Produk: fatwa MUI

  • MUI Jateng Siapkan Program Kerja 2025: Perkokoh Kerukunan dan Berdayakan Umat

    MUI Jateng Siapkan Program Kerja 2025: Perkokoh Kerukunan dan Berdayakan Umat

     

    Semarang, Tribunjateng.com  – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah telah menetapkan program kerja prioritas untuk tahun 2025. Dengan visi memperkokoh ukhuwah Islamiyah dan menjaga kerukunan antar umat beragama, MUI Jawa Tengah menyiapkan serangkaian kegiatan yang bertujuan mendukung kesejahteraan umat serta membangun keharmonisan masyarakat.

    Ketua MUI Jawa Tengah KH Ahmad Darodji menjelaskan bahwa program kerja tahun 2025 mengacu pada prinsip Khidmatul Ummah (pelayanan kepada umat) dan Shodiqul Hukumah (bekerja sama dengan pemerintah). “Program ini juga dirancang untuk melanjutkan langkah strategis yang sejalan dengan kebijakan MUI Pusat, sambil mempertimbangkan kearifan lokal di Jawa Tengah,” KH Ahmad Darodji saat ditemui di Rumah Makan Simpang Raya Semarang Kamis (2/1)

    MUI Jateng telah menetapkan 12 Program Prioritas pada 2025 ini.  Berikut adalah 12 program kerja prioritas MUI Jawa Tengah yang terbagi dalam beberapa komisi dan lembaga:  

    1. Komisi Ukhuwah Islamiyah dan Kerukunan Antar Umat Beragama  
       – Program: Harmoni dalam Keagamaan dengan tema “Peran MUI dalam Memperkokoh Kerukunan Menuju Jawa Tengah Bermartabat”.  

    2. Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga  
       – Program: Halaqah Ulama bertema “Moderasi Beragama Bagi Generasi Muda/Rohis”.  

    3. Komisi Fatwa  
       – Program: Sosialisasi Fatwa dan Metodologi Penetapan Fatwa MUI, serta Sidang Fatwa Ketetapan Halal.  

    4. Komisi Dakwah  
       – Program: Lokakarya untuk merumuskan etika berdakwah melalui media tradisional dan modern.  

    5. Komisi Pendidikan, Pesantren, dan Kaderisasi Ulama  
       – Program: Orientasi Kader Ulama (OKU) Tahun 2025.  

    6. Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan  
       – Program: Riset tentang respons masyarakat terhadap peran MUI Jawa Tengah.  

    7. Komisi Hukum dan HAM  
       – Program: Halaqah Ulama dengan tema “Kebijakan Legislasi tentang Wisata Kuliner dalam Masyarakat Plural Berbasis Moral Keagamaan”.  

    8. Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat  
       – Program: Halaqah Ulama bertema “Kreatif Generasi Muda Islam Mandiri pada Sektor Pertanian dan Peternakan”.  

    9. Komisi Informasi dan Komunikasi  
       – Program: Optimalisasi peran komisi dalam mendukung tugas-tugas MUI Jawa Tengah.  

    10. Komisi Seni Budaya dan Peradaban Islam  
        – Program: Festival Seni Budaya Islam Nusantara bertema “Seni Budaya Islam Nusantara; Menjaga Tradisi, Menginspirasi Generasi”.  

    11. Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat  
        – Program: Halaqah Ulama bertema “Peran MUI Jawa Tengah dalam Eliminasi TBC Tahun 2030”.  

    12. Musyawarah Kerja Daerah (Mukerda)  
        – Kegiatan tahunan untuk mengevaluasi dan merencanakan program kerja MUI Jawa Tengah.

    Kerja Sama dengan Berbagai Pihak  
    Dari total 12 kegiatan, enam kegiatan didanai melalui Dana Hibah APBD, sementara enam lainnya merupakan hasil kerja sama dengan Kementerian Agama RI, Badan Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, dan Baznas Provinsi Jawa Tengah. 

    MUI Jawa Tengah berharap seluruh komisi dapat melaksanakan program kerja dengan tema-tema menarik serta menggandeng berbagai instansi sebagai mitra kerja. Selain itu, pelaksanaan program direncanakan berlangsung merata selama 12 bulan di tahun 2025. Tidak hanya itu, MUI Kabupaten/Kota juga diimbau untuk menyelaraskan program kerjanya dengan MUI Provinsi Jawa Tengah.

    Dengan program-program yang telah dirancang ini, MUI Jawa Tengah optimis dapat terus berkontribusi dalam menjaga kerukunan, memperkokoh peran keagamaan, serta meningkatkan kesejahteraan umat di Jawa Tengah. (*)

  • Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi dalam Islam, Yuk Simak!

    Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi dalam Islam, Yuk Simak!

    Jakarta: Merayakan tahun baru atau malam pergantian tahun sudah menjadi budaya bagi masyarakat hampir di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan malam pergantian tahun juga dirayakan oleh sebagian besar masyarakat muslim.

    Lalu bagaimana sebenarnya hukum merayakan tahun baru dalam pandangan Islam?

    Merayakan tahun baru, pada dasarnya boleh-boleh saja selama kegiatan tersebut tidak melibatkan perbuatan terlarang seperti kerusuhan, mabuk-mabukan, berzina, dan hal-hal buruk lainnya.

    Melansir dari NU Online, selama tetap sesuai dengan ajaran agama yang tidak melibatkan perilaku yang melanggar norma agama, tidak merugikan kehormatan, dan tidak berdasarkan keyakinan yang salah. (Wizarah Al-Auqof Al-Mishriyyah, Fatawa Al-Azhar, juz X, halaman 311). 

    Menurut salah satu tokoh mazhab Syafi’i, yakni Syekh Ibn Hajar Al-Haitami (almarhum pada tahun 974 H), dalam kitabnya disampaikan bahwa:

     
    Artinya: “Imam Al-Qamuli berkata: “Aku tidak menemukan satupun pendapat dari Ashab Asy-Syafi’i perihal ucapan selamat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, ucapan selamat pergantian tahun, dan pergantian bulan sebagaimana yang kerap dilakukan oleh kebanyakan orang. Namun Al-Hafidz Al-Mundziri pernah mengutip bahwa Syekh Al-Hafidz Abu Hasan Al-Maqdisi suatu ketika pernah ditanya tentang hal ini, lantas beliau menjawab, selalu terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal tersebut. Sehingga menurut pendapatku, ucapan selamat tersebut hukumnya adalah mubah (diperbolehkan), bukan sunah dan bukan pula bid’ah.” (Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, [Beirut: Dar Al-Fikr], juz III, halaman 56). 
     

     

    Fatwa MUI

    Dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), menyebutkan bahwa tidak ada dalil khusus yang melarang pengucapan atau perayaan tahun baru dalam Islam. Sejumlah ulama sepakat dengan membolehkan perayaan hari tersebut dengan catatan tidak dilakukan secara berlebihan dan mengganggu ketenangan dan tidak bertentangan dengan ajaran agama, seperti tindakan yang dapat dianggap sebagai kemaksiatan. 

    Meskipun demikian, disarankan agar kita mengambil kesempatan ini sebagai momentum untuk melakukan introspeksi diri, guna meningkatkan kualitas ibadah di masa mendatang, dengan penuh rasa syukur.

    Selain itu, dalam menyongsong tahun baru, sangat penting untuk memohon kepada Allah SWT. Agar memberikan kita kekuatan untuk terus berbuat kebaikan, taat kepada-Nya, dan menjauhkan diri dari segala bentuk bahaya.

    Jakarta: Merayakan tahun baru atau malam pergantian tahun sudah menjadi budaya bagi masyarakat hampir di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan malam pergantian tahun juga dirayakan oleh sebagian besar masyarakat muslim.
     
    Lalu bagaimana sebenarnya hukum merayakan tahun baru dalam pandangan Islam?
     
    Merayakan tahun baru, pada dasarnya boleh-boleh saja selama kegiatan tersebut tidak melibatkan perbuatan terlarang seperti kerusuhan, mabuk-mabukan, berzina, dan hal-hal buruk lainnya.
    Melansir dari NU Online, selama tetap sesuai dengan ajaran agama yang tidak melibatkan perilaku yang melanggar norma agama, tidak merugikan kehormatan, dan tidak berdasarkan keyakinan yang salah. (Wizarah Al-Auqof Al-Mishriyyah, Fatawa Al-Azhar, juz X, halaman 311). 
     
    Menurut salah satu tokoh mazhab Syafi’i, yakni Syekh Ibn Hajar Al-Haitami (almarhum pada tahun 974 H), dalam kitabnya disampaikan bahwa:
     

     
    Artinya: “Imam Al-Qamuli berkata: “Aku tidak menemukan satupun pendapat dari Ashab Asy-Syafi’i perihal ucapan selamat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, ucapan selamat pergantian tahun, dan pergantian bulan sebagaimana yang kerap dilakukan oleh kebanyakan orang. Namun Al-Hafidz Al-Mundziri pernah mengutip bahwa Syekh Al-Hafidz Abu Hasan Al-Maqdisi suatu ketika pernah ditanya tentang hal ini, lantas beliau menjawab, selalu terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal tersebut. Sehingga menurut pendapatku, ucapan selamat tersebut hukumnya adalah mubah (diperbolehkan), bukan sunah dan bukan pula bid’ah.” (Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, [Beirut: Dar Al-Fikr], juz III, halaman 56). 
     

     

    Fatwa MUI

    Dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), menyebutkan bahwa tidak ada dalil khusus yang melarang pengucapan atau perayaan tahun baru dalam Islam. Sejumlah ulama sepakat dengan membolehkan perayaan hari tersebut dengan catatan tidak dilakukan secara berlebihan dan mengganggu ketenangan dan tidak bertentangan dengan ajaran agama, seperti tindakan yang dapat dianggap sebagai kemaksiatan. 
     
    Meskipun demikian, disarankan agar kita mengambil kesempatan ini sebagai momentum untuk melakukan introspeksi diri, guna meningkatkan kualitas ibadah di masa mendatang, dengan penuh rasa syukur.
     
    Selain itu, dalam menyongsong tahun baru, sangat penting untuk memohon kepada Allah SWT. Agar memberikan kita kekuatan untuk terus berbuat kebaikan, taat kepada-Nya, dan menjauhkan diri dari segala bentuk bahaya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (PRI)

  • Isu Boikot Produk Israel Dinilai Efektif, MUI: Mereka yang Mulai

    Isu Boikot Produk Israel Dinilai Efektif, MUI: Mereka yang Mulai

    ERA.id – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai isu boikot yang tengah beredar saat ini telah menyadarkan masyarakat bahwa produk lokal lebih berkualitas dan tidak kalah saing dengan beragam produk yang dikelola oleh pihak asing.

    “Alhamdulillah sekarang banyak bermunculan produk-produk baru, misalnya di bisnis air mineral. Produk lokal, yang saham mayoritasnya dimiliki orang atau perusahaan Indonesia, kualitasnya tidak kalah dengan produk asing,” kata Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Hukum Dr. KH Ikhsan Abdullah, dikutip Antara, Kamis (12/12/2024).

    Ikhsan mengatakan gerakan boikot yang dilakukan masyarakat terhadap sejumlah produk yang dinilai terafiliasi dengan Israel, justru memicu perubahan selera dan pilihan masyarakat atas produk lokal yang berdampak signifikan pada perekonomian nasional. 

    Pola konsumsi masyarakat yang berubah dapat terlihat dari salah satu makanan yakni ayam goreng yang digemari anak-anak, dapat digantikan dengan produk lokal.

    “Isu PHK massal diembuskan pihak-pihak yang sudah terbiasa menikmati keuntungan besar dari peredaran produk multinasional asing pro Israel di Indonesia. Boikot dalam setahun lebih terakhir bikin mereka merugi. Ya wajarlah, karena mereka sendiri yang memulai,” jelasnya. 

    Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) bidang pemberdayaan perekonomian Dr. KH Eman Suryaman menambahkan gerakan boikot berhasil memicu peningkatan minat konsumen pada produk lokal.

    “Efek boikot produk pro Israel itu nyata. Penjualan sejumlah perusahaan multinasional buktinya banyak terpangkas. Jadi, saya kira kita semua harus berani dalam meneruskan gerakan boikot Israel,” katanya. 

    Di sisi lain, gerakan boikot memunculkan banyak dampak positifnya bagi perusahaan dalam negeri setelah konsumen mulai menjauhi produk-produk tertentu yang dianggap ikut berkontribusi pada agresmi Israel atas Gaza dan Lebanon dalam setahun lebih terakhir.

    Ia mengatakan Fatwa MUI terkait boikot produk Israel memainkan peran signifikan dalam geliat perekonomian nasional, yang dibuktikan dengan kian terbukanya peluang perluasan usaha bagi pebisnis di dalam negeri. 

    Oleh karena itulah, dibanding boikot memicu PHK massal seperti yang didengungkan sebagian pihak, kegiatan bisnis dan ekonomi di dalam negeri malah bangkit dan menjamur di mana-mana. 

    MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina. Dalam fatwa itu MUI merekomendasikan umat Islam semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme. 

    MUI juga mendorong warga Muslim Indonesia ikut membangkitkan ekonomi nasional dengan mengkonsumsi produk lokal dan menghindari segala produk terafiliasi maupun diimpor langsung dari Israel lewat Fatwa MUI Nomor 14/Ijtima’ Ulama/VIII/2024 tentang Prioritas Penggunaan Produk dalam Negeri.

  • Prabowo Panggil Menag ke Istana, Bahas soal Haji hingga Pesantren – Page 3

    Prabowo Panggil Menag ke Istana, Bahas soal Haji hingga Pesantren – Page 3

    Nasaruddin menyebut, Menhaj Arab Saudi akan mempertimbangkan hal itu, mengingat pemerintah Arab Saudi menurut informasi akan mengurangi 50 persen dari total kuota petugas.

    “Tapi malah justru kita minta ditambahkan dan itu akan dipertimbangkan dengan alasan alasan tadi. Mudah-mudahan berhasil perjuangan kita,” kata Nasaruddin.

    Ketiga, Menag dan Menhaj berdiskusi tentang murur. Menag melihat Murur, jika diperbolehkan oleh fatwa MUI, akan lebih melancarkan pergerakan jemaah haji.

    Keempat, berdiskusi tentang Dam. Dia menyampaikan bahwa di Indonesia, ada kajian bahwa Dam boleh dilaksanakan di Indonesia yang artinya kambing Dam dipotong di Indonesia, dan dagingnya didistribusikan ke warga Indonesia.

    “Kata Menteri Haji, tergantung. Kalau misalnya pertimbangan ulama setempat menganggap itu boleh, kami tidak ada masalah. Malah lebih ringan mengurangi beban kami dan menambah manfaat bagi masyarakat Indonesia itu sendiri. Sekali lagi, apakah itu sudah dibenarkan oleh fatwa MUI? Ini kami akan diskusikan,” jelasnya.

    Kepada Menhaj Tawfiq, Menag sempat menanyakan apakah ada negara yang menerapkan Dam seperti itu? Menhaj Saudi menjelaskan bahwa ada, tapi secara sporadis, termasuk Turki juga banyak melaksanakan hal yang sama.

     

  • Bentuk Toleransi dalam Pengucapan Salam yang Mewakili Semua Agama

    Bentuk Toleransi dalam Pengucapan Salam yang Mewakili Semua Agama

    JAKARTA – Bukan hal baru jika setiap pejabat publik saat mulai berpidato akan mengucap salam berupa ‘Assalamualaikum, salam sejahtera untuk kita semua, Om Swastyastu, Namo Budaya, salam kebajikan’. Salam ini digunakan untuk mewakili lima agama yang ada di Indonesia.

    Namun, penggunaan salam itu kemudian menjadi polemik setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau agar umat Islam tak lagi mengucapkan salam yang mewakili semua agama dalam sambutan di acara resmi. Imbauan itu termaktub dalam dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang diteken Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori.

    “Mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bid’ah, yang tidak pernah ada di masa lalu. Minimal mengandung nilai syubhat (samar kehalalannya) yang patut dihindari,” kata Buchori dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 9 November.

    Di tingkat pusat, langkah MUI Jatim yang membuat imbauan itu pun telah memperoleh lampu hijau. Sekjen MUI Anwar Abbas menilai, larangan mengucapkan salam semua agama sudah sesuai dengan ketentuan Alquran dan Hadis. Dalam Islam, kata dia, salam adalah doa yang memiliki dimensi teologis. 

    “Adanya fatwa dari MUI Jatim ini menjadi penting karena, dengan adanya fatwa tersebut, maka umat tidak bingung sehingga mereka bisa tertuntun secara agama dalam bersikap dan dalam membangun hubungan baik dengan umat dari agama lain,” kata Anwar dalam keterangan tertulisnya, Senin 11 November. 

    Adapun, pengucapan salam semua agama yang biasa dipakai pejabat adalah Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu, Salam Sejahtera bagi Kita Semua (salam umat Kristiani), Om Swastyastu (salam umat Hindu), Namo Buddhaya (salam umat Buddha), dan Salam Kebajikan (salam umat Konghucu). Pengucapan semua salam itu selalu digunakan oleh sejumlah pejabat dalam setiap kesempatan, tak terkecuali Presiden Joko Widodo.

    Ketua MPR Bambang Soesatyo (Wardhany/VOI)

    Di sisi lain, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) ikut merespon imbauan MUI Jatim terkait untuk tidak lagi menggunakan ucapan salam semua agama dalam memulai pidato. Bamsoet justru berpandangan, pengucapan salam itu sebagai salah satu cara untuk mewakili semua agama dan menunjukkan toleransi umat beragama di Indonesia.

    “Saya tidak ada masalah dengan ucapan salam, yang terpenting tidak memengaruhi keyakinan kita masing-masing terhadap agama kita masing-masing,” kata Bamsoet saat ditemui di kawasan Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat.

    Dia menyebut, larangan ini tidak sepenuhnya salah. Namun perlu disadari, salam semua agama tidak bertujuan untuk memengaruhi ajaran agama masing-masing. Sebab, Bamsoet menilai salam semua agama itu mencerminkan sikap toleransi yang tinggi.

    “Jangan ada larangan karena itu urusan individu kita dengan Tuhan Yang Maha Esa. Terpenting, tidak mengganggu keyakinan kita sebagai makhluk yang beragama,” jelas Bamsoet.

    Sedangkan Wakil Ketua SETARA Institute, Bonar Tigor Naipospos mengatakan fatwa MUI Jatim itu bukan menjadi bagian dari hirarki perundangan di Indonesia. Sehingga, untuk menghormati kebebasan berekspresi dan tak ada aturan tegas untuk melaksanakannya.

    “Tidak ada kewajiban, keharusan bagi negara untuk mengikutinya. Harus tegas, mana hirarki perundangan kita,” ungkap Bonar.

    Hanya saja, dia menyayangkan adanya fatwa atau imbauan seperti yang dikeluarkan oleh MUI Jatim. Alasannya, fatwa tersebut dianggap sangat ekslusif. “Fatwa semacam itu sagat eksklusif dan cenderung meninggikan diri sendiri. Tidak menghargai perbedaan,” tegasnya.

    Padahal, Indonesia merupakan negara plural dan diketahui meletakkan lima agama secara sejajar tanpa membeda-bedakan. Sehingga wajar bagi pejabat publik, untuk menyampaikan salam itu ketika akan berbicara di depan umum.

    “Wajar kalau pejabat nasional, pejabat publik membuka percakapan dengan lima salam dari agama yang ada di Indonesia. Kalau tidak (sepakat) ya sudah jangan gunakan lima agama. Gunakan saja salam ‘selamat pagi, selamat sore’ seperti yang diusulkan oleh Gus Dur,” tutupnya.

  • BPJPH siapkan 1,2 juta sertifikasi halal gratis di Tahun 2025, urusnya mudah! 

    BPJPH siapkan 1,2 juta sertifikasi halal gratis di Tahun 2025, urusnya mudah! 

    Sumber foto: Heru Lianto/elshinta.com.

    BPJPH siapkan 1,2 juta sertifikasi halal gratis di Tahun 2025, urusnya mudah! 
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 02 Desember 2024 – 16:44 WIB

    Elshinta.com – Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Haikal Hasan mengatakan bahwa mengurus sertifikasi halal mudah dan juga murah. 

    “Mengurus sertifikasi halal itu mudah. Juga murah, bahkan gratis bagi pelaku UMK yang memenuhi kriteria.” tegas Babe Haikal – sapaan akrab Haikal Hasan di Jakarta, dalam keterangannya yang diterima Elshinta.com, Senin (2/12). 

    Bahkan, lanjutnya, pemerintah melalui BPJPH berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas layanan sertifikasi halal bagi pelaku usaha.

    Babe Haikal menerangkan untuk melakukan pendaftaran sertifikasi halal, pelaku usaha tidak perlu membawa berkas-berkas pendaftaran ke kantor BPJPH. Namun, cukup melakukan pendaftaran sertifikasi halal secara online melalui website layanan BPJPH di ptsp.halal.go.id. 

    “Jadi praktis karena dapat dilakukan dari mana saja dan kapan saja. Pelaku usaha yang sudah memiliki NIB (Nomer Induk Berusaha) tinggal membuka Sihalal di ptsp.halal.go.id, lalu membuat akun Sihalal, dan mengajukan permohonan sertifikat halal secara elektronik.” terangnya.

    Babe Haikal menjelaskan setidaknya  ada dua skema layanan sertifikasi halal yang tersedia yakni sertifikasi halal skema Reguler dan skema Self Declare atau dengan pernyataan pelaku usaha.

    Sertifikasi halal skema reguler disediakan bagi pelaku usaha yang memiliki produk wajib bersertifikat halal yang masih perlu diuji dan atau diperiksa kehalalannya. Dalam skema ini, diperlukan keterlibatan auditor halal yang tergabung dalam Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang memiliki laboratorium di dalamnya. 

    “Kemudian hasilnya akan disidangkan untuk mendapatkan ketetapan fatwa halal dari Komisi Fatwa MUI. Berdasarkan ketetapan itu, BPJPH secara otomatis menerbitkan sertifikat halal secara elektronik yang kemudian dapat didownload (diunduh) oleh pelaku usaha,” jelasnya.

    Sementara skema sertifikasi halal Self Declare berlaku bagi produk UMK jika memenuhi kriteria tidak berisiko, menggunakan bahan-bahan yang sudah dipastikan kehalalannya, serta produk diproduksi melalui proses produksi yang sederhana dan dipastikan kehalalannya. 

    Proses verifikasi dan validasi lapangan atas kehalalan produk pada sertifikasi halal skema self declare ini dilakukan oleh Pendamping Proses Produk Halal (PPH) yang tergabung di dalam sebuah Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H).

    Skema ini memberikan afirmasi khusus bagi pelaku usaha mikro dan kecil atau UMK yang sesuai amanat regulasi harus diberikan perlakuan khusus melalui pendampingan dengan edukasi, bimbingan, fasilitasi dan sebagainya.

    “Hal ini agar mereka dapat lebih mudah mendapatkan sertifikat halal yang diharapkan menjadi nilai tambah produk sehingga produk mereka semakin mampu bersaing di pasaran, termasuk dengan produk halal luar negeri.” lanjut Babe Haikal memaparkan. 

    Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh oleh pelaku usaha dalam melaksanakan sertifikasi halal skema self declare sedikit berbeda dengan reguler. Pertama, pelaku usaha yang sudah memiliki NIB mengakses laman ptsp.halal.go.id lalu membuat akun Sihalal. Kemudian, melengkapi data permohonan sertifikat halal dan memilih Pendamping Proses Produk Halal (P3H) yang tersedia sesuai lokasi pelaku usaha. 

    Selanjutnya, P3H akan melakukan kunjungan lapangan untuk melaksanakan pendampingan di mana P3H melakukan verifikasi dan validasi kehalalan produk. Selanjutnya, hasil pendampingan tersebut akan diverifikasi dan validasi oleh BPJPH dan diberikan Surat tanda Terima Dokumen (STTD).

    Hasil pendampingan tersebut selanjutnya dilanjutkan dengan sidang fatwa penetapan kehalalan produk oleh Komite Fatwa Produk Halal. Setelah Komite Fatwa Produk Halal menerbitkan ketetapan halal, maka secara otomatis BPJPH menerbitkan sertifikat halal secara elektronik melalui Sihalal.

    “Untuk skema self declare ini BPJPH tengah menyiapkan kuota sertifikasi halal gratis (Sehati) sebanyak 1,2 juta sertifikat halal pada tahun 2025, dan kami juga terus berupaya untuk meningkatkan jumlah kuota tersebut, termasuk melalui perluasan dan penguatan sinergi-kolaborasi dengan para stakeholder terkait.” pungkasnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Heru Lianto, Senin (2/12). 

    Sumber : Radio Elshinta

  • Cek fakta, MUI keluarkan fatwa larangan mencoblos kandidat Pilkada pilihan Jokowi

    Cek fakta, MUI keluarkan fatwa larangan mencoblos kandidat Pilkada pilihan Jokowi

    Jakarta (ANTARA/JACX) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) dikabarkan mengeluarkan fatwa terkait Pilkada 2024, berisi larangan memilih kandidat yang turut diusung oleh Presiden ke-7 RI Jokowi.

    Narasi yang banyak dibagikan jelang hari pencoblosan pada 27 November ini, salah satunya beredar melalui Facebook.

    “AKHIRNYA Keluar juga FATWA…MUI..Himbauan untuk UMMAT ISLAM INDONESIA…Harap ikuti FATWA MUI..Jangan Coblos..Cagub…atau Cabup/ Calon bupati yg di dukung Jokowi.. dan antek antek oligarki demikian pemberitahuan dr MUI…terima kasih. Mau yang GERCOS juga dihormati,” demikian isi keterangan yang termuat di konten Facebook pada 26 November 2024.

    Rekaman berdurasi sekitar empat menit juga disematkan dalam konten tersebut.

    Narator yang ditampilkan di video itu turut menjelaskan bahwa pesan tersirat dari fatwa MUI ini adalah melarang masyarakat memilih sosok di antaranya calon gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, calon gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, hingga calon gubernur DKI Jakarta Ridwan Kamil.

    Namun, benarkah MUI keluarkan fatwa larangan mencoblos kandidat Pilkada pilihan Jokowi?
    Tangkapan layar narasi yang menyatakan MUI keluarkan fatwa larangan mencoblos kandidat Pilkada pilihan Jokowi (Facebook)

    Penjelasan:
    MUI memang mengeluarkan imbauan bagi masyarakat dalam memilih pemimpin pada Pilkada 2024. Menurut laporan ANTARA, imbauan MUI itu dipublikasikan pada 23 November 2024.

    MUI mengarahkan umat Islam untuk mengikuti ketentuan berikut dalam memilih pemimpinnya:
    1. Pilihan didasarkan atas keimanan, ketakwaan kepada Allah SWT, kejujuran, amanah, kompetensi, dan integritas.
    2. Bebas dari suap, politik uang, kecurangan, korupsi, oligarki, dinasti politik, dan hal-hal yang terlarang secara syar’i.
    3. Memilih calon pemimpin yang beriman, bertakwa, jujur, terpercaya, aktif, dan aspiratif, mempunyai kemampuan dan memperjuangkan kepentingan umat Islam, serta kemaslahatan bangsa.

    Dari uraian tersebut, tidak ada arahan MUI kepada publik untuk menghindari kandidat pilihan Jokowi di Pilkada 2024.

    Konten yang dibagikan di Facebook itu nyatanya berisi informasi menyesatkan yang mengarah pada ujaran kebencian.

    Klaim: MUI keluarkan fatwa larangan mencoblos kandidat Pilkada pilihan Jokowi
    Rating: Hoaks

    Pewarta: Tim JACX
    Editor: Indriani
    Copyright © ANTARA 2024

  • Menag Minta Jemaah Haji Indonesia Tak Ditempatkan di Mina Jadid

    Menag Minta Jemaah Haji Indonesia Tak Ditempatkan di Mina Jadid

    Makkah (beritajatim.com) – Menteri Agama (Menag) RI Nasaruddin Umar bertemu dengan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F Al Rabiah. Banyak hal dibicarakan dalam pertemuan itu, salah satu di antaranya tentang rencana pelaksanaan haji 2025.

    Terkait dengan haji 2025, Menag memohon kepada Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi agar di musim haji 2025 tak menempatkan jemaah haji Indonesia di kawasan Mina Jadid. “Alhamdulillah (Permohonan) itu diapresiasi,” kata Menag, Nasaruddin mengutip Kemenag.go.id.

    “Alhamdulillah kami melakukan pertemuan dengan Menteri Haji, dr Tawfiq Al Rabiah. Alhamdulillah kami diterima dengan baik di Masjidil Haram. Ternyata di Masjidil Haram itu ada tempat pertemuan yang sangat luar biasa,” tambah Nasaruddin di Makkah, Minggu (24/11/2024) malam.

    Menag menjelaskan bahwa pertemuannya dengan Menteri Tawfiq berlangsung sangat akrab, lengkap dengan jamuan makan malam. Diskusi berlangsung cukup panjang, lebih dari satu jam.

    “Kita membicarakan banyak hal, antara lain: beliau meminta Kemenag RI untuk lebih siap menghadapi haji mendatang. Sebab, akan ada penyempurnaan-penyempurnaan,” katanya.

    Selain Menag, hadir dalam pertemuan terbatas ini, Kepala Badan Penyelenggara Haji Muchammad Irfan Yusuf, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, Dubes RI di Saudi Abdul Aziz, Konjen RI di Jeddah Yusron Ambary, dan Konsul Haji KJRI Jeddah, Nasrullah Jasam.

    Sejumlah poin penting yang dibicarakan Menag RI dan Menhaj Saudi di antaranya, pertama, Menag meminta agar jemaah haji Indonesia tidak menempati kawasan Mina Jadid. “Alhamdulillah itu diapresiasi,” tegas Menag.

    Kedua, Menag meminta penambahan jumlah petugas. Menurutnya, banyak jemaah Indonesia yang lanjut usia saat beribadah haji. Sehingga, perlu petugas yang memadai untuk memberikan pendampingan dan pelayanan, termasuk dari unsur dokter dan tenaga medis kesehatan.

    “Minimal (jumlahnya) dipertahankan seperti haji tahun lalu (2024) dengan segala konsekuensinya, karena kami perlu pelayan jemaah haji yang sudah banyak berumur,” ucap Menag.

    “Tanggapan Menteri Haji (Arab Saudi) akan mempertimbangkan mengingat kenyataannya seperti itu. Pemerintah Saudi menurut informasi akan mengurangi 50% dari total kuota petugas. Tapi malah justru kita minta ditambahkan dan itu akan dipertimbangkan dengan alasan alasan tadi. Mudah-mudahan berhasil perjuangan kita,’ tambah Menag.

    Masjidil Haram Makkah saat musim haji tahun 2024. Foto: Ainur Rohim

    Ketiga, Menag dan Menhaj berdiskusi tentang murur. Menag melihat Murur, jika diperbolehkan oleh fatwa MUI, akan lebih melancarkan pergerakan jemaah haji.

    Keempat, diskusi tentang Dam. Menag menyampaikan bahwa di Indonesia, ada kajian bahwa Dam boleh dilaksanakan di Indonesia. Artinya, kambing Dam dipotong di Indonesia, dan dagingnya didistribusikan ke warga Indonesia.

    “Kata Menteri Haji, tergantung. Kalau misalnya pertimbangan ulama setempat menganggap itu boleh, kami tidak ada masalah. Malah lebih ringan: mengurangi beban kami dan menambah manfaat bagi masyarakat Indonesia itu sendiri,” jelas Menag.

    “Sekali lagi, apakah itu sudah dibenarkan oleh fatwa MUI? Ini kami akan diskusikan,” lanjutnya.

    Kepada Menhaj Tawfiq, Menag sempat menanyakan apakah ada negara yang menerapkan Dam seperti itu? Menhaj Saudi menjelaskan bahwa ada, tapi secara sporadis, termasuk Turki, juga banyak melaksanakan hal yang sama.

    Kelima, Tanazul. Isu ini juga dibahas dalam pertemuan Menag dan Menhaj. Menteri Tawfiq, kata Menag, menjelaskan bahwa kebijakan Tanazul diserahkan ke Indonesia. “Kalau memang itu lebih siap, sebetulnya lebih bagus, melonggarkan pergerakan di Mina,” ucap Menag.

    Isu keenam yang didiskusikan adalah terkait maskapai penerbangan. Keduanya mendiskusikan kemungkinan penggunaan Garuda dan Saudia, serta maskapai lain sebagai alternatif.

    Ketujuh, Menteri Tawfiq mengimbau Indonesia segera kontrak layanan hotel jika ingin mendapat lokasi lebih dekat, khususnya ke Masjid Nabawi di Madinah. Perlu lebih cepat karena pendekatannya adalah first come first served, siapa cepat akan dapat layanan lebih awal.

    Pertemuan Menag dan Menhaj Saudi di Masjidil Haram tidak hanya membahas urusan haji. Kedua tokoh ini juga membincang masalah pemberdayaan umat.

    Menag Nasaruddin mengaku punya pandangan yang sama dengan Menhaj Tawfiq berkenaan perlunya upaya mengangkat harkat dan martabat umat Islam, bukan saja di Indonesia dan Saudi Arabia, tapi juga dunia Islam.

    Kepada Menteri Tawfiq, Menag usul agar bisa dibangun Museum Hadits di Masjid Istiqlal, seperti yang ada di Madinah. “Menhaj bertanya ada tidak space untuk dibangun? Saya bilang ada dan lengkap,’ ujar Menag.

    “Dalam waktu dekat ini, insya Allah beliau akan melakukan pendekatan – pendekatan, kemungkinan untuk kita membuka Museum Hadits di Istiqlal,” sambungnya.

    Selain Makkah, Menag juga akan melakukan kunjungan kerja ke Madinah. Menhaj Tawfiq meminta Menag untuk mengunjungi beberapa tempat penting di Kota Nabi. Menhaj Tawfiq bahkan langsung menghubungi sejumlah pihak terkait di Madinah. [air]

  • MUI Jateng Umbar Fatwa Pilih Pemimpin Satu Agama Jelang Pilkada, Ini Kata Setara Institute

    MUI Jateng Umbar Fatwa Pilih Pemimpin Satu Agama Jelang Pilkada, Ini Kata Setara Institute

    Bisnis.com, JAKARTA — Beredar Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah terkait dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tiga hari jelang pencoblosan pada 27 November 2024 mendatang. Fatwa MUI Jateng itu pun menuai kritik. 

    Salah satu kritik datang dari Setara Institute, yang menilai fatwa itu diskriminatif, bertentangan dengan hukum serta melemahkan keberagaman. 

    Setara mengkritik fatwa yang keluar, Sabtu (23/11/2024) itu karena pada pokoknya mewajibkan Umat Islam untuk memilih calon pemimpin yang seakidah, amanah, jujur, terpercaya dan memperjuangkan kepentingan syiar Islam. 

    Fatwa tersebut juga menyatakan bahwa memilih pemimpin yang tidak seakidah atau sengaja tidak memilih padahal ada calon yang seakidah hukumnya haram.

    Menurut Setara, fatwa itu bertentangan dengan sejumlah pasal di Undang-undang Dasar (UUD) 1945 seperti pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.” 

    Demikian pula UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 43 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih berdasarkan persamaan hak. Dengan demikian, hak memilih dan dipilih melekat pada setiap warga negara, apapun identitas yang bersangkutan. 

    “Mewajibkan pemilih dari kalangan Umat Islam untuk memilih calon yang seakidah merupakan tindakan pembedaan atau diskriminasi yang hanya mengistimewakan calon dari kalangan umat Islam,” ujar Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan dikutip dari siaran pers, Minggu (24/11/2024). 

    Kemudian, fatwa itu juga dinilai bersifat segregatif dan melemahkan kebinekaan Indonesia. Untuk itu, tindakan mewajibkan memilih berdasarkan agama dan mengharamkan memilih calon yang tidak seagama merupakan upaya segregasi yang melemahkan kebinekaan Indonesia.

    Setara memandang fatwa itu bisa berpotensi memecah belah masyarakat yang majemuk.

    “Pemaksaan preferensi agama dalam memilih pemimpin akan menciptakan segregasi sosial-politik dan memantik polarisasi di tengah-tengah masyarakat,” terang Halili. 

    Adapun, suatu fatwa dipandan sebagai pandangan keagamaan biasa, tidak mengikat, dan tidak memiliki kekuatan hukum apapun. 

    “Publik dan pemilih, termasuk pemilih dari kalangan umat Islam dapat mengabaikan pandangan keagamaan yang tidak memiliki kekuatan hukum apapun karena tidak sesuai dengan kebinekaan Indonesia,” imbuhnya. 

    Setara lalu mendesak seluruh pihak, termasuk ormas keagamaan, untuk menjadikan hajatan elektoral seperti Pilkada sebagai sarana untuk mengekspresikan hak konstitusional warga negara dan kedaulatan rakyat secara bebas, di satu sisi, dan wahana kebangsaan untuk memperkuat tata kebinekaan di sisi yang lain.

    Lembaga itu juga mengimbaj agar  organisasi kemasyarakatan, termasuk organisasi keagamaan, memberikan teladan toleransi dan menyuarakan pesan-pesan damai, nondiskriminatif dan nonsegregatif, untuk menguatkan ekosistem toleransi dan mendukung kondusivitas di tengah-tengah masyarakat dalam Pilkada Serentak 2024, terutama menjelang Hari Pemungutan Suara pada 27 November 2024. 

  • MUI Karawang: Golput di Pilkada Hukumnya Haram!
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        23 November 2024

    MUI Karawang: Golput di Pilkada Hukumnya Haram! Bandung 23 November 2024

    MUI Karawang: Golput di Pilkada Hukumnya Haram!
    Tim Redaksi
    KARAWANG, KOMPAS.com – 
    Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Karawang menetapkan bahwa tidak menggunakan hak pilih atau memilih untuk golput dalam Pilkada Serentak pada 27 November 2024, dinyatakan haram.
    Ketua
    MUI Karawang
    , Tajudin Nur, mengatakan, hal ini merujuk pada fatwa MUI Nomor 7 Tahun 2013.
    Fatwa tersebut menyatakan bahwa golput hukumnya haram karena dianggap tidak memenuhi kewajiban moral dan sosial sebagai warga negara untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum.
    “MUI Karawang melarang dengan tegas tindakan golput dalam pilkada nanti, sesuai dengan hasil fatwa MUI pusat yang mengharuskan setiap umat Islam untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan sosial,” ujar Tajudin di Kantor MUI Karawang, Sabtu (23/11/2024).
    Tajudin menyatakan bahwa MUI berkomitmen untuk mendukung terciptanya pelaksanaan
    Pilkada 2024
    yang berlangsung secara damai, aman, dan demokratis.
    Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat menjaga persatuan, menghindari pertengkaran, dan menciptakan suasana kondusif selama proses demokrasi berlangsung.
    “Masyarakat jangan sampai tidak melaksanakan hak pilihnya alias golput, karena menurut fatwa MUI, golput itu haram,” kata Tajudin.
    Secara kelembagaan, kata Tajudin, MUI Karawang berpihak kepada semua calon.
    Menurutnya, siapa pun nanti yang terpilih menjadi bupati dan wakil bupati, MUI Karawang pasti akan mendukung.
    “MUI menempatkan posisinya sebagai shodiqul hukumat (mitra pemerintah) secara sejajar. Maka kami mengajak seluruh masyarakat mendukung pemerintahan yang terpilih, serta berkomitmen untuk bekerja sama dalam mewujudkan masyarakat Karawang yang sejahtera, lahir dan batin,” kata Tajudin.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.