Produk: fintech

  • Kredit Macet Fintech Lending Mencapai Rp2,22 Triliun, Didominasi Peminjam Umur 19-34 Tahun – Halaman all

    Kredit Macet Fintech Lending Mencapai Rp2,22 Triliun, Didominasi Peminjam Umur 19-34 Tahun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kredit macet industri fintech peer to peer (P2P) lending mencapai Rp2,22 triliun per Februari 2025.

    “Pendanaan bermasalah tersebut didominasi oleh borrower (peminjam) dengan rentang usia 19 tahun sampai 34 tahun,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman dikutip dari Kontan, Sabtu (19/4/2025).

    Ia menyampaikan, nilai kredit macet itu jika diubah secara tingkat risiko kredit macet secara agregat atau TWP90 menjadi sebesar 2,78 persen.

    Ditelaah secara industri, angka TWP90 fintech lending per Februari 2025 tercatat memburuk, jika dibandingkan dengan posisi Januari 2025 yang sebesar 2,52%. 

    Adapun TWP90 per Februari 2025 tercatat membaik dari posisi Februari 2024 yang sebesar 2,95%. Agusman menyampaikan pencapaian TWP90 per Februari 2025 masih berada di batas aman ketentuan OJK, yakni tidak melebihi 5%.

    Jika dilihat dari jumlah penyelenggara, OJK menyebut terdapat 20 penyelenggara fintech lending yang memiliki TWP90 di atas 5% per Februari 2025. Agusman menerangkan jumlah tersebut menurun dibandingkan posisi per Januari 2025 yang berjumlah 21 penyelenggara. 

    “Penurunan jumlah tersebut dikarenakan adanya peningkatan kemampuan penyelenggara dalam memfasilitasi penyaluran dana, serta peningkatan kualitas proses collection pendanaan yang sedang berjalan,” kata Agusman.

    Sementara itu, OJK menyampaikan outstanding pembiayaan fintech P2P lending mencapai Rp 80,07 triliun per Februari 2025. Nilai itu tercatat tumbuh sebesar 31,06 secara Year on Year (YoY). (Ferry Saputra/Kontan)

    Artikel ini sudah tayang di Kontan dengan judul OJK: Kredit Macet Fintech Lending Mencapai Rp 2,22 Triliun per Februari 2025

  • Pendanaan Fintech Mulai Bangkit, Tapi Masih Dihantui Ketegangan Global dan Kenaikan Tarif

    Pendanaan Fintech Mulai Bangkit, Tapi Masih Dihantui Ketegangan Global dan Kenaikan Tarif

    Jakarta: Setelah sempat meredup, pendanaan fintech global menunjukkan tanda-tanda pemulihan di kuartal pertama 2025. 
     
    Menurut laporan terbaru dari S&P Global Market Intelligence, startup teknologi finansial (tekfin) secara global terlibat dalam 393 putaran pendanaan dengan total nilai USD8,07 miliar. Meski jumlah kesepakatan turun 24 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), nilai pendanaannya justru melonjak 46 persen.
     
    Namun, para pelaku industri belum bisa bersantai. Ketegangan geopolitik dan kekhawatiran soal kenaikan tarif AS masih membayangi. 

    “Volatilitas pasar mengurangi selera risiko investor, menekan pendanaan tahap akhir dan jalur IPO,” kata Analis Riset Fintech Senior di S&P Global Market Intelligence, Sampath Sharma Nariyanuri dalam keterangan tertulis, Rabu, 16 April 2025.
     

    Amerika utara bangkit, Asia-Pasifik tertekan
    Dalam laporan itu juga menyampaikan Amerika Utara menjadi bintang di awal tahun ini. Pendanaan melonjak lebih dari dua kali lipat dari USD1,9 miliar di kuartal I-2024 menjadi USD4,7 miliar di kuartal I-2025. Meski jumlah kesepakatan turun, nilai investasinya naik tajam. 
     
    Wilayah EMEA (Eropa, Timur Tengah, dan Afrika) juga mencatatkan pertumbuhan dari USD1,4 miliar menjadi USD2,1 miliar.
     
    Sebaliknya, Asia-Pasifik (APAC) justru mencatat penurunan signifikan. Total modal anjlok dari USD1,7 miliar menjadi hanya USD600 juta, dan jumlah putaran turun dari 119 menjadi 80. 
     
    Sementara itu, Amerika Latin mengalami peningkatan moderat dengan total pendanaan naik dari USD400 juta menjadi USD700 juta.
    BNPL dan kartu kredit kian rentan
    Menurut Sampath, segmen fintech yang berhubungan langsung dengan pengeluaran diskresioner seperti penyedia Buy Now Pay Later (BNPL) dan perusahaan kartu kredit menghadapi tekanan paling besar. 
     
    “Penyedia BNPL dan perusahaan kartu kredit menghadapi lingkungan yang lebih sulit, ditandai dengan volume transaksi yang lebih lambat dan pengetatan kredit,” ujarnya.
     
    Namun, tak semua segmen fintech tertekan. Platform perbankan inti, penyedia Banking-as-a-Service (BaaS) non-kredit, dan prosesor penerbit justru dinilai lebih tahan banting karena mengandalkan pendapatan berulang dan kontrak jangka panjang.
    Stablecoin dan FX Eksotis Mulai Dilirik
    Di tengah ketidakpastian ini, pelaku pasar mulai melirik stablecoin dan koridor FX eksotis. 
     
    Alternatif ini dianggap menarik untuk mengatasi tantangan transaksi lintas batas yang makin kompleks dan mahal. 
    Segmen pembayaran dan teknologi perbankan 
    Dari sisi segmen, perusahaan pembayaran mencatat pertumbuhan pendanaan paling signifikan dari USD1,2 miliar menjadi USD 2,5 miliar meski jumlah kesepakatan turun dari 123 menjadi 114. Sebaliknya, teknologi perbankan justru mengalami penurunan pendanaan dari USD1,3 miliar menjadi USD1,2 miliar.
     
    Dalam situasi penuh ketidakpastian seperti sekarang, investor mencari startup yang bisa menawarkan efisiensi, daya tahan, dan solusi yang relevan dengan kondisi pasar. 
     
    Fintech yang mampu membantu perusahaan lain mengurangi risiko atau mengembangkan model baru dinilai punya peluang lebih besar untuk bertahan dan bahkan tumbuh.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Bukan Fintech, Sektor Ini Paling Rawan Dimanfaatkan Bandar Judi Online

    Bukan Fintech, Sektor Ini Paling Rawan Dimanfaatkan Bandar Judi Online

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah terus melakukan segala cara mencegah aktivitas judi online di Indonesia. Salah satu yang dilakukan adalah kerja sama antar pemangku kepentingan, dari PPATK, Bank Indonesia, hingga OJK.

    Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono menjelaskan telah ada perubahan untuk pelaporan payment getaway. Dari yang belum ditetapkan, sekarang platform sudah diwajibkan lapor ke PPATK.

    Merchant agregator juga jadi perhatian. Pihak merchant agregator harus memastikan merchant yang dikumpulkan melakukan validasi pada semua nasabah.

    “Apabila ditemukan transaksi yang terkait dengan itu, mereka harus diputus hubungan bisnisnya. Misalnya seperti itu. Sehingga sistem keuangan ini bersih dari perjudian online gitu,” kata Danang dalam Profit CNBC Indonesia, Selasa (14/4/2025).

    Sementara itu, President Direktur Ovo, Karaniya Dharmasaputra juga menyinggung pentingnya merchant dalam pemberantasan judol. Merchant jadi bagian dari tiga hal penting dalam perang aktivitas ilegal tersebut, selain pembayaran dan produk.

    Dia menuturkan bukan hanya produk dan aplikasinya yang harus jadi perhatian khusus. Namun para pedagang juga menjadi isu utama.

    “Nah, pedagang ini atau merchant yang sebetulnya sekarang secara besar-besaran disalahgunakan, dimanipulasi, digunakan sebagai tempat bersembunyi oleh bandar-bandar judi online ini gitu,” jelasnya.

    Dia mencontohkan para pelaku judol menggunakan pembayaran dengan QRIS yang digunakan para merchant, di mana transaksi menjadi tidak terbatas. Berbeda dengan akun yang harus menggunakan proses Know Your Customer (KYC) memiliki maksimal transaksi.

    Hal inilah yang memunculkan fenomena nama merchant yang dibuat seperti pedagang biasa seperti berjualan bakso. Padahal merchant itu dimiliki para pelaku judi online.

    “Nah, itu yang kami coba terus identifikasi bekerja sama dengan PPATK, Bank Indonesia dan lain sebagainya agar karena aneh gitu loh Warung bakso baru ramainya jam 1 malam gitu ya. Lalu transaksi nya miliaran. besar sekali, terus miliaran gitu loh. Ini kalau warung bakso omsetnya bisa bisa miliaran terus transaksinya jam 1 sampai jam 3 malam gitu kan,” kata Karaniya.

    (dem/dem)

  • Investree Resmi Bubar, Ini Batas Waktu Kreditur Bisa Tagih Utang

    Investree Resmi Bubar, Ini Batas Waktu Kreditur Bisa Tagih Utang

    Jakarta, CNBC Indonesia – PT Investree Radhika Jaya, perusahaan pemilik platform peer-to-peer lending Investre, mengumumkan pembubaran perusahaan. Otoritas Jasa Keuangan sebelumnya telah mencabut izin usaha Investree berkutat dengan kasus penggelapan dan penipuan oleh pendirinya, Adrian Gunadi.

    Pembubaran Investree dituangkan dalam Akta Pernyataan Keputusan RUPS PT. IRJ No. 44, tertanggal 27 Maret 2025, yang dibuat di hadapan Notaris Dita Okta Sesia, S.H. M.Kn, Notaris di Kota Jakarta Selatan. Akta tersebut menyatakan seluruh pemegang saham Investree telah menyetujui dan memutuskan untuk membubarkan dan melakukan likuidasi terhadap PT Investree Radhika Jaya (dalam likuidasi).

    Para pemegang saham juga telah menunjuk tim likuidator yang telah disetujui oleh OJK yaitu Narendra A. Tarigan, Imanuel A.F. Rumondor, dan Syifa Salamah. Pihak yang berkepentingan atas Investree diminta untuk menghubungi tim likuidator untuk menuntut hak mereka.

    “Selanjutnya kepada seluruh masyarakat dan/atau pihak berkepentingan lainnya, agar segera mengajukan tagihannya secara tertulis dengan disertai salinan bukti yang sah, selambat-lambatnya 60 [enam puluh] hari kalender sejak tanggal pengumuman ini,” ungkap pengumuman di website Investree.

    Berdasarkan pengumuman tata cara pengajuan tagihan, Investree menetapkan batas waktu pengajuan tagihan kreditor diajukan selambat-lambatnya pada 8 Juni 2025. Setelah berakhirnya masa pengajuan tagihan, tim likuidasi akan melaksanakan proses verifikasi terhadap seluruh data dan dokumen yang telah disampaikan oleh para kreditor.

    Proses ini akan berlangsung selama 10 (sepuluh) hari kalender, dimulai sejak tanggal penutupan periode pengajuan, yaitu 8 Juni 2025, dan akan berakhir pada 18 Juni 2025.

    Tim likuidator Investree dapat dihubungi di alamat Sampoerna Strategic Square, South Tower, Lantai 17, Jakarta pada hari Senin sampai Jumat pada pukul 09.00-17.00 WIB atau di email [email protected]. 

    Sementara itu, Eks CEO Investree Adrian Gunadi diduga masih bisa melenggang bebas di luar negeri di tengah statusnya sebagai buron red notice atas dugaan fraud di perusahan fintech peer to peer (P2P) lendingnya.

    Melalui foto yang diunggah oleh akun resmi CEO JTA International Holding Amir Ali Salemizadeh, Adrian dan dirinya diketahui berfoto bersama saat menghadiri acara balap E1 Series Doha GP 2025. Foto tersebut menampakkan Adrian dengan kaos berwarna biru yang tampak tersenyum ke kamera.

    Foto tersebut pun tampak diambil belum lama ini. Pasalnya, bila melansir laman resmi E1 Series, perhelatan electric powerboats tersebut digelar di Doha, Qatar pada 21 Februari 2025-22 Februari 2024.

    “E1 Series Doha GP 2025,” ungkap akun Instagram @amir_salemizadeh, dikutip Senin, (24/2/2025).

    Meski demikian, sekitar pukul 17.00 WIB hari ini, kedua foto yang menampilkan wajah Adrian diketahui telah dihapus oleh Amir. Namun, tidak dijelaskan lebih lanjut tentang alasan penghapusannya.

    (dem/dem)

  • Sempat Terdampak Pandemi Covid-19, Pelaku Usaha Barbershop Dapat Kucuran Dana – Halaman all

    Sempat Terdampak Pandemi Covid-19, Pelaku Usaha Barbershop Dapat Kucuran Dana – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pandemi Covid-19 menjadi pukulan telak bagi banyak pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), seperti pemilik Barbershop Gedong 1, Adik Firdaus. 

    Adik memulai usahanya sejak 2007 dan telah menjalankan barbershop selama 16 tahun. 

    Saat pandemi melanda, pembatasan sosial membuatnya kehilangan banyak pelanggan. Pendapatannya turun drastis dan bisnis nyaris gulung tikar.

    “Pandemi itu masa yang sangat berat, pelanggan sepi, biaya sewa tetap jalan. Saya sampai harus mencari pinjaman dari sana-sini agar bisa bertahan,” ujar Adik melalui keterangan tertulis, Senin (14/4/2025).

    Pada 2022, dirinya mendapatkan pembiayaan sebesar Rp 124 juta dari platform pinjaman daring (Pindar). 

    Dana itu dimanfaatkan untuk membeli peralatan seperti mesin cukur dan perlengkapan lainnya yang menunjang operasional usahanya.

    “Kalau sampai mesin rusak dan tidak diganti, operasional bisa lumpuh. Pendanaan ini sangat membantu menjaga performa layanan,” ujarnya.

    Dengan dukungan modal tersebut, Adik mulai menerapkan strategi bisnis baru, termasuk memberikan berbagai promo untuk menarik pelanggan. 

    Hasilnya, pendapatan hariannya melonjak hingga lebih dari 40 persen. Kini, omzet hariannya mencapai Rp 1 juta hingga Rp 2 juta, jauh meningkat dibandingkan masa pandemi yang hanya berkisar Rp 600 ribu hingga Rp 700 ribu.

    “Kami berupaya meningkatkan inklusi keuangan di kalangan UMKM melalui penyediaan produk-produk pendanaan, salah satunya melalui kerja sama dengan e-commerce guna memperluas jangkauan akses pendanaan berbasis teknologi bagi UMKM,” kata Daniel Soelistyo, Direktur Kredito.

    Seiring target Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendorong penyaluran pinjaman ke sektor produktif dan UMKM sebesar 30 persen–40% pada periode 2023–2024, peran fintech lending dipandang krusial untuk memperluas inklusi keuangan di Indonesia.

  • Jangan Sampai Keliru! Ini 8 Faktor Penentu agar Pengajuan Pinjaman Disetujui

    Jangan Sampai Keliru! Ini 8 Faktor Penentu agar Pengajuan Pinjaman Disetujui

    PIKIRAN RAKYAT – Sering kali dijadikan sebagai cara untuk mengatasi masalah keuangan mendesak, semua orang pasti ingin pengajuan pinjamannya disetujui dengan cepat dan mudah. Akan tetapi, tidak sedikit dari mereka belum memahami tentang hal-hal apa saja yang bisa mempengaruhi potensi pengajuan pinjamannya diterima.

    Perlu dipahami jika ada beragam syarat dan ketentuan yang perlu dipenuhi oleh calon debitur yang mengajukan pinjaman, baik di bank ataupun fintech alias financial technology. Syarat dan ketentuan tersebut pun umumnya beragam tergantung dari kebijakan penyedia layanannya.

    Tapi, pada dasarnya, ada beberapa hal yang menjadi penentu utama apakah pengajuan pinjaman yang Anda lakukan bakal disetujui atau tidak. Nah, untuk mencegah risiko penolakan, simak 8 faktor penentu agar pengajuan pinjaman disetujui berikut ini.

    1. Batas Usia Debitur

    Di antara sederet persyaratannya, usia adalah faktor penentu utama apakah pengajuan pinjaman diterima atau tidak. Kebanyakan layanan pinjaman bank atau pinjaman online memberlakukan syarat usia di rentang 18 tahun sampai 55 tahun atau 60 tahun.

    Syarat batas usia ini wajib dipenuhi karena berkaitan dengan tingkat risiko yang ditanggung penyedia pinjaman. Jika usia Anda berada di luar kisaran batas usia pengajuan pinjaman yang ditetapkan, maka jangan heran jika berakhir dengan penolakan.

    2. Kecukupan Penghasilan

    Tak hanya usia, persetujuan pengajuan pinjaman juga dipengaruhi oleh kecukupan penghasilan yang dimiliki oleh calon debitur. Alasannya jelas, penghasilan yang cukup menentukan apakah pihak debitur mampu membayar beban cicilan kredit yang diajukannya. Jika terlalu rendah, maka potensi pengajuan pinjaman ditolak akan menjadi lebih tinggi.

    Biasanya, pihak pemberi pinjaman menetapkan batas minimal penghasilan sebesar 3 juta rupiah agar pengajuan pinjaman diterima. Meski begitu, kebijakan terkait minimal penghasilan ini beragam tergantung kebijakan penyedia layanan, bisa lebih rendah atau lebih tinggi. Tapi, agar terhindar dari risiko kredit macet atau gagal bayar, hanya ajukan pinjaman dengan beban cicilan kurang dari 30 persen gaji bulanan Anda.

    3. Kelengkapan Dokumen Persyaratan

    Pada proses pengajuannya, Anda juga akan diminta untuk melengkapi sejumlah dokumen persyaratan. Beberapa syarat dokumen yang umumnya perlu disiapkan adalah kartu identitas seperti KTP dan KK, slip gaji atau bukti penghasilan, dan lain sebagainya.

    Dengan melengkapi seluruh dokumen persyaratan tersebut, pengajuan pinjaman yang Anda lakukan akan lebih berpotensi untuk diterima. Sebaliknya, jika ada satu saja syarat dokumen yang tertinggal, pengajuan pinjaman akan ditolak dan harus melakukan prosesnya lagi dari awal.

    4. Laporan Kredit yang Baik

    Tak kalah pentingnya, laporan kredit yang baik juga menjadi faktor penentu utama pengajuan pinjaman diterima. Bagi yang belum tahu, laporan kredit adalah informasi keuangan terkait riwayat pembayaran pinjaman, kredit, dan cicilan yang pernah dilakukan seseorang.

    Melalui pengecekan laporan kredit, pihak pemberi pinjaman bisa mengetahui kelayakan seseorang menerima pinjaman. Jika memiliki laporan kredit positif, maka potensi pengajuan pinjaman Anda diterima akan menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, laporan kredit yang buruk karena sering terlambat membayar cicilan utang bisa menjegal Anda dalam proses pengajuan pinjaman.

    Jadi, tidak ada salahnya rutin mengecek laporan kredit untuk memastikan nilainya selalu positif.

    5. Kepemilikan NPWP

    Dewasa ini, tak jarang pengajuan pinjaman mewajibkan calon nasabahnya untuk mempunyai NPWP atau Nomor Pokok Wajib Pajak. Syarat ini dibuat dengan alasan agar pemberi pinjaman bisa mengetahui riwayat pembayaran pajak dari calon nasabahnya. Tentunya, jika rutin membayar pajak, potensi pengajuan pinjaman diterima akan menjadi lebih tinggi karena tercatat disiplin memenuhi kewajiban finansial tersebut dengan lancar.

    6. Riwayat Penggunaan Kartu Kredit

    Faktor penentu lain yang membuat pengajuan pinjaman Anda diterima adalah riwayat penggunaan kartu kredit. Ya, bagi Anda pengguna kartu kredit, catatan pembayaran tagihannya akan mempengaruhi penilaian laporan kredit. Jika tagihannya selalu dibayar tepat waktu, maka potensi pengajuan diterima akan menjadi lebih tinggi, pun sebaliknya.

    Di samping itu, semakin lama Anda menggunakan kartu kredit, implikasinya pada laporan kredit akan menjadi lebih positif. Alasannya karena Anda dianggap mampu mengelola tagihannya dan melakukan pembayaran tepat waktu. Walaupun begitu, belum tentu semua layanan pinjaman menjadikan riwayat penggunaan kartu kredit sebagai syarat pengajuannya.

    7. Jumlah Pinjaman yang Diajukan

    Tergantung kondisi keuangan, setiap orang pada dasarnya memiliki limit atau batas pinjaman yang bisa diajukannya. Jika nominal pinjaman yang Anda ajukan di bawah limit yang dimiliki, maka potensinya untuk disetujui akan menjadi lebih besar. Sebaliknya, jika mendekati atau bahkan melebihi batas yang disediakan, maka jangan heran jika pengajuannya akan ditolak.

    8. Tujuan Pengajuan Pinjaman

    Terakhir, tujuan pinjaman juga menentukan apakah pengajuannya akan diterima atau ditolak. Sebagai contoh, jika pinjaman ditujukan untuk kebutuhan produktif, peluangnya untuk diterima akan menjadi lebih besar. Di sisi lain, pengajuan pinjaman untuk kebutuhan konsumtif atau melunasi utang lain akan membuatnya lebih berisiko untuk ditolak.

    Tak Lagi Khawatir Pengajuan Pinjaman Ditolak dengan Ketahui Faktor Penentunya

    Itulah penjelasan tentang 8 faktor penentu pengajuan pinjaman diterima. Dengan memahami faktor penentunya, Anda mampu melakukan persiapan dengan lebih matang. Jadi, pengajuan pinjaman bisa berjalan lebih lancar dan jauh dari risiko penolakan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • OJK Catat Sebulan Jelang Lebaran 2025 Utang Pinjaman Online Tembus Rp 80 Triliun – Halaman all

    OJK Catat Sebulan Jelang Lebaran 2025 Utang Pinjaman Online Tembus Rp 80 Triliun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menjelang lebaran 2025 lalu, utang pada layanan pinjaman online (pinjol) alias pinjaman daring (pindar) tembus hingga Rp 80,07 triliun. 

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah itu merupakan data per Februari 2025, tepat sebulan sebelum Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah. 

    Menurut OJK, jumlah itu meningkat sebesar 31,06 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

    “Dengan nominal (outstanding P2P lending) sebesar Rp 80,07 triliun,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Lainnya (PMVL) OJK, Agusman, dalam Konferensi Pers RDKB Maret 2025, Jumat (11/4/2025).

    Angka outstanding pembiayaan atau utang di pinjol itu meningkat dibandingkan awal 2025. 

    Pada Januari lalu jumlahnya masih di kisaran Rp78,5 triliun. 

    Adapun tingkat risiko kredit macet pembiayaan P2P Lending atau yang dikenal dengan TWP90 ikut naik dan berada di posisi 2,78 persen. 

    Lebih tinggi dibandingkan kredit macet pada Januari lalu sebesar 2,52 persen.

    OJK juga mengungkapkan ada 4 perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan modal minimal Rp 100 miliar, dan 10 perusahaan peer to peer lending yang belum memenuhi ekuitas minimal Rp 7,5 miliar. 

    “Dua di antaranya dalam proses analisis permohonan modal disetor. OJK terus penuhi langkah-langkah yang diperlukan,” ungkap Agusman.

    Sepanjang Maret 2025 OJK sudah mengenakan sanksi administrasi kepada 12 perusahaan pembiayaan, 5 perusahaan modal ventura, dan 32 p2p lending atas pelanggaran terhadap POJK yang berlaku termasuk pengawasan tindak lanjut pemeriksaan. 

    OJK sendiri berencana mensyaratkan adanya agunan atau jaminan untuk pembiayaan pinjol yang melebihi Rp2 miliar. 

    PEDAGANG UMKM DITIPU – Para pedagang UMKM menunjukkan surat bukti laporan di Polrestabes Surabaya dugaan penipuan modus pinjaman dana tanpa bunga, Jumat (31/1/2025) (kiri). Seorang korban menunjukkan tagihan senilai Rp34 juta di aplikasi pinjol, Selasa (4/2/2025), setelah ditawari orang yang mengaku utusan Pemkot Surabaya (kanan). (TRIBUNJATIM.COM/Tony Hermawan)

    Hal itu tertuang dalam rancangan surat edaran (RSE) OJK. 

    “Memang sedang disiapkan aturan mengenai itu yang akan berlaku untuk pembiayaan di atas Rp2 miliar yang bertujuan produktif,” kata Agusman.

    Ia menambahkan aturan itu bertujuan untuk memperkuat mitigasi risiko kredit sebagai salah satu bentuk antisipasi terhadap risiko gagal bayar atau default.

    “Terutama untuk pembiayaan bernilai tinggi yang memiliki dampak besar terhadap perlindungan pemberi dana (lender) dan keberlanjutan penyelenggara,” imbuh dia.

    Dengan aturan ini penyelenggara memiliki instrumen yang dapat digunakan nanti pada waktunya untuk melakukan pemulihan (recovery) ketika terjadi wanprestasi atau pembiayaan bermasalah terhadap penerima dana (borrower). 

    “Yang selama ini belum pernah terjadi untuk melakukan recovery tersebut,” tuturnya.

    Sebagai informasi, OJK menetapkan batas atas pembiayaan produktif oleh penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending meningkat menjadi Rp 5 miliar.

    Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 40  Tahun 2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi
    (LPBBTI). 

    Sebelumnya batas maksimum pembiayaan produktif yang dapat disalurkan oleh platform fintech lending hanya sebesar Rp 2 miliar. 

    Menurut OJK, kenaikan ini diharapkan mampu mendukung pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang membutuhkan dana lebih besar.

    Di lain sisi, OJK menemukan banyak pinjaman online ilegal yang masih beredar di Indonesia. 

    Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi menyebutkan sudah 1.123 pinjol diblokir. 

    Ini berdasarkan penemuan dari Satgas Pasti.

    Friderica menyebut Satgas Pasti menerima 79.969 laporan dari masyarakat yang menjadi korban penipuan. 

    Dari laporan itu ditemukan 1.236 pengaduan terkait dengan entitas ilegal. 

    Dan dari total tersebut, 1.081 pengaduan terkait pinjaman online ilegal atau pinjol ilegal, serta 155 pengaduan terkait dengan investasi ilegal.

    “Sampai dengan 31 Maret tahun ini, Indonesia Anti Scam Center telah menerima lebih dari 79.969 laporan. Jumlah rekening yang dilaporkan sebanyak 82.336 rekening dan yang sudah langsung kita blokir sebanyak 35.394 rekening,” katanya. 

    Perempuan yang akrab disapa Kiki itu menyebutkan, total kerugian yang dilaporkan kepada OJK sebesar Rp 1,7 triliun. 

    Meski begitu, total dana korban yang sudah diblokir sebesar Rp 134,7 miliar.

    Sebagaimana diketahui, dalam rangka meningkatkan upaya perlindungan konsumen dan masyarakat di sektor keuangan saat ini telah beroperasi Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) (Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan). 

    IASC didirikan oleh OJK bersama anggota Satgas PASTI yang didukung oleh asosiasi industri perbankan dan sistem pembayaran untuk penanganan penipuan transaksi keuangan (scam) yang terjadi di sektor keuangan secara cepat dan berefek-jera.

    Selain itu, Satgas PASTI juga menemukan nomor whatsapp pihak penagih (debt collector) terkait pinjaman online ilegal yang dilaporkan telah melakukan ancaman, intimidasi maupun tindakan lain yang bertentangan dengan ketentuan.

    Terkait hal itu, Satgas PASTI mengimbau kepada masyarakat yang menjadi korban penipuan untuk dapat segera menyampaikan laporan melalui website IASC dengan alamat https://iasc.ojk.go.id dengan melampirkan data dan dokumen bukti terkait.

    OJK sendiri, kata Kiki, selama periode awal Januari hingga 31 Maret tahun ini telah memberikan sanksi administratif berupa 35 peringatan tertulis kepada 31 pelaku usaha jasa keuangan adan 21 sanksi denda kepada 20 POJK. 

    Kiki mengatakan selama Ramadan OJK juga banyak menerima pengaduan penipuan. 

    Penipuan paling banyak terjadi di antaranya soal jual beli online, fake call atau mengakui orang lain, dan penawaran kerja.

    “Terkait dengan scam dan fraud ya itu ada 21.763 di mana modus terbanyak antara lain berupa penipuan jual-beli online, penipuan mengakui pihak lain atau fake call dan impersonation, penipuan penawaran kerja ini juga banyak terjadi selama bulan Ramadan kemarin,” ujarnya.(tribun network/nts/dod)

  • Investree Resmi Dibubarkan! Begini Nasib Tagihan dan Dana Pendana

    Investree Resmi Dibubarkan! Begini Nasib Tagihan dan Dana Pendana

    Jakarta: Salah satu pionir fintech Indonesia akhirnya tumbang. Setelah bertahun-tahun dikenal sebagai platform andalan untuk pinjam-meminjam uang secara online, Investree kini resmi dibubarkan dan masuk proses likuidasi. 
     
    Pembubaran ini bukan isapan jempol. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin usaha Investree sejak Oktober 2024. 
     
    Kini, perusahaan yang pernah jadi andalan banyak pelaku UMKM dan investor ritel ini harus menjalani proses panjang pembubaran, sesuai regulasi yang berlaku.

    Setelah izin resmi dicabut, mengutip pengumuman perusahaan, Jumat, 11 April 2025, para pemegang saham PT Investree Radhika Jaya (dalam likuidasi) kemudian menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 14 Maret 2025. 
     
    Dalam rapat tersebut, seluruh pemegang saham menyetujui pembubaran perusahaan dan menunjuk tim likuidator yang telah mendapat persetujuan dari OJK.

    Ini tiga nama tim likuidator Investree
    Berikut nama-nama yang dipercaya menangani proses pembubaran dan penyelesaian utang piutang Investree:
     
    – Narendra A. Tarigan
    – Imanuel A.F. Rumondor
    – Syifa Salamah
     
    Penunjukan ini berdasarkan Surat Persetujuan OJK Nomor: S-107/PL.11/2025, tertanggal 12 Maret 2025.
    Punya tagihan atau dana tertahan? Segera Ajukan!
    Dalam pengumuman masyrakat mengimbau bagi masyarakat yang memiliki tagihan, dana tertahan, atau kepentingan lain dengan Investree, proses klaim sudah dibuka selama 60 hari kalender sejak tanggal pengumuman ini diterbitkan. 
     
    Pengajuan tagihan bisa dilakukan secara tertulis dan harus disertai dokumen pendukung yang sah.
     
    Pengajuan dilakukan pada hari kerja:
     
    Hari: Senin – Jumat
    Waktu: 09.00 – 17.00 WIB
    Lokasi: Kantor Investree di AIA Central, Lantai 21, Jl. Jenderal Sudirman, Kav. 48A, Karet Semanggi, Jakarta Selatan.
    OJK cabut izin usaha Investree
    Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya resmi mencabut izin usaha fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) Investree. Hal ini sesuai dengan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 tanggal 21 Oktober 2024, mencabut izin usaha Investree.
     
    Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M Ismail Riyadi menjelaskan pencabutan izin usaha Investree terutama karena melanggar ekuitas minimum dan ketentuan lainnya sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
     
    Investree diketahui terlibat masalah gagal bayar sehingga belum bisa mengembalikan dana para lender atau pemberi pinjaman. Sebelum dilakukan pencabutan izin usaha, Ismail menerangkan OJK juga telah mengambil tindakan tegas.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Generasi Muda dan Bank Digital: Antara Gaya Hidup Konsumtif dan Kemandirian Finansial – Halaman all

    Generasi Muda dan Bank Digital: Antara Gaya Hidup Konsumtif dan Kemandirian Finansial – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Generasi Z (lahir 1997-2012) dan milenial (lahir 1981-1996) adalah dua generasi yang paling akrab dengan teknologi digital.

    Mereka tumbuh di era internet, media sosial, dan platform e-commerce yang menawarkan segala kemudahan. Namun, kemudahan ini seringkali berbanding lurus dengan gaya hidup konsumtif yang kian menguat.  

    Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 mengungkapkan bahwa 67 persen generasi Z dan 58 persen milenial di Indonesia mengalokasikan lebih dari 30 persen pendapatan mereka untuk kebutuhan non-esensial, seperti belanja online, langganan streaming, dan makanan kekinian.

    Survei lain dari Katadata Insight Center (KIC) menyebutkan bahwa 45% generasi muda melakukan pembelian impulsif karena pengaruh diskon dan iklan di media sosial.  

    Fenomena ini semakin diperparah dengan maraknya layanan pinjaman online (fintech lending) yang menawarkan kemudahan akses dana instan.

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pada 2022, terdapat 102 juta transaksi pinjaman online, dengan mayoritas pengguna berusia 18-35 tahun.

    Sayangnya, banyak dari mereka yang terjebak dalam utang karena kurangnya pemahaman tentang pengelolaan keuangan.  

    Perbankan Digital: Dari Tren ke Kebutuhan

    Di tengah gaya hidup konsumtif yang kian menggejala, perbankan digital justru mencatat pertumbuhan yang signifikan.

    Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa nilai transaksi digital perbankan meningkat dari Rp 1.200 triliun pada 2018 menjadi Rp 4.500 triliun pada 2022.

    Generasi muda menjadi kontributor utama pertumbuhan ini, dengan 70% pengguna layanan perbankan digital berusia di bawah 35 tahun.  

    Perbankan digital menawarkan kemudahan yang sesuai dengan gaya hidup generasi muda.

    Mulai dari pembukaan rekening tanpa tatap muka, transfer antarbank tanpa biaya, hingga fitur-fitur pengelolaan keuangan yang terintegrasi. 

    Namun, pertanyaannya, apakah generasi muda memanfaatkan layanan ini sekadar untuk memenuhi gaya hidup konsumtif, ataukah untuk membangun kemandirian finansial?  

    Tantangan dan Peluang

    Menurut Aulia Pohan, pengamat ekonomi dan keuangan, gaya hidup konsumtif generasi muda adalah buah dari kemudahan akses dan kurangnya literasi keuangan.

    “Generasi muda hari ini hidup di era yang serba cepat. Mereka mudah terpapar iklan dan tawaran diskon, tetapi kurang memahami pentingnya mengelola keuangan jangka panjang,” ujarnya.  

    Aulia menambahkan, perbankan digital sebenarnya bisa menjadi solusi jika dimanfaatkan dengan bijak.

    “Platform digital banking seperti Krom Bank bisa menjadi alat untuk membantu generasi muda mengatur keuangan, menabung, dan berinvestasi. Namun, ini harus didukung dengan edukasi yang masif,” jelasnya.  

    Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara institusi keuangan, pemerintah, dan masyarakat.

    “Edukasi literasi keuangan harus digencarkan. Generasi muda perlu memahami bahwa kemudahan teknologi finansial bukan hanya untuk memenuhi gaya hidup, tetapi juga untuk membangun kemandirian finansial,” tegas Aulia.  

    Krom Bank: Mitra Finansial Generasi Muda

    Di tengah arus gaya hidup konsumtif yang kian menguat, Krom Bank hadir sebagai salah satu solusi.

    Sebagai salah satu pelaku perbankan digital terkemuka di Indonesia, Krom Bank tidak hanya menawarkan kemudahan transaksi, tetapi juga berkomitmen mendukung generasi muda mencapai kemandirian finansial.  

    Presiden Direktur Krom Bank, Anton Hermawan, menegaskan komitmen perusahaan dalam memperluas layanan dan mendorong inovasi.

    “Kami siap terus berekspansi, menghadirkan inovasi progresif, dan memperkuat konektivitas digital guna mewujudkan visi perusahaan, sekaligus memperkokoh posisi Krom sebagai platform keuangan digital terpercaya yang menghubungkan nasabah dengan solusi finansial yang seamless, relevan, dan bernilai tambah,” ujarnya.

    Fitur Unggulan Krom Bank

    1. Smart Budgeting: Fitur ini memungkinkan pengguna mengategorikan pengeluaran berdasarkan kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Dengan begitu, pengguna bisa lebih aware terhadap pola belanja mereka.  

    2. Investasi Kecil-Kecilan:  Program ini memungkinkan generasi muda memulai investasi dengan modal minim, mulai dari Rp 10.000. “Ini adalah langkah kecil untuk membiasakan mereka menabung dan berinvestasi sejak dini,” tambah Rizki.  

    3. Reminder Tagihan: Fitur ini membantu pengguna mengingat jatuh tempo pembayaran tagihan, sehingga terhindar dari denda keterlambatan.  

    Edukasi dan Literasi Keuangan

    Krom Bank juga aktif mengedukasi generasi muda melalui berbagai program, seperti webinar, konten edukatif di media sosial, dan kolaborasi dengan komunitas muda. 

    Tantangan terbesar dalam mengubah gaya hidup konsumtif generasi muda adalah mindset.

    Banyak dari mereka yang masih melihat uang sebagai alat untuk memenuhi keinginan sesaat, bukan sebagai modal untuk masa depan. 

    Namun, dengan dukungan perbankan digital seperti Krom Bank, harapan untuk menciptakan generasi muda yang mandiri finansial semakin terbuka lebar.  

    Aulia Pohan optimistis bahwa generasi muda bisa menjadi agen perubahan ekonomi Indonesia.

    “Mereka punya potensi besar. Yang dibutuhkan hanyalah arahan dan alat yang tepat. Perbankan digital bisa menjadi salah satu solusi, asalkan digunakan dengan bijak,” ujarnya.  

    Di tengah gemerlap gaya hidup konsumtif, perbankan digital seperti Krom Bank hadir sebagai penyeimbang.

    Bukan sekadar memfasilitasi transaksi, tetapi juga membimbing generasi muda menuju kemandirian finansial. Sebab, di tangan merekalah masa depan ekonomi Indonesia ditentukan.  

    Dengan kombinasi antara kemudahan teknologi, edukasi literasi keuangan, dan kesadaran generasi muda, impian untuk menciptakan generasi yang mandiri finansial bukanlah hal yang mustahil.

    Krom Bank, dengan segala inovasinya, siap menjadi mitra setia dalam perjalanan ini.  

    (*)

  • Fintech Penipu Mengaku Pakai AI, Ternyata Bayar Pegawai Call Center

    Fintech Penipu Mengaku Pakai AI, Ternyata Bayar Pegawai Call Center

    Jakarta, CNBC Indonesia – Albert Saniger, bos perusahaan fintech Nate, diseret ke pengadilan karena ketahuan menipu para investornya. Saniger mengaku menggunakan kecerdasan buatan (AI), padahal membayar ratusan orang Filipina untuk berpura-pura menjadi robot.

    Akal bulus Saniger, diungkap oleh Departemen Kehakiman Amerika Serikat dalam siaran pers yang dikutip oleh Tech Crunch.

    Nate adalah aplikasi belanja yang menawarkan pengalaman belanja yang universal. Pengguna Nate diklaim bisa membeli produk dari website ecommerce mana pun dengan sekali klik menggunakan AI.

    Saniger sukses menggalang jutaan dolar AS dengan klaim semua transaksi online lewat Nate dilakukan “tanpa manusia,” kecuali pada kasus tertentu ketika AI gagal menyelesaikan transaksi.

    Namun, menurut jaksa AS, tak ada satu pun transaksi di Nate dilakukan secara otomatis. Nate bergantung penuh kepada ratusan tenaga outsourcing di call center Filipina untuk melakukan transaksi atas nama para pengguna Nate.

    Saat berdiri pada 2018, Nate menggalang lebih dari US$ 50 juta dari investor seperti Coatue dan Forerunner Ventures. Kemudian, startup tersebut sukses mengumpulkan US$ 38 juta dalam penggalangan dana Seri A pada 2021.

    Dana tersebut, antara lain, digunakan untuk membayar teknologi AI dan merekrut peneliti data.

    Baik Saniger maupun Nate, menolak untuk memberikan komentar atas siaran pers dari Departemen Kehakiman AS.

    Dalam tuntutan jaksa, Nate disebut kehabisan uang dan terpaksa menjual seluruh asetnya pada Januari 2023. Hasilnya, semua investor di startup tersebut harus rela modalnya menguap.

    Nate bukan satu-satunya startup yang membesar-besarkan teknologi AI mereka. Sebelumnya, The Verge melaporkan startup software drive-through yang ternyata menggunakan tenaga manusia asal Filipina. EvenUp, startup AI di bidang hukum, juga terungkap sebagian besar menggunakan tenaga manusia.

    (dem/dem)