Produk: fintech

  • Investasi Asing ke Startup RI Tetap Mengalir saat Badai Masalah

    Investasi Asing ke Startup RI Tetap Mengalir saat Badai Masalah

    Bisnis.com, JAKARTA – Investasi yang digelontorkan perusahaan asing ke perusahaan teknologi lokal tetap mengalir di tengah badai masalah yang menerpa startup dalam negeri. 

    Kasus penipuan yang dilakukan oleh Investree hingga dugaan kasus fraud di eFishery tak menyulutkan minat investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. 

    Investor asing melihat startup Indonesia masih memiliki prospek cerah seiring dengan pertumbuhan penetrasi internet di Tanah Air dan adopsi digital yang terus meningkat. 

    Laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 79,5% dari total populasi 278 juta jiwa penduduk Indonesia pada 2023. Angka penetrasi naik 1,4% secara tahunan. 

    Adapun jika ditarik lebih jauh, penetrasi Internet Indonesia meningkat cukup signifikan. Pada 2018, penetrasi internet Indonesia mencapai 64,8%. Kemudian secara berurutan, 73,7% (2020), 77,01% (2022), dan 78,19% (2023). 

    Berikut daftar startup yang mendapat pendanaan pada 2024:

    Modalku

    Grup Modalku, platform pendanaan digital untuk UKM, mengamankan investasi ekuitas senilai Rp398 miliar (kurs: Rp15.959) dari Cool Japan Fund (CJF), pengelola dana kekayaan negara Jepang. Menandai investasi pertama CJF pada perusahaan fintech di Asia Tenggara.

    Grup Modalku akan memanfaatkan investasi ini untuk memperkuat bisnis utama pembiayaan UKM di lima pasar operasinya (Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam). Setelah satu dekade melayani UKM dalam mengoptimalkan potensi bisnis mereka, perusahaan akan fokus membantu bisnis mendapatkan pembayaran lebih cepat melalui solusi pendanaan yang inovatif. 

    Co-founder and Group CEO of Funding Societies Modalku Kelvin Teo mengatakan kepercayaan yang diberikan CJF akan membantu perusahaan memperkuat bisnis internasional dalam beberapa tahun ke depan. 

    “Banyak bisnis yang kami layani di Asia Tenggara merupakan perusahaan Jepang, pemasok, dan/atau pelanggan mereka. Bersama CJF, kami berencana untuk memperkuat hubungan ini lebih lanjut,” kata Kelvin dikutip Jumat (21/12/2024). 

    Ilustrasi modalkuPerbesar

    Gapai

    Gapai, startup yang berfokus dalam pencarian pekerjaan, mengantongi pendanaan tahap awal Rp16 miliar pada Juni 2024, yang dipimpin oleh Wavemaker Partner, dengan partisipasi Antler. 

    Pendanaan tersebut digunakan untuk mendukung operasional Gapai, yang berupaya membangun jaringan talenta siap kerja yang dapat memenuhi permintaan pasar internasional.

    Pintar

    Startup edukasi teknologi (edtech) Pintar mendapatkan pendanaan pra seri A senilai US$3 juta atau Rp47 miliar yang dipimpin oleh Havez Capital pada Maret 2023. Pendanaan diberikan di tengah badai PHK dan startup tutup di sektor edtech. 

    CEO Pintar Ray Pulungan mengatakan pendanaan ini akan digunakan dalam misi perusahaan untuk meningkatkan keterampilan, kredibilitas, dan memperluas jangkuan hingga dapat membantu 110 juta pekerja Indonesia. 

    Selain itu, dengan pendanaan ini, Ray mengatakan Pintar juga berambisi untuk membuat SDM Indonesia berdaya saing, sehingga bisa membebaskan Indonesia dari middle income trap. 

    “Pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat dan mengeluarkan Indonesia dari middle-income trap dimana usaha ini tidak dapat dilakukan tanpa upaya terpadu dan terkoordinasi antara perusahaan dan pemerintah,” ujar Ray, dikutip Senin (18/3/2024). 

    Hukum Online 

    Pada  Februari 2024, Hukumonline memperoleh pendanaan Seri B dari Media Development Investment Fund (MDIF) untuk mendukung pengembangan berbagai produk dan layanannya di bidang hukum. 

    Didirikan pada tahun 2000 oleh beberapa praktisi hukum dan pengacara terkemuka di Tanah Air, Hukumonline telah menjadi referensi utama untuk hukum dan regulasi di Indonesia, menawarkan solusi menyeluruh bagi praktisi hukum di dalam negeri. 

    Saat ini Hukumonline memiliki ribuan klien yang terdiri dari perusahaan, kantor hukum ternama, lembaga pemerintahan serta perguruan tinggi.

  • Modalku Raih Investasi Rp398 Miliar dari Raksasa Finansial Jepang CJF

    Modalku Raih Investasi Rp398 Miliar dari Raksasa Finansial Jepang CJF

    Bisnis.com, JAKARTA – Grup Modalku, platform pendanaan digital untuk UKM, mengamankan investasi ekuitas senilai Rp398 miliar (kurs: Rp15.959) dari Cool Japan Fund (CJF), pengelola dana kekayaan negara Jepang. Menandai investasi pertama CJF pada perusahaan fintech di Asia Tenggara.

    Grup Modalku akan memanfaatkan investasi ini untuk memperkuat bisnis utama pembiayaan UKM di lima pasar operasinya (Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam). Setelah satu dekade melayani UKM dalam mengoptimalkan potensi bisnis mereka, perusahaan akan fokus membantu bisnis mendapatkan pembayaran lebih cepat melalui solusi pendanaan yang inovatif. 

    Grup Modalku juga akan memanfaatkan teknologi dan AI untuk mendigitalisasi serta mengotomatisasi proses awal pemberian pendanaan. Inisiatif ini sejalan dengan tujuan perusahaan untuk meraih pertumbuhan dan profitabilitas. 

    Co-founder and Group CEO of Funding Societies Modalku Kelvin Teo mengatakan kepercayaan yang diberikan CJF akan membantu perusahaan memperkuat bisnis internasional dalam beberapa tahun ke depan. 

    “Banyak bisnis yang kami layani di Asia Tenggara merupakan perusahaan Jepang, pemasok, dan/atau pelanggan mereka. Bersama CJF, kami berencana untuk memperkuat hubungan ini lebih lanjut,” kata Kelvin dikutip Jumat (21/12/2024). 

    Kelvin mengatakan pendapatan layanan keuangan digital di Asia Tenggara diproyeksikan terus meningkat, dengan pendanaan digital sebagai pendorong utama – berkontribusi sekitar 65% dari total pendapatan. 

    Total pendanaan tumbuh lebih dari 20% secara tahunan menjadi sekitar Rp1.126 triliun dari 2023 hingga 2024, dan diperkirakan terus meningkat sekitar Rp3.200-4.800 triliun pada 2030. 

    Investasi ini mengikuti pencapaian penting Grup Modalku pada 2024, meliputi investasi ekuitas strategis dari Maybank dan fasilitas kredit tahunan ketiga dari Asean Growth Fund milik HSBC yang merupakan bagian dari komitmen kumulatif sebesar lebih dari Rp1.592 triliun fasilitas kredit. 

    Ilustrasi ModalkuPerbesar

    Hingga saat ini, Grup Modalku telah mencapai lebih dari Rp63 triliun pembiayaan bisnis, melayani sekitar 100.000 UKM, dan memproses nilai transaksi bruto pembayaran (GTV) tahunan lebih dari Rp22 triliun – sejak memperluas bisnis pembayaran pada 2022. 

    Sementara itu,  President and CEO of Cool Japan Fund Kenichi Kawasaki, mengatakan rekam jejak positif Modalku menjadi salah satu pertimbangan CJF dalam menggelontorkan investasi untuk mendukung UKM di Asia Tenggara. 

    Dengan meningkatnya minat perusahaan Jepang yang mengarah ke Asia Tenggara, CJF percaya bahwa kemitraan dengan Grup Modalku melalui investasi ini akan mendorong permintaan produk dan layanan Jepang di luar negeri.

    “Hal ini pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi perekonomian Jepang serta UKM lokal yang bekerja sama dengan perusahaan Jepang,” kata Kenichi. 

    Diketahui, secara tahunan, investasi langsung yang dilakukan oleh Jepang di kawasan Asean rata-rata mencapai sekitar Rp296 triliun. Selain itu, terdapat sekitar 15.000 bisnis yang didirikan oleh perusahaan Jepang di wilayah Asean. 

    Dalam survei 2024 oleh Japan Bank for International Cooperation2, yang melibatkan 500 perusahaan Jepang, Asean masuk dalam daftar sepuluh negara teratas yang dianggap menjanjikan untuk pengembangan bisnis internasional, dengan negara-negara Asean mendominasi setengah dari daftar tersebut.

    Melalui investasi ini, Grup Modalku juga akan memulai kemitraan dengan CJF, memanfaatkan rekam jejak kekuatan Grup Modalku dalam melayani UKM di Asia Tenggara untuk menyediakan layanan keuangan yang mendukung perusahaan Jepang. 

    Kemitraan ini akan memperkuat hubungan komersial antara perusahaan Jepang dan UKM lokal di kawasan Asean, serta membantu meningkatkan permintaan global untuk produk dan layanan yang unik bagi gaya hidup serta budaya Jepang dengan mendukung ekspansi bisnis internasional perusahaan Jepang yang terlibat dalam penyediaannya. 

  • UU PDP Sudah Berlaku, Pemerintah Masih Punya 2 PR Besar

    UU PDP Sudah Berlaku, Pemerintah Masih Punya 2 PR Besar

    Jakarta

    Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) sudah berlaku sejak 17 Oktober 2024. Namun pemerintah dinilai masih memiliki dua tugas besar terkait penegakan UU PDP.

    Syahraki Syahrir, salah satu anggota steering committee Indonesia Fintech Society (IFSoc) mengatakan PR pertama yang harus diselesaikan pemerintah adalah finalisasi Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Perlindungan Data Pribadi sebagai aturan turunan dari UU PDP.

    “Kita sama-sama tahu bahwa yang namanya RPP atau Rancangan Peraturan Pemerintah itu sudah diterapkan atau sudah disebarkan draft-nya di tanggal 31 Agustus 2023 gitu ya,” kata Syahraki dalam press briefing yang digelar secara online, Kamis (19/12/2024).

    “Artinya sudah lebih dari satu tahun yang lalu, namun hingga saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah ini belum disahkan,” imbuhnya.

    Pria yang juga menjabat sebagai President ISACA Indonesia ini menambahkan jika aturan turunan ini sudah ada maka akan sangat memudahkan industri untuk menerapkannya dan memastikan UU PDP bisa berlaku secara efektif.

    Anggota steering committee IFSoc Syahraki Syahrir Foto: dok. IFSoc

    PR kedua yang disebut Syahraki adalah pembentukan Lembaga PDP yang independen dan berada langsung di bawah presiden untuk mengawasi penerapan UU PDP. Menurutnya dua hal ini seharusnya sudah ada sebelum UU PDP mulai berlaku.

    Syahraki menyadari aturan ini cukup kompleks untuk dipahami dan diterapkan. Karena itu, ia menekankan pentingnya keseimbangan antara kesiapan industri dan penegakan aturan untuk mencegah risiko pelanggaran data pribadi, terutama untuk industri fintech yang bergantung pada reputasi dan kepercayaan.

    “Jadi apakah seluruh pelaku fintech sudah menerapkan undang-undang ini atau belum, itu juga masih menjadi pertanyaan kita gitu ya, karena masih banyak sekali kebingungan di masyarakat dan di pelaku fintech,” ujar Syahraki.

    “Jadi karena kapasitasnya juga berbeda-beda gitu ya, size perusahaannya berbeda-beda, ini juga menjadi tantangan yang sangat menantang gitu ya bagi fintech,” pungkasnya.

    (vmp/fay)

  • Ekonomi Digital Masih di Permukaan

    Ekonomi Digital Masih di Permukaan

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mendorong keterlibatan seluruh pemangku kepentingan seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Bank Indonesia (BI) guna mengembangkan ekonomi digital Indonesia.

    Sekjen idEA Budi Primawan mengatakan bahwa diskusi ini membuka ide-ide baru pada sektor ekonomi digital. Apalagi, Budi mengungkapkan masih masih banyak potensi yang bisa digali dari sektor ini.

    Meskipun saat ini sektor ekonomi digital, seperti e-commerce dan fintech, telah berkembang pesat, banyak yang percaya bahwa Indonesia baru melihat permukaan dari potensi yang ada.

    “Ekonomi digital yang saat ini kita lihat di e-commerce dan fintech itu baru kulitnya, masih banyak lagi yang bisa kita optimalkan,” kata Budi dalam diskusi Indonesia Digital Economy Outlook 2025, Kamis (19/12/2024).

    Oleh karena itu, Budi menuturkan dibutuhkan sebuah diskusi lintas sektor antara pemerintah, OJK, Bank Indonesia, serta berbagai pihak terkait lainnya untuk merumuskan kebijakan yang dapat mendorong perkembangan sektor ini lebih jauh.

    Dalam diskusi ini, penting untuk melibatkan pelaku industri yang dapat memberikan masukan terkait tantangan yang dihadapi dalam implementasi ekonomi digital. 

    Dengan adanya regulasi yang jelas dan tepat sasaran, harapannya akan tercipta ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan sektor ini. 

    “Nah ini yang kita harapkan karena menurut saya a good regulation is an implementable regulation, peraturan yang dibuat harus dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Budi menuturkan melalui forum-forum seperti ini, yang melibatkan pelaku industri fintech, media sosial, lembaga think tank, serta pemerintah, diharapkan semakin banyak diskusi konstruktif yang dapat mempercepat terwujudnya kebijakan ekonomi digital yang inklusif dan efektif. 

    “Karena sudah ada diskusi termasuk dengan pelaku industri yang bisa menyampaikan tantangan-tantangan (ekonomi digital),” ucap Budi.

  • Pengusaha Fintech Ragu UU PDP Manjur Lindungi Data Warga, Ini Sebabnya

    Pengusaha Fintech Ragu UU PDP Manjur Lindungi Data Warga, Ini Sebabnya

    Bisnis.com, JAKARTA – Peran Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) dalam melindungi data masyarakat diragukan. Pelaku usaha dan pengguna internet disebut masih bingung dalam mengimplementasikan beleid ini. 

    Anggota Steering Committee IFSOC Syahraki Syahrir mengatakan kendala utama dalam implementasi UU PDP adalah perihal kesiapan pemerintah dan industri fintech dalam menerapkan PDP secara efektif.  

    Infrastruktur pengelolaan dan pengawasan yang memadai juga masih menjadi pekerjaan rumah bagi sektor pemerintah. 

    Sementara itu, di sisi industri, pelaksanaan undang-undang ini masih beragam, dengan beberapa pelaku fintech masih belum sepenuhnya siap untuk memenuhi kewajiban yang diatur dalam peraturan tersebut.

    “Apakah seluruh pelaku fintech sudah menerapkan undang-undang ini atau belum, itu masih menjadi pertanyaan besar. Banyak kebingungan di kalangan masyarakat dan pelaku industri,” ujar Raki, Kamis (19/12/2024). 

    Selain itu, Raki mengatakan bahwa kapasitas dan ukuran perusahaan juga menjadi faktor yang memperumit penerapan undang-undang ini. 

    Penerapan yang beragam dan ketidakpastian mengenai kesesuaian regulasi ini di berbagai perusahaan menambah kompleksitas bagi industri fintech. 

    Tantangan ini semakin kompleks mengingat PDP merupakan peraturan yang cukup rumit dan berpotensi mempengaruhi operasional bisnis di berbagai level.

    “Perusahaan fintech yang lebih besar tentu memiliki sumber daya yang lebih untuk mematuhi regulasi ini, sementara yang lebih kecil mungkin kesulitan dalam menyesuaikan proses bisnis mereka,” ujarnya.

    Oleh karena itu, penting bagi pelaku industri dan pemerintah untuk bekerja sama dalam menyusun solusi yang dapat menyelaraskan kebijakan ini dengan kemampuan dan kapasitas yang ada di sektor fintech.

  • Celios: Sektor pembayaran digital RI tumbuh signifikan

    Celios: Sektor pembayaran digital RI tumbuh signifikan

    Dalam perhitungan pinjaman daring, penyaluran pembiayaan pinjaman daring di Indonesia menunjukkan pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2021, nilai transaksi pembiayaan tercatat sebesar Rp153,35 triliun, naik signifikan dari Rp74,41 t

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Ekonomi Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyatakan sektor pembayaran digital di Indonesia terus menunjukkan tren pertumbuhan yang signifikan.

    Pada 2025, nilai transaksi pembayaran digital diproyeksikan mencapai Rp2.908,59 triliun, meningkat tajam dari Rp2.491,68 triliun pada 2024, atau sekitar 16,73 persen.

    “Dalam perhitungan pinjaman daring, penyaluran pembiayaan pinjaman daring di Indonesia menunjukkan pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2021, nilai transaksi pembiayaan tercatat sebesar Rp153,35 triliun, naik signifikan dari Rp74,41 triliun pada 2020,” kata Huda di Jakarta, Kamis.

    Menurut dia, peningkatan ini didorong oleh adopsi teknologi finansial dan kebutuhan pembiayaan yang tinggi selama pandemi COVID-19.

    Namun, proyeksi ke depan menunjukkan pertumbuhan yang lebih meningkat signifikan, dengan Lending Book diperkirakan mencapai Rp365,70 triliun pada 2025.

    Peneliti ekonomi digital Celios Rani Septya menambahkan peningkatan ini mencerminkan kepercayaan yang semakin besar terhadap layanan pinjaman digital yang diperkuat oleh penetrasi teknologi, regulasi yang mendukung, serta kolaborasi antara lembaga keuangan tradisional dan platform fintech.

    Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan seperti potensi risiko kredit dan ketergantungan pada teknologi perlu diatasi untuk memastikan keberlanjutan dan stabilitas sektor pembiayaan digital di masa depan.

    Di sisi lain, penyaluran pinjaman masih belum tersebar secara merata. Hingga Juli 2024, penyaluran pinjaman di luar Pulau Jawa baru mencapai Rp188,45 triliun, jauh tertinggal dibandingkan Pulau Jawa yang mencapai Rp737,31 triliun.

    “Ketimpangan ini disebabkan oleh infrastruktur digital yang belum merata, rendahnya literasi keuangan dan digital di luar Jawa, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap informasi dan edukasi terkait fintech. Selain itu, tingkat urbanisasi, gaya hidup yang lebih konsumtif, dan kemudahan akses internet di Pulau Jawa turut memperbesar kesenjangan dalam penyaluran pinjaman daring,” kata dia.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2024

  • Gregory Hendra Lembong, S.E. – Halaman all

    Gregory Hendra Lembong, S.E. – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gregory Hendra Lembong, S.E. merupakan seorang bankir yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur PT. Bank Central Asia Tbk.

    Pria yang akrab disapa Hendra Lembong itu memiliki pengalaman yang luas di sektor perbankan dan keuangan.

    Hendra juga pernah menduduki posisi strategis di Bank BCA, dan kini ia digadang-gadang akan menempati posisi Direktur Utama Bank BCA.

    Berikut profil Gregory Hendra Lembong.

    Kehidupan Pribadi

    Dilansir dari situs Wikipedia, Hendra Lembong lahir di Jakarta pada 23 Januari 1972.

    Saat ini, ia telah berusia 52 tahun.

    Pendidikan

    Hendra Lembong tercatat pernah mengenyam pendidikan di Universitas Indonesia dan meraih gelar Sarjana Ekonomi.

    Ia pun juga meraih gelar Sarjana Teknik Kimia dari University of Washington, Amerika Serikat.

    Hendra kembali melanjutkan S2 dan meraih gelar Magister Teknik Sistem Ekonomi dari Stanford University, Amerika Serikat.

    Karier

    Hendra Lembong memiliki lebih dari 25 tahun pengalaman di bidang perbankan di Indonesia dan luar negeri.

    Sebelum bergabung dengan BCA, ia menjabat sebagai Chief Transformation Officer dan memimpin program Transformasi & Strategi untuk semua unit dan fungsi di PT Bank CIMB Niaga Tbk sejak Januari 2019.

    Kemudian ia juga pernah menjadi Chief Fintech Officer CIMB Group Malaysia pada Juni 2018 hingga Desember 2018.

    Hendra tercatat juga menjabat sebagai CEO Group of Transaction Banking CIMB Group Malaysia pada Juli 2016 hingga Desember 2018.

    Pria kelahiran Jakarta itu juga pernah bekerja sebagai Global COO & Head of Business Development dengan Deutsche Bank London (2009-2010), dan berkarir di Citibank dari tahun 1994 hingga 2009 di berbagai jabatan di Asia dan Eropa dengan tanggung jawab strategi dan manajemen produk.

    Pada tahun 2022, Hendra Lembong diangkat sebagai Wakil Presiden Direktur BCA melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST). 

    Ia juga mendapatkan penghargaan “The Best CTO” pada ajang BIFA 2023, mengukuhkan kontribusinya dalam transformasi digital di sektor perbankan.

    Kontribusi dan Prestasi

    Di bawah kepemimpinannya, Bank BCA telah memperkuat posisinya sebagai salah satu bank terkemuka di Indonesia. 

    Hendra Lembong juga berperan penting dalam inisiatif keberlanjutan perusahaan dan program tanggung jawab sosial korporat (CSR). 

    Ia dikenal atas komitmennya dalam mendorong inovasi dan efisiensi operasional di Bank BCA.

     

    (Tribunnews.com/David Adi)

  • Tren Paylater Meningkat, Gen Z dan Milenial Rentan Terjebak Gaya Hidup Konsumtif – Halaman all

    Tren Paylater Meningkat, Gen Z dan Milenial Rentan Terjebak Gaya Hidup Konsumtif – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Generasi muda, khususnya Gen Z dan Milenial, menunjukkan perbedaan dalam cara mereka mengelola keuangan dan cicilan. Fasilitas pinjaman online (pinjol) dan paylater yang begitu mudah telah mengubah pola pengeluaran.

    Jika dilakukan tanpa strategi yang tepat, maka risiko kesulitan keuangan bisa meningkat.

    Mengutip laporan Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025, milenial cenderung memanfaatkan paylater untuk pengeluaran kebutuhan esensial, seperti tagihan internet dan utilitas (57 persen) serta kebutuhan bulanan (55 persen), yang mencerminkan pendekatan hati-hati dalam mengelola tanggung jawab finansial sehari-hari.

    Sebaliknya, Gen Z lebih banyak menggunakan paylater untuk pembelian yang terkait gaya hidup, dengan alokasi signifikan untuk perjalanan dan hiburan (54 persen) serta item fashion (42 persen), menunjukkan fokus mereka pada kesenangan dan pengalaman pribadi.

    “Kami melihat, dengan tren penggunaan pinjaman online dan paylater yang semakin meningkat, penting untuk membekali generasi muda, terutama Gen Z, dengan strategi keuangan yang tepat agar kemudian dapat mengambil keputusan finansial yang lebih bijak,” ujar Direktur Insight Investments Ria M Warganda dalam keterangan tertulis, Kamis (19/12/2024).

    Rentan Terjebak Gaya Hidup Konsumtif

    Ria menjelaskan, kemudahan layanan digital memang memberikan fleksibilitas, namun juga membuat generasi muda rentan terhadap perilaku konsumtif.

    Selain pola pengeluaran yang berbeda dalam penggunaan layanan paylater, Gen Z dan Milenial juga memiliki perbedaan preferensi dalam pemilihan aplikasi fintech lending.

    Laporan riset yang sama juga menyatakan, Gen Z cenderung lebih fokus pada kemudahan dan kecepatan, salah satunya proses pendaftaran yang sederhana dan pencairan dana yang cepat. Namun, seringkali mereka mengabaikan pentingnya aspek regulasi dan keamanan, seperti lisensi dari OJK.

    Hal ini bisa menambah risiko finansial jika mereka tidak memilih platform yang tepat dan terpercaya. Di sisi lain, Milenial lebih mengutamakan aspek regulasi dan bunga yang kompetitif, yang memastikan keputusan keuangan mereka lebih aman dan terjaga dari potensi masalah di masa depan.

    “Penting juga untuk lebih cermat dalam memilih platform finansial, dengan mempertimbangkan faktor keamanan dan regulasi, untuk menghindari adanya potensi kerugian finansial dan jebakan utang yang berisiko di kemudian hari,” tutur Ria.

    Paylater Buat Belanja Fesyen

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memotret besarnya penggunaan paylater di kalangan anak muda. Pengguna paylater mayoritas merupakan generasi zoomers (Gen Z) dengan rentang usia 26-35 tahun yang mencapai angka 43,9 persen.

    OJK juga mencatat penggunaan paylater sebagian besar untuk keperluan gaya hidup.

    Diantaranya, fashion dengan 66,4 persen, perlengkapan rumah tangga dengan 52,2 persen, elektronik dengan 41 persen, laptop atau ponsel dengan 34,5 persen, hingga perawatan tubuh sebesar 32,9 persen

    Tips Atur Keuangan untuk Gen Z

    “Tren cicilan online saat ini nampak menunjukkan dua arah utama yang menarik perhatian. Pertama, industri fintech terus bertumbuh meskipun dihadapkan pada berbagai dinamika dan tantangan.

    OJK mencatat outstanding pendanaan P2P lending mencapai Rp 72,03 triliun hingga kuartal III 2024, mencerminkan peningkatan yang signifikan. Kedua, penggunaan paylater pun semakin populer, khususnya di kalangan anak muda.

    Dua tren ini menjadi pengingat pentingnya memiliki strategi keuangan yang terencana dengan baik, agar inovasi layanan keuangan ini dapat dimanfaatkan secara bijak dan mendukung kesejahteraan finansial masyarakat,” jelas Ria.

    Ria menyebutkan terdapat 4 langkah utama dalam pengelolaan keuangan, di antaranya:

    1. Batasi Cicilan Maksimum 30 persen dari Pendapatan
    Pastikan total cicilan bulanan, termasuk KPR, kartu kredit, atau cicilan lainnya tidak melebihi 30 persen dari penghasilan. Sebagai contoh, jika pendapatan Rp 5 juta, maka batas cicilan maksimal adalah Rp 1,5 juta.

    2. Prioritaskan Kebutuhan Produktif
    Gunakan cicilan untuk mendukung masa depan:  pendidikan, pelatihan keterampilan atau modal usaha kecil, dibandingkan kebutuhan konsumtif seperti gadget terbaru, liburan atau hiburan.

    3. Susun Anggaran Bulanan
    Buat daftar prioritas pengeluaran dan sisihkan minimal 10?ri pendapatan untuk dana darurat. Evaluasi anggaran secara berkala untuk memastikan tetap sesuai dengan kebutuhan dan tujuan finansial.

    4. Mulai Berinvestasi Sejak Dini
    Mulai berinvestasi sejak dini dengan instrumen yang sesuai untuk pemula seperti reksa dana, sehingga dapat membantu mempersiapkan masa depan finansial yang lebih stabil.

    “Investasi turut menjadi salah satu langkah penting karena dapat membantu generasi muda mempersiapkan masa depan yang lebih stabil, bahkan beberapa instrumen investasi juga memiliki dampak sosial dan lingkungan yang sejalan dengan nilai-nilai yang sering dijunjung oleh Gen Z, yakni kepedulian terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan,” ujar Ria.

    Mengutip buku Zconomy: How Gen Z Will Change the Future of Business—and What to Do About It oleh Jason Dorsey dan Denise Villa, Generasi Z telah mendorong perusahaan dan brand untuk lebih bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.

    Keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial membuat perusahaan kini lebih memperhatikan nilai-nilai sosial dan lingkungan dalam strategi bisnis mereka, guna menarik perhatian konsumen dari Generasi Z yang peduli dengan isu-isu tersebut.

    Ria mengatakan, Insight Investments, sebagai Manajer Investasi yang telah beroperasi lebih dari 20 tahun, siap untuk membantu pengelolaan keuangan generasi muda dengan memberikan pilihan-pilihan investasi yang mencatatkan kinerja cemerlang dan terukur, serta memiliki dampak sosial yang positif.

  • AFTECH: Kolaborasi fintech meningkatkan daya saing industri

    AFTECH: Kolaborasi fintech meningkatkan daya saing industri

    Digitalisasi business-to-business (B2B) yang merupakan inovasi hasil kolaborasi berbagai pihak dapat mengakselerasi inklusi keuangan secara masif.

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Umum I Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Lily M Sambuaga mengatakan kolaborasi financial technology (fintech) dengan lintas sektor dapat menjadi kunci meningkatkan daya saing industri dan mengakselerasi inklusi keuangan di Indonesia.

    “Digitalisasi business-to-business (B2B) yang merupakan inovasi hasil kolaborasi berbagai pihak dapat mengakselerasi inklusi keuangan secara masif,” kata Lily, di Jakarta, Rabu.

    Laporan e-Conomy SEA 2024 oleh Google, Temasek & Bain menyebutkan, ekosistem ekonomi digital Indonesia mengalami pertumbuhan 40 persen dari total transaksi ekonomi digital di negara-negara anggota ASEAN dengan nilai diperkirakan mencapai 200-300 miliar dolar AS atau sekitar Rp3 triliun hingga Rp4 triliun rupiah pada 2030.

    AFTECH berkomitmen untuk terus mendorong kolaborasi antarpemangku kepentingan terkait agar menghasilkan inovasi yang aman, dapat diandalkan, dan mudah diakses oleh masyarakat Indonesia.

    “Pada akhirnya, kolaborasi yang baik dan berkelanjutan secara bersamaan adalah kunci untuk menciptakan ekosistem ekonomi digital yang kompetitif, berkelanjutan, dan mampu bersaing di pasar global,” ujar Lily.

    Sejalan dengan inovasi dari hasil kolaborasi lintas sektor, keamanan siber menjadi perhatian selanjutnya yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha dan masyarakat luas.

    Dengan meningkatnya penggunaan layanan pembayaran digital, perlindungan data dan integritas sistem menjadi tanggung jawab bersama yang harus diprioritaskan oleh seluruh pemangku kepentingan di ekosistem ekonomi digital.

    Dalam hal ini, Direktur Eksekutif AFTECH Aries Setiadi menuturkan tahun 2025 menjadi momentum penting bagi pelaku usaha untuk meningkatkan efisiensi operasional bisnis melalui adopsi teknologi keuangan.

    Menurut dia, inovasi dan keamanan siber harus berjalan beriringan untuk memastikan ekosistem digital yang berkelanjutan.

    Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2024

  • Lembaga dan asosiasi jasa keuangan tandatangani komitmen WE Finance

    Lembaga dan asosiasi jasa keuangan tandatangani komitmen WE Finance

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah lembaga dan asosiasi jasa keuangan serta asosiasi perempuan pengusaha menandatangani komitmen Women Entrepreneurs (WE) Finance Code di Indonesia, sesuai dengan tugas, fungsi, dan mandat masing-masing institusi.

    WE Finance Code bertujuan untuk menutup kesenjangan akses pembiayaan yang dialami perempuan pengusaha, utamanya UMKM perempuan, yang terjadi di seluruh dunia.

    “Partisipasi perempuan pengusaha yang memiliki atau memimpin UMKM terhadap perekonomian sangat signifikan dan berpotensi menjadi semakin besar dengan pemberian dukungan dan pendampingan yang tepat, salah satunya melalui WE Finance Code,” kata Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan Adi Budiarso, dikutip di Jakarta, Rabu.

    Penandatanganan kali ini merupakan tahap pertama, dan tahap-tahap berikutnya akan dilanjutkan dalam tahun 2025.

    Adapun lembaga jasa keuangan dan asosiasi yang melakukan penandatanganan di antaranya BCA, BTPN Syariah, BJB, Nobu Bank, AFSI (Asosiasi Fintech Syariah Indonesia), IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia), PERSAMI (Perhimpuan Saudagar Muslimah Indonesia), Amartha, Gradana, Hijra Group “Alami”, dan Koperasi Mitra Dhuafa (Komida).

    Dalam mengimplementasikan WE Finance Code, Indonesia didukung oleh Asian Development Bank (ADB) dan Islamic Development Bank (IsDB).

    Dukungan itu bertujuan untuk menciptakan serangkaian standar dan ekspektasi yang sama tentang bagaimana mendukung usaha yang dimiliki atau dipimpin oleh perempuan guna meningkatkan akses pembiayaan bagi mereka.

    Beberapa output yang diharapkan dari implementasi WE Finance Code di Indonesia. Pertama, disepakati dan ditetapkannya definisi women entrepreneurs atau perempuan pengusaha.

    Penetapan definisi yang disepakati bersama ini akan menjadi langka awal dan menyatukan langkah bersama ke depan secara integratif. Dalam waktu dekat, definisi tersebut akan diintegrasikan ke dalam Peraturan Presiden yang sedang disiapkan oleh Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

    Kedua, dikembangkannya dan dimanfaatkannya sex disagregated data (SDD) terutama bagi para penyusun kebijakan dan program, baik instansi pemerintah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta lembaga jasa keuangan dan asosiasi.

    Ketersediaan SDD disebut penting untuk mengetahui perkembangan dan sekaligus menyatukan langkah bersama. Seluruh pemangku kepentingan dapat melakukan penyempurnaan atas kebijakan dan programnya guna mempercepat turunnya kesenjangan atas akses pembiayaan yang dialami UMKM perempuan.

    Kedua output tersebut diharapkan dapat mendorong terwujudnya output ketiga, yaitu mendorong para investor untuk mendukung proses pelaksanaan WE Finance Code di Indonesia melalui aksi-aksi nyata untuk menutup kesenjangan atas akses pembiayaan yang dialami UMKM perempuan.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Guido Merung
    Copyright © ANTARA 2024