam keluarga. Kondisi tekanan darah dan kadar gula darah pasien juga normal.

    Pemeriksaan USG yang dilakukan saat masuk rumah sakit menunjukkan adanya satu janin dengan detak jantung normal dan posisi kepala di bawah. Namun, ditemukan kondisi mikrosefali atau ukuran kepala kecil dan hidramnion atau kelebihan air ketuban.

    Ukuran kepala janin jauh lebih kecil dari ukuran normal usia kehamilan, menandakan adanya gangguan perkembangan otak.

    Empat jam setelah dirawat, pasien melahirkan bayi perempuan seberat 1.100 gram. Saat lahir, terlihat satu mata besar di tengah dahi dengan tonjolan probosis sepanjang sekitar 4 cm di atasnya, tanpa adanya hidung.

    Kondisi ini sangat khas untuk cyclopia, bentuk paling berat dari kelainan otak depan holoprosensefali, ketika otak gagal membelah menjadi dua belahan pada massa awal kehamilan.

    “Cyclopia sebenarnya bisa didiagnosis melalui USG prenatal saat janin masih di dalam kandungan. Kelainan ini muncul pada minggu ke-3 hingga ke-4 kehamilan, dan pemeriksaan ultrasonografi setelah periode tersebut biasanya sudah dapat memperlihatkan tanda-tanda jelas dari cyclopia maupun bentuk holoprosensefali lainnya,” dikutip dari International Journal of Surgery Case Reports, Senin (6/10/2025).

    Bayi tersebut akhirnya meninggal dunia 6 jam setelah dilahirkan. Pihak orang tua menolak untuk proses autopsi lebih langsung.

    Secara medis, cyclopia terjadi akibat fusi dua alur optik yang disebabkan gangguan perkembangan pada diensefalon ventral, bagian otak yang berperan dalam pembentukan wajah dan sistem penglihatan. Akibatnya, struktur wajah menjadi tidak sempurna.

    Hidung biasanya tidak berkembang sama sekali dan digantikan probosis. Dalam beberapa kasus, probosis bisa muncul di bagian belakang kepala, atau disebut dengan rhinensefalon.

    Penyebab pasti cyclopia hingga saat ini belum diketahui. Namun, berbagai penelitian menyebutkan ada banyak faktor risiko, baik genetik maupun teratotogenik (paparan zat yang memicu cacat janin).

    “Dalam penelitian pada hewan, peningkatan risiko terlihat akibat penggunaan aspirin jangka panjang, statin, metotreksat, kadar gula darah tinggi (hiperglikemia), serta konsumsi alkohol berlebih, meski temuan ini belum terbukti pada manusia. Dalam kasus ini, tidak ditemukan faktor risiko apapun,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Batasi Selagi Bisa, 5 Makanan Ini Bisa Merusak Ginjal

    Batasi Selagi Bisa, 5 Makanan Ini Bisa Merusak Ginjal

    Jakarta

    Diabetes masih menjadi salah satu masalah kesehatan terbesar di dunia. Penyakit ini tidak hanya berdampak pada kadar gula darah, tetapi juga meningkatkan risiko komplikasi serius, termasuk kerusakan ginjal atau penyakit ginjal kronis (CKD). Data International Diabetes Federation (IDF) 2021 menunjukkan bahwa lebih dari 19,46 juta orang di Indonesia hidup dengan diabetes, dan sebagian besar di antaranya berisiko mengalami komplikasi ginjal bila pola hidup sehat tidak diperbaiki.

    Ginjal berfungsi menyaring limbah dan cairan berlebih dari darah. Namun, gula darah tinggi yang berlangsung lama dapat merusak pembuluh darah kecil dalam ginjal sehingga fungsi penyaringan melemah. Bila tidak dicegah, kondisi ini bisa berkembang menjadi gagal ginjal. Karena itu, pengidap diabetes perlu memberi perhatian khusus pada pola makan sehari-hari. Beberapa jenis makanan terbukti mempercepat kerusakan ginjal, sementara yang lain justru membantu melindungi fungsi ginjal agar tetap optimal.

    1. Makanan Tinggi Garam

    Asupan garam berlebih dari mie instan, keripik, makanan cepat saji, atau makanan olahan dapat meningkatkan tekanan darah. Hipertensi atau tekanan darah tinggi menjadi salah satu faktor yang mempercepat kerusakan ginjal pada penderita diabetes.

    Penelitian dalam International Urology and Nephrology tahun 2022 menunjukkan bahwa pembatasan natrium hingga kurang dari 2 gram per hari membantu menurunkan tekanan darah dan mengurangi retensi cairan pada pasien CKD.

    2. Buah Tinggi Kalium

    Kalium memang bermanfaat bagi tubuh, tetapi pada penderita diabetes dengan fungsi ginjal terganggu, kadar kalium yang berlebihan dapat berbahaya buat jantung. Buah seperti pisang, alpukat, jeruk, pepaya, dan melon sebaiknya dikurangi.

    Journal of Renal Nutrition tahun 2020 menegaskan bahwa pembatasan kalium secara bertahap diperlukan untuk mencegah hiperkalemia pada pasien CKD lanjut. Sebagai alternatif, pilihlah buah yang rendah kalium seperti apel, anggur, nanas, atau pir yang lebih aman dikonsumsi.

    3. Produk Susu Tinggi Fosfor

    Produk susu full cream, keju, cokelat, hingga kacang-kacangan memiliki kandungan fosfor cukup tinggi. Penderita diabetes yang menderita gangguan ginjal, asupan fosfor berlebih dapat menyebabkan ketidakseimbangan kalsium dan memperburuk kesehatan tulang. Fosfor juga memberikan beban tambahan pada ginjal yang sudah bekerja lebih berat.

    4. Daging Olahan dan Gorengan

    Sosis, nugget, bacon, dan daging olahan lain biasanya tinggi garam, lemak jenuh, serta bahan pengawet. Jika ditambah dengan proses menggoreng, kandungan lemak trans meningkat. Konsumsi rutin makanan jenis ini terbukti mempercepat kerusakan pembuluh darah, meningkatkan kolesterol, dan memperberat fungsi ginjal.

    5. Minuman Manis dan Bersoda

    Minuman kemasan, soda, boba, hingga teh manis kemasan mengandung gula tambahan yang tinggi. Bagi penderita diabetes, konsumsi gula berlebih akan memperburuk kontrol gula darah. Selain itu, asupan kalori tinggi dari minuman manis meningkatkan risiko obesitas yang menjadi beban tambahan bagi ginjal.

    Pilihan Makanan yang Lebih Aman

    Selain menghindari makanan berisiko, ada pula pilihan makanan yang mendukung kesehatan ginjal. Ikan berlemak seperti salmon, tuna, dan sarden kaya akan omega-3 yang bermanfaat menurunkan peradangan. Penelitian dalam Jurnal Plos One tahun 2020 menyebutkan bahwa suplementasi omega-3 dapat membantu mengurangi proteinuria pada pasien diabetes.

    Sayuran rendah kalium seperti kubis, kembang kol, paprika merah, dan timun juga lebih aman untuk penderita diabetes dengan risiko gangguan ginjal. Buah rendah kalium seperti apel, anggur, dan nanas dapat menjadi pilihan sehat untuk konsumsi harian.

    Kesimpulan

    Ginjal tetap bisa dijaga kesehatannya meski pada pengidap diabetes, asalkan pola makan diperhatikan. Pembatasan garam, kalium, fosfor, serta menghindari daging olahan dan minuman manis merupakan langkah penting. Sebaliknya, memilih ikan kaya omega-3, sayuran rendah kalium, dan buah segar yang tepat membantu memperlambat kerusakan ginjal.

    Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengaturan diet berperan besar dalam menjaga fungsi ginjal pada penderita diabetes. Dengan pola makan sehat, pengendalian gula darah, serta pemeriksaan rutin, komplikasi dapat dicegah sehingga kualitas hidup tetap terjaga.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Video: Kenali Tanda-tanda Gejala Diabetes di Pagi Hari”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

  • 6 Manfaat Japanese Walking untuk Kesehatan Tubuh, Lebih Efektif dari 10 Ribu Langkah?

    6 Manfaat Japanese Walking untuk Kesehatan Tubuh, Lebih Efektif dari 10 Ribu Langkah?

    Jakarta

    Berjalan kaki dikenal sebagai salah satu olahraga paling sederhana dan efektif untuk menjaga kesehatan tubuh. Dari berbagai teknik berjalan yang populer, dua di antaranya adalah Japanese Walking atau jalan kaki ala Jepang, dan jalan kaki 10.000 langkah.

    Japanese Walking dilakukan dengan cara bergantian antara berjalan lambat dan cepat setiap tiga menit selama sekitar 30 menit. Dikutip dari laman The Economic Times, metode ini diyakini memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan jalan kaki 10.000 langkah. Lantas, apa saja manfaat lebih dari jalan kaki ala Jepang ini?

    1. Membantu Menurunkan Tekanan Darah

    Japanese walking menunjukkan pengurangan yang lebih besar dalam tekanan darah sistolik dan diastolik dibandingkan jalan kaki terus menerus yang disesuaikan dengan waktu dan energi. Hal ini karena adanya pola beban dan pemulihan kardiovaskular yang terjadi berulang kali.

    2. Mengontrol Kadar Gula Darah yang Lebih Baik

    Interval cepat atau lambat yang bergantian bisa meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan glukosa lebih dari jalan santai dengan durasi yang sama. Manfaat ini dibuktikan pada orang dewasa dengan diabetes tipe 2.

    3. Peningkatan Kapasitas Aerobik yang Lebih Besar

    Japanese walking mengungguli jalan kaki terus menerus dalam meningkatkan kebugaran terkait VO2 pada orang dewasa paruh baya dan lebih tua. Sehingga hal tersebut menunjukkan adanya adaptasi kardiorespirasi yang lebih efisien untuk setiap menit latihan.

    Dikutip dari laman Slate Safely, VO2 adalah ukuran laju konsumsi oksigen seseorang.

    4. Komposisi Tubuh yang Lebih Baik

    Dibandingkan dengan jalan kaki terus menerus yang disesuaikan waktunya, Japanese walking lebih efektif mengurangi BMI atau Indeks Massa Tubuh (IMT). Jalan kaki ini memperbaiki komposisi tubuh, mencerminkan rangsangan metabolik yang lebih tinggi dari pola latihan interval.

    5. Meningkatkan Kekuatan dan Stabilitas

    Japanese walking meningkatkan ukuran kekuatan otot yang terkait dengan keseimbangan dan ketahanan terhadap jatuh. Manfaat ini tidak selalu terlihat pada sasaran hitungan langkah biasa.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/suc)

  • 99 Persen Kasus Serangan Jantung Diawali dengan Tanda Peringatan Ini

    99 Persen Kasus Serangan Jantung Diawali dengan Tanda Peringatan Ini

    Jakarta

    Sebelum serangan jantung, stroke, atau penyakit kardiovaskular lainnya terjadi, hampir selalu ada tanda-tanda peringatan. Begitulah temuan dari sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di Journal of the American College of Cardiology.

    Peringatan tersebut di antaranya tekanan darah tinggi, kadar gula darah, kolesterol, hingga kebiasaan merokok.

    Dalam studi tersebut, peneliti menganalisis data dari dua kelompok besar, lebih dari 600 ribu kasus penyakit kardiovaskular di Korea Selatan dan sekitar 1.000 kasus di Amerika Serikat.

    Para peneliti mencatat lebih dari 99 persen kasus penyakit jantung, gagal jantung, atau stroke didahului oleh setidaknya satu faktor risiko klasik.

    “Bahkan peningkatan ringan dari keempat faktor ini perlu segera ditangani dengan perubahan gaya hidup atau pengobatan,” kata Philip Greenland, salah satu penulis utama studi sekaligus profesor kedokteran pencegahan di Northwestern University Feinberg School of Medicine, Chicago, dikutip dari CNN.

    Temuan ini dinilai penting karena menunjukkan dokter dan pasien sebenarnya memiliki kendali besar untuk mencegah sebagian besar kasus penyakit jantung, demikian wanti-wanti Susan Cheng, profesor sekaligus wakil ketua bidang riset Departemen Kardiologi di Smidt Heart Institute, Cedars-Sinai Medical Center, Los Angeles.

    Beberapa penelitian sebelumnya sempat menunjukkan semakin banyak kasus penyakit jantung terjadi tanpa faktor risiko tradisional.

    Hal itu menimbulkan dugaan bahwa mungkin ada penyebab lain yang belum sepenuhnya dipahami oleh dunia medis. Namun, studi terbaru ini berbeda. Para peneliti tidak hanya melihat diagnosis formal seperti hipertensi atau diabetes, tetapi menelusuri data medis lengkap pasien.

    Dengan pendekatan ini, mereka menemukan hampir semua kasus memang sudah memiliki faktor risiko yang dapat dimodifikasi sebelum penyakit berkembang.

    “Jadi, jika dokter dan pasien ingin benar-benar menurunkan risiko penyakit jantung, langkah terbaik adalah terus mengelola tekanan darah, gula darah, kolesterol, dan berhenti merokok,” ujar Cheng.

    Bukan Melawan Penuaan, Tapi Memperpanjang Umur Sehat

    Menurut Dr Karen Joynt Maddox, profesor kedokteran kardiologi di Washington University Medical School, ilmu kedokteran sudah banyak memahami tentang penyakit jantung dalam satu abad terakhir. Namun, penerapan pengetahuan itu di kehidupan nyata masih menjadi tantangan.

    Salah satu kendala, katanya, adalah sifat risiko penyakit jantung yang terasa abstrak.

    “Ketika seseorang sudah sakit, lebih mudah baginya untuk termotivasi melakukan perubahan. Tapi sulit menjelaskan pentingnya pencegahan untuk sesuatu yang belum terjadi,” jelas Joynt Maddox.

    Sementara itu, Dr. Ahmed Tawakol, ahli jantung di Massachusetts General Hospital dan profesor di Harvard Medical School, menilai bahwa banyak orang mengaitkan pengobatan atau pencegahan penyakit jantung dengan proses menua sesuatu yang menakutkan bagi sebagian pasien.

    Padahal, katanya, mengelola tekanan darah, gula darah, dan kolesterol bukan berarti kehilangan masa muda, melainkan langkah untuk memperpanjang usia dan menjaga kualitas hidup.

    “Ini bukan soal melawan penuaan, tapi memperpanjang masa hidup yang sehat, memberi Anda lebih banyak waktu untuk merasa muda dan melakukan hal yang bermakna,” ujarnya.

    Jaga Tekanan Darah, Tidur Cukup, dan Kelola Stres

    Meski faktor risiko penyakit jantung tidak banyak berubah, teknologi dan cara mengelolanya terus berkembang.

    Langkah sederhana bisa dimulai dari memantau tekanan darah di rumah, lalu bekerja sama dengan dokter untuk memantau kondisi dan membuat rencana pengelolaan kesehatan.

    Selain faktor medis, gaya hidup sehat juga berperan besar. Menurut Tawakol, tidur cukup, rutin berolahraga, menjaga berat badan ideal, makan bergizi, dan mengelola stres adalah kunci utama menurunkan risiko penyakit jantung.

    “Stres dan depresi bisa menjadi faktor risiko sekuat merokok atau diabetes,” ujarnya.

    “Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa mengatasi semua faktor ini secara bersamaan dapat membantu orang menikmati hidup yang lebih panjang dan sehat.”

    Simak Video “Video Nyeri di Ulu Hati? Waspada Gejala Penyakit Jantung Koroner”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/naf)

  • 4 Makanan yang ‘Bersihkan’ Pembuluh Darah, Bisa Cegah Stroke-Jantung

    4 Makanan yang ‘Bersihkan’ Pembuluh Darah, Bisa Cegah Stroke-Jantung

    Jakarta

    Gaya hidup, pola makan, dan kebiasaan kurang gerak cenderung meningkatkan risiko munculnya penyakit kardiovaskular. Endapan plak dapat mengeras seiring waktu, mengakibatkan kondisi yang dikenal sebagai aterosklerosis, yang meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, dan tekanan darah tinggi.

    Meski begitu, kondisi ini masih dapat dikendalikan dengan pola hidup dan makan yang lebih sehat. Hal ini dapat memberikan perlindungan besar pada arteri, hingga mencegah kerusakan sejak dini.

    Dikutip dari Times of India, berikut empat makanan yang bisa membantu ‘membersihkan’ arteri atau pembuluh darah.

    1. Oat

    Oat kaya akan beta-glukan, sejenis serat larut yang dikenal karena kemampuannya dalam menurunkan kolesterol jahat (LDL). Eksperimen yang diuraikan ini menemukan bahwa rata-rata, mengonsumsi oat dikaitkan dengan penurunan kadar kolesterol total dan LDL masing-masing sebesar 5-7 persen.

    Beta-glukan mengurangi pembentukan plak arteri seiring waktu. Dengan mengonsumsi oat secara teratur, dapat meningkatkan kesehatan pencernaan dan mengontrol kadar gula darah, yang keduanya secara tidak langsung membantu sistem kardiovaskular.

    Para ahli nutrisi sangat menyarankan untuk menggunakan oat utuh atau oat potongan, daripada oat instan, untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

    2. Moringa atau Daun Kelor

    Moringa atau lebih dikenal dengan daun kelor mengandung antioksidan, vitamin, dan senyawa bioaktif yang meningkatkan kesehatan pembuluh darah secara keseluruhan. Quercetin, yang termasuk antioksidan kuat membantu menurunkan peradangan dan tekanan darah dengan fleksibilitas pembuluh darah.

    Daun kelor mengontrol kolesterol dalam tubuh dengan peningkatan kadar kolesterol baik atau HDL. Daun ini bisa dikonsumsi setiap pagi dalam bentuk bubuk teh atau sebagai sayuran.

    Konsumsi harian dapat membantu membersihkan arteri dengan menghambat stres oksidatif dan menstabilkan kolesterol secara alami.

    3. Kacang Kenari

    Kacang kenari merupakan salah satu sumber nabati yang kaya dengan asam alfa-linolenat, salah satu asam lemak Omega-3. Mengonsumsi beberapa kacang kenari setiap hari terbukti dapat menurunkan LDL, tekanan darah, dan mengurangi peradangan.

    Kacang ini bahkan dikenal dapat menurunkan tekanan darah pada orang dengan hipertensi. Sebab, makanan satu ini kaya akan kalori, jika dikonsumsi dengan porsi yang tepat.

    4. Daun Kari

    Daun kari ternyata menyimpan nutrisi yang baik untuk kesehatan jantung. Kaya akan antioksidan dan serat, daun ini mengurangi oksidasi kolesterol dan melancarkan aliran darah.

    Daun ini mengandung kaempferol, yang dapat mengurangi peradangan, menghilangkan timbunan plak, dan menurunkan kolesterol LDL. Selain itu, daun kari juga mampu menstabilkan kadar gula darah, yang secara tidak langsung berpengaruh pada kesehatan kardiovaskular.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Sehabis Olahraga Sebaiknya Makan Apa Ya? Ini Kata Ahli Gizi”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/naf)

  • 6 Manfaat Japanese Walking untuk Kesehatan Tubuh, Lebih Efektif dari 10 Ribu Langkah?

    Jalan Kaki Pagi Vs Sore, Mana yang Paling Efektif Bakar Kalori-Sehatkan Jantung?

    Jakarta

    Jalan kaki menjadi aktivitas sederhana yang bisa dilakukan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Meski terkesan sepele, kebiasaan ini terbukti membawa banyak manfaat bagi kesehatan tubuh. Berjalan kaki secara rutin dapat menurunkan risiko penyakit kronis, mulai dari penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, hingga gangguan fungsi kognitif. Bahkan, diyakini sebagai resep panjang umur.

    Dikutip dari Very Well Mind Health, manfaat jalan kaki tidak selalu sama di setiap waktu. Jalan kaki di pagi, siang, sore, masing-masing memiliki kelebihan tersendiri sesuai dengan tujuan kesehatan yang ingin dicapai.

    Mana waktu terbaik untuk bakar lemak dan menyehatkan jantung? Berikut catatannya.

    Manfaat Jalan Kaki Pagi Hari

    Membakar lemak

    Olahraga sebelum sarapan mendorong tubuh menggunakan cadangan lemak sebagai energi, sehingga pembakaran lemak berlangsung lebih optimal. Hal ini sangat bermanfaat bagi mereka yang sedang berjuang menurunkan berat badan atau pasien yang tengah berjuang dengan obesitas.

    Melancarkan aliran darah ke otak

    Bagi lansia dengan berat badan berlebih, berjalan kaki di pagi hari membantu mengurangi dampak buruk kebiasaan duduk terlalu lama, terutama pada fungsi aliran darah ke otak.

    Meningkatkan energi

    Jalan kaki di pagi hari bisa memicu peningkatan hormon kortisol yang berperan dalam kewaspadaan, membuat tubuh terasa lebih segar dan siap memulai aktivitas.

    Tidur lebih nyenyak di malam hari

    Paparan cahaya matahari pagi membantu mengatur pelepasan hormon melatonin yang berpengaruh pada siklus tidur. Hasilnya, kualitas tidur di malam hari bisa lebih baik.

    Jalan Kaki Siang atau Sore

    Jika pagi hari terasa sulit, berjalan kaki setelah makan siang atau menjelang sore juga tidak kalah bermanfaat.

    Mengurangi waktu duduk

    Jalan kaki di sela aktivitas membantu memecah waktu duduk yang panjang. Hal ini berpengaruh positif bagi kesehatan jantung dan metabolisme tubuh.

    Menyeimbangkan gula darah

    Beberapa penelitian menunjukkan, berjalan kaki segera setelah makan dapat membantu menstabilkan kadar gula darah dan mengurangi risiko peradangan ringan.

    Meningkatkan suasana hati

    Jalan kaki di ruang terbuka hijau, seperti taman atau area dengan pepohonan, terbukti mampu menurunkan rasa cemas, lelah, hingga depresi. Sebaliknya, berjalan di area perkotaan pada siang hari tidak memberikan efek mental yang sama besar.

    Jalan Kaki Sore

    Setelah seharian beraktivitas, sore hari bisa menjadi momen tepat untuk berjalan santai.

    Mengurangi stres

    Jalan kaki sore hari efektif meredakan ketegangan dan membantu tubuh lebih rileks setelah beraktivitas.

    Meningkatkan suasana hati, terutama di perkotaan

    Studi menunjukkan, penduduk kota yang meluangkan waktu untuk jalan kaki di sore hari cenderung memiliki suasana hati yang lebih baik.

    Simak Video “Mitos atau Fakta: Lari Lebih Efektif Bakar Lemak Dibanding Jalan Kaki”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Semantap Ini Manfaat Jalan Kaki di Pagi Hari, Cocok Buat yang Mau Panjang Umur

    Semantap Ini Manfaat Jalan Kaki di Pagi Hari, Cocok Buat yang Mau Panjang Umur

    Jakarta

    Bangun pagi seringkali terasa berat, apalagi kalau udara masih dingin dan kasur masih memanggil. Namun, membiasakan diri untuk berjalan kaki di pagi hari ternyata punya banyak manfaat luar biasa bagi tubuh.

    Aktivitas sederhana ini bukan hanya menyehatkan fisik, tapi juga berdampak positif bagi mental. Tak heran, banyak ahli merekomendasikan jalan pagi sebagai rutinitas sehat harian.

    Dikutip dari Healthline, berikut ini sederet efek jalan kaki di pagi hari pada kesehatan tubuh:

    1. Meningkatkan Energi

    Memulai hari dengan berjalan kaki dapat memberikan lebih banyak energi sepanjang hari. Penelitian menunjukkan orang dewasa yang berjalan kaki selama 20 menit di luar ruangan merasakan vitalitas dan energi lebih besar dibandingkan dengan berjalan selama 20 menit di dalam ruangan.

    2. Memperbaiki Mood

    Jalan kaki juga baik untuk meningkatkan suasana hati atau mood. Beberapa manfaat lain yang bisa didapatkan adalah meningkatkan kepercayaan diri, mengurangi stres, menurunkan kecemasan, mengurangi lelah, dan meredakan gejala depresi.

    Untuk hasil terbaik, disarankan jalan kaki 20-30 menit setidaknya 5 hari dalam seminggu.

    3. Membantu Penurunan Berat Badan

    Jalan kaki secara rutin dapat membantu proses diet penurunan berat badan. Berjalan dengan kecepatan sedang selama 30 menit dapat membakar hingga 150 kalori.

    Jika dikombinasikan dengan pola makan sehat dan latihan kekuatan, hasilnya bisa lebih optimal.

    4. Mencegah Penyakit Jantung

    Rutin jalan kaki membantu mencegah berbagai penyakit kronis. Penelitian menunjukkan berjalan selama 30 menit per hari dapat menurunkan risiko penyakit jantung hingga 19 persen. Bagi pengidap diabetes, jalan kaki juga dapat membantu menurunkan kadar gula darah.

    Selain itu, kebiasaan ini berpotensi memperpanjang usia, menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, serta beberapa jenis kanker.

    5. Menguatkan Otot

    Jalan kaki dapat membantu memperkuat otot-otot kaki. Untuk hasil terbaik, jalan kaki dilakukan dengan kecepatan sedang hingga cepat.

    Variasi seperti naik turun tangga, berjalan di bukit, atau menggunakan treadmill dengan kemiringan dapat menambah efektivitas latihan.

    6. Meningkatkan Fokus

    Jalan pagi terbukti dapat meningkatkan kejernihan mental dan kemampuan fokus sepanjang hari. Sebuah studi menunjukkan orang dewasa yang memulai hari dengan jalan pagi memiliki fungsi kognitif lebih baik dibandingkan mereka yang tidak aktif.

    Kegiatan ini juga dapat meningkatkan kreativitas. Penelitian membuktikan berjalan kaki membuka aliran ide yang lebih bebas, sehingga membantu pemecahan masalah lebih efektif dibandingkan hanya duduk diam.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Mitos atau Fakta: Lari Lebih Efektif Bakar Lemak Dibanding Jalan Kaki”
    [Gambas:Video 20detik]
    (avk/kna)

  • Lambung Ibunda Tasya Kamila Tersisa 15 Persen pasca Operasi Bariatrik demi Turun BB

    Lambung Ibunda Tasya Kamila Tersisa 15 Persen pasca Operasi Bariatrik demi Turun BB

    Jakarta

    Ibunda selebriti Tasya Kamila menjalani operasi bariatrik atau pemotongan lambung. Menurut Tasya, operasi tersebut dilakukan karena ibunya gagal diet selama 25 tahun.

    Ibunda Tasya sudah menjalani diet sejak tahun 2000. Pada awalnya, berat badan ibunya turun belasan kilogram, tapi setelah itu naik secara drastis. Setelah berkonsultasi dengan dokter, sang ibu memutuskan untuk operasi bariatrik pemotongan lambung.

    “Sekarang lambung mama sisa 15 persen aj, segede sedotan boba,” tulis Tasya di akun Instagramnya.

    Lantas, apa sebenarnya operasi bariatrik dan jenis-jenisnya? Siapa saja yang menjadi kandidat untuk bisa melakukan operasi ini?

    Apa Itu Operasi Bariatrik?

    Operasi bariatrik atau yang disebut operasi penurunan berat badan, merupakan kategori operasi bedah untuk membantu pengidap obesitas menurunkan berat badan. Dikutip dari laman Cleveland Clinic, dokter bisa merekomendasikan operasi ini jika metode penurunan berat badan lain yang dilakukan tidak berhasil, sera obesitas tampak menimbulkan risiko kesehatan lebih besar dibandingkan operasi.

    Prosedur bedah bekerja dengan memodifikasi sistem pencernaan, biasanya lambung, terkadang juga usus halus, untuk mengatur jumlah kalori yang bisa dikonsumsi dan diserap. Selain itu, prosedur ini juga bisa mengurangi sinyal lapar yang dikirim sistem pencernaan ke otak.

    Jenis-jenis Operasi Bariatrik

    Operasi bariatrik terdiri dari beberapa jenis. Berikut di antaranya:

    1. Gastric Sleeve

    Gastric sleeve dilakukan dengan mengangkat sebagian besar lambung, sekitar 80%, dan menyisakan kantong panjang seperti tabung. Lambung yang lebih kecil ini tidak bisa menampung banyak makanan dan memproduksi lebih sedikit hormon ghrelin pengatur nafsu makan, yang bisa mengurangi keinginan makan.

    2. Gastric Bypass

    Operasi ini bekerja dengan mengurangi jumlah makanan yang bisa didapat dalam sekali makan dan mengurangi penyerapan lemak dan kalori.

    Dikutip dari laman Mayo Clinic, dokter bedah akan memotong bagian atas lambung, memisahkannya dari bagian lambung lainnya. Kantung yang dihasilkan, berukuran kira-kira sebesar kacang kenari dan hanya bisa menampung sekitar 30 ml makanan. Biasanya lambung hanya menampung 90 ml makanan.

    Dokter juga memotong usus halus dan sebagiannya disambungkan ke kantung tersebut. Jadi, makanan yang masuk tidak melewati sebagian besar lambung dan bagian awal usus halus, tapi langsung ke bagian tengah usus halus.

    3. Biliopancreatic diversion with duodenal switch

    Biliopancreatic diversion with duodenal switch menggabungkan gastric sleeve dan intestinal bypass (prosedur yang yang melibatkan pemendekan usus halus). Secara signifikan, operasi ini mengurangi hormon lapar yang diproduksi di usus halus dan perut, serta membatasi seberapa banyak nutrisi yang bisa diserap usus halus.

    Siapa Saja yang Bisa Melakukan Operasi Bariatrik?

    Secara umum, operasi bariatrik bisa menjadi pilihan jika seseorang:

    Memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) 40 atau lebih (obesitas ekstrem)Memiliki IMT 35 hingga 39,9 atau yang disebut obesitas, serta memiliki masalah kesehatan serius terkait berat badan, seperti diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi.

    BMI memang mudah diukur, tapi beberapa tes medis mungkin perlu dilakukan untuk mendiagnosis kondisi kesehatan terkait obesitas.

    Risiko Menjalani Operasi Bariatrik

    Seperti operasi besar, bariatrik juga memiliki risiko kesehatan potensial, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Beberapa risiko operasi bariatrik meliputi:

    Pendarahan berlebihan.Infeksi.Reaksi terhadap anestesi.Gumpalan darah.Masalah paru-paru atau pernapasan.Kebocoran dalam sistem gastrointestinal.

    Selain itu, risiko dan komplikasi jangka panjang dari operasi penurunan berat badan bisa bervariasi. Risiko tersebut bisa meliputi:

    Obstruksi usus.Sindrom dumping, suatu kondisi yang menyebabkan diare, muka memerah, pusing, mual atau muntah.Batu empedu.Hernia.Gula darah rendah, disebut hipoglikemia.Malnutrisi.Muntah.Refluks asam.Kebutuhan untuk operasi atau prosedur kedua

    (elk/kna)

  • Peneliti Ungkap Golongan Darah yang Lebih Berisiko Kena Stroke

    Peneliti Ungkap Golongan Darah yang Lebih Berisiko Kena Stroke

    Jakarta

    Penelitian mengungkapkan ada jenis golongan darah tertentu yang meningkatkan risiko penyakit stroke. Golongan darah yang dimaksud adalah golongan A dengan karakteristik khusus.

    Peneliti menganalisis 48 studi genetik yang mencakup 17 ribu pasien stroke dan hampir 600 ribu orang tanpa stroke. Seluruh pasien berusia 18-59 tahun.

    Hasilnya, mereka menemukan adanya hubungan jelas antara gen yang bertanggung jawab atas subgolongan darah A1 dan risiko stroke dini. Pencarian skala luas pada genom menemukan dua lokasi yang berkaitan dengan risiko stroke dini, salah satunya bertepatan dengan gen penentu golongan darah.

    Analisis kedua yang berfokus pada jenis gen golongan darah mendapati orang dengan variasi tertentu dari golongan darah A memiliki risiko stroke sebelum 60 tahun sebesar 16 persen lebih tinggi dibanding orang dengan golongan darah lain.

    Sementara itu, mereka yang memiliki golongan darah O1 justru memiliki risiko stroke dini 12 persen lebih rendah.

    Meski begitu, peneliti menegaskan tambahan risiko stroke pada orang dengan golongan darah A jenis ini relatif kecil. Sehingga, tidak diperlukan kewaspadaan atau skrining ekstra sebagai pencegahan.

    “Kami masih belum tahu mengapa golongan darah A meningkatkan risiko,” kata penulis senior sekaligus ahli saraf vaskular, Steven Kittner dari University of Maryland, dikutip dari Science Direct, Selasa (30/9/2025).

    “Tetapi kemungkinan besar ini ada hubungannya dengan faktor pembekuan darah seperti trombosit, sel yang melapisi pembuluh darah, serta protein sirkulasi lain yang berperan dalam pembentukan bekuan darah,” sambungnya.

    Penelitian lanjutan berkaitan temuan ini masih perlu dilakukan. Peserta penelitian berasal dari Amerika Utara, Eropa, Jepang, Pakistan, dan Australia, dengan hanya 35 persen berasal dari populasi non-Eropa.

    Penelitian dengan sampel yang lebih beragam bisa membantu memperjelas arti temuan ini.

    “Kami jelas membutuhkan lebih banyak studi lanjutan untuk memahami mekanisme peningkatan risiko stroke ini,” tandasnya.

    Dalam pencegahan stroke, pengendalian pola hidup sehat adalah kunci utama. Dikutip dari Harvard Health Publishing, berikut ini adalah beberapa langkah pencegahan yang bisa dilakukan:

    Menjaga tekanan darahMenjaga berat badan idealMemperbanyak olahragaMembatasi konsumsi alkoholMenjaga kadar gula darah tetap stabilMenghentikan kebiasaan merokokMelakukan pemeriksaan kardiovaskular secara rutin

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)