Produk: fintech

  • Anggota Komisi XI DPR RI Dukung Langkah OJK Turunkan Batas Maksimum Suku Bunga Fintech – Halaman all

    Anggota Komisi XI DPR RI Dukung Langkah OJK Turunkan Batas Maksimum Suku Bunga Fintech – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR RI Fathi menyampaikan dukungannya terhadap langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menurunkan batas maksimum suku bunga yang diberlakukan oleh perusahaan financial technology (fintech).

    Menurutnya, langkah itu penting agar fintech dapat menjadi alternatif pembiayaan yang lebih sehat dan terjangkau bagi masyarakat.

    Fathi menekankan, regulasi suku bunga fintech yang lebih berpihak kepada rakyat.

    Sebab fintech memiliki potensi besar untuk mendukung inklusi keuangan, tetapi tingginya suku bunga yang diterapkan selama ini kerap menjadi beban berat bagi masyarakat.

    “Fintech adalah solusi pembiayaan masa depan, terutama bagi masyarakat yang belum terlayani oleh perbankan. Namun, jika suku bunganya terlalu tinggi, maka manfaatnya justru akan hilang dan malah membebani rakyat,” ujar Fathi di sela-sela rapat kerja bersama OJK dikutip Rabu (18/12/2024).

    “Kami di Komisi XI mendorong OJK untuk memastikan fintech menjadi mitra yang sehat dan adil bagi masyarakat,” imbuhnya.

    Fathi juga meminta OJK memperketat pengawasan terhadap fintech ilegal yang tidak terdaftar dan tidak memiliki izin resmi. 

    Ia menyebut, perlindungan terhadap konsumen harus menjadi prioritas utama dalam pengembangan ekosistem fintech di Indonesia.

    “Keberadaan fintech ilegal yang menawarkan pinjaman dengan suku bunga sangat tinggi hanya akan merusak kepercayaan masyarakat. Karena itu, pengawasan yang lebih ketat harus diiringi dengan kebijakan suku bunga yang wajar bagi fintech resmi. Ini adalah langkah penting untuk menciptakan ekosistem pembiayaan yang inklusif dan sehat,” tegasnya.

    Fathi mendorong agar masyarakat terus diberikan edukasi terkait literasi keuangan, khususnya mengenai pemanfaatan fintech secara bijak. 

    Dia berharap, dengan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat, fintech dapat menjadi instrumen penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    “Regulasi yang tepat dan pengawasan yang tegas akan membawa dampak positif bagi masyarakat, khususnya UMKM yang membutuhkan akses pembiayaan cepat dan terjangkau” pungkas Fathi.

  • DPR Dukung Langkah OJK Turunkan Batas Maksimum Suku Bunga Fintech – Halaman all

    DPR Dukung Langkah OJK Turunkan Batas Maksimum Suku Bunga Fintech – Halaman all

     

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR RI Fathi mendukung upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurunkan batas maksimum suku bunga untuk perusahaan financial technology (fintech).

    Menurutnya, langkah itu penting agar fintech dapat menjadi alternatif pembiayaan yang lebih sehat dan terjangkau bagi masyarakat.

    Fathi menekankan, regulasi suku bunga fintech yang lebih berpihak kepada rakyat.

    Sebab fintech memiliki potensi besar untuk mendukung inklusi keuangan, tetapi tingginya suku bunga yang diterapkan selama ini kerap menjadi beban berat bagi masyarakat.

    “Fintech adalah solusi pembiayaan masa depan, terutama bagi masyarakat yang belum terlayani oleh perbankan. Namun, jika suku bunganya terlalu tinggi, maka manfaatnya justru akan hilang dan malah membebani rakyat,” ujar Fathi di sela-sela rapat kerja bersama OJK dikutip Rabu (18/12/2024).

    “Kami di Komisi XI mendorong OJK untuk memastikan fintech menjadi mitra yang sehat dan adil bagi masyarakat,” imbuhnya.

    Fathi juga meminta OJK memperketat pengawasan terhadap fintech ilegal yang tidak terdaftar dan tidak memiliki izin resmi. 

    Ia menyebut, perlindungan terhadap konsumen harus menjadi prioritas utama dalam pengembangan ekosistem fintech di Indonesia.

    “Keberadaan fintech ilegal yang menawarkan pinjaman dengan suku bunga sangat tinggi hanya akan merusak kepercayaan masyarakat,” ujarnya.

    “Karena itu, pengawasan yang lebih ketat harus diiringi dengan kebijakan suku bunga yang wajar bagi fintech resmi. Ini adalah langkah penting untuk menciptakan ekosistem pembiayaan yang inklusif dan sehat,” tegasnya.

    Fathi mendorong agar masyarakat terus diberikan edukasi terkait literasi keuangan, khususnya mengenai pemanfaatan fintech secara bijak. 

    Dia berharap, dengan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat, fintech dapat menjadi instrumen penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    “Regulasi yang tepat dan pengawasan yang tegas akan membawa dampak positif bagi masyarakat, khususnya UMKM yang membutuhkan akses pembiayaan cepat dan terjangkau” pungkas Fathi.

  • Ternyata Gen Z dan Milenial Punya Gaya Mencicil Berbeda

    Ternyata Gen Z dan Milenial Punya Gaya Mencicil Berbeda

    Jakarta: Gen Z dan milenial disebut memiliki gaya mencicil yang berbeda, meski kedua generasi itu memilih pola paylater. Perbedaan terdapat pada prioritas pengeluaran terkait cicilan paylater generasi muda.

    “Kami melihat, dengan tren penggunaan pinjaman online dan paylater yang semakin meningkat, penting untuk membekali generasi muda, terutama Gen Z, dengan strategi keuangan yang tepat agar kemudian dapat mengambil keputusan finansial yang lebih bijak,” ujar Direktur Insight Investments Ria M Warganda, dalam keterangan tertulis, Rabu, 18 Desember 2024.

    Ria mengutip riset terkini tentang gaya mencicil ini. Menurut dia, milenial cenderung memanfaatkan paylater untuk pengeluaran kebutuhan esensial seperti membayar tagihan internet, dan kebutuhan bulanan lain. Sementara itu, Gen Z, kata dia, lebih banya menggunakan paylater untuk membeli barang fashion, hingga perjalanan, dan hiburan.
     

    Menurut dia, perlu pembekalan terkait cicilan ini, agar risiko finansial generasi muda dapat ditekan sedemikian rupa. Sehingga, tak terjadi kerugian finansial. Termasuk, memilah dan memilih platform finansial.

    “Dengan mempertimbangkan faktor keamanan dan regulasi, untuk menghindari adanya potensi kerugian finansial dan jebakan utang yang berisiko di kemudian hari,” tutur Ria.

    Dia melihat tren cicilan online ini menunjukkan dua kecenderungan, pertama tumbuhnya industri fintech meski dihadapkan berbagai dinamika dan tantangan. Kedua, popularitas paylater menjadi perhatian bersama.

    “Dua tren ini menjadi pengingat pentingnya memiliki strategi keuangan yang terencana dengan baik, agar inovasi layanan keuangan ini dapat dimanfaatkan secara bijak dan mendukung kesejahteraan finansial masyarakat,” jelas Ria.

    Atas dasar itu, Ria membeberkan empat langkah utama dalam mengelola keuangan. Pertama, dengan membatasi cicilan maksimum 30 persen dari pendapatan, kemudian memastikan total cicilan bulanan tak melebihi 30 persen dari total penghasilan.

    Selanjutnya, Ria menyarankan generasi muda memprioritaskan kebutuhan produktif seperti pendidikan hingga pelatihan. Prioritas itu, kata dia, lebih bermanfaat ketimbang fokus pada kebutuhan konsumtif.

    Ria juga menyarankan pembuatan daftar prioritas pengeluaran, kemudian menyisihkan minimal 10 persen dari pendapatan untuk dana darurat. Termasuk, evaluasi anggaran secara berkala untuk memastikan tetap sesuai kebutuhan dan tujuan finansial. Terakhir, yakni berinvestasi sejak dini.

    “Investasi turut menjadi salah satu langkah penting karena dapat membantu generasi muda mempersiapkan masa depan yang lebih stabil, bahkan beberapa instrumen investasi juga memiliki dampak sosial dan lingkungan yang sejalan dengan nilai-nilai yang sering dijunjung oleh Gen Z, yakni kepedulian terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan,” tutur Ria.

    Pihaknya siap membantu pengelolaan keuangan generasi muda, dengan memberikan pilihan-pilihan investasi yang mencatatkan kinerja cemerlang dan terukur. Serta memiliki dampak sosial yang positif.

    Salah satu pilihan yang dapat dipertimbangkan, kata Ria, adalah Reksa Dana I-Hajj Syariah Fund. Selain karena kinerjanya yang cemerlang, reksa dana ini juga mendukung inisiatif yang memberikan dampak sosial yang positif.

    Jakarta: Gen Z dan milenial disebut memiliki gaya mencicil yang berbeda, meski kedua generasi itu memilih pola paylater. Perbedaan terdapat pada prioritas pengeluaran terkait cicilan paylater generasi muda.
     
    “Kami melihat, dengan tren penggunaan pinjaman online dan paylater yang semakin meningkat, penting untuk membekali generasi muda, terutama Gen Z, dengan strategi keuangan yang tepat agar kemudian dapat mengambil keputusan finansial yang lebih bijak,” ujar Direktur Insight Investments Ria M Warganda, dalam keterangan tertulis, Rabu, 18 Desember 2024.
     
    Ria mengutip riset terkini tentang gaya mencicil ini. Menurut dia, milenial cenderung memanfaatkan paylater untuk pengeluaran kebutuhan esensial seperti membayar tagihan internet, dan kebutuhan bulanan lain. Sementara itu, Gen Z, kata dia, lebih banya menggunakan paylater untuk membeli barang fashion, hingga perjalanan, dan hiburan.
     

    Menurut dia, perlu pembekalan terkait cicilan ini, agar risiko finansial generasi muda dapat ditekan sedemikian rupa. Sehingga, tak terjadi kerugian finansial. Termasuk, memilah dan memilih platform finansial.
    “Dengan mempertimbangkan faktor keamanan dan regulasi, untuk menghindari adanya potensi kerugian finansial dan jebakan utang yang berisiko di kemudian hari,” tutur Ria.
     
    Dia melihat tren cicilan online ini menunjukkan dua kecenderungan, pertama tumbuhnya industri fintech meski dihadapkan berbagai dinamika dan tantangan. Kedua, popularitas paylater menjadi perhatian bersama.
     
    “Dua tren ini menjadi pengingat pentingnya memiliki strategi keuangan yang terencana dengan baik, agar inovasi layanan keuangan ini dapat dimanfaatkan secara bijak dan mendukung kesejahteraan finansial masyarakat,” jelas Ria.
     
    Atas dasar itu, Ria membeberkan empat langkah utama dalam mengelola keuangan. Pertama, dengan membatasi cicilan maksimum 30 persen dari pendapatan, kemudian memastikan total cicilan bulanan tak melebihi 30 persen dari total penghasilan.
     
    Selanjutnya, Ria menyarankan generasi muda memprioritaskan kebutuhan produktif seperti pendidikan hingga pelatihan. Prioritas itu, kata dia, lebih bermanfaat ketimbang fokus pada kebutuhan konsumtif.
     
    Ria juga menyarankan pembuatan daftar prioritas pengeluaran, kemudian menyisihkan minimal 10 persen dari pendapatan untuk dana darurat. Termasuk, evaluasi anggaran secara berkala untuk memastikan tetap sesuai kebutuhan dan tujuan finansial. Terakhir, yakni berinvestasi sejak dini.
     
    “Investasi turut menjadi salah satu langkah penting karena dapat membantu generasi muda mempersiapkan masa depan yang lebih stabil, bahkan beberapa instrumen investasi juga memiliki dampak sosial dan lingkungan yang sejalan dengan nilai-nilai yang sering dijunjung oleh Gen Z, yakni kepedulian terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan,” tutur Ria.
     
    Pihaknya siap membantu pengelolaan keuangan generasi muda, dengan memberikan pilihan-pilihan investasi yang mencatatkan kinerja cemerlang dan terukur. Serta memiliki dampak sosial yang positif.
     
    Salah satu pilihan yang dapat dipertimbangkan, kata Ria, adalah Reksa Dana I-Hajj Syariah Fund. Selain karena kinerjanya yang cemerlang, reksa dana ini juga mendukung inisiatif yang memberikan dampak sosial yang positif.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ADN)

  • Awas Jebakan, Ini Beda Pinjol Ilegal dan Legal Berizin OJK

    Awas Jebakan, Ini Beda Pinjol Ilegal dan Legal Berizin OJK

    Jakarta, CNBC Indonesia – Peredaran layanan pinjaman online (pinjol) ilegal meresahkan masyarakat. Sudah banyak korban yang terlilit utang dalam jumlah besar dan menjadi korban teror dari pinjol ilegal.

    Untuk itu, wajib diketahui ciri-ciri pinjol ilegal dan legal yang berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adapun pembedanya dibeberkan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

    Director of Corporate Communication AFPI Andrisyah Tauladan menyebut, ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh masyarakat antara pinjol ilegal dan P2P lending berizin OJK.

    Pertama, yakni masalah keamanan data. Perlu diingat fintech P2P lending berizin hanya meminta akses ke Camera,Microphone, dan Location (CAMILAN) pada ponsel Anda.

    Hal ini sesuai dengan regulasi terkait perlindungan data pribadi konsumen. Mereka akan meminta izin yang jelas sebelum mengakses data pribadi dan tidak akan menyalahgunakannya.

    Kedua, dari sisi transparansi informasi. Fintech P2P lending berizin akan memberikan informasi yang transparan mengenai suku bunga, biaya, dan ketentuan lainnya.

    Serta memastikan bahwa konsumen memahami semua syarat dan ketentuan sebelum menandatangani perjanjian.

    “Soal tanda tangan, lembaga berizin akan menggunakan platform yang memiliki sertifikat elektronik, bukan hanya tombol persetujuan,” ujarnya dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia.

    Sebelum mengajukan pinjaman, masyarakat juga harus cek dan memastikan terlebih dahulu bahwa platform fintech tersebut berizin resmi dari OJK melalui situs resmi OJK atau AFPI.

    Selain itu, fintech P2P lending legal akan mencantumkan alamat kantor yang jelas dan dapat dihubungi. Mereka juga menyediakan layanan pelanggan yang responsif.

    Dari segi proses penagihan, P2P lending yang terdaftar OJK melakukannya secara profesional, etis dan tunduk pada aturan. Mereka tidak melakukan tindakan intimidasi, juga tidak menggunakan cara-cara yang asusila atau kekerasan dalam proses penagihan.

    AFPI mengimbau seluruh masyarakat untuk lebih waspada dan selektif dalam memilih layanan keuangan berbasis teknologi. Gunakan layanan fintech yang terdaftar dan diawasi OJK untuk menjamin keamanan dan kenyamanan dalam bertransaksi.

    “Dengan memahami dan menerapkan langkah-langkah di atas, masyarakat dapat terlindungi dari risiko “pinjol” dan dapat memanfaatkan layanan fintech P2P lending yang diawasi untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka dengan aman dan nyaman,” ia memungkasi.

    (fab/fab)

  • UMKM Juga Harus Sadar Finansial

    UMKM Juga Harus Sadar Finansial

    Jakarta: Cermati Fintech Group (CFG) melalui dua entitasnya, PT Indodana Multi Finance (Indodana Finance) dan PT Artha Investa Teknologi (Cermati Invest), terus meningkatkan literasi keuangan di Indonesia.
     
    Industri fintech ini berkolaborasi memberikan pemahaman yang mendalam mengenai pentingnya pengelolaan keuangan yang cerdas, investasi yang bijak, dan pemanfaatan teknologi keuangan secara bertanggung jawab.
     
    Sebagai bagian dari komitmen ini, ketiganya menyelenggarakan seminar edukatif bertajuk ‘Cerdas Finansial Sejak Dini: Kiat Mencapai Financial Freedom’ yang dihadiri oleh peserta dari pelaku UMKM dan komunitas di wilayah Jakarta.
    Indodana Finance dan Cermati Invest mengajak para pegiat Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM) untuk memahami bagaimana mengatur keuangan pribadi dan usaha dengan bijak dengan menghadirkan tiga narasumber utama, yaitu Ahmad Muhadjir (Compliance Associate Indodana Finance), Juliantika Handayani (Investment Senior Research Specialist Cermati Invest) dan Philip Tjong (Investment Senior Analyst Cermati Invest).
     
    Selain itu, acara ini juga membahas peran dan pemanfaatan teknologi finansial dalam mendukung pengelolaan keuangan yang lebih sehat dan efisien. Dalam sesi diskusi pertama, Indodana Finance dengan layanan Indodana PayLater yang berlisensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengupas peran layanan Buy Now, Pay Later (BNPL) dalam mendukung pelaku UMKM.
     
    Sebagai salah satu solusi pembiayaan yang fleksibel, nyaman dan aman, BNPL dapat menjadi pilihan utama bagi pelaku UMKM untuk memenuhi kebutuhan operasional dalam rangka meningkatkan usahanya. Namun, ditekankan pentingnya edukasi untuk memahami ketentuan dan kondisi layanan agar penggunaan BNPL dapat dilakukan secara bijak dan bertanggung jawab untuk mendukung kesehatan finansial yang berkelanjutan.
     
    “Melalui acara ini, diharapkan bisa memberikan edukasi yang komprehensif, sehingga para pelaku UMKM dapat menjadi pengguna layanan PayLater yang cerdas dan bertanggung jawab, serta mampu memanfaatkan fasilitas ini untuk mendukung kesuksesan usaha mereka secara berkelanjutan. Dengan pemahaman dan penggunaan yang baik, BNPL dapat memberikan kemudahan dalam menjalankan dan meningkatkan usahanya, namun tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam keuangan,” ujar Direktur PT Indodana Multi Finance, Iwan Dewanto, dalam keterangan tertulis, Selasa, 17 Desember 2024.
     
    Sementara itu, Cermati Invest, sebagai marketplace investasi terintegrasi yang menawarkan reksa dana dan obligasi, memberikan panduan investasi yang relevan bagi pelaku UMKM. Demikian pula, pembahasan mengenai diversifikasi portofolio dan pemilihan instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko merupakan langkah penting dalam meminimalkan risiko investasi.
     
    “Meminimalisir risiko investasi sangat penting bagi UMKM karena dapat melindungi keberlanjutan dan stabilitas finansial mereka. Dengan mengurangi risiko, UMKM dapat memastikan mereka memiliki dana yang cukup untuk operasional sehari-hari, menangani masalah tak terduga, dan tetap fokus pada pengembangan dan ekspansi bisnis secara bertahap dan berkelanjutan,” tambah Direktur Cermati Invest, Darwin Soesanto.
     
    Indodana Finance dan Cermati Invest juga menyampaikan komitmennya untuk terus mendukung pengembangan UMKM Indonesia melalui layanan yang transparan, edukatif, aman dan mudah diakses.
     
    Dengan kehadiran layanan BNPL dari Indodana Finance dan platform investasi dari Cermati Invest, berharap dapat membantu pelaku UMKM merencanakan keuangan dan investasi mereka dengan lebih baik, serta mendukung tercapainya kebebasan finansial.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (AHL)

  • OJK perkuat “fintech” bertanggung jawab lewat BFN 2024

    OJK perkuat “fintech” bertanggung jawab lewat BFN 2024

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat edukasi dan literasi keuangan digital di tengah masyarakat untuk meningkatkan pemanfaatan layanan teknologi finansial atau financial technology (fintech) secara bertanggung jawab melalui gelaran Bulan Fintech Nasional (BFN) 2024.

    Sebagai acara puncak dari rangkaian kegiatan seminar dan edukasi yang berlangsung sejak 11 November hingga 12 Desember lalu tersebut, OJK juga menggelar The 6th Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2024.

    Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK Djoko Kurnijanto dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Senin, menyatakan keberhasilan penyelenggaraan BFN dan IFSE 2024 merupakan langkah strategis dalam pengembangan sektor fintech.

    “Hal ini ditunjukkan melalui peningkatan sinergi dan kolaborasi antara regulator dan pelaku industri dalam menghadapi tantangan di sektor fintech sekaligus meningkatkan literasi publik dalam memanfaatkan layanan fintech secara produktif dan bertanggung jawab,” ujar Djoko Kurnijanto.

    Ia berharap melalui penyelenggaraan BFN dan IFSE 2024, inklusi keuangan di Indonesia dapat terus diperkuat sehingga dapat meningkatkan kualitas berbagai layanan dan produk keuangan menjadi lebih efisien, lebih cepat dan lebih baik.

    Peningkatan tersebut juga dapat berkontribusi dalam memajukan sektor UMKM, sebagai salah satu upaya untuk mencapai Visi Astacita dan pertumbuhan ekonomi 8 persen yang diusung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Diharapkan dengan adanya inovasi teknologi, sinergi dan kolaborasi di sektor jasa keuangan, maka akan dapat mendorong sektor ekonomi digital Indonesia dapat terus tumbuh dan menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Djoko.

    Dalam pelaksanaan IFSE 2024, terdapat berbagai isu yang dibahas, seperti adopsi supervisory technology dan regulatory technology, cybersecurity, perencanaan keuangan digital, regulatory sandbox, crypto-asset, blockchain, islamic digital finance, pelindungan data pribadi, artificial intelligence, hingga talenta digital.

    Untuk menarik potensi talenta digital muda Indonesia, BFN 2024 menyajikan lebih dari 115 lowongan pekerjaan yang ditayangkan melalui virtual platform www.bulanfintechnasional.com.

    Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Budi Gandasoebrata menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen agar inovasi yang dilakukan oleh industri fintech akan diimbangi juga dengan upaya untuk meningkatkan edukasi dan literasi kepada para konsumen sehingga dapat memanfaatkan layanan fintech dengan tepat dan bertanggung jawab.

    Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ardian Asmar berharap BFN dan IFSE 2024 yang telah usai digelar dapat semakin meningkatkan awareness masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama Islam, untuk dapat memanfaatkan layanan fintech syariah di Indonesia.

    Ia menuturkan bahwa awareness konsumen Muslim terhadap sektor fintech syariah di Indonesia saat ini secara umum sudah cukup baik, tapi masih berpotensi untuk terus ditingkatkan.

    “Fintech syariah berperan penting dalam memberikan layanan keuangan berbasis nilai-nilai Islam yang inklusif. Melalui BFN 2024, kami semakin yakin bahwa fintech syariah dapat menjadi katalisator utama dalam mendukung inklusi keuangan di Indonesia,” imbuhnya.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2024

  • OJK: Piutang pembiayaan BNPL capai Rp8,41 triliun per Oktober 2024

    OJK: Piutang pembiayaan BNPL capai Rp8,41 triliun per Oktober 2024

    Pertumbuhan ini antara lain disebabkan oleh makin besarnya kebutuhan masyarakat atas layanan BNPL oleh perusahaan pembiayaan dan adanya peningkatan jumlah pelaku dari lima menjadi tujuh perusahaan pembiayaan

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, berdasarkan data per Oktober 2024, piutang pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL) oleh perusahaan pembiayaan (PP) sebesar Rp8,41 triliun atau tumbuh sebesar 63,89 persen secara year on year (yoy).

    “Pertumbuhan ini antara lain disebabkan oleh makin besarnya kebutuhan masyarakat atas layanan BNPL oleh perusahaan pembiayaan dan adanya peningkatan jumlah pelaku dari lima menjadi tujuh perusahaan pembiayaan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman di Jakarta, Senin.

    Kinerja dan pertumbuhan BNPL oleh perusahaan pembiayaan diperkirakan akan terus meningkat seiring perkembangan perekonomian berbasis digital.

    Di samping itu, Agusman menuturkan, belajar dari pengalaman masa lalu terkait momen Natal dan Tahun Baru, saat ini belum terlihat adanya lonjakan pendanaan pada industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending.

    OJK selalu mengimbau kepada masyarakat untuk dapat menggunakan P2P Lending dengan bijak dan pertimbangkan dengan kemampuan membayar kembali sehingga masyarakat memiliki kondisi finansial yang baik.

    Di sisi lain, Agusman mengatakan per Oktober 2024, terdapat empat dari 147 perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum. Hal itu disebabkan antara lain karena belum dilakukannya penyuntikan modal, atau proses peningkatan permodalan yang sedang dilakukan belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Saat ini OJK sedang memfinalisasi penyusunan ketentuan mengenai LPBBTI atau Rancangan Peraturan OJK LPBBTI yang merupakan turunan dari Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

    Pada Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) itu, akan diatur antara lain mengenai pelindungan konsumen melalui penguatan mitigasi risiko yang wajib dilakukan oleh penyelenggara LPBBTI.

    Selain itu, OJK juga sedang melakukan penyusunan RPOJK Tata Kelola yang berlaku bagi seluruh industri PVML. Penyusunan kebijakan tersebut ditujukan untuk meningkatkan aspek good corporate governance dalam menyelenggarakan kegiatan usaha.

    Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2024

  • OJK: Piutang pembiayaan BNPL capai Rp8,41 triliun per Oktober 2024

    OJK catat piutang pinjaman “online” naik 29,23 persen yoy pada Oktober

    ingkat risiko kredit bermasalah (pinjaman online) secara agregat (TWP90) dalam kondisi terjaga stabil di posisi 2,37 persen, turun dari September 2024 yang sebesar 2,38 persen

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa total outstanding (piutang) pembiayaan industri pinjaman online atau financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending tumbuh 29,23 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp75,02 triliun per Oktober 2024.

    Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengatakan dalam keterangannya di Jakarta, Senin, bahwa pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada September 2024 yang mencapai 33,73 persen yoy.

    “Tingkat risiko kredit bermasalah (pinjaman online) secara agregat (TWP90) dalam kondisi terjaga stabil di posisi 2,37 persen, turun dari September 2024 yang sebesar 2,38 persen,” ujarnya.

    Sementara itu, piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan meningkat 8,37 persen yoy pada Oktober 2024 menjadi Rp501,89 triliun.

    Ia juga menyampaikan bahwa profil risiko perusahaan pembiayaan terjaga baik dengan rasio pembiayaan bermasalah bruto atau Non-Performing Financing (NPF) gross tercatat sebesar 2,60 persen dan rasio pembiayaan bermasalah neto atau NPF nett sebesar 0,77 persen.

    Kedua capaian rasio tersebut membaik dibandingkan September 2024 yang mencatatkan NPF gross 2,62 persen dan NPF nett 0,81 persen.

    Meskipun begitu, ia mengatakan bahwa rasio antara utang dan ekuitas atau gearing ratio perusahaan pembiayaan meningkat menjadi 2,34 kali per Oktober 2024, dibandingkan pada bulan sebelumnya yang hanya tercatat sebesar 2,33 kali.

    Agusman juga menyatakan bahwa pihaknya mencatat pertumbuhan pembiayaan perusahaan modal ventura terkontraksi sebesar 5,6 persen yoy dengan nilai pembiayaan tercatat sebesar Rp16,32 triliun.

    Pertumbuhan tersebut lebih baik dibandingkan pada September 2024 yang terkontraksi 8,1 persen yoy dengan nilai pembiayaan Rp16,25 triliun.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2024

  • OJK catat laba industri fintech P2P lending Rp1.097,51 miliar

    OJK catat laba industri fintech P2P lending Rp1.097,51 miliar

    Peningkatan laba ini antara lain karena adanya peningkatan pendapatan operasional yang disertai dengan efisiensi dari beban operasional

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat laba industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending per Oktober 2024 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya dari Rp806,05 miliar menjadi Rp1.097,51 miliar.

    “Peningkatan laba ini antara lain karena adanya peningkatan pendapatan operasional yang disertai dengan efisiensi dari beban operasional,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman di Jakarta, Senin.

    Agusman menuturkan, per Oktober 2024, terdapat 19 penyelenggara LPBBTI yang memiliki tingkat wanprestasi 90 (TWP90) di atas 5 persen. Terhadap penyelenggara tersebut, OJK memberikan surat peringatan dan meminta penyelenggara membuat action plan untuk memperbaiki kualitas pendanaannya.

    OJK juga terus melakukan monitoring terhadap kualitas pendanaan LPBBTI dan melakukan tindakan pengawasan termasuk pemberian sanksi administratif dalam hal ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan.

    Saat ini, terdapat 10 Penyelenggara LPBBTI yang belum memenuhi ekuitas minimum Rp7,5 miliar. Dari 10 penyelenggara LPBBTI tersebut, lima penyelenggara sedang dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor.

    Hal ini disebabkan antara lain karena belum dilakukannya penyuntikan modal, atau proses peningkatan permodalan yang sedang dilakukan belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2024

  • Aturan Penagihan Pinjol Menurut OJK, Ini Etikanya

    Aturan Penagihan Pinjol Menurut OJK, Ini Etikanya

    Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 35/POJK.05/2018 Tahun 2028 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, disebutkan bahwa jika debitur gagal memenuhi kewajibannya atau wanprestasi, perusahaan pembiayaan wajib melakukan penagihan.

    Penagihan ini mencakup berbagai upaya yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan untuk memperoleh haknya atas kewajiban debitur, termasuk eksekusi agunan jika diperlukan. Selain itu, masih ada sejumlah aturan yang mengatur tentang penagihan Debt Collector dan Pinjol.

    Berikut aturan penagihan pinjol dan debt collector menurut OJK yang wajib diketahui. Cek selengkapnya di bawah ini.

    Boleh bekerja sama dengan pihak ketiga

    Pada Pasal 47 ayat (1) dan (2) peraturan OJK tersebut, disebutkan bahwa penagihan dilakukan dengan cara memberikan surat peringatan sesuai dengan waktu yang tercantum dalam perjanjian pembiayaan. Isinya adalah rincian keterlambatan pembayaran, jumlah pokok utang, bunga, dan denda yang terutang.

    Selain itu, perusahaan pembiayaan juga bisa bekerja sama dengan pihak ketiga dalam penagihan kepada debitur. Kerja sama ini harus memenuhi beberapa ketentuan, antara lain:

    Kerja sama dengan pihak ketiga harus dituangkan dalam perjanjian tertulis yang bermeterai. Pihak ketiga yang bekerja sama harus memenuhi persyaratan berikut: Berbadan hukum, memiliki izin dari instansi berwenang. dan memiliki tenaga kerja yang tersertifikasi di bidang penagihan dari lembaga terakreditasi oleh OJK. Perusahaan pembiayaan bertanggung jawab penuh atas segala dampak dari kerja sama tersebut. Perusahaan pembiayaan wajib melakukan evaluasi berkala terhadap kerja sama dengan pihak ketiga.

    Aturan penagihan pinjol

    Sementara itu, untuk layanan fintech seperti pinjol, aturan tentang penagihan diatur dalam Pasal 102 dan Pasal 103 Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Beberapa ketentuan yang diatur dalam peraturan tersebut, antara lain:

    1. Penyelenggara wajib melakukan penagihan kepada penerima dana yang wanprestasi dengan memberikan surat peringatan sesuai dengan jangka waktu perjanjian.

    2. Penyelenggara dapat bekerja sama dengan pihak ketiga untuk penagihan, dengan syarat:

    Pihak ketiga harus berbadan hukum. Memiliki izin dari instansi berwenang. Memiliki SDM yang tersertifikasi dalam penagihan oleh lembaga yang terdaftar di OJK. Pihak ketiga tidak boleh merupakan afiliasi dari penyelenggara atau pemberi dana.

    3. Penyelenggara bertanggung jawab atas dampak dari kerja sama dan wajib melakukan evaluasi berkala.

    Berdasarkan ketentuan tersebut, pihak ketiga yang diberi kuasa untuk melakukan penagihan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, seperti berbadan hukum, memiliki izin, dan memiliki SDM yang tersertifikasi.

    Etika penagihan

    Menurut Pasal 191 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia (PBI) 23/2021, penagihan yang dilakukan oleh debt collector wajib mematuhi etika yang telah ditentukan. Beberapa pokok etika yang diatur adalah:

    Penagihan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika menggunakan penyedia jasa penagihan, penyedia jasa pembayaran harus memastikan bahwa penagihan dilakukan hanya untuk utang dengan kualitas kredit yang buruk atau macet, dan pelaksanaan penagihannya harus sebanding dengan jika dilakukan oleh penyedia jasa pembayaran itu sendiri.

    Etika penagihan utang juga dapat diatur lebih lanjut oleh organisasi pengatur mandiri (Self Regulatory Organization/SRO) dengan persetujuan dari Bank Indonesia.

    Dalam konteks fintech, penagihan juga harus dilakukan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan peraturan yang ada. Penyelenggara fintech wajib melakukan penagihan dengan itikad baik.

    Perusahaan fintech dilarang melakukan penagihan dengan intimidasi, kekerasan fisik atau mental, atau cara-cara yang melanggar norma seperti menyebarkan kebencian rasial, agama, atau merendahkan martabat debitur, baik di dunia nyata maupun di dunia maya (cyberbullying), terhadap debitur, harta bendanya, maupun keluarga atau kerabatnya.

    Lebih lanjut, Surat Edaran OJK 19/2023 mengatur bahwa penyelenggara pinjaman online (pinjol) tidak boleh menyebarkan data pribadi pengguna kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari pengguna, kecuali terdapat pengecualian yang diatur oleh perundang-undangan yang berlaku.

    Demikianlah aturan penagihan pinjol dan debt collector menurut OJK yang wajib dipatuhi.