Produk: dolar Singapura

  • Dolar AS Pagi Ini Melemah ke Level Rp 16.444

    Dolar AS Pagi Ini Melemah ke Level Rp 16.444

    Jakarta

    Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) melemah terhadap rupiah pagi ini. Mata uang Paman turun dan berada di level Rp 16.400-an.

    Dikutip dari data Bloomberg, Selasa (4/3/2025), nilai tukar dolar AS berada pada level Rp 16.444 atau melemah 35 poin (0,22%).

    Selanjutnya, pergerakan dolar AS terhadap sejumlah mata uang lainnya bervariatif. Dolar AS menguat terhadap dolar Australia yuan China, pound sterling, dan euro. Namun dolar AS melemah terhadap yen Jepang dan dolar Singapura.

    Dolar AS terpantau menguat 0,34% terhadap dolar Australia. Begitu juga dengan yuan China yang menguat 0,02%.

    Kemudian menguat 0,06% terhadap pound sterling, menguat 0,038% terhadap euro, turun 0,21% terhadap yen Jepang dan melemah 0,09% terhadap dolar Singapura.

    (ily/rrd)

  • Hakim Tegur Arteria Dahlan Karena Panggil Mangapul dengan Sebutan ‘Yang Mulia’ di Sidang Zarof Ricar – Halaman all

    Hakim Tegur Arteria Dahlan Karena Panggil Mangapul dengan Sebutan ‘Yang Mulia’ di Sidang Zarof Ricar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota majelis hakim Purwanto S Abdullah menegur penasihat hukum dari terdakwa Lisa Rachmat, Arteria Dahlan, dalam sidang lanjutan kasus suap terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, termasuk Mangapul, terkait vonis bebas terdakwa pembunuhan, Ronald Tannur, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/3/2025).

    Hal ini terjadi setelah Arteria Dahlan berulang kali memanggil saksi Mangapul dengan sebutan “Yang Mulia,” sebuah panggilan yang biasanya ditujukan untuk hakim.

    Padahal, dalam sidang tersebut, Mangapul dihadirkan untuk dimintai keterangan sebagai saksi, bukan hakim yang menyidangkan perkara meski berlatar belakang seorang hakim. 

    Ketidaktepatan Arteria memanggil Mangapul dengan sebutan kehormatan itu mengundang perhatian.

    Diketahui, kasus suap untuk vonis bebas Ronald Tannur melibatkan sejumlah orang. Pihak pemberi suap terdiri dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat; ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja. Sementara, pihak penerima suap yakni tiga hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, Mangapul; Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono serta mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Rizar.

    “Saudara saksi, saya tetap manggilnya saudara saksi, bapak saya ini Yang Mulia. Sepengetahuan saudara saksi, saudara diperiksa berapa kali?” tanya Arteria di ruang sidang.

    Mangapul menjawab, “Saya lupa, tiga atau empat kali.”

    Arteria kembali menggunakan panggilan “Yang Mulia” saat menanyakan kapasitas Mangapul ketika menjabat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Surabaya.

    Dalam sesi tanya jawab ini, Arteria menggali informasi terkait sistem panel majelis hakim yang diterapkan di PN Surabaya.

    “Yang Mulia ini kan Kelas 1 A PN Surabaya pasti punya kompetensi saya paham betul. Saya tanya soal panel, ini panel majelis hakim Ronald Tannur panel biasa apa panel khusus?,” tanya Arteria.

    Namun, tak lama setelah itu, Hakim Anggota Purwanto menegur Arteria secara langsung dan meminta agar panggilan “Yang Mulia” tidak digunakan lagi.

    “Yang kedua, tadi penasihat hukum Lisa mohon untuk sidang selanjutnya terhadap nanti saksi Erintuah Damanik untuk tidak menggunakan kata ‘Yang Mulia’ lagi,” kata Hakim.

    “Mohon karena disini kan hanya ada saksi yang diperiksa atau terdakwa, itu aja. Jadi cukup saksi aja,” pungkasnya.

    3 Hakim PN Surabaya Didakwa Terima Suap Rp 1 M dan 308 Ribu Dolar Singapura

    Dari kiri ke kanan: Erintuah Damanik, Hanindyo, dan Mangapul. KY akan mengusut majelis hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur. Ketiga hakim itu adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul. Ini sosok mereka. (pn)

    Sebelumnya, Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang vonis bebas terpidana Ronald Tannur menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (24/12/2024).

    Dalam sidang perdana tersebut ketiga Hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo didakwa telah menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000 atau Rp 3,6 miliar terkait kepengurusan perkara Ronald Tannur.

    Uang miliaran tersebut diterima ketiga hakim dari pengacara Lisa Rahmat dan Meirizka Wijaja yang merupakan ibu dari Ronald Tannur.

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000,” ucap Jaksa Penuntut Umum saat bacakan dakwaan.

    Pada dakwaannya, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyebut bahwa uang miliaran itu diterima para terdakwa untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur.

    “Kemudian terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan Penuntut Umum,” ucapnya.

    Lebih lanjut Jaksa menuturkan, bahwa uang-uang tersebut dibagi kepada ketiga dalam jumlah yang berbeda.

    Adapun Lisa dan Meirizka memberikan uang secara tunai kepada Erintuah Damanik sejumlah 48 Ribu Dollar Singapura.

    Selain itu keduanya juga memberikan uang tunai senilai 48 Ribu Dollar Singapura yang dibagi kepada ketiga hakim dengan rincian untuk Erintuah sebesar 38 Ribu Dollar Singapura serta untuk Mangapul dan Heru masing-masing sebesar 36 Ribu Dollar Singapura.

    “Dan sisanya sebesar SGD30.000 disimpan oleh Terdakwa Erintuah Damanik,” jelas Jaksa.

    Gregorius Ronald Tannur ditangkap kejaksaan di rumahnya, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (27/10/2024). Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Gregorius Ronald Tannur Akan Diringkus Lagi, MA Kabulkan Kasasi, https://surabaya.tribunnews.com/2024/10/24/gregorius-ronald-tannur-akan-diringkus-lagi-ma-kabulkan-kasasi. Penulis: Tony Hermawan | Editor: Cak Sur (SURYA.CO.ID/Tony Hermawan)

    Tak hanya uang diatas, Lisa dan Meirizka diketahui kembali memberikan uang tunai kepada terdakwa Heru Hanindyo sebesar Rp 1 miliar dan 120 Ribu Dollar Singapura.

    “Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” kata dia.

    Akibat perbuatannya itu ketiga terdakwa pun didakwa dengan dan diancam dalam Pasal 12 huruf c jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • 2 Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur Bersaksi di Sidang Zarof Ricar

    2 Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur Bersaksi di Sidang Zarof Ricar

    loading…

    Dua hakim yang vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, Erintuah Damanik dan Mangapul menjadi saksi untuk terdakwa Zarof Ricar, Meirizka Widjaja, dan Lisa Rachmat. Foto/Nur Khabibi

    JAKARTA – Dua hakim yang vonis bebas Gregorius Ronald Tannur , Erintuah Damanik dan Mangapul menjadi saksi untuk terdakwa Zarof Ricar , Meirizka Widjaja, dan Lisa Rachmat. Dua saksi dan tiga terdakwa diduga terlibat dalam suap bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti.

    Selain dua hakim Pengadilan Negeri Surabaya itu, Jaksa juga menghadirkan satu saksi lain atas nama Agus Sarjono yang disebut sebagai karyawan swasta. Sebelumnya, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar didakwa menerima gratifikasi sebanyak Rp915 miliar dan 51 kg emas.

    Jumlah tersebut diterima dari pihak-pihak yang berperkara baik pada tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali. Hal itu sebagaimana disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan surat dakwaan Zarof di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/2/2025).

    “Menerima gratifikasi yaitu menerima uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing yang dikonversikan ke dalam mata uang rupiah dengan nilai total keseluruhan kurang lebih sebesar Rp915.000.000.000 dan emas logam mulia sebanyak kurang lebih 51 Kilogram dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan Pengadilan,” kata JPU.

    Adapun, penerimaan Rp915 miliar itu terdiri dari berbagai mata uang, mulai dari rupiah, dolar Singapura, dolar Amerika Serikat, dan dolar Hongkong. Kemudian untuk emas, mayoritas berupa emas logam mulia PT Antam dengan berat 50 dan 100 gram.

    Atas perbuatannya, Zarof didakwa Pasal 12 B Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    (rca)

  • Safe Deposit Box Eks Dirut PT Taspen Antonius Kosasih Dibongkar KPK, 150 Gram Logam Mulia hingga Uang Disita

    Safe Deposit Box Eks Dirut PT Taspen Antonius Kosasih Dibongkar KPK, 150 Gram Logam Mulia hingga Uang Disita

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar safe deposit box milik Antonius N. S. Kosasih pada Rabu, 25 Februari. Langkah ini dilakukan untuk mengusut kasus korupsi investasi fiktif yang menjerat eks Dirut PT Taspen (Persero) tersebut.

    “KPK melakukan tindakan penyidikan berupa penggeledahan terhadap safe deposit box milik tersangka ANSK di sebuah bank swasta nasional,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 26 Februari.

    Dari penggeledahan itu, Tessa bilang, penyidik kemudian menyita barang yang ada di dalamnya. Termasuk logam mulia hingga uang senilai miliaran rupiah.

    “Bahwa dari hasil penggeledahan tersebut, KPK telah melakukan penyitaan terhadap 150 gram logam mulia, uang tunai dalam mata uang rupiah dan mata uang asing terdiri dari dolar Amerika Serikat, dolar Singapura, dan euro yang apabila dirupiahkan sekitar Rp2,5 miliar,” tegasnya.

    Selain itu, penyidik juga mengambil dokumen kepemilikan aset yang ditemukan. Seluruh temuan ini kemudian akan didalami lebih lanjut.

    “Kami menyampaikan apresiasi terhadap pihak bank yang bekerjasama untuk melakukan penyitaan ini,” ujar juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.

    “Dan KPK juga menghimbau kepada lembaga-lembaga keuangan untuk bekerjasama menginformasikan secara dini kepada KPK terkait dengan kepemilikan safe deposit box untuk nama-nama tersangka yang selama ini diumumkan oleh KPK,” sambung Tessa.

    Diberitakan sebelumnya, KPK telah menahan eks Direktur PT Taspen (Persero) Antonius N. S. Kosasih dan eks Direktur Utama PT Insight Investment Management Ekiawan Heri Primayanto terkait dugaan korupsi investasi fiktif di perusahaan pelat merah tersebut. Perbuatan mereka diduga merugikan negara hingga Rp200 miliar.

    Kasus ini bermula ketika PT Taspen (Persero) menempatkan investasi sebesar Rp1 triliun pada reksadana RD I-Next G2 yang dikelola oleh PT Insight Investment Management. Perusahaan swasta itu kemudian menyebarkannya ke sejumlah investasi tapi tak sesuai aturan.

    Rinciannya, Rp78 miliar dikelola oleh PT Insight Investment Management. Kemudian, sebanyak Rp2,2 miliar diurus oleh PT VSI; Rp102 juta dikelola oleh PT PS; Rp44 juta masuk ke PT SM; dan pihak lain yang terafiliasi dengan Kosasih serta Ekiawan.

    Dalam kasus ini, tim penyidik juga sudah menggeledah dua unit apartemen yang berada di Rasuna Said, Jakarta Selatan pada 8 dan 9 Januari. Dari upaya paksa tersebut, komisi antirasuah menyita uang Rp300 juta dalam mata uang asing dolar Amerika Serikat, dolar Singapura, poundsterling, won, dan baht.

    Tak sampai di sana, penyidik juga menyita sejumlah tas mewah, dokumen atau surat terkait kepemilikan aset serta barang bukti elektronik yang diduga terkait dengan perkara yang sedang diusut.

  • KPK Segera Periksa Ahmad Ali Nasdem, Berikut Jadwalnya

    KPK Segera Periksa Ahmad Ali Nasdem, Berikut Jadwalnya

    GELORA.CO -Setelah rumahnya digeledah, mantan Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali bakal dipanggil tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis lusa, 27 Februari 2025.

    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu membenarkan jika tim penyidik akan memanggil dan mengagendakan pemeriksaan terhadap Ahmad Ali sebagai saksi kasus dugaan penerimaan gratifikasi mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari (RW) pada Kamis lusa, 27 Februari 2025.

    “Apakah yang AA (Ahmad Ali) akan ini (diperiksa) lusanya, nah itu sama, tinggal ditunggu,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Februari 2025.

    Selain itu, tim penyidik juga telah mengagendakan pemeriksaan terhadap Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila (PP), Japto Soerjosoemarno pada Rabu besok, 26 Februari 2025.

    Pada Selasa, 4 Februari 2025, tim penyidik telah menggeledah rumah Japto dan Ahmad Ali. Dari rumah Japto, KPK menyita 11 mobil mewah, uang Rp56 miliar, dokumen, dan barang bukti elektronik (BBE) diduga hasil tindak pidana korupsi. 

    Sedangkan dari rumah Ahmad Ali, KPK menyita uang Rp3,4 miliar, tas dan jam branded, serta dokumen dan BBE.

    KPK saat ini tengah mengusut dugaan penerimaan gratifikasi Rita Widyasari yang diduga menerima 5 dolar AS per metrik ton batubara.

    Rita Widyasari juga telah ditetapkan sebagai tersangka TPPU bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin pada 16 Januari 2018. Mereka diduga bersama-sama telah menerima dari sejumlah pihak, baik dalam bentuk fee proyek, fee perizinan, dan fee pengadaan lelang barang dan jasa APBD selama kurun masa jabatannya sebagai Bupati Kukar.

    Rita dan Khairudin diduga menguasai hasil tindak pidana korupsi dengan nilai sekitar Rp436 miliar. Mereka diduga telah membelanjakan penerimaan hasil gratifikasi berupa kendaraan yang diatasnamakan orang lain, tanah, dan uang ataupun dalam bentuk lainnya.

    Khairudin merupakan mantan Anggota DPRD Kukar, sekaligus salah satu anggota tim pemenangan Rita yang dikenal sebagai Tim 11.

    Dalam perkara gratifikasi dan TPPU, tim penyidik telah menyita uang pada Jumat, 10 Januari 2025. Uang yang disita berupa uang rupiah sebesar Rp350.865.006.126,78 (Rp350,86 miliar) yang disita dari 36 rekening atas nama tersangka dan pihak terkait lainnya.

    Selanjutnya dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) sebesar 6.284.712,77 atau setara dengan Rp102.198.856.709,35 dengan kurs Rp16.261,5. Uang itu disita dari 15 rekening atas nama tersangka dan atas nama pihak-pihak terkait lainnya.

    Kemudian dalam mata uang dolar Singapura sebesar 2.005.082 atau setara dengan Rp23.799.020.036 dengan kurs Rp11.869,35. Uang itu disita dari 1 rekening atas nama pihak terkait lainnya. Sehingga jika ditotalkan, uang yang disita KPK adalah sebesar Rp476,86 miliar.

    Selain itu, KPK juga telah melakukan penyitaan terhadap 536 dokumen, bukti elektronik, serta kendaraan sebanyak 91 unit terdiri motor dan mobil berbagai merek, seperti Lamborghini, McLaren, BMW, Mercedes Benz dan lain-lain. Selain itu, tim penyidik juga menyita 5 bidang tanah dan bangunan, dan 30 Luxury Good berupa jam tangan berbagai merek, seperti Rolex berbagai type dan model, Hublot Big Bang, Chopard Mille, Richard Mille dan lain-lain.

    KPK mengungkapkan, bahwa ada lebih dari 100 izin pertambangan batubara yang dikeluarkan Rita Widyasari. Setiap izin yang keluar, Rita meminta kompensasi sebesar 3,5-5 dolar per metrik ton batubara hingga eksplorasi selesai.

    Uang gratifikasi itu diduga mengalir melalui PT BKS ke salah satu Ketua organisasi pemuda di Kalimantan Timur (Kaltim), yang juga rumahnya sudah digeledah dan ditemukan dokumen dan keterangan saksi adanya aliran uang ke pihak lain. Dari sana, uangnya juga diduga mengalir ke Japto dan Ahmad Ali. 

  • Besok KPK Periksa Pentolan PP Japto Soerjosoemarno

    Besok KPK Periksa Pentolan PP Japto Soerjosoemarno

    GELORA.CO -Usai rumahnya digeledah, Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila (PP), Japto Soerjosoemarno dipanggil tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu besok, 26 Februari 2025.

    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu membenarkan jika tim penyidik memanggil dan mengagendakan pemeriksaan terhadap Japto sebagai saksi kasus dugaan penerimaan gratifikasi Rita Widyasari (RW) selaku mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar).

    “Apakah benar akan diperiksa besok? Kalau tidak salah memang kita terjadwalnya begitu ya,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Februari 2025.

    Ia menyebutkan, pihaknya belum mendapatkan konfirmasi apakah Japto akan hadir atau tidak.

    “Ditunggu saja kehadirannya, hadir apa nggak besok,” pungkas Asep.

    Pada Selasa, 4 Februari 2025, tim penyidik telah menggeledah rumah Japto dan politikus Partai Nasdem, Ahmad Ali. Dari rumah Japto, KPK menyita 11 mobil mewah, uang Rp56 miliar, dokumen, dan barang bukti elektronik (BBE) diduga hasil tindak pidana korupsi. Sedangkan dari rumah Ahmad Ali yang merupakan mantan Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, KPK menyita uang Rp3,4 miliar, tas dan jam branded, serta dokumen dan BBE.

    KPK saat ini tengah mengusut dugaan penerimaan gratifikasi Rita Widyasari yang diduga menerima 5 dolar AS per metrik ton batubara.

    Rita Widyasari juga telah ditetapkan sebagai tersangka TPPU bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin pada 16 Januari 2018. Mereka diduga bersama-sama telah menerima dari sejumlah pihak, baik dalam bentuk fee proyek, fee perizinan, dan fee pengadaan lelang barang dan jasa APBD selama kurun masa jabatannya sebagai Bupati Kukar.

    Rita dan Khairudin diduga menguasai hasil tindak pidana korupsi dengan nilai sekitar Rp436 miliar. Mereka diduga telah membelanjakan penerimaan hasil gratifikasi berupa kendaraan yang diatasnamakan orang lain, tanah, dan uang ataupun dalam bentuk lainnya.

    Khairudin merupakan mantan Anggota DPRD Kukar, sekaligus salah satu anggota tim pemenangan Rita yang dikenal sebagai Tim 11.

    Dalam perkara gratifikasi dan TPPU, tim penyidik telah menyita uang pada Jumat, 10 Januari 2025. Uang yang disita berupa uang rupiah sebesar Rp350.865.006.126,78 (Rp350,86 miliar) yang disita dari 36 rekening atas nama tersangka dan pihak terkait lainnya.

    Selanjutnya dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) sebesar 6.284.712,77 atau setara dengan Rp102.198.856.709,35 dengan kurs Rp16.261,5. Uang itu disita dari 15 rekening atas nama tersangka dan atas nama pihak-pihak terkait lainnya.

    Kemudian dalam mata uang dolar Singapura sebesar 2.005.082 atau setara dengan Rp23.799.020.036 dengan kurs Rp11.869,35. Uang itu disita dari 1 rekening atas nama pihak terkait lainnya. Sehingga jika ditotalkan, uang yang disita KPK adalah sebesar Rp476,86 miliar.

    Selain itu, KPK juga telah melakukan penyitaan terhadap 536 dokumen, bukti elektronik, serta kendaraan sebanyak 91 unit terdiri motor dan mobil berbagai merek, seperti Lamborghini, McLaren, BMW, Mercedes Benz dan lain-lain. Selain itu, tim penyidik juga menyita 5 bidang tanah dan bangunan, dan 30 Luxury Good berupa jam tangan berbagai merek, seperti Rolex berbagai type dan model, Hublot Big Bang, Chopard Mille, Richard Mille dan lain-lain.

    KPK mengungkapkan, bahwa ada lebih dari 100 izin pertambangan batubara yang dikeluarkan Rita Widyasari. Setiap izin yang keluar, Rita meminta kompensasi sebesar 3,5-5 dolar per metrik ton batubara hingga eksplorasi selesai.

    Uang gratifikasi itu diduga mengalir melalui PT BKS ke salah satu Ketua organisasi pemuda di Kalimantan Timur (Kaltim), yang juga rumahnya sudah digeledah dan ditemukan dokumen dan keterangan saksi adanya aliran uang ke pihak lain. Dari sana, uangnya juga diduga mengalir ke Japto dan Ahmad Ali.

  • Lisa Rachmat Klaim Ditekan Hingga Diancam Dilistrik Saat Diperiksa Penyidik Soal Kasus Ronald Tannur – Halaman all

    Lisa Rachmat Klaim Ditekan Hingga Diancam Dilistrik Saat Diperiksa Penyidik Soal Kasus Ronald Tannur – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat mengklaim sempat diancam dilistrik oleh penyidik ketika memberikan keterangan dalam tahap penyidikan atas kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang melibatkan tiga Hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

    Hal itu diungkapkan Lisa saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus suap vonis bebas dengan terdakwa tiga Hakim PN Surabaya Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/2/2025).

    Pengakuan itu bermula ketika Lisa dicecar Jaksa terkait keterangan yang ia tuangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) soal pemberian uang untuk Erintuah Damanik.

    “Ini ada yang akan kami sampaikan di dalam keterangan saksi nomor 40 tanggal 11 November 2024, saudara menyatakan adanya fakta pemberian yang dalam perkara Gregorius Ronald Tannur kepada bapak Erintuah Damanik?” tanya Jaksa.

    Mendengar hal itu, Lisa justru membantah dan menyatakan bahwa keterangan dirinya itu tidak benar.

    Kepada Jaksa Lisa mengatakan dirinya sebelumnya telah menyatakan keberatannya kepada penyidik dan meminta agar keterangan di BAP-nya diganti.

    “Tidak benar pak, itu sudah saya bilang keberatan,” kata Lisa.

    Jaksa saat pun heran dengan pernyataan Lisa tersebut, pasalnya BAP yang diutarakan pengacara Ronald Tannur itu telah ditandatangani serta diparaf.

    Menyikapi keheranan Jaksa, Lisa mengaku saat itu sudah meminta agar penyidik mengganti keterangannya saat di BAP.

    “Kan saya minta ganti pak dan sudah diganti itu bukan (keterangan) saya dan saat itu saya minta JPU untuk dikonfrontir,” ucap Lisa.

    “Saudara minta pada siapa?” tanya Jaksa.

    “Ke JPU,” kata Lisa.

    “JPU mana?” cecar Jaksa.

    “Ya penyidik lah pak maksudnya,” ujar Lisa.

    “Penyidik maksudnya?” tanya Jaksa memastikan.

    “Ya, saya minta dikonfrontir uang siapa itu,” ucap Lisa.

    Setelah itu, Jaksa pun melanjutkan membacakan BAP milik Lisa Rachmat.

    Dalam BAP tersebut diketahui pada 25 Juli 2024 Erintuah Damanik menelepon Lisa dan menanyakan posisinya pada saat itu.

    Saat itu Erintuah meminta Lisa agar menemuinya dan datang ke Surabaya.

    Kemudian Lisa pun menyanggupi permintaan dari Erintuah tersebut yang kemudian pada 26 Juli 2024 ia berangkat ke Surabaya menggunakan pesawat melalui Bandara Halim Perdanakusuma.

    Setibanya di Surabaya, Lisa bergegas menuju rumahnya di Jalan Kendal Sari Nomor 2  menggunakan taksi.

    Di sana lanjut Jaksa, Lisa mengambil uang dengan pecahan 100 Dollar Singapura berjumlah 150 ribu Dollar Singapura.

    Setelah itu, Lisa pun berangkat menemui Erintuah dengan membawa uang yang sudah ia masukan ke dalam tas kain.

    Saat dalam perjalanan, Lisa mengaku diberi tahu Erintuah mengenai lokasi pertemuan melalui sambungan telepon.

    Adapun saat itu Lisa diminta Erintuah untuk menemuinya di Jalan Raya Darmo tepatnya dekat rumah makan cepat saji yang bersebelahan dengan masjid.

    Setibanya di lokasi Lisa pun bertemu dengan Erintuah setelah menunggu selama 15 hingga 20 menit.

    Saat menemui Lisa, diketahui bahwa Erintuah menggunakan mobil berwarna merah dan mobilnya itu parkir tepat didepan taksi yang ditampung Lisa Rachmat.

    Setelah itu, Lisa pun turun dari taksi dan mengantar uang tersebut ke Erintuah yang saat itu masih di dalam mobil.

    Merespon kedatangan Lisa, Erintuah pun dalam keterangan Lisa langsung menurunkan kaca mobil dan menerima uang tersebut.

    “Pak Damanik bertanya pada saya berapa ini? Dan Saya jawab 150 (Ribu SGD),” ungkap Jaksa saat beberkan BAP Lisa.

    Mendengar rangkaian BAP yang dijelaskan Jaksa, Lisa pun kemudian kembali membantahnya dan berupaya memberikan klarifikasi.

    Adapun penjelasan dari Lisa, bahwa pernyataan soal pemberian uang 150 Ribu SGD itu setelah adanya pengakuan dari Erintuah dalam proses penyidikan.

    Kata Lisa saat itu Erintuah telah terlebih dahulu diperiksa oleh penyidik dan mengatakan bahwa telah menerima uang dari dirinya.

    Terkait hal ini, Lisa pun mengklaim bahwa dirinya merasa ditekan dan dipaksa mengaku oleh penyidik sehingga dirinya melontarkan telah memberikan uang kepada Erintuah sebesar 150 Ribu SGD.

    Alhasil ia pun meminta agar Jaksa menanyakan terlebih dahulu kepada Erintuah perihal adanya pemberian uang tersebut oleh dirinya.

    “150 ini saya ditekan oleh penyidik untuk mengaku pak, karena Pak Damanik mengaku menerima uang dari saya. Dari itu pak (awal mula pernyataan memberi 150 Ribu SGD ke Erintuah),” jelas Lisa.

    Mendengar pernyataan Lisa, Jaksa pun tak langsung mempercayai hal tersebut.

    Pasalnya keterangan yang disampaikan Lisa dalam BAP telah dilengkapi dengan tandatangan dan paraf wanita tersebut.

    Selain itu, ketika di awal persidangan, Lisa kata Jaksa juga telah menyatakan bahwa dirinya menyampaikan keterangan kepada penyidik dalam kondisi bebas dan tanpa tekanan.

    “Ini bertolak belakang dengan keterangan saudara?” cecar Jaksa.

    “Loh bukan bertolak belakang, karena tolong tanyakan yang Pak Damanik mengaku katanya menerima uang dari saya lebih dulu, dari situ lah timbul 150 ini,” jawab Lisa.

    Meski mengaku keterangan yang ia sampaikan di BAP merupakan pernyataan dirinya, Lisa mengatakan bahwa hal itu bukan pernyataan sesungguhnya.

    Pasalnya menurut Lisa, ia terpaksa menyampaikan hal itu karena dipaksa penyidik.

    Bahkan dalam kesaksiannya tersebut, Lisa mengaku saat itu merasa takut karena dikelilingi banyak penyidik bahkan ia mengklaim sempat diancam akan disetrum.

    “Ya tapi keterangan ini saya ngarang pak karena takut banyak saya digerombolin dan saya ditekan disuruh mengaku bahkan saya mau dilistrik pak, izin mohon maaf,” ujar Lisa.

    Hanya saja ketika diminta oleh Jaksa siapa saja sosok penyidik yang memeriksa hingga mengancam menyetrum dirinya, Lisa tak bisa menjawab.

    Ia hanya mengatakan bahwa penyidik yang memeriksanya saat itu cukup banyak.

    “Banyak pak yang memeriksa saya,” ucapnya.

    Dakwaan Lisa Rachmat

    Dalam perkara Ronald Tannur ini Lisa yang juga berstatus sebagai terdakwa sebelumnya juga telah menjalankan sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Lisa Rachmat didakwa memberikan suap kepada hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya senilai Rp1 miliar dan 308 dolar Singapura serta di Mahkamah Agung (MA) Rp5 miliar.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Parade Hutasoit menyatakan suap dilakukan untuk mengondisikan perkara Ronald Tannur, baik di tingkat pertama maupun kasasi.

    “Supaya majelis hakim di tingkat pertama menjatuhkan putusan bebas Ronald Tannur dan di tingkat kasasi memperkuat putusan bebas itu,” ungkap JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Jaksa menceritakan perbuatan Lisa berawal dari saat ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja meminta Lisa untuk menjadi penasihat hukum Ronald Tannur.

    Keduanya kemudian bertemu dan Lisa meminta agar Meirizka menyiapkan sejumlah uang untuk pengurusan perkara Ronald Tannur.

    Sebelum perkara pidana Ronald Tannur dilimpahkan ke PN Surabaya pada awal 2024, Lisa menemui Zarof Ricar (perantara) serta tiga hakim, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, sebagai upaya memengaruhi hakim yang akan memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Ronald Tannur dengan tujuan untuk menjatuhkan putusan bebas.

    Kemudian pada 5 Maret 2024, Wakil Ketua PN Surabaya mengeluarkan penetapan penunjukan majelis hakim dalam perkara pidana Ronald Tannur Nomor 454/Pid.B/2024/PN SBY, dengan susunan majelis hakim yang terdiri atas Erintuah sebagai hakim ketua serta Mangapul dan Heru sebagai hakim anggota.

    Selanjutnya selama proses persidangan perkara pidana Ronald Tannur di PN Surabaya, Erintuah, Mangapul, dan Heru telah menerima uang tunai sebesar Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura dari Lisa.

    Uang yang diberikan Lisa kepada ketiga terdakwa, kata JPU, berasal dari Meirizka dengan cara menyerahkan secara langsung (tunai) maupun dengan cara transfer rekening kepada Lisa.

    Setelah para terdakwa menerima uang tersebut dari Lisa untuk pengurusan perkara pidana Ronald Tannur, ketiga hakim nonaktif tersebut menjatuhkan putusan bebas terhadap Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum, sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024.

    Selanjutnya di tingkat kasasi, Lisa berupaya mengurus perkara pidana Ronald Tannur pada PN Surabaya melalui mantan pejabat MA Zarof Ricar untuk memperkuat putusan bebas Ronald Tannur.

    Berdasarkan penetapan Ketua MA Register 1466/K/Pid/2024 tanggal 6 September 2024, majelis hakim kasasi perkara Ronald Tannur terdiri atas Hakim Ketua Soesilo, yang didampingi hakim anggota Sutarjo dan Ainal Mardhiah.

    Setelah mengetahui susunan majelis hakim kasasi perkara Ronald Tannur, lanjut JPU, Lisa melakukan pertemuan dengan Zarof dan memberi tahu susunan tersebut.

    “Zarof pun mengaku mengenal Soesilo dan Lisa meminta Zarof untuk memengaruhi hakim yang mengadili perkara kasasi itu agar menjatuhkan putusan kasasi yang menguatkan putusan PN Surabaya atas kasus Ronald Tannur,” ucap JPU menambahkan.

    Apabila Zarof bisa melakukan hal tersebut, Lisa menjanjikan uang senilai Rp6 miliar, dengan pembagian sebanyak Rp5 miliar untuk Majelis Hakim dan Rp1 miliar untuk Zarof.

    Sebagai tindak lanjut dari pertemuan dengan Lisa tersebut, Zarof, pada 27 September 2024 bertemu dengan Soesilo pada saat menghadiri undangan Pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Makassar.

    Dalam pertemuan itu, Zarof menyampaikan kepada Soesilo tentang permintaan perbantuan dalam perkara kasasi Ronald Tannur, yang ditanggapi Soesilo dengan menyampaikan akan melihat perkaranya terlebih dahulu.

    Pada 1 Oktober 2024, JPU menuturkan Lisa kembali memastikan kepada Zarof mengenai bantuan tersebut, yang dilanjutkan pada 2 Oktober 2024 dengan penyerahan uang oleh Lisa dalam bentuk pecahan dolar Singapura senilai Rp2,5 miliar untuk biaya pengurusan kasasi perkara Ronald Tannur kepada Zarof di kediamannya.

    Kemudian pada 12 Oktober 2024, Lisa kembali menyerahkan uang senilai Rp2,5 miliar kepada Zarof, sehingga total uang yang disimpan Zarof terkait pengurusan kasasi perkara Ronald Tannur di rumahnya sebesar Rp5 miliar.

    Pada 22 Oktober 2024, majelis hakim kasasi yang terdiri atas Hakim Ketua Soesilo dan hakim anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo pun menjatuhkan putusan kasasi Ronald Tannur, dengan adanya perbedaan pendapat (dissenting opinion) oleh Soesilo, yang pada pokoknya
    menyatakan Ronald Tannur tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut umum.

    Atas perbuatannya, Lisa terancam pidana pada Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 dan Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

  • Ronald Tannur Mengaku Tidak Pernah Meminta untuk Diberikan Vonis Bebas

    Ronald Tannur Mengaku Tidak Pernah Meminta untuk Diberikan Vonis Bebas

    Bisnis.com, JAKARTA – Terpidana Gregorius Ronald Tannur menyatakan dirinya tidak pernah meminta untuk divonis bebas dalam kasus pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, yang menjeratnya pada 2024.

    Kendati demikian, Ronald Tannur mengaku merasa bersalah saat jaksa penuntut umum membacakan dakwaan pada persidangan kasus pembunuhan sebelumnya. Rasa bersalah tersebut lantara telah membuat sedih kedua orang tuanya dan membuat heboh jagat warganet Indonesia.

    “Saya tidak pernah meminta bebas kepada pengacara saya, yaitu Bu Lisa Rachmat,” ujar Ronald dilansir dari Antara, Selasa (25/2/2025).

    Ronald Tannur bersaksi pada sidang tiga orang hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp4,67 miliar dan gratifikasi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian vonis bebas kepada dirinya pada tahun 2024.

    Tiga orang terdakwa tersebut, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

    Secara perinci, suap yang diduga diterima tiga hakim tersebut meliputi sebanyak Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura atau Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900).

    Lebih terinci, uang tunai sebesar 48 ribu dolar Singapura atau Rp571,2 juta diterima Erintuah dari Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, dan Lisa Rachmat (penasihat hukum Ronald Tannur).

    Kemudian, sebesar 140 ribu dolar Singapura atau Rp1,66 miliar diterima dari Meirizka dan Lisa, serta sebesar Rp1 miliar dan 120 ribu dolar Singapura atau Rp1,43 miliar dari Merizka dan Lisa diterima oleh Heru Hanindyo.

    Sedangkan uang tunai sebesar 140 ribu dolar Singapura dibagi-bagi untuk tiga terdakwa, yakni Erintuah sebesar 38 ribu dolar Singapura atau Rp452,2 juta, Mangapul senilai 36 ribu dolar Singapura atau Rp428,4 juta, dan Heru sebanyak 36 ribu dolar Singapura atau Rp428,4 juta. Sisanya sebesar 30 ribu dolar Singapura atau Rp357 juta disimpan oleh Erintuah. 

    Ketiga terdakwa diduga telah mengetahui bahwa uang yang diberikan oleh Lisa bertujuan menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum.

    Selain suap, ketiga terdakwa juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.

    Dengan demikian, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

  • Ronald Tannur Hadir Sebagai Saksi Sidang Kasus Suap Vonis Bebas yang Jerat Tiga Hakim PN Surabaya – Halaman all

    Ronald Tannur Hadir Sebagai Saksi Sidang Kasus Suap Vonis Bebas yang Jerat Tiga Hakim PN Surabaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gregorius Ronald Tannur hadir sebagai saksi dalam sidang kasus suap vonis bebas dirinya yang menjerat tiga Hakim Pengadilan Negeri Surabaya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (25/2/2025).

    Adapun Ronald dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk bersaksi dalam sidang dengan para terdakwa yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo.

    Berdasarkan pantauan Tribunnews.com, tampak Ronald hadir di ruang sidang Mohammad Hatta Ali Pengadilan Tipikor Jakarta sekira pukul 11.04 WIB.

    Ia terlihat mengenakan kemeja biru muda lengan panjang, berkacamata dan menggunakan masker biru muda.

    Ronald awalnya tampak duduk di kursi pengunjung baris kedua terakhir sebelum dipanggil maju oleh Jaksa Penuntut Umum yang menghadirkannya.

    Terlihat ia tidak mengucapkan sepatah kata pun saat disapa oleh awak media.

    Selain Ronald, Jaksa juga menghadirkan pengacara Lisa Rachmat sebagai saksi dalam sidang hari ini.

    Keduanya pun kemudian dipanggil kehadapan majelis hakim untuk proses pemeriksaan identitas.

    Setelah selesai memeriksa identitas keduanya, Ketua Majelis Hakim Teguh Santoso pun mempersilakan Jaksa memulai proses pemeriksaan.

    Saat itu Jaksa memutuskan melakukan pemeriksaan kedua saksi secara terpisah dan Ronald Tannur jadi yang pertama diperiksa.

    Sedangkan Lisa akan diperiksa usai proses pemeriksaan terhadap Ronald Tannur dilakukan.

    3 Hakim PN Surabaya Didakwa Terima Suap Rp 1 M dan 308 Ribu Dollar Singapura

    Sebelumnya, tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang vonis bebas terpidana Ronald Tannur menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (24/12/2024).

    Dalam sidang perdana tersebut ketiga Hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo didakwa telah menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000 atau Rp 3,6 miliar terkait kepengurusan perkara Ronald Tannur.

    Uang miliaran tersebut diterima ketiga hakim dari pengacara Lisa Rahmat dan Meirizka Wijaja yang merupakan ibu dari Ronald Tannur.

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000,” ucap Jaksa Penuntut Umum saat bacakan dakwaan.

    Pada dakwaannya, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyebut bahwa uang miliaran itu diterima para terdakwa untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur.

    “Kemudian terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan Penuntut Umum,” ucapnya.

    Lebih lanjut Jaksa menuturkan, bahwa uang-uang tersebut dibagi kepada ketiga dalam jumlah yang berbeda.

    Adapun Lisa dan Meirizka memberikan uang secara tunai kepada Erintuah Damanik sejumlah 48 Ribu Dollar Singapura.

    Selain itu keduanya juga memberikan uang tunai senilai 48 Ribu Dolar Singapura yang dibagi kepada ketiga hakim dengan rincian untuk Erintuah sebesar 38 Ribu Dollar Singapura serta untuk Mangapul dan Heru masing-masing sebesar 36 Ribu Dollar Singapura.

    “Dan sisanya sebesar SGD30.000 disimpan oleh Terdakwa Erintuah Damanik,” jelas Jaksa.

    Tak hanya uang diatas, Lisa dan Meirizka diketahui kembali memberikan uang tunai kepada terdakwa Heru Hanindyo sebesar Rp 1 miliar dan 120 Ribu Dollar Singapura.

    “Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” kata dia.

    Akibat perbuatannya itu ketiga terdakwa pun didakwa dengan dan diancam dalam Pasal 12 huruf c jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • Kejagung Perpanjang Penahanan Mantan Ketua PN Surabaya

    Kejagung Perpanjang Penahanan Mantan Ketua PN Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga kini belum merampungkan penyidikan terhadap mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, yang terjerat kasus suap dan gratifikasi dalam pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan bahwa masa penahanan Rudi diperpanjang oleh penyidik. “Penahanan untuk penyidik 20 hari, diperpanjang 40 hari,” kata Harli.

    Lebih lanjut, Harli belum mengungkapkan secara rinci kapan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung akan melimpahkan perkara Rudi ke penuntut umum. “Masih fokus pemeriksaan untuk pemberkasannya,” ujarnya.

    Rudi ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan sejak 14 Januari 2025. Dengan demikian, ia telah menjalani masa tahanan selama 40 hari per 23 Februari 2025.

    Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyampaikan bahwa tim penyidik menangkap Rudi Suparmono di Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada 14 Januari 2025. Setelah itu, Rudi diterbangkan ke Jakarta.

    Dalam perkara ini, Rudi Suparmono diduga menerima uang dalam bentuk dolar Singapura (S$) dari Lisa Rachmat, pengacara Ronald Tannur.

    Pada 1 Juni 2024, di gerai Dunkin’ Donuts Bandara Ahmad Yani Semarang, Lisa menyerahkan amplop berisi S$ 140.000 kepada Erintuah Damanik, ketua majelis hakim yang menangani perkara Ronald Tannur di PN Surabaya.

    Menurut Abdul Qohar, Erintuah kemudian membagi uang tersebut kepada anggota majelis hakim lainnya, yakni Heru Hanindyo dan Mangapul. Pembagian dilakukan di ruang kerja Mangapul, dengan rincian S$ 38.000 untuk Erintuah, S$ 36.000 untuk Mangapul, dan S$ 36.000 untuk Heru Hanindyo.

    Selain itu, Rudi yang saat itu sudah menjabat sebagai Kepala PN Jakarta Pusat diduga ikut menerima bagian. Ia diduga mendapat S$ 20.000 dari Erintuah dan S$ 43.000 dari Lisa, sehingga total uang yang diterimanya mencapai S$ 63.000.

    Dalam penggeledahan di rumah Lisa Rachmat di Kendalsari Selatan 2, Kelurahan Panjaringan Sari, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, penyidik menemukan bukti tertulis yang salah satu isinya menyebutkan, “Big SGD Diambil 43.000 P. Rudi PN SBY Milih Hkm Ketua PN. SBY Ronald.”

    Rudi Suparmono dijerat dengan Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 B jo. Pasal 6 Ayat (2) jo. Pasal 12 huruf a jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 5 Ayat (2) jo. Pasal 11 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. [uci/beq]