Produk: gamelan

  • Lestarikan Budaya Sunda, Pemkab Bogor Bangun Replika Pendopo Kawedanaan Jasinga

    Lestarikan Budaya Sunda, Pemkab Bogor Bangun Replika Pendopo Kawedanaan Jasinga

    JABAR EKSPRES – Pemerintah Kabupaten Bogor menunjukkan komitmennya dalam melestarikan budaya Sunda melalui pembangunan replika Pendopo Kawedanaan Jasinga.

    Bupati Bogor Rudy Susmanto meninjau langsung progres pembangunan pendopo yang diinisiasi sebagai pusat budaya Jasinga, Rabu (23/4).

    “Alhamdulillah, hari ini kita bisa bersilaturahmi dan menyaksikan langsung pembangunan replika pendopo yang telah dinanti masyarakat Jasinga,”ujarnya.

    BACA JUGA: Di tengah Efisiensi Anggaran Dishub Bogor Miliki 55 Unit Kendaraan Dinas, Kadishub: Masih Kurang!

    Menurut Rudy, ini bukan sekadar bangunan, tapi tentang menghidupkan kembali semangat dan identitas budaya Sunda di Kawedanaan Jasinga.

    Ia menegaskan, pendopo yang dinantikan ini dibangun tanpa menggunakan anggaran APBD. Sebaliknya, proyek gotong royong ini sepenuhnya didukung oleh sumbangan tokoh masyarakat yang peduli terhadap warisan budaya Bogor.

    “Ini adalah bentuk cinta masyarakat terhadap warisan budaya Jasinga. Saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para dermawan,” tambahnya.

    Rudy menargetkan pendopo akan rampung dalam satu minggu, diikuti pembangunan fasilitas penunjang seperti galeri budaya, musala, toilet umum, dan alat musik tradisional gamelan untuk mendukung aktivitas seni di kawasan tersebut.

    BACA JUGA: Bupati Bogor Prioritaskan Pembangunan serta Kesejahteraan Masyarakat di Kecamatan Jasinga dan Nanggung

    “Mari kita bangun Kabupaten Bogor yang lebih aman, adil, maju, dan makmur. Perjalanan ini masih panjang, tapi dengan kebersamaan, kita akan mampu mewujudkan cita-cita tersebut,” tegasnya.

    Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, Yudi Santosa, mengungkapkan bahwa kawasan budaya ini dibangun di atas lahan 12.000 meter persegi, dengan 1.300 meter persegi telah dipagar untuk tahap awal pembangunan.

    “Ke depan, kami merencanakan pameran pusaka Jasinga yang akan dibawa ke Cibinong untuk mengenalkan budaya kita kepada masyarakat luas,” jelasnya.

    Nantinya, kawasan budaya ini akan dikelola oleh para budayawan, pemuda, serta organisasi kepemudaan seperti KNPI, Karang Taruna, dan Paguyuban sebagai bentuk kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat.

  • Kunjungan Kerja ke Yogyakarta, Menbud Fadli Zon Soroti Revitalisasi dan Tata Kelola Cagar Budaya

    Kunjungan Kerja ke Yogyakarta, Menbud Fadli Zon Soroti Revitalisasi dan Tata Kelola Cagar Budaya

    JAKARTA – Dalam rangka upaya pelestarian warisan budaya nusantara, Menbud Fadli Zon lakukan kunjungan kerja ke Yogyakarta. Kunjungan ini menyoroti komitmen pemerintah dalam melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya serta memastikan pengelolaan berkelanjutan dan berdampak luas bagi masyarakat.

    Menbud Fadli Zon mengawali agenda pertamanya di Yogyakarta dengan meninjau langsung bangunan Cagar Budaya Hotel Tugu Yogyakarta bersama Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X dan perwakilan keluarga pemilik.

    Dibangun pada tahun 1881, Hotel Tugu merupakan salah satu bangunan kolonial tertua di Yogyakarta yang memiliki nilai sejarah tinggi. “Hotel ini menjadi saksi berbagai peristiwa penting, mulai dari lokasi rapat antara Indonesia dengan Komisi Tiga Negara (Australia, Beligia, Amerika Serikat) pasca-Agresi Militer Belanda II serta Serangan Umum 1 Maret 1948,” jelas Menbud Fadli Zon dalam diskusinya.

    Menbud menambahkan, Hotel Tugu Yogyakarta berada pada posisi yang strategis sebagai wajah kota dan pintu gerbang budaya. “Bangunan Hotel Tugu ini juga merupakan bagian integral dari Sumbu Filosofis Yogyakarta, garis imajiner budaya yang menghubungkan Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta, dan Laut Selatan, serta telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO tahun 2023,” sambungnya.

    Saat ini kondisi bangunan Hotel Tugu terbengkalai. Oleh karena itu, pemerintah bersama keluarga pemilik sepakat untuk mendorong upaya revitalisasi yang berlandaskan pada prinsip amanat UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Revitalisasi ini diharapkan tidak hanya menjaga keutuhan struktur fisik, tetapi menghidupkan kembali fungsinya sebagai ruang publik yang produktif.

    Selanjutnya, kunjungan dilanjutkan ke kantot Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X di Sleman, Yogyakarta. Menbud meninjau koleksi artefak hasil pelestarian dan ekskavasi dari berbagai situs penting di wilayah kerja BPK Wilayah X.

    “BPK Wilayah X mencatat lebih dari 2.000 koleksi budaya dari berbagai situs penting seperti Prambanan, Plaosan, Dieng, serta situs-situs lain, dan telah melaksanakan 372 kegiatan pelestarian sepanjang tahun 2024, termasuk konservasi artefak, registrasi koleksi, serta 316 kegiatan edukatif berbasis masyarakat,” tutur Menbud.

    Beberapa artefak menonjol antara lain Arca Narasimha dari abad ke-9 M, salah satu arca terbesar berasal dari Dinasti Sanjaya yang menggambarkan inkarnasi Dewa Wisnu dalam bentuk singa-manusia, serta Arca Wamana Triwikrama dari awal masa Kerajaan Mataram Hindu yang mempresentasikan kisah mitologis Vamana yang menguasai tiga dunia \ dengan tiga langkahnya.

    Dalam diskusi bersama jajaran BPK Wilayah X, dibahas sejumlah isu strategis mengenai arah kebijakan pelestarian dan pengelolaan warisan budaya di Yogyakarta dan Jawa Tengah, dengan wilayah kerja yang mencakup lebih dari 120 situs cagar budaya dan 11 museum—termasuk kawasan strategis seperti Borobudur, Prambanan, Dieng, Plaosan, dan Ratu Boko.

    “Sejumlah isu penting seperti penguatan kelembagaan dan peran BPK dalam skema tata kelola cagar budaya baru; pengembangan kerja sama internasional, termasuk inisiatif Pemerintah India untuk mendukung revitalisasi Prambanan; serta langkah pemanfaatan berkelanjutan melalui skema Public–Private Partnership (PPP) berbasis ekosistem budaya.

    Kami juga membahas tantangan regenerasi SDM, khususnya juru pelihara dan juru pugar, serta perlunya skema afirmatif dan sertifikasi kompetensi,” jelas Menbud Fadli Zon.

    Menbud Fadli Zon mendorong pemanfaatan situs budaya yang tak hanya memperkuat aspek pelindungan dan edukasi, tetapi juga menghadirkan nilai tambah ekonomi budaya.

    Terakhir, ia berpesan agar penataan kelembagaan ke depan harus berorientasi pada efisiensi, kesinambungan, dan kepentingan nasional dalam merawat warisan peradaban dunia.

    Kunjungi Pondok Pesantren Ora Aji 

    Dalam kunjungan kerjanya ke Yogyakarta, Menbud menyempatkan diri berkunjung ke Pondok Pesantren Ora Aji, yang diasuh oleh Mubaligh, Miftah Maulana Habiburrohman, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Miftah. Pada kunjungan ini Menbud beserta keluarga besar P.P Ora Aji merayakan budaya Indonesia dalam suasana Idulfitri.

    Menbud mengungkapkan pentingnya pagelaran wayang dengan 33 dalang sebagai bagian dari warisan budaya yang diakui UNESCO. Wayang, bersama dengan keris, batik, dan gamelan, menurutnya merupakan bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang harus dilestarikan.

    “Kita ini adalah negara yang banyak sekali keberagamannya, dan kita membutuhkan persatuan. Bagaimana perbedaan itu? Jangan menjadi sumber perpecahan, tapi perbedaan itu harus menjadi sumber kekuatan. Inilah saya kira tantangan kita yang bisa membuat perbedaan itu menjadi sumber kekuatan itu hanya budaya. Biasanya politik kadang kadang memecah belah, kadang kadang tapi budaya dan seni itu menyatukan,” jelas Menbud pada kesempatan tersebut.

    Pentingnya persatuan dalam keberagaman budaya menurut Menteri Fadli juga ditekankan, dengan harapan perbedaan dapat menjadi sumber kekuatan. Dalam konteks modern, tantangan untuk menarik generasi muda melalui teknologi dan media baru juga diangkat.

    Menteri Kebudayaan menegaskan komitmennya untuk memajukan budaya nasional dan melestarikan warisan budaya, termasuk situs-situs bersejarah seperti Candi Borobudur dan Prambanan.

  • VIDEO: Visualisasi Jalan Salib Perayaan Paskah Berkonsep Wayang Orang Budaya Jawa

    VIDEO: Visualisasi Jalan Salib Perayaan Paskah Berkonsep Wayang Orang Budaya Jawa

    Untuk merayakan rangkaian Paskah, umat katolik di Surabaya, Jawa Timur, menggelar visualisasi jalan salib Yesus Kristus pada momen Jumat Agung, dengan konsep wayang orang menggunakan adat budaya Jawa sembari diiringi musik gamelan.

    Ringkasan

  • Melihat Kisah Jalan Salib Berbudaya Jawa di Gereja Katolik Surabaya Saat Perayaan Paskah

    Melihat Kisah Jalan Salib Berbudaya Jawa di Gereja Katolik Surabaya Saat Perayaan Paskah

    Surabaya (beritajatim.com) – Gereja Katolik Santo Vincentius a Paulo Surabaya memadukan adat dan budaya Jawa dalam rangkaian Ibadah Paskah 2025, Jumat (18/4) hari ini.

    Pihak Gereja secara kreatif memvisualisasi kisah Jalan Salib menggunakan wayang orang dan iring – iringan musik gamelan. Untuk mengenang peristiwa penderitaan, kematian, dan kebangkitan Yesus.

    Ratusan umat Katolik Surabaya yang hadir hanyut dalam visualisasi 14 pemberhentian Yesus, mulai dari penyaliban hingga kebangkitan. Mereka merapal doa dan meneteskan air mata menangis.

    Ketua Panita Ibadah Paskah Gereja Katolik Santo Vincentius a Paulo Kota Surabaya, Ni Ketut Santhi Wilyawati menyampaikan, visualisasi kisah Jalan Salib ini menceritakan tentang penderitaan Yesus Kristus, demi menebus dosa – dosa para umatnya di dunia.

    “Ibadah jalan salib ini menunjukkan bahwa Tuhan Yesus itu melakukan penebusan dosa. Jadi mulai awal dia disiksa itu gunanya untuk menebus dosa umat manusia,” kata Santhi di Gereja Katolik Santo Vincentius a Paulo, hari Jumat (18/4/2025) pagi.

    Santhi turut menjelaskan bahwa, visualisasi kisah Jalan Salib ini juga memiliki sebuah tujuan supaya umat Katolik di dunia mampu memahami pengorbanan Yesus Kristus. Sehingga para umat Katolik senantiasa mendekatkan diri serta ibadah kepada Tuhan-nya.

    “Ini tadi ibadah Jalan Salib. Nanti sore itu Ibadah Penghormatan Salib, tujuannya sama, yaitu untuk mengenang pengorbanan Yesus untuk penebusan dosa umat manusia, mulai jam 15.00 WIB sampai 18.00 WIB,” ujar Ketua Panitia Santhi.

    Tentang konsep adat budaya Jawa yang diusung dalam ibadah visualisasi Jalan Salib tadi, Santhi menjelaskan alasannya, katanya hal ini bertujuan agar kita tidak melupakan budaya sendiri sekaligus mengenalkan budaya ini kepada Gen-Z (generasi muda).

    “Tujuannya ini untuk menunjukkan kearifan lokal, mengenalkan budaya Jawa ke generasi semuanya, terutama Generasi Z mungkin ya, yang mereka ini belum tentu mengenalnya,” tandasnya.

    Diketahui, tema besar umat Katolik dalam Ibadah Paskah 2025 ini adalah “Mewujudkan Tri Tugas Kristus Dalam Hidup Berparoki”. Tema ini memaknai tugas dan peran umat Katolik sebagai murid-murid Kristus untuk menjalani kehidupan yang mencerminkan Tri Tugas Kristus, yakni sebagai Imam, sebagai Nabi, dan sebagai Raja. [ram/aje]

  • Merajut Jejak Leluhur Bumi Anjukladang, Ketika Prosesi Manusuk Sima Warnai Peringatan Hari Jadi Ke-1.088 Nganjuk
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        11 April 2025

    Merajut Jejak Leluhur Bumi Anjukladang, Ketika Prosesi Manusuk Sima Warnai Peringatan Hari Jadi Ke-1.088 Nganjuk Surabaya 11 April 2025

    Merajut Jejak Leluhur Bumi Anjukladang, Ketika Prosesi Manusuk Sima Warnai Peringatan Hari Jadi Ke-1.088 Nganjuk
    Tim Redaksi
    NGANJUK, KOMPAS.com
    – Aura khidmat menyelimuti pelataran
    Candi Lor
    di Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten
    Nganjuk
    , Jawa Timur, Kamis (10/4/2025) siang.
    Ratusan pasang mata tertuju pada serangkaian prosesi sakral ”
    Manusuk Sima
    “, yang digelar untuk memperingati hari jadi ke-1.088 Masehi Nganjuk.
    Lebih dari sekadar perayaan usia, kegiatan ini menjadi penanda upaya pelestarian warisan budaya dan spirit luhur ”
    Hanggayuh Raharjaning Bumi Anjukladang
    ”, yang kurang lebih berarti meraih kesejahteraan tanah Anjukladang.
    Siang itu, alunan gamelan mengalun syahdu, mengiringi langkah para penari dengan kostum prajurit yang memukau.
    Di pelataran candi yang menjadi saksi bisu sejarah Tanah Anjukladang, yang kini berganti nama menjadi Nganjuk, mereka memeragakan tarian peperangan dengan gerakan yang energik dan penuh makna.
    Visualisasi ini seolah membawa para penonton kembali ke masa lampau, menggambarkan dinamika kehidupan dan perjuangan di Tanah Anjukladang, sebelum diberikan status sima.
    Dahulu diyakini terjadi peperangan di Bumi Anjukladang antara pasukan Mpu Sindok melawan tentara Melayu dari Wangsa Sailendra.
    Pada peperangan itu, penduduk Anjukladang atau Nganjuk membantu Mpu Sindok, hingga berhasil memukul mundur tentara Melayu tersebut.
    Atas jasanya, Mpu Sindok, yang merupakan raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Medang periode Jawa Timur, memberikan sima atas Bumi Anjukladang.
    Pemberian sima itu dilakukan pada tanggal 12 bulan Caitra tahun 859 Saka atau bertepatan dengan tanggal 10 April 937 M, yang kini diperingati sebagai hari jadi Nganjuk.
    Usai pemeragaan tarian di pelataran Candi Lor, suasana berubah menjadi lebih khidmat.
    Pembesar kerajaan, yang diperankan dengan penuh penghayatan, hadir dengan iringan payung kebesaran.
    Kedatangan mereka menandai momen penting dalam prosesi penyerahan tanda pemberian status sima kepada tanah Anjukladang.
    Simbol-simbol pusaka dihadirkan, mengingatkan akan nilai-nilai adiluhung dan kearifan lokal yang menjadi landasan berdirinya wilayah ini.
    Prosesi kemudian dilanjutkan di area dalam Candi Lor, tempat di mana para pemimpin daerah hadir untuk menyaksikan dan menjadi bagian dari momen bersejarah ini.
    Bupati Nganjuk, Marhaen Djumadi tampak khusyuk mengikuti setiap tahapan acara, didampingi oleh Wakil Bupati Nganjuk, Trihandy Cahyo Saputro, Ketua DPRD, Tatit Heru Tjahjono, serta jajaran kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Nganjuk.
    Kang Marhaen, sapaan karib Marhaen Djumadi, menyampaikan bahwa kegiatan Manusuk Sima ini bukan sekadar agenda rutin tahunan.
    Menurutnya, ini adalah momentum penting untuk merefleksikan kembali nilai-nilai luhur.
    “Ini adalah rangkaian peringatan hari jadi ke-1.088 Nganjuk, yang puncaknya adalah Manusuk Sima. Manusuk Sima ini adalah sebuah proses pemberian wilayah bebas pajak, ini pertama kali dulu dilaksanakan di sekitar sini, pasnya di Candi Lor,” tuturnya. 
    Menurut Kang Marhaen, peringatan Manusuk Sima ini sangat penting dilakukan.
    Salah satunya agar menjadi media edukasi bagi segenap warga Nganjuk, agar tahu sejarah tanah kelahirannya.
    “Biar masyarakat tahu bahwa ini lo prosesnya. Misalnya mana Mpu Anjukladang, mana Mpu Sindok, mana pasukan dari Sriwijaya, mana dari Mataram Hindu (Medang), dan seterusnya,” katanya. 
    “Sehingga anak-anak atau masyarakat luas tahu persis, oh ini lo sejarahnya Nganjuk, lahirnya Nganjuk ya di sini,” ujar politikus PDI Perjuangan tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tari Tjokronegoro, Warisan Budaya Asal Kabupaten Sidoarjo Kental dengan Nilai Luhur

    Tari Tjokronegoro, Warisan Budaya Asal Kabupaten Sidoarjo Kental dengan Nilai Luhur

    Kombinasi elemen-elemen ini tidak hanya memperkaya estetika tarian, tetapi juga memperdalam makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Dari segi koreografi, Tari Tjokronegoro terdiri dari tiga bagian utama: pendahuluan, isi, dan penutup.

    Bagian pendahuluan menekankan gerakan yang mencerminkan kebijakan dan kekuasaan seorang pemimpin, sementara bagian isi menampilkan dinamika gerakan yang menunjukkan semangat dan keberanian. Bagian penutup ditandai dengan gerakan yang melambangkan penghormatan dan kerendahan hati.

    Iringan musik tradisional gamelan Jawa dengan gendhing Alas Kobong dan gendhing Tjokronegoro menambah kedalaman emosional dan spiritual pada setiap penampilan, menciptakan harmoni antara gerakan dan musik yang memukau penonton.

    Meskipun memiliki nilai budaya dan historis yang tinggi, Tari Tjokronegoro sempat kurang dikenal luas oleh masyarakat Sidoarjo. Namun, upaya revitalisasi terus dilakukan, seperti yang terjadi pada tahun 2022 ketika siswa SMAN 1 Sidoarjo melakukan penelitian mendalam untuk menghidupkan kembali tarian ini.

    Mereka mempelajari literatur, mewawancarai mantan penari, dan berkolaborasi dengan keluarga Munali Fatah untuk merekonstruksi gerakan dan esensi tarian. Inisiatif ini tidak hanya berhasil menghidupkan kembali Tari Tjokronegoro, tetapi juga meningkatkan kesadaran generasi muda akan pentingnya melestarikan warisan budaya lokal.

    Tari Tjokronegoro kini kembali menjadi simbol kebanggaan bagi masyarakat Sidoarjo, mewakili semangat kepemimpinan, keberanian, dan identitas kultural yang kaya.

    Melalui tarian ini, nilai-nilai luhur dari pendiri Kabupaten Sidoarjo terus diwariskan dan dihayati oleh generasi penerus, memastikan bahwa warisan budaya ini tetap hidup dan relevan dalam kehidupan modern.

    Penulis: Belvana Fasya Saad

     

  • Barong Ider Bumi 2025 di Banyuwangi, Ritual Sakral Digelar Khidmat di Tengah Hujan

    Barong Ider Bumi 2025 di Banyuwangi, Ritual Sakral Digelar Khidmat di Tengah Hujan

    Banyuwangi (beritajatim.com) – Ritual adat Barong Ider Bumi 2025 kembali digelar dengan khidmat di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Selasa (1/4/2025). Meski diguyur hujan, tradisi yang rutin dilaksanakan setiap 2 Syawal ini tetap ramai dikunjungi masyarakat yang ingin menyaksikan prosesi sakral tersebut.

    Sebagai bagian dari perayaan Lebaran di Banyuwangi, Barong Ider Bumi menjadi daya tarik utama bagi warga setempat maupun wisatawan. Ritual ini diyakini memiliki kekuatan untuk menolak bala dan telah dijalankan secara turun-temurun oleh masyarakat Desa Kemiren.

    Tokoh masyarakat adat Desa Kemiren, Suhaimi, menjelaskan bahwa ritual Barong Ider Bumi pertama kali dilakukan sekitar tahun 1840-an. Kala itu, Desa Kemiren dilanda wabah yang menyebabkan banyak korban jiwa serta gagal panen akibat serangan hama. Dalam menghadapi situasi sulit tersebut, sesepuh desa meminta petunjuk kepada leluhur mereka, Mbah Buyut Cili. Dalam mimpinya, Mbah Buyut Cili mendapat petunjuk agar warga mengadakan arak-arakan Barong keliling kampung sebagai upaya penolak bala.

    “Ritual diawali dengan doa yang dipanjatkan oleh para tokoh pelestari Barong di petilasan Buyut Cili,” ungkap Suhaimi. Barong dalam tradisi ini digambarkan sebagai sosok makhluk bermahkota dengan sayap yang dipercaya mampu melindungi desa dari marabahaya.

    Kepala Desa Kemiren, Arifin, mengungkapkan rasa syukur atas terlaksananya ritual tahun ini meskipun dalam kondisi hujan. “Meski dalam kondisi hujan, kami tetap bersyukur karena hujan juga anugerah dari Yang Maha Kuasa,” ujarnya.

    Saat gamelan mulai dimainkan, barong siap diarak keliling desa dengan iringan masyarakat yang mengenakan pakaian adat. Arak-arakan dimulai dari sisi timur Desa Kemiren menuju bagian barat, menempuh jarak sekitar 2 km. Sepanjang perjalanan, tokoh adat melakukan tradisi sembur uthik-uthik, yaitu menebarkan sekitar 999 koin logam yang dicampur dengan beras kuning dan berbagai macam bunga sebagai simbol penolak bala.

    Sebagai penutup rangkaian ritual, masyarakat menggelar selamatan kampung dengan menyajikan kuliner tradisional khas Banyuwangi, tumpeng pecel pitik. Hidangan ini dibuat dari ayam kampung muda yang dipanggang utuh, kemudian disuwir dan dicampur dengan bumbu khas yang terdiri dari cabai rawit, terasi, daun jeruk, gula, serta parutan kelapa muda.

    “Keunikan dan nilai budaya yang terkandung dalam ritual Barong Ider Bumi menjadikannya warisan leluhur yang terus dipertahankan. Selain sebagai bagian dari tradisi, acara ini juga menjadi magnet wisata yang memperkaya keberagaman budaya Banyuwangi,” jelas Arifin.

    Wisatawan asal Surabaya, Dian Eka Putri Nasution (25), mengaku atmosfer kekeluargaan dalam ritual tersebut sangat terasa. “Yang paling saya suka adalah kendurinya. Semua duduk bersama, makan bersama di jalanan desa. Rasanya hangat dan sangat membumi. Ini pengalaman yang tidak bisa saya temukan di kota,” pungkasnya. [alr/beq]

  • Musik dan Puisi Lintas Iman dari Ciamis untuk Indonesia

    Musik dan Puisi Lintas Iman dari Ciamis untuk Indonesia

    JABAR EKSPRES – Alun-Alun Kabupaten Ciamis menjadi saksi pertunjukan budaya penuh makna bertajuk Yaumiddini, Minggu (30/3/2025).

    Acara ini merupakan puncak dari rangkaian Riak Ramadan 2025 yang digelar sejak 23 Maret lalu, menghadirkan kolaborasi unik lintas iman dan generasi.

    Pertunjukan ini memadukan musik, puisi, satire sosial, dan wayang, dengan melibatkan beragam kelompok seni.

    Gamelan Ki Pamanah Rasa (komunitas pemuda Muslim), Angklung Silih Asih dari Gereja Katolik Santo Yohanes (umat Katolik Tionghoa), serta Sakola Motekar (anak-anak Muslim) turut meramaikan panggung. Tak ketinggalan, seniman seperti Noer JM, Didon Nurdani, Jessica Purboyo, Andi Slide, dan Dalang Rian Nugraha turut memeriahkan acara.

    BACA JUGA: Besok Lebaran, Pemkot Bogor Musnahkan 1792 Miras Ilegal Hasil Razia Selama Ramadan

    Puisi-puisi karya Emha Ainun Nadjib menjadi benang merah pertunjukan ini, menyampaikan pesan cinta sekaligus kritik sosial. Penonton diajak menyelami sejarah kepemimpinan Indonesia lewat sajian teatrikal jenaka yang sarat makna.

    “Meski perjalanan bangsa ini penuh luka dan ketidaksempurnaan, kecintaan kami tak pernah padam. Kami menyampaikannya melalui seni,” ujar Mang Ebel, penulis naskah Yaumiddini.

    Salah satu momen paling dinanti adalah orasi takjil bertajuk ‘Kolak Koruptor’ dan ‘Es Campur Pemuda Negeri’. Dengan gaya santai dan humoris, para seniman menyindir fenomena sosial-politik yang kerap terjadi di tengah masyarakat.

    “Acara ini bukan sekadar tontonan, melainkan ruang perjumpaan lintas agama dan budaya. Para seniman membuktikan bahwa seni mampu menyatukan perbedaan dengan cara yang sederhana namun menyentuh,” ujarnya.

    BACA JUGA: Masih Jadi Primadona! Jelang Lebaran, Pasar Cimol Gedebage Dipadati Pengunjung

    Pertunjukan ditutup dengan pembacaan puisi Yaumiddini yang penuh doa dan harapan, diiringi lagu “Al I’tiraf” dalam format kolaborasi. Semua pemain naik ke panggung, menutup pertunjukan dengan semangat persaudaraan.

    “Keragaman bukan penghalang untuk bersatu, dan harapan akan Indonesia yang damai tetap hidup di tengah gegap gempita budaya,” ujar Mang Ebel. (CEP)

  • Modus ART di Kebayoran Lama Curi Jam Tangan Patek Philippe Seharga Rp3 Miliar, Ditangkap di Surabaya – Halaman all

    Modus ART di Kebayoran Lama Curi Jam Tangan Patek Philippe Seharga Rp3 Miliar, Ditangkap di Surabaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kasus pencurian jam tangan mewah bermerek Patek Philippe terjadi di sebuah apartemen di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jumat (14/3/2025).

    Jam seharga Rp3 miliar tersebut dicuri asisten rumah tangga (ART) berinisial IR.

    Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Bima Sakti, mengatakan wajah pelaku terekam CCTV saat membawa kabur jam tangan keluar apartemen.

    “Kerugian kurang lebih Rp 3 miliar, di mana pelaku ini berinisial IR yang merupakan ART dari pemilik rumah tersebut atau korban,” ungkapnya, Senin (24/3/2025), dikutip dari TribunJakarta.com.

    Pelaku IR menukar jam tangan Patek Philippe dengan jam tangan palsu yang dibeli di toko online seharga ratusan ribu.

    Pelaku kemudian menunggu korban lengah dan menukar jam tangannya.

    “Tapi setelah dilihat oleh korban, ternyata jam atau barang tersebut diganti oleh pelaku dan disadari oleh korban.”

    “Lalu di sini korban membuat pengaduan atau laporan polisi di Polres Jakarta Selatan,” imbuhnya.

    Tiga hari setelah korban melapor, pelaku IR ditangkap di Surabaya, Jawa Timur.

    “Pelaku ditangkap di Stasiun Gubeng, Surabaya pada 18 Maret 2025,” lanjutnya.

    IR telah menjual jam tangan korban seharga Rp550 juta.

    Akibat perbuatannya, IR dapat dijerat Pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.

    ART Curi Barang Antik

    Kasus pencurian yang dilakukan ART juga terjadi di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

    Pelaku pria berinisial AT (46) ditangkap setelah mencuri barang antik di rumah majikannya.

    Kasus ini terungkap setelah pemilik rumah berinisial GW mengecek kondisi barang antiknya.

    Kanit Krimum Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Igo Fazar Akbar, mengatakan GW tidak tinggal di rumah tersebut sehingga AT leluasa menjual barang milik korban.

    “Karena rumah ini kosong, akhirnya kesempatan itu sangat leluasa sehingga bisa mengirim lewat Lalamove atau via pengiriman lainnya,” ujarnya, Senin (24/3/2025), dikutip dari TribunJakarta.com.

    Selama ini, AT dipercaya sebagai sekuriti sekaligus ART yang tinggal di sana sendirian.

    “Jadi korban ini tinggal di situ ketika ada kegiatan acara keluarga. Misal event-event seperti liburan, dia baru ke situ untuk menginap,” lanjutnya.

    AT menjual barang antik dengan cara mengunggahnya di media sosial Facebook.

    “Ketika ada pembeli, yang bersangkutan akan melakukan tawar menawar. Ketika harga setuju, langsung diambil dan dikirim ke pembeli,” sambungnya.

    Harga yang ditawarkan jauh lebih rendah dari harga asli barang tersebut.

    “Kalau harga berdasarkan keterangan dari yang membeli, ini dihargai Rp300-700 ribu. Kalau korban, karena ini kolektor item, dia menyampaikan jutaan bahkan sampai puluhan juta,” jelasnya.

    Aksi pencurian dilakukan secara bertahap dalam rentang waktu Agustus 2024 hingga Maret 2025.

    “Pelaku ini udah melakukan perbuatan sejak Agustus 2024 sampai diamankan pada bulan Maret 2025. Jadi (pencurian) barang ini bertahap atau berangsur satu per satu,” tandasnya.

    Barang antik yang dijual seperti lukisan, pintu gebyok, patung kayu, dan peralatan gamelan.

    Barang tersebut disimpan di gudang yang tak pernah dipakai GW.

    “Nah ketika dia bosan, maka barang-barang yang ada di tengah rumahnya akan ditukar dengan barang yang ada di gudang.”

    “Jadi ketika mungkin view-nya bosan, ditukarlah sama barang-barang yang ada di gudang,” terangnya.

    Ia menambahkan AT sudah bekerja dengan GW sekitar 30 tahun.

    Kepercayaan yang diberikan GW dikhianati AT karena motif ekonomi.

    “Secara umum pelaku sudah bekerja selama puluhan tahun dengan si korban, dan korban ini sangat percaya kepada pelaku. Rumah ini dibiarkan kosong dan dijaga oleh pelaku,” tuturnya.

    Total kerugaian yang dialami korban mencapai ratusan juta rupiah.

    AT telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polres Metro Jakarta Selatan.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Kelakuan ART di Jaksel Curi Jam Patek Philippe Rp 3 Miliar Punya Majikan, Dijual Harga Sangat Rendah

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunJakarta.com/Annas Furqon)

  • Barang Antik Majikan di Jaksel Tak Ada Harganya Dicuri ART, Barang Puluhan Juta Dijual Rp700 Ribu

    Barang Antik Majikan di Jaksel Tak Ada Harganya Dicuri ART, Barang Puluhan Juta Dijual Rp700 Ribu

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim

    TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU – Asisten rumah tangga (ART) berinisial AT (46) menjual barang-barang antik hasil curian dengan harga murah.

    AT beraksi di rumah majikannya yang merupakan kolektor barang antika berinisial GW (50) di Jalan Moh Kahfi 1, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

    Kanit Krimum Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Igo Fazar Akbar mengatakan, pelaku menjual lukisan milik korban seharga Rp 700 ribu.

    Padahal, berdasarkan pengakuan korban, lukisan itu bernilai jual puluhan juta Rupiah.

    “Kalau harga berdasarkan keterangan dari yang membeli, ini dihargai Rp 300-700 ribu. Kalau korban, karena ini kolektor item, dia menyampaikan jutaan bahkan sampai puluhan juta,” ungkap Igo.

    Pelaku mencuri barang-barang antik milik korban secara bertahap.

    AT beraksi sejak Agustus 2024 hingga Maret 2025.

    Seorang pria berbaju PNS berani melakukan pungli THR ke pedagang di Pasar Induk Cibitung membawa kuitansi senilai Rp200 ribu. Aksi pungli sempat disinggung Gubernur Dedi Mulyadi.

    “Pelaku ini udah melakukan perbuatan sejak Agustus 2024 sampai diamankan pada bulan Maret 2025. Jadi (pencurian) barang ini bertahap atau berangsur satu per satu,” kata Igo.

    Igo mengungkapkan, pelaku mencuri barang-barang antik seperti lukisan, pintu gebyok, patung kayu, dan peralatan gamelan.

    Barang-barang tersebut sebelumnya disimpan oleh korban berinisial GW (50) di dalam gudang rumahnya.

    “Jadi korban ini adalah kolektor barang-barang antik. Jadi barang yang menjadi koleksinya disimpan di gudang,” ujar Igo.

    “Nah ketika dia bosan, maka barang-barang yang ada di tengah rumahnya akan ditukar dengan barang yang ada di gudang.”

    “Jadi ketika mungkin view-nya bosan, ditukarlah sama barang-barang yang ada di gudang,” imbuh dia.

    Igo mengungkapkan, pelaku AT sudah bekerja sebagai sekuriti di rumah korban selama sekitar 30 tahun.

    AT pertama kali bekerja dengan korban sejak masih berusia 15 tahun.

    “Secara umum pelaku sudah bekerja selama puluhan tahun denga si korban, dan korban ini sangat percaya kepada pelaku. Rumah ini dibiarkan kosong dan dijaga oleh pelaku,” ungkap Igo.

    Adapun total kerugian yang dialami korban diperkirakan mencapai ratusan juta Rupiah.

    Beberapa barang antik yang dicuri pelaku juga sudah dijual.

    Saat ini, polisi telah menangkap dan menetapkan AT sebagai tersangka.

    AT juga telah ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan.

    (TribunJakarta)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

    Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya