Produk: fintech

  • Risiko Gagal Bayar di Industri P2P Lending, DPR Soroti Masalah Ini – Page 3

    Risiko Gagal Bayar di Industri P2P Lending, DPR Soroti Masalah Ini – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VI DPR RI Ahmad Labib menyoroti potensi krisis kepercayaan di sektor fintech peer-to-peer (P2P) lending menyusul temuan mengejutkan mengenai salah satu pemain besar di industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).

    Platform tersebut tercatat menyalurkan pinjaman hingga Rp178,3 miliar hanya kepada enam peminjam (borrower), jauh melampaui batas maksimum pinjaman individu sebesar Rp2 miliar sebagaimana diatur dalam POJK No. 10 Tahun 2022.

    Masalah tidak berhenti pada pelanggaran batas pinjaman. Data menunjukkan bahwa Tingkat Wanprestasi 90 Hari (TWP90) Akseleran mencapai 57,6%, yang berarti lebih dari separuh pinjaman telah menunggak lebih dari tiga bulan.

    Sementara itu, Tingkat Keberhasilan Bayar (TKB90) hanya 13,42%, mengindikasikan potensi gagal bayar yang tinggi dan lemahnya sistem mitigasi risiko. ujar Labib politisi golkar

    Anggota Komisi VI DPR RI, Ahmad Labib, menilai persoalan ini tidak semata soal kepatuhan hukum, tetapi juga menyangkut praktik pemasaran yang menyesatkan, terutama oleh para influencer keuangan di media sosial.

    “Publik disuguhi narasi bahwa investasi di peer-to-peer (P2P) lending aman karena diasuransikan, padahal kenyataannya risiko tetap ditanggung Lender atau investor. Bahkan asuransi hanya menutup sebagian kecil, dan tidak selalu berhasil diklaim,” tegas Labib.

     

  • Australia Tempat Melahirkan Startup Unicorn Paling ‘Murah’ Saat Pendanaan Seret

    Australia Tempat Melahirkan Startup Unicorn Paling ‘Murah’ Saat Pendanaan Seret

    Bisnis.com, JAKARTA — Australia dinilai menjadi negara yang paling efektif dalam menghasilkan perusahaan rintisan (startup) yang mencapai kategori unicorn. 

    Unicorn adalah sebutan yang biasa digunakan untuk menyebut startup yang nilai valuasi perusahaannya sudah melampaui US$1 miliar (Rp16 triliun).

    Laporan terbaru dari Side Stage Ventures, Dealroom dan Amazon Web Services menunjukkan sejak 2000 Australia mampu melahirkan 1,22 unicorn untuk setiap investasi senilai US$1 miliar. Capaian ini menjadi tertinggi di dunia dan hampir dua kali lipat dari rasio di AS. Sementara itu, China bahkan tidak masuk dalam daftar, menyusul tekanan terhadap sektor swasta yang meningkat sejak 2020.

    Meski demikian, pendanaan startup Australia masih jauh di bawah puncaknya beberapa tahun lalu. Negara tersebut kini berupaya menghidupkan kembali arus investasi.

    Ukuran pasar domestik Australia yang relatif kecil serta jarak geografis dari pusat modal ventura seperti Silicon Valley dan Beijing menjadi tantangan tersendiri. Meski demikian, komunitas startup lokal optimistis dengan mengacu pada kisah sukses global seperti Canva Inc. dan Atlassian Corp.

    Ben Grabiner, Co-Founder Side Stage Ventures mengatakan ekses terhadap modal masih menjadi tantangan besar saat bersaing dengan perusahaan dan pendiri dari negara lain.

    “Namun, semakin banyak orang yang menyadari potensi ekosistem startup di Australia,” jelasnya dikutip dari Bloomberg, Senin (30/6/2025).

    Sektor perangkat lunak mendominasi lanskap startup di Australia, mencerminkan fokus para pendiri pada produk dan layanan yang lebih mudah diekspor ke luar negeri.

    Selain Canva dan Atlassian, perusahaan asal Australia seperti penyedia perangkat lunak logistik WiseTech Global Ltd. dan perusahaan fintech Afterpay Ltd. juga berhasil mencapai valuasi puluhan miliar dolar.

    Grabiner juga mencatat sektor energi, kesehatan, dan industri kreatif sebagai bidang pertumbuhan utama lainnya. Menurutnya, permintaan regional yang meningkat terhadap energi terbarukan turut mendorong inovasi di bidang tenaga surya.

    Meski demikian, Australia masih berada dalam musim dingin pendanaan. Sepanjang 2024, pendanaan startup hanya mencapai US$3,4 miliar, nyaris stagnan dibandingkan tahun sebelumnya dan anjlok dari puncaknya sebesar US$6,5 miliar pada 2021, berdasarkan data PitchBook.

    Salah satu tantangan utama adalah terbatasnya modal lokal dan ketergantungan pada investor asing. Pada 2024, sekitar 39% pendanaan tahap awal di Australia berasal dari luar negeri, jauh lebih tinggi dibandingkan 21% di AS dan 27% di Eropa.

    Startup tahap awal menjadi yang paling terdampak. Tahun lalu, perusahaan rintisan tahap awal di Australia hanya berhasil menghimpun US$1 miliar, jauh di bawah AS dan China yang masing-masing meraup US$24 miliar dan US$10 miliar, menurut laporan yang sama.

    “Pertanyaannya kini bukan lagi apakah startup bisa bertahan di Australia, tetapi seberapa baik mereka bisa tampil,” ujar Grabiner.

    Meski begitu, Phil Cummins, Managing Director StepStone Group menyebut, kondisi ini juga menyimpan peluang. Diaa menjelaskan, valuasi tahap awal dan ukuran dana investasi di Australia masih lebih kecil dibandingkan AS dan Eropa, dengan tingkat persaingan yang juga lebih rendah.

  • Punya Utang Lebih dari 3 Pinjol? Ini Strategi Prioritas Bayar

    Punya Utang Lebih dari 3 Pinjol? Ini Strategi Prioritas Bayar

    Jakarta

    Beredar gerakan gagal bayar (galbay) pinjaman online (pinjol) di sejumlah grup media sosial. Grup ini berisi para pengguna pinjol yang menyerukan galbay dari kewajiban kreditnya. Bahkan ditemui pihak yang galbay di lebih dari tiga platform pinjol.

    Berdasarkan data Statistik Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mayoritas tagihan pinjol ini tersebar di Pulau Jawa dengan total sebesar Rp 56,3 triliun dengan jumlah galbay 3,08%. Sementara total utang pinjol di Luar Pulau Jawa sebesar Rp 23,66 triliun dengan jumlah galbay 2,03%.

    Angka ini berdampak pada risiko kredit macet (TWP90) perusahaan pinjol atau fintech peer-to-peer (P2P) lending. Berdasarkan data OJK, tingkat risiko kredit macet perusahaan pinjol meningkat menjadi 2,93% di bulan April 2025. Sementara itu, outstanding pinjol sendiri tercatat mencapai Rp 80,94 triliun atau tumbuh 29,01% secara tahunan (yoy).

    Apa Risiko Galbay Pinjol?

    Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan (AFPI) Entjik S Djafar mengatakan, perusahaan pinjol akan tetap melakukan penagihan kepada mereka yang masih menunggak pembayaran utang. Adapun risiko terbesar dari tak bayar utang pinjol adalah menumpuknya bunga pinjaman dan denda keterlambatan pembayaran

    “Kami tetap melakukan penagihan. Karena apapun ceritanya, yang namanya kredit atau pinjaman itu wajib dibayar. Nggak bisa gratis kayak gitu. Ini kan bukan yayasan sosial, tetapi harus dibayar. OJK juga sudah melakukan edukasi dan literasi kepada masyarakat bahwa pinjaman itu wajib dibayar kembali,” ucapnya kepada detikcom, Rabu (25/6/2025).

    Ke depan, OJK juga akan membatasi fasilitas pembiayaan perusahaan pinjol di samping melakukan penilaian kelayakan pendanaan dan kesesuaian jumlah pinjaman yang diajukan dengan kemampuan finansial Penerima Dana. Perusahaan pinjol dilarang memberi pembiayaan kepada nasabah yang terdaftar lebih dari tiga perusahaan.

    Hal ini sejalan dengan ketentuan SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, di mana OJK berharap perusahaan pinjol dapat memperkuat mitigasi risiko dan meningkatnya jumlah Penerima Dana (Borrower) yang galbay.

    “OJK mengimbau kepada masyarakat agar lebih bijak dalam memanfaatkan fasilitas pendanaan dari Penyelenggara Pindar, termasuk agar tidak melakukan langkah-langkah untuk sengaja tidak membayar utang terhadap Penyelenggara Pindar,” ujar Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan komunikasi OJK M. Ismail Riyadi, dikutip dari laman resmi OJK, Sabtu (28/6/2025).

    Berdasarkan catatan detikcom, ada beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan pengguna pinjol untuk membenahi utang-utang tersebut. Berikut solusinya:

    1. Restrukturisasi

    Solusi yang pertama adalah dengan restrukturisasi, yakni upaya yang dilakukan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya membayar tagihan.

    Lewat restrukturisasi, debitur bisa melakukan negosiasi dengan pihak penyedia pinjaman online agar diberikan sejumlah keringanan, seperti pengurangan bunga pinjaman, perpanjangan jangka waktu pembayaran, atau penghapusan denda.

    Sebagai catatan, dalam melakukan kesepakatan dengan pihak penyedia pinjaman online, maka debitur juga perlu memperhatikan kesanggupan finansialnya agar dapat melunasi semua tagihan yang belum dibayar.

    2. Menjual Aset yang Dimiliki

    Apabila utang-utang pinjol sudah mendekati jatuh tempo pembayaran, maka salah satu solusinya adalah dengan menjual aset yang dimiliki, seperti kendaraan, barang elektronik, hingga perhiasan. Solusi ini bisa dibilang menjadi yang terbaik agar utang pinjol dapat dilunasi semuanya, meskipun kamu harus kehilangan harta benda karena dijual.

    3. Meminjam ke Orang Terpercaya

    Apabila detikers tidak memiliki aset yang berharga, solusi terakhir adalah dengan meminjam uang ke orang terpercaya, seperti ke orang tua, saudara, atau sahabat. Bicarakan baik-baik dan sampaikan alasan meminjam uang.

    Jika dipinjamkan, maka tanggung jawab peminjam adalah membayar seluruh utang di penyedia pinjaman online. Lalu, peminjam juga harus membayar utang ke orang yang memberikan pinjaman hingga lunas.

    Ingat, hindari mengambil pinjaman lain untuk membayar pinjaman yang sebelumnya. Cara tersebut bukanlah solusi karena membuat pinjaman online semakin menumpuk dan lebih banyak utang lagi yang harus dibayar.

    (fdl/fdl)

  • Legislator Desak Revisi UU Perlinkos, Soroti Risiko Konsumen Digital Meningkat

    Legislator Desak Revisi UU Perlinkos, Soroti Risiko Konsumen Digital Meningkat

    Jakarta

    Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Golkar, Firnando H Ganinduto, mendorong agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (RUU Perlinkos) segera dibahas dan disahkan. Firnando menilai revisi ini menjadi langkah krusial untuk menghadirkan sistem perlindungan konsumen yang relevan.

    “Undang-undang yang berlaku saat ini, yakni UU Nomor 8 Tahun 1999, sudah berusia lebih dari dua dekade dan lahir di masa ketika e-commerce, fintech, dan transaksi digital belum berkembang seperti sekarang,” ujar Firnando kepada wartawan, Sabtu (28/6/2025).

    “Dengan perubahan pola konsumsi masyarakat dan makin kompleksnya interaksi antara produsen dan konsumen di ruang digital, pembaruan menyeluruh bukan lagi pilihan, tetapi keharusan,” sambungnya.

    Firnando menyoroti meningkatnya risiko yang dihadapi konsumen dalam era digital. Di antaranya, mulai dari pencurian data pribadi, penipuan online, hingga pembajakan produk digital.

    Sebab itu, menurutnya, negara tidak boleh tinggal diam. Dia menilai RUU Perlinkos harus menghadirkan norma hukum yang eksplisit dalam melindungi hak konsumen di ekosistem digital.

    “Konsumen harus dijamin haknya atas perlindungan data pribadi, akses pengaduan digital yang cepat, serta informasi yang transparan dari pelaku usaha. Di sisi lain, platform digital tidak bisa terus bersembunyi di balik status sebagai fasilitator. Mereka harus ikut bertanggung jawab jika ada pelanggaran yang terjadi melalui sistem mereka,” ujarnya.

    “Kami ingin membangun ekosistem perdagangan digital yang tidak hanya efisien, tapi juga adil, aman, dan bertanggung jawab. Revisi UU ini menjadi jawaban konkret atas kompleksitas risiko konsumen hari ini,” jelasnya.

    Selain itu, Firnando menekankan pentingnya penguatan kelembagaan dalam perlindungan konsumen. Dia menilai saat ini posisi hukum Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) masih belum cukup kuat.

    Firnando mengatakan pihaknya telah berupaya menampung aspirasi publik dalam RUU Perlinkos. Dia berharap revisi RUU Perlinkos dapat segera disahkan dan menjadi legacy regulatif yang kuat bagi generasi mendatang.

    “Ini adalah upaya untuk mewujudkan ekosistem perdagangan nasional yang adil, transparan, dan aman. Perlindungan konsumen harus menjadi pilar utama dalam membangun kepercayaan publik terhadap sistem ekonomi digital Indonesia,” tuturnya.

    (amw/fca)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Komdigi Petakan 5 Sektor Prioritas Pemanfaatan AI di Indonesia
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Juni 2025

    Komdigi Petakan 5 Sektor Prioritas Pemanfaatan AI di Indonesia Nasional 27 Juni 2025

    Komdigi Petakan 5 Sektor Prioritas Pemanfaatan AI di Indonesia
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Komunikasi dan Digital (
    Kemenkomdigi
    ) memetakan lima sektor utama yang menjadi prioritas dalam pemanfaatan
    kecerdasan buatan
    (artificial intelligence/AI) di Indonesia.
    “Nah, ada lima sektor yang menjadi prioritas pemanfaatan AI,” kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Komdigi,
    Bonifasius Wahyu Pudjianto
    , di Sekolah Tinggi Multi Media (MMTC) Yogyakarta, Jumat (27/6/2025).
    “Pelayanan publik, pendidikan dan riset, reformasi birokrasi, industri, dan ketahanan pangan. Nah, mungkin kalau kita lihat dari teknologi AI sendiri, sebenarnya dia bisa mencakup berbagai aspek,” lanjut dia.
    Ia menambahkan bahwa pemanfaatan AI telah meluas ke berbagai bidang seperti pertanian, peternakan, perikanan, logistik, dan keuangan digital (fintech).
    “Jadi, teman-teman, start-up memanfaatkan untuk pertanian, peternakan, perikanan, logistik, fintech, dan lain-lain,” ujar dia.
    Bonifasius juga menyoroti potensi AI dalam mendorong ekonomi kreatif, khususnya dalam produksi konten multimedia dan film.
    Ia menyebut salah satu contoh film pendek berbasis AI bertema sejarah Nusantara.
    “Di YouTube, ada film berbasis AI yang menceritakan tentang era Kerajaan Majapahit dan Gajah Mada. Film ini bahkan ditayangkan di
    AI Film Festival
    di Cannes tahun ini,” ucapnya.
    Meski masih dalam bentuk klip dan belum dirilis secara komersial, film tersebut dianggap sebagai contoh konkret bagaimana AI dapat dimanfaatkan untuk produksi sinema, edukasi sejarah, dan penguatan identitas budaya.

    Menurutnya, perkembangan ini menunjukkan bahwa pemanfaatan AI di Indonesia tidak hanya berfokus pada aspek teknologi semata, tetapi juga menyentuh sektor budaya dan kreativitas.
    “AI itu menempati posisi yang strategis, karena ini adalah teknologi masa depan, namun memberikan dampak yang sangat signifikan saat ini. Kita sudah memiliki strategi nasional kecerdasan buatan, tapi itu dibuat tahun 2020-2045,” tegas dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • AI Jadi Senjata Baru Maling M-Banking, Kenali Modusnya

    AI Jadi Senjata Baru Maling M-Banking, Kenali Modusnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Teknologi bisa menjadi pisau bermata dua bagi penggunanya. Pasalnya, saat ini marak penipuan yang memanfaatkan teknologi seperti deepfake, kloning suara, dan phishingberbasis kecerdasan buatan (AI).

    Tahun 2025 diramal akan menjadi era di mana penipuan berbasis AI menjadi ancaman utama bagi layanan fintech hingga rekening bank pribadi. Pasalnya, pelaku kejahatan kini punya senjata baru yang sangat canggih dan sulit dideteksi.

    Laporan terbaru dari Forbes menyebut bahwa teknologi AI tidak hanya digunakan untuk tujuan produktif, tetapi juga menjadi senjata baru bagi sindikat penipuan global.

    Berikut empat modus penipuan AI yang wajib diwaspadai masyarakat dan korporasi:

    1. Deepfake & AI di Serangan Email Bisnis (BEC)

    Penipuan BEC kini berevolusi. Penjahat siber memanfaatkan AI untuk membuat video dan audio palsu yang sangat meyakinkan. Di Hong Kong, penjahat berhasil menyamar sebagai bos perusahaan melalui panggilan Zoom palsu dan membuat pegawai mentransfer dana hampir Rp480 miliar.

    Lebih mengejutkan, 53% profesional akuntansi di AS mengaku pernah menjadi target serangan serupa. Bahkan 40% email BEC kini dibuat sepenuhnya oleh AI.

    2. Chatbot Penipu Asmara

    Penipuan asmara kini makin canggih. Bukan lagi manusia, tapi chatbot AI otonom yang digunakan untuk merayu korban. Dengan percakapan tanpa aksen dan alur yang natural, korban sulit membedakan antara manusia dan bot.

    Kejadian ini sudah muncul di media sosial, bahkan sempat dibocorkan oleh pelaku kejahatan asal Nigeria dalam sebuah video.

    3. “Pig Butchering” Pakai AI Massal

    Skema penipuan investasi berkedok asmara atau bisnis, yang dikenal sebagai “pig butchering”, kini dilakukan secara massal menggunakan AI.

    Dengan alat seperti “Instagram Automatic Fans”, pesan massal dikirim untuk memancing korban, seperti “Temanku merekomendasikan kamu. Apa kabar?”

    Penipu kini juga memanfaatkan deepfake untuk panggilan video dan kloning suara agar lebih meyakinkan.

    4. Pemerasan Deepfake Menarget Eksekutif dan Pejabat

    Kasus pemerasan dengan video deepfake kini juga makin marak. Di Singapura, penjahat mengirim email berisi ancaman video palsu yang mencatut wajah para pejabat pemerintah dan menuntut pembayaran kripto hingga puluhan ribu dolar.

    Teknologi ini dibuat menggunakan foto dan video publik dari LinkedIn atau YouTube, yang diolah menjadi konten deepfake mengerikan.

    Dengan perangkat lunak deepfake yang makin mudah diakses, penipuan jenis ini diperkirakan akan meluas dan menyasar kalangan eksekutif di seluruh dunia.

    (mkh/mkh)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Berapa Lama Utang Pinjol Bisa Hilang dari Catatan Kredit?

    Berapa Lama Utang Pinjol Bisa Hilang dari Catatan Kredit?

    Jakarta

    Pinjaman online (pinjol) telah menjadi salah satu pilihan populer bagi banyak orang yang membutuhkan dana cepat karena pengajuan utang yang mudah. Sayangnya seringkali penggunaan pinjol yang tidak bijak dapat berdampak buruk pada skor kredit seseorang.

    Adapun sistem yang digunakan untuk skor kredit si Indonesia adalah BI Checking atau Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang dikelola oleh Bank Indonesia. Melalui SLIK, informasi tentang riwayat kredit seseorang, termasuk utang pinjol, dicatat dan dianalisis untuk menentukan skor kredit.

    Kategori Skor dalam Catatan Kredit

    Skor kredit pada SLIK atau BI Checking biasanya dinilai dalam rentang 1 hingga 5, dengan setiap skor memiliki implikasi yang berbeda terhadap kelayakan kredit seseorang, yakni:

    – Skor 1: Kredit dalam keadaan lancar, menandakan bahwa debitur secara konsisten memenuhi kewajiban pembayaran cicilan dan bunga tepat waktu setiap bulan hingga lunas, tanpa adanya penundaan.
    – Skor 2: Kredit diberi perhatian khusus (DPK), mengindikasikan bahwa debitur telah menunggak pembayaran kredit selama 1 hingga 90 hari.
    – Skor 3: Kredit dianggap tidak lancar, menandakan bahwa debitur pernah menunggak pembayaran cicilan selama 91 hingga 120 hari.
    – Skor 4: Kredit diragukan, menandakan bahwa debitur telah menunggak pembayaran cicilan selama 121 hingga 180 hari.
    – Skor 5: Kredit dianggap macet, menunjukkan bahwa debitur telah menunggak pembayaran cicilan lebih dari 180 hari

    Lama Utang Pinjol Hilang dari Catatan Kredit

    Sayangnya, tidak ada waktu pasti kapan catatan negatif utang pinjol akan terhapus. Terlebih jika utang yang diberikan berasal dari pinjol legal yang sudah berizin OJK.

    Melansir situs lembaga pemeringkat kredit (credit scoring) IdScore, saat debitur masih memiliki pinjaman yang belum lunas, penyedia layanan pinjaman akan tetap menyimpan data peminjam untuk keperluan administrasi seperti pelaporan kredit dan pelacakan.

    Artinya data peminjam tidak bisa dihapus selama utang pinjol belum terbayar lunas. Oleh karena itu melunasi pinjaman tidak hanya akan menghentikan bunga dan biaya tambahan, namun juga menjadi syarat utama sebelum peminjam bisa mengajukan permintaan penghapusan data.

    Disaat yang bersamaan data ini akan dilaporkan pinjol terkait ke SLIK OJK sebagai catatan kredit. Di sana seluruh utang yang belum dibayarkan hingga ketepatan waktu pembayaran dicatat.

    Begitu juga jika utang sudah dilunasi, maka pinjol terkait wajib melaporkan pelunasan ke SLIK OJK. Biasanya, pembaruan data dilakukan maksimal 30 hari setelah pelaporan penghapusan tagihan.

    Setelah itu, pihak pemberi layanan kredit juga akan menerbitkan surat keterangan pelunasan tagihan untuk disimpan bilamana dibutuhkan.

    Jika data di SLIK OJK belum berubah dalam rentang waktu tersebut, maka debitur bisa mengajukan komplain ke lembaga pemberi pinjaman.

    Jumlah Utang Pinjol Masyarakat

    Berdasarkan data Statistik Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) OJK, total outstanding pinjaman fintech peer-to-peer (P2P) lending alias utang pinjaman online (pinjol) yang belum dibayarkan per Maret 2025 mencapai Rp 79,96 triliun dengan persentase gagal bayar (galbay) mencapai 2,77%.

    Jika dilihat berdasarkan wilayah, mayoritas utang pinjol ini tersebar di Pulau Jawa dengan total sebesar Rp 56,3 triliun dengan jumlah galbay 3,08%. Sementara total utang pinjol di Luar Pulau Jawa sebesar Rp 23,66 triliun dengan jumlah galbay 2,03%.

    Sementara jika dilihat berdasarkan penerima pinjaman, mayoritas utang pinjol ini berasal dari perseorangan dengan total sebesar Rp 75,46 triliun dengan jumlah rekening penerima sebanyak 23,68 juta entitas. Sementara total utang pinjol untuk penerima badan usaha sebesar Rp 4,5 triliun dengan jumlah rekening penerima sebanyak 4.321 entitas.

    Secara rinci, untuk utang perseorangan UMKM mencapai Rp 24,66 triliun dengan jumlah rekening penerima 5,61 juta entitas. Kemudian untuk utang perseorangan non-UMKM mencapai Rp 50,79 triliun dengan jumlah rekening penerima sebanyak 18,06 juta entitas.

    Sementara untuk utang badan usaha UMKM mencapai Rp 3,36 triliun dengan jumlah rekening penerima 3.578 entitas. Kemudian untuk utang badan usaha non-UMKM mencapai Rp 1,06 triliun dengan jumlah rekening penerima sebanyak 743 entitas.

    (igo/fdl)

  • Berapa Lama Utang Pinjol Bisa Hilang dari Catatan Kredit?

    Apakah Pinjol Bisa Melacak Keberadaan Nasabah?

    Jakarta

    Pinjaman online (pinjol) kian bertumbuh dari tahun ke tahun. Kondisi ini terlihat dari peningkatan penyaluran pinjaman fintech per Maret 2025 yang sudah mencapai Rp 27,92 triliun. Jumlah ini meningkat sangat tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 22,76 triliun.

    Berdasarkan data Statistik Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) OJK, pencairan utang pinjol ini mayoritas tersebar di Pulau Jawa dengan total sebesar Rp 20,43 triliun dengan jumlah rekening penerima sebanyak 11,3 juta entitas. Sementara total pencairan utang pinjol di Luar Pulau Jawa sebesar Rp 7,49 triliun dengan jumlah rekening penerima sebanyak 4,09 juta entitas.

    Sayang di tengah pertumbuhan industri pinjol ini, muncul sejumlah oknum yang mengajak masyarakat untuk gagal bayar alias galbay utang. Bersamaan dengan itu kelompok ini kerap membagikan modus-modus sesat termasuk mengganti nomor telepon untuk menghindari pembayaran utang pinjol tersebut.

    Padahal menurut Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan (AFPI) Entjik S Djafar modus galbay dengan mengganti nomor telepon tidak serta merta membuat perusahaan fintech kehilangan jejak untuk mencari debitur. Sebagai contoh perusahaan fintech bisa menggunakan teknologi AI (artificial intelligence) untuk melacak nomor telepon debitur yang baru.

    “Melalui teknologi AI Tracking tetap bisa dilacak nomor barunya,” jawab Entjik kepada detikcom, Senin (16/6/2025) lalu.

    Artinya perusahaan masih bisa melacak debitur meski yang bersangkutan sengaja untuk tak membayarkan utangnya dan menghindari dengan modus-modus tadi.

    Untuk itu sengaja melakukan galbay utang pinjol bukanlah solusi untuk menyelesaikan pinjaman yang diterima debitur. Sebab pada akhirnya utang tersebut masih harus untuk dibayarkan kembali, terlebih jika pinjaman tersebut disalurkan oleh lembaga keuangan atau perusahaan fintech yang legal.

    “Kami tetap melakukan penagihan. Karena apapun ceritanya, yang namanya kredit atau pinjaman itu wajib dibayar. Nggak bisa gratis kayak gitu. Ini kan bukan yayasan sosial, tetapi harus dibayar. OJK juga sudah melakukan edukasi dan literasi kepada masyarakat bahwa pinjaman itu wajib dibayar kembali,” katanya.

    Tentu dalam pelaksanaan penagihan utang tersebut, perusahaan fintech harus mengikuti sejumlah aturan yang sudah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kebijakan dari AFPI jika pinjol tersebut merupakan bagian dari asosiasi.

    Seperti dalam Surat Edaran (SE) OJK 19/SEOJK.06/2023, dalam proses penagihan perusahaan fintech dilarang menggunakan ancaman, bentuk intimidasi, dan hal-hal negatif lainnya termasuk unsur SARA dalam proses penagihan.

    Kemudian penagihan secara langsung melalui debt collector juga hanya boleh dilakukan peminjam. Artinya penagihan tidak diperkenankan dilakukan kepada pihak selain penerima dana Pinjol. Bahkan, OJK juga mengatur waktu penagihan bagi para penyelenggara kepada debitur maksimal hingga pukul 20.00 waktu setempat.

    Lebih lanjut jika perusahaan pinjol tersebut tergabung dalam AFPI, maka segala proses penagihan utang juga harus mengikuti unsur itikad baik sesuai yang sudah ditetapkan asosiasi dalam SK Pengurus AFPI 02/2020.

    Di mana dalam Lampiran III SK poin C angka 3 huruf (d), tertulis setiap penyedia layanan pinjol dilarang untuk melakukan penagihan secara langsung kepada debitur atau penerima dana secara langsung jika yang bersangkutan sudah gagal bayar selama lebih dari 90 hari.

    Jadi masa pinjol menagih utang pengguna layanan secara langsung hanya 90 hari. Namun bukan berarti utang-utang pinjol tersebut ikut hangus secara otomatis karena debitur yang gagal bayar lebih dari waktu 90 hari dihitung dari tanggal jatuh tempo pinjaman, maka pihak penyelenggara pinjol boleh menggunakan jasa pihak ketiga perusahaan jasa pelaksanaan penagihan yang telah diakui OJK.

    Selain melakukan penagihan melalui pihak ketiga kepada mereka yang sudah galbay lebih dari 90 hari dihitung dari tanggal jatuh tempo pinjaman, perusahaan fintech juga berhak untuk mengajukan upaya hukum kepada debitur yang masih berutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Artinya dalam periode tersebut perusahaan hingga pihak ketiga masih bisa melacak keberadaan nasabah meski sudah tidak dilakukan penagihan secara langsung, alias menggunakan debt collector.

    Untuk itu, Entjik menyarankan kepada para peminjam yang kesulitan untuk membayar utang pinjolnya untuk menghubungi pihak perusahaan fintech bersangkutan. Bukan dengan galbay apalagi menghubungi pihak ketiga yang mengaku dapat membantu menghapus utang pinjol nasabah.

    “Jangan menghubungi pihak-pihak atau oknum yang nggak jelas yang menawarkan jasa galbay, jasa menghapus data, hapus SLIK, dan lain-lain. Itu pasti bohong,” tegas Entjik.

    “Kami selalu menyarankan apabila kesulitan membayar dapat berkomunikasi langsung dengan perusahaan fintech dengan mengontak Customer Service-nya atau mendatangi kantornya karena anggota kami itu berizin dari OJK, nomor contact dan alamat kantornya pasti jelas ada. Atau juga bisa menghubungi ‘Jendela AFPI’ di 150505 atau melalui email pengaduan@afpi.or.id,” terangnya lagi.

    (igo/fdl)

  • Apa Risiko Tak Bayar Pinjol?

    Apa Risiko Tak Bayar Pinjol?

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding pinjaman fintech peer-to-peer (P2P) lending alias utang pinjaman online (pinjol) yang belum dibayarkan per Maret 2025 mencapai Rp 79,96 triliun dengan persentase gagal bayar (galbay) mencapai 2,77%.

    Berdasarkan data Statistik Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) OJK, mayoritas utang pinjol ini tersebar di Pulau Jawa dengan total sebesar Rp 56,3 triliun dengan jumlah galbay 3,08%. Sementara total utang pinjol di Luar Pulau Jawa sebesar Rp 23,66 dengan jumlah galbay 2,03%.

    Untuk diketahui, persentase gagal bayar utang pinjol ini dilihat jumlah debitur yang memiliki kredit macet lebih dari 90 hari (TWP90). Namun apa risiko yang dapat terjadi kepada peminjam jika utang-utang pinjol ini tak kunjung dibayarkan?

    Risiko terbesar dari tak bayar utang pinjol adalah menumpuknya bunga pinjaman dan denda keterlambatan pembayaran. Sebab utang pinjol khususnya yang legal tidak bisa hangus begitu saja bahkan jika yang bersangkutan mengabaikannya dalam jangka waktu yang lama.

    Hal ini dipertegas oleh Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan (AFPI) Entjik S Djafar yang mengatakan perusahaan fintech akan tetap melakukan penagihan kepada mereka yang masih menunggak pembayaran utang.

    “Kami tetap melakukan penagihan. Karena apapun ceritanya, yang namanya kredit atau pinjaman itu wajib dibayar. Nggak bisa gratis kayak gitu. Ini kan bukan yayasan sosial, tetapi harus dibayar. OJK juga sudah melakukan edukasi dan literasi kepada masyarakat bahwa pinjaman itu wajib dibayar kembali,” ucapnya kepada detikcom.

    Jika kondisi ini terus berlanjut, pinjaman tersebut malah akan menjadi ancaman beban yang semakin sulit diatasi. Walaupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan batas maksimum bunga harian dan denda gagal bayar pinjol legal.

    Berdasarkan Surat Edaran (SE) OJK Nomor 19/SEOJK.06/2023, besaran maksimal manfaat ekonomi yang dikenakan terhadap pinjaman produktif sebesar 0,1% per hari. Aturan ini berlaku sejak 1 Januari 2024, dan besaran manfaat ekonomi harian maksimal dapat naik menjadi 0,2% per hari untuk pinjaman konsumtif sejak 1 Januari 2025.

    “(manfaat keuangan) sebesar 0,067% per hari kalender dari nilai Pendanaan yang tercantum dalam perjanjian Pendanaan, yang berlaku sejak 1 Januari 2026;” tulis aturan itu.

    Sementara manfaat ekonomi yang dikenakan terhadap pinjaman konsumtif sebesar 0,3% per hari, berlaku sejak 1 Januari 2024. Besaran manfaat ekonomi dari pinjaman harian maksimal dapat turun menjadi 0,2% sejak 1 Januari 2025.

    “Sebesar 0,1% per hari kalender dari nilai Pendanaan yang tercantum dalam perjanjian Pendanaan, yang berlaku sejak 1 Januari 2026,” tulis Bagian VI Poin 3 Huruf (b) SE OJK Nomor 19/SEOJK.06/2023.

    Adapun manfaat ekonomi yang dimaksud merupakan tingkat imbal hasil termasuk bunga/margin/bagi hasil; biaya administrasi/biaya komisi/fee platform/ujrah yang setara dengan biaya dimaksud; serta biaya lainnya selain denda keterlambatan, bea meterai, dan pajak.

    Sementara untuk besaran denda keterlambatan yang dapat dikenakan kepada mereka yang galbay juga diatur dalam SE OJK tersebut, tepatnya pada bagian VI Poin 4.

    “Untuk Pendanaan produktif (denda keterlambatan), yaitu sebesar 0,1% per hari kalender dari nilai baki debet pendanaan, yang berlaku selama 2 tahun sejak 1 Januari 2024; dan sebesar 0,067% per hari kalender dari nilai baki debet pendanaan, yang berlaku sejak 1 Januari 2026” tulis bagian VI Poin 4 huruf (a).

    Sementara besaran denda yang dikenakan terhadap pinjaman konsumtif sebesar 0,3% per hari dari nilai baki debet pendanaan yang berlaku sejak 1 Januari 2024. Besaran denda keterlambatan harian maksimal dapat turun menjadi 0,2% dari nilai baki debet pendanaan sejak 1 Januari 2025.

    “(Denda keterlambatan) sebesar 0,1% per hari kalender dari nilai baki debet pendanaan, yang berlaku sejak 1 Januari 2026,” jelas aturan itu lagi.

    Seluruh manfaat ekonomi dan denda keterlambatan yang dapat dikenakan kepada Pengguna tidak melebihi 100% dari nilai pendanaan yang tercantum dalam perjanjian Pendanaan. Artinya besaran bunga dan denda yang harus dibayar saat galbay utang pinjol tidak boleh lebih besar dari total dana pinjaman yang diberikan.

    “Penetapan batas maksimum manfaat ekonomi dan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4 dapat dilakukan evaluasi secara berkala sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan mempertimbangkan antara lain kondisi perekonomian dan perkembangan industri LPBBTI,” terang aturan itu.

    (igo/fdl)

  • Cara Penipuan Kuras Rekening Terbaru Korbannya Banyak, Kenali Modus AI

    Cara Penipuan Kuras Rekening Terbaru Korbannya Banyak, Kenali Modus AI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Dunia digital kini menghadapi ancaman baru seiring makin canggihnya teknologi kecerdasan buatan (AI). Penipuan yang dulunya mengandalkan rekayasa sosial kini telah berevolusi memanfaatkan AI, dari kloning suara hingga manipulasi visual.

    Tahun 2025 diramal akan menjadi era di mana penipuan berbasis AI menjadi ancaman utama bagi layanan fintech hingga rekening bank pribadi. Pasalnya, pelaku kejahatan kini punya senjata baru yang sangat canggih dan sulit dideteksi.

    Laporan terbaru dari Forbes menyebut bahwa teknologi AI tidak hanya digunakan untuk tujuan produktif, tetapi juga menjadi senjata baru bagi sindikat penipuan global. Berikut empat modus penipuan AI yang wajib diwaspadai masyarakat dan korporasi:

    1. Deepfake & AI di Serangan Email Bisnis (BEC)

    Penipuan BEC kini berevolusi. Penjahat siber memanfaatkan AI untuk membuat video dan audio palsu yang sangat meyakinkan. Di Hong Kong, penjahat berhasil menyamar sebagai bos perusahaan melalui panggilan Zoom palsu dan membuat pegawai mentransfer dana hampir Rp480 miliar.

    Lebih mengejutkan, 53% profesional akuntansi di AS mengaku pernah menjadi target serangan serupa. Bahkan 40% email BEC kini dibuat sepenuhnya oleh AI.

    2. Chatbot Penipu Asmara

    Penipuan asmara kini makin canggih. Bukan lagi manusia, tapi chatbot AI otonom yang digunakan untuk merayu korban. Dengan percakapan tanpa aksen dan alur yang natural, korban sulit membedakan antara manusia dan bot.

    Kejadian ini sudah muncul di media sosial, bahkan sempat dibocorkan oleh pelaku kejahatan asal Nigeria dalam sebuah video.

    3. “Pig Butchering” Pakai AI Massal

    Skema penipuan investasi berkedok asmara atau bisnis, yang dikenal sebagai “pig butchering”, kini dilakukan secara massal menggunakan AI.

    Dengan alat seperti “Instagram Automatic Fans”, pesan massal dikirim untuk memancing korban, seperti “Temanku merekomendasikan kamu. Apa kabar?”

    Penipu kini juga memanfaatkan deepfake untuk panggilan video dan kloning suara agar lebih meyakinkan.

    4. Pemerasan Deepfake Menarget Eksekutif dan Pejabat

    Kasus pemerasan dengan video deepfake kini juga makin marak. Di Singapura, penjahat mengirim email berisi ancaman video palsu yang mencatut wajah para pejabat pemerintah dan menuntut pembayaran kripto hingga puluhan ribu dolar.

    Teknologi ini dibuat menggunakan foto dan video publik dari LinkedIn atau YouTube, yang diolah menjadi konten deepfake mengerikan.

    Dengan perangkat lunak deepfake yang makin mudah diakses, penipuan jenis ini diperkirakan akan meluas dan menyasar kalangan eksekutif di seluruh dunia.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]