Produk: dolar Singapura

  • Temuan Tas Misterius, Satpam PN Jaksel Tiba-tiba Ketitipan ‘Harta Karun’ Sebelum Kasus CPO Terkuak

    Temuan Tas Misterius, Satpam PN Jaksel Tiba-tiba Ketitipan ‘Harta Karun’ Sebelum Kasus CPO Terkuak

    TRIBUNJAKARTA.COM – Temuan barang dan uang dengan nominal besar di satpam Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ternyata ada hubungannya dengan kasus suap pemberian vonis lepas perkara korupsi CPO.

    Satpam Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tiba-tiba mendapatkan titipan tas misterius.

    Tas tersebut diberikan Hakim Djuyamto sebelum ditangkap kasus suap vonis lepas.

    Isi tas tersebut diduga berisi harta karun alias harta benda yang didapat dengan cara tidak sah.

    “Benar (Djuyamto menitipkan tas ke satpam PN Jakarta Selatan)” kata Harli dilansir Kompas.com, Jumat (18/4/2025).

    Kini tas tersebut pun telah diserahkan oleh satpam PN Jaksel ke penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung pada Rabu (16/4/2025).

    Harli mengungkap, tas yang dititipkan Djuyamto itu ternyata berisikan uang dolar Singapura, sebanyak 37 lembar.

    Tak hanya itu, di dalam tas itu juga terdapat dua buah handphone.

    Gubernur Pramono Anung kecewa dengan sikap arogan Satpol PP saat membubarkan aksi Piknik Melawa’ di Gerbang Pancasila. Politikus senior PDIP ini bilang, tak seharusnya personel Satpol PP membubarkan paksa massa aksi yang tengah berunjuk rasa.

    “Baru kemarin siang diserahkan oleh satpam, yang ditutupi dua ponsel dan uang dolar Singapura 37 lembar kalau tidak salah,” terang Harli.

    Dalam isi tas tersebut, lanjut Harli, ditemukan sejumlah uang dalam pecahan rupiah hingga dolar Singapura (SGD).

    Di tas itu juga ditemukan cincin yang mempunyai mata cincin berwarna hijau.

    “Ada uang dalam bentuk rupiah Rp. 48.750.000.- dan asing 39.000 SGD, cincin bermata hijau,” kata Harli.

    Jika ditotal dan dihitung dalam kurs rupiah, uang tersebut berjumlah Rp549.978.000.

    Meski demikian, Harli masih belum bisa mengungkap apa tujuan Djuyamto menitipkan tas berisikan uang dan HP itu kepada satpam PN Jaksel.

    Harli hanya menegaskan kini tas tersebut telah disita oleh Jampidsus dan berita acara penyitaannya sudah ada.

    “Berita acara penyitaannya sudah ada,” imbuh Harli.

    Seperti diketahui dalam kasus ini Djuyamto disebut mendapatkan bagian paling banyak.

    Djuyamto terbukti menerima aliran dana suap untuk pengurusan perkara saat ditunjuk menjadi Ketua Majelis Hakim perkara tersebut oleh Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta yang kini menjabat Ketua PN Jakarta Selatan.

    Total sekitar Rp 22,5 miliar dari Rp 60 miliar yang diberikan pengacara tersangka korporasi dalam perkara tersebut melalui Arif kepada Djuyamto dan dua hakim lain yakni Ali Muhtarom sebagai Hakim AdHoc dan Agam Syarif Baharudin sebagai Hakim Anggota.

    “Saat itu yang bersangkutan (Arif) menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus kemudian menunjuk majelis hakim yang terdiri dari DJU sebagai ketua majelis, kemudian AM adalah hakim adhoc dan ASB sebagai anggota majelis,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar di kantornya, Senin (14/4/2025).

    Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto saat berbicara di depan awak media, Kamis (30/3/2023). Djuyamto merupakan satu dari tiga hakim yang ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai  tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) untuk tiga perusahaan besar pada Minggu (13/4/2025). (KOMPAS.com/Dzaky Nurcahyo) (KOMPAS.com/Dzaky Nurcahyo)

    Arif yang kini juga sudah ditetapkan sebagai tersangka awalnya memberikan uang sebesar Rp 4,5 miliar ke Djuyamto cs untuk membaca berkas perkara. 

    Uang itu dibagi rata sehingga per orang mendapat Rp 1,5 miliar.

    Tahap selanjutnya, Arif kembali memberikan uang Rp 18 miliar kepada Djuyamto cs pada September hingga Oktober 2024 dengan tujuan agar sidang yang mereka pimpin dikondisikan agar berujung vonis onslag atau lepas.

    “ASB menerima uang dollar dan bila disetarakan rupiah sebesar Rp 4,5 miliar, kemudian DJU menerima uang dollar jika dirupiahkan sebesar atau setara Rp 6 miliar, dan AL menerima uang berupa dollar Amerika jika disetarakan rupiah sebesar Rp 5 miliar,” ujarnya.

    Sehingga, dalam pembagian uang suap ini, Djuyamto mendapat bagian terbanyak yakni sekitar Rp 7,5 miliar untuk pengurusan kasus tersebut.

    (TribunJakarta)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

    Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Kasus Ekspor CPO, Hakim Djuyamto Titip Uang dan Emas ke Satpam

    Kasus Ekspor CPO, Hakim Djuyamto Titip Uang dan Emas ke Satpam

    Jakarta, Beritasatu.com – Teka-teki mencuat seputar aksi hakim Djuyamto yang menitipkan sebuah tas misterius kepada satpam Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sebelum dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap vonis lepas perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO).

    Tas tersebut berisi uang tunai Rp 48 juta dan 39.000 dolar Singapura (SGD), dua unit ponsel, serta cincin bermata hijau. Hal ini diungkap langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Harli Siregar.

    “Sudah diserahkan oleh satpam, yang di dalamnya ada dua hand phone, uang dolar Singapura 37 lembar kalau tidak salah, dan uang tunai,” kata Harli, Jumat (18/4/2025).

    Meski sudah diterima dan dibuatkan berita acara penyitaan, Harli mengaku belum mengetahui pasti apa motif di balik Djuyamto menitipkan tas tersebut ke satpam. Apakah berkaitan langsung dengan kasus suap vonis ekspor CPO atau ada alasan lain, masih jadi tanda tanya besar.

    “Sebaiknya ditanya ke satpam karena ke kita dia antar dan diterima dibuat berita sitanya,” jelas Harli.

    Kasus ini menjadi perhatian publik seusai Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka dalam perkara dugaan suap vonis ekspor CPO, termasuk tiga hakim aktif yaitu Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom. Selain itu, nama-nama lain, seperti Muhammad Arif Nuryanta, Marcella Santoso, Ariyanto, dan panitera muda Wahyu Gunawan juga turut terseret.

    Publik kini menunggu pengungkapan motif di balik tas misterius Djuyamto, yang bisa saja membuka babak baru dalam pengusutan kasus suap vonis lepas perkara korupsi ekspor CPO.

  • Hakim Djuyamto, Tersangka Suap Vonis Perkara CPO Punya 2 Rumah di Karanganyar, Dikenal Peduli Budaya – Halaman all

    Hakim Djuyamto, Tersangka Suap Vonis Perkara CPO Punya 2 Rumah di Karanganyar, Dikenal Peduli Budaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, SOLO – Hakim Djuyamto, tersangka suap vonis lepas tiga korporasi dalam perkara ekspor crude palm oil (CPO) diketahui memiliki dua rumah di wilayah Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, Djuyamto memiliki rumah di perumahan Taman Tiara Asri Paulan.

    Perumahan tersebut berada di batas dua kabupaten, yaitu antara Desa Paulan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar dan Desa Singopuran, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.

    Diketahui, perumahan tersebut dijaga sekuriti secara ketat dan dipasang kamera CCTV di setiap sudut.

    Saat TribunSolo.com mencoba menelusuri lokasi, seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa Djuyamto memiliki dua rumah di sana.

    Ia menjelaskan, dua rumah itu jarang dihuni Djuyamto.

    “Dia punya dua rumah, tapi jarang ditempati,” katanya saat ditemui TribunSolo.com, Rabu (16/4/2025).

    Kabar Djuyamto ditangkap dan ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Agung pun sudah diketahui warga sekitar rumahnya.

    Namun, banyak warga yang enggan bicara soal kasus yang menjerat Djuyamto, termasuk memberi tahu rumah hakim yang bertugas di Jakarta tersebut.

    Djuyamto di lingkungan tempat tinggalnya dikenal sebagai sosok dermawan.

    Camat Kartasura, Ikhwan Sapto Darmono mengatakan masyarakat setempat, terutama para tokoh budaya dan agama, mengenal Djuyamto sebagai pribadi yang rendah hati dan aktif menjaga nilai-nilai kebudayaan lokal.

    “Beliau orang baik. Peduli dengan masyarakat, peduli dengan budaya, terutama budaya yang menyangkut situs-situs Keraton di Kartasura,” Ikhwan saat ditemui TribunSolo.com, Rabu (16/4/2025).

    Menurut Ikhwan, Djuyamto kerap terlihat dalam berbagai kegiatan budaya, seperti Ambalwarsa Keraton Kartasura dan pagelaran wayang kulit. 

    Ia juga dikenal rajin memberikan dukungan terhadap kegiatan sosial di lingkungan masyarakat Kartasura.

    “Terakhir saya bertemu beliau sebelum Lebaran, di acara wayangan di Mangkunegaran Solo. Sangat aktif dan sangat peduli dengan budaya Kartasura,” ucapnya.

    Selain itu, ia mengatakan Djuyamto memiliki rumah di Kartasura. 

    Namun, ia mengaku kurang tahu terkait alamat Djuyamto di Kartasura tersebut. 

    “Rumahnya saya kurang tahu, karena kemarin waktu silaturahmi saat lebaran tidak jadi bertemu. Informasi dari kepala Desa Singopuran Kartasura, itu masuknya di Colomadu Karanganyar tetapi memang aktifnya di Kartasura,” terangnya.

    Keaktifan Djuyamto di Kartasura itu bukan tanpa alasan, karena Djuyamto lahir dan tumbuh di Kartasura.

    “Karena memang beliau lahir dan pendidikan SMP dan SMA di Kartasura teman dan sahabatnya banyak di Kartasura,” lanjutnya.

    Kini, dengan mencuatnya kasus dugaan suap ini, Warga Kartasura berharap proses hukum tetap berjalan dengan adil dan transparan.

    “Kami jujur saja merasa prihatin dan berdoa saja mudah-mudahan beliau orang baik dengan kebaikan beliau mampu memberikan kemudahan dan beliau diberikan kelancaran dalam ujian ini dan kami berharap beliau bebas sangkaan-sangkaan dan bertugas seperti biasanya,” ujarnya.

    Hakim Djuyamto Sempat Titip Tas ke Satpam

    Hakim Djuyamto sempat menitipkan tas kepada satpam Pengadilan Negeri jakarta Selatan sehari sebelum dirinya ditahan penyidik Jampidsus Kejagung.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan tas tersebut berisi uang dolar Singapura dan  dua handphone.

    Selain itu, kata Harli, di dalam tas tersebut juga ditemukan cincin yang mempunyai mata cincin berwarna hijau.

    “Ada uang dalam bentuk rupiah Rp 48 750 000 dan asing 39 000 SGD, cincin bermata hijau,” kata Harli kepada wartawan, Kamis (17/4/2025).

    Jika ditotal dan dihitung dalam kurs rupiah, uang tersebut berjumlah Rp 549.978.000.

    Belum diketahui alasan Djuyamto menitipkan tas tersebut kepada satpam.

    Peran Hakim Djuyamto

    Dalam vonis lepas atau ontslag perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Djuyamto berperan sebagai Ketua Majelis Hakim.

    Ia memutus perkara yang menjerat 3 korporasi sawit tersebut bersama Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin sebagai hakim anggota.

    Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp 22,5 miliar.

    Untuk informasi, Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.

    Berikut daftar lengkap 8 tersangka:

    Muhammad Arif Nuryanta, Ketua PN Jakarta Selatan
    Agam Syarif Baharuddin, Hakim PN Jakarta Pusat
    Ali Muhtarom, Hakim PN Jakarta Pusat
    Djuyamto, Hakim PN Jakarta Selatan
    Wahyu Gunawan, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara
    Marcella Santoso, Kuasa Hukum Korporasi CPO
    Ariyanto Bakri, Kuasa Hukum Korporasi CPO
    Muhammad Syafei, Head and Social Security Legal Wilmar Group

    (tribunnews.com/ tribunsolo.com/ anang aaruf bagus yuniar)

    Sebagian dari artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Cerita Camat Kartasura Sukoharjo Tentang Hakim Djuyamto yang Ditangkap Kejagung, Sosok Murah Hati

  • Kejagung Sebut Djuyamto Titipkan Rp704 Juta ke Satpam PN Jaksel

    Kejagung Sebut Djuyamto Titipkan Rp704 Juta ke Satpam PN Jaksel

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan uang titipan tersangka sekaligus Hakim Djuyamto ke satpam PN Jakarta Selatan mencapai Rp704 juta.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan uang tersebut dibagi menjadi pecahan rupiah sebesar Rp48,7 juta dan SGD 39.000 atau setara Rp656 juta (kurs Rp16.825). 

    “Ada uang dalam bentuk rupiah Rp. 48.750.000.- dan asing 39.000 SGD, cincin bermata hijau,” ujar Harli kepada wartawan, Kamis (17/4/2025).

    Adapun, kata Harli, tas itu dititipkan kepada satpam PN Jaksel sebelum Djuyamto ditahan atau ditetapkan menjadi tersangka.

    Sementara, petugas keamanan PN Jaksel itu menyerahkan titipan Djuyamto ke penyidik pada Rabu (17/4/2025).

    “Baru kemarin siang diserahkan oleh satpam yg ditutupi 2 hp dan uang dolar Singapura,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Djuyamto merupakan salah satu hakim yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap perkara ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng korporasi.

    Djuyamto dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar. 

    Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan. 

    Sejatinya, Syafei mulanya menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Namun, Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.

  • Cerita Ketua RT di Pulogadung ‘Tour’ dalam Rumah Ary Bakri yang Digeledah Kejagung Selama 10 Jam – Halaman all

    Cerita Ketua RT di Pulogadung ‘Tour’ dalam Rumah Ary Bakri yang Digeledah Kejagung Selama 10 Jam – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rumah mewah bergaya istana milik Ary Bakri, pengacara yang terseret dalam kasus suap vonis korporasi CPO, kini bukan simbol kemewahan, tapi menjadi lokasi penyitaan barang bukti oleh Kejaksaan Agung. 

    Penggeledahan yang dilakukan di kediaman Ary Bakri  di kawasan elite Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur mengundang perhatian warga sekitar.

    Ketua RT 01 RW 04 Kayu Putih, Hasan menceritakan awalnya rumah tersebut disegel pada malam hari.

    Lalu digeledah esok siangnya selama hampir 10 jam. 

    “Mulai jam 12 siang sampai jam 10 malam. Saya ikut masuk juga, ada RW, koordinator keamanan, polisi, sampai staf-staf rumahnya,” ujar Hasan.

    Penggeledahan ini membongkar sebagian wajah glamor Ary Bakri yang kerap memamerkan kendaraan mewah di media sosial.

    Tidak tanggung-tanggung, Kejagung menyita satu Toyota Land Cruiser, dua unit Land Rover, 21 sepeda motor termasuk motor gede, tujuh sepeda eksklusif, dan uang tunai dalam bentuk Dolar Singapura.

    “Beberapa mobil itu memang sering terlihat di sini, keluar satu-satu. Parkirnya di rumah terus,” kata Hasan.

    Warga sekitar mengaku tak menyangka bahwa rumah yang tampak tenang dan elit itu ternyata menyimpan jejak kasus dugaan suap Rp 60 miliar yang mengguncang institusi peradilan.

    Ary Bakri diduga menjadi perantara suap agar tiga korporasi besar CPO—Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group—dijatuhi vonis lepas.

    Kini, rumah mewah yang dulunya hanya bisa dilihat dari luar pagar tinggi, telah terbuka lebar bagi penyidik, dan menjadi bukti bahwa hukum bisa menembus tembok glamor mana pun.

    Kronologi Kasus Ary Bakri

    Awalnya Ary Bakri selaku pengacara tiga korporasi CPO berkomunikasi dengan Wahyu Gunawan yang merupakan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Pengacara korporasi CPO itu meminta majelis hakim yang dipimpin Djuyamto untuk memberi vonis lepas dengan timbal balik bayaran Rp20 miliar.

    Tiga grup korporasi CPO tersebut adalah Permata Hijau Group, Wilmar Group dan Musim Mas Group,

    Wahyu kemudian berkoordinasi dengan mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang kini telah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.

    Arif menyetujui permintaan tersebut dengan syarat uang suap naik jadi tiga kali lipat menjadi Rp 60 miliar.

    “Muhamad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari lalu.

    Ary Bakri kemudian menyetujui permintaan tersebut dan menyerahkan uang tersebut melalui Wahyu.

    Arif juga menerima 50.000 USD sebagai biaya penghubung.

    Kemudian, Arif menunjuk tiga hakim, termasuk Djuyamto, untuk menangani perkara tersebut.

    Ketiga hakim ini sepakat memberikan vonis lepas setelah menerima uang suap sebesar Rp 22,5 miliar.

    Dan akhirnya pada 19 Maret 2025, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang dipimpin Djuyamto menjatuhkan vonis lepas (ontslag van rechtsvervolging) kepada tiga korporasi besar dalam perkara korupsi ekspor CPO.

    Ketiga korporasi kakap CPO itu pun akhirnya lolos dari segala tuntutan jaksa Kejagung yakni pidana denda masing-masing Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 17 triliun. (Tribun Jakarta/Elga Hikari Putra)

     

     

  • Terungkap Hakim Tersangka Suap Titip Tas Isi Duit ke Satpam

    Terungkap Hakim Tersangka Suap Titip Tas Isi Duit ke Satpam

    Jakarta

    Satu per satu fakta suap Rp 60 miliar di balik vonis lepas terhadap terdakwa korporasi kasus korupsi ekspor bahan baku minyak goreng mulai terungkap. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap ketiga hakim pemberi vonis lepas itu telah mengakui menerima suap.

    Ketua majelis hakim perkara tersebut, Djuyamto sempat menitipkan tas berisi uang kepada satpam Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Kabar ini baru diketahui setelah Djuyamto ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

    “Benar (ada penyerahan tas milik Tersangka Djuyamto),” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Kamis (17/4/2025).

    Tas milik Djuyamto itu baru diterima penyidik pada Rabu (16/4). Adapun isinya adalah sejumlah uang yang ditutupi dengan dua ponsel serta uang dalam mata uang dolar Singapura.

    “Tapi baru kemarin siang diserahkan oleh satpam yang ditutupi dua handphone dan uang dolar Singapura 37 lembar kalau tidak salah,” ungkap Harli.

    Harli belum menjelaskan lebih rinci mengenai kapan dan dalam rangka apa tas itu dititipkan Djuyamto kepada satpam. Begitu pula mengenai asal-usul uang yang ada dalam tas tersebut. Dia hanya menyebut tas serta isinya kini telah disita penyidik.

    “Berita acara penyitaannya sudah ada,” tutur Harli.

    Tiga Hakim Pemberi Vonis Lepas Akui Terima Suap

    Foto: Hakim pemberi vonis lepas korupsi migor (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

    Kejagung juga telah memeriksa tiga hakim pengadil terdakwa korporasi migor. Ketiga hakim pemberi vonis lepas itu telah mengakui menerima suap.

    “Ya memang dari mereka lah keterangan itu. ‘Saya menerima sekian’, nah tanggal sekarang sedang dicocokkan,” kata Harli.

    Majelis hakim pemberi vonis lepas terhadap terdakwa korporasi kasus korupsi migor itu terdiri dari Djuyamto selaku hakim ketua dan Agam Syarif Baharudin serta Ali Muhtarom selaku hakim anggota. Harli mengatakan ketiga hakim itu mengaku mendapatkan bagian suap senilai Rp 4 sampai 6 miliar di awal untuk membaca berkas perkara kasus tersebut.

    “Yang baru bicara itu kan baru dari majelis hakimnya yang menyatakan ada menerima Rp 4,5 (miliar) di awal untuk membaca berkas. Ada menerima Rp 4,5 (miliar) juga, ada menerima Rp 5 (miliar), ada menerima Rp 6 (miliar),” beber Harli.

    Ketiga hakim tersebut diketahui mendapatkan duit suap dari Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu masih menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Dia memiliki wewenang dalam menunjuk hakim yang mengadili perkara.

    Kejagung menjelaskan Arif memberikan uang suap kepada hakim pengadil terdakwa korporasi migor dalam dua kesempatan. Dia awalnya memberikan ketiga hakim uang sebesar Rp 4,5 miliar. Di pemberian kedua, Arif menyerahkan lagi uang dalam bentuk dolar Amerika yang jika dirupiahkan berjumlah Rp 18 miliar. Itu artinya ketiga hakim pengadil perkara korporasi migor menerima bagian suap Rp 22,5 miliar.

    Harli mengatakan keterangan ketiga hakim tersebut akan didalami. Saat ini penyidik Kejagung juga akan menjadwalkan pemeriksaan untuk Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang diketahui menjadi sosok yang meminta suap Rp 60 miliar untuk mengatur vonis ontslag kepada terdakwa korporasi kasus migor.

    “Nah ini sekarang yang sedang terus digali oleh penyelidik dari berbagai keterangan-keterangan,” jelas Harli.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini menetapkan delapan tersangka kasus suap di balik vonis lepas terdakwa korporasi perkara korupsi migor. Kejagung mengungkap adanya suap senilai Rp 60 miliar yang diterima hakim untuk memuluskan vonis lepas tersebut. Para tersangka dalam kasus ini terdiri dari hakim, pengacara, hingga pihak korporasi.

    Berikut daftar tersangka kasus suap vonis lepas terdakwa korporasi migor:
    1.⁠ ⁠Muhammad Arif Nuryanto (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel)
    2.⁠ ⁠Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis hakim
    3.⁠ ⁠Agam Syarif Baharudin (ASB) selaku anggota majelis hakim
    4.⁠ ⁠Ali Muhtarom (AM) selaku anggota majelis hakim
    5.⁠ ⁠Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera
    6.⁠ ⁠Marcella Santoso (MS) selaku pengacara
    7.⁠ ⁠Ariyanto Bakri (AR) selaku pengacara
    8. Muhammad Syafei (MSY) selaku Head of Social Security and License Wilmar Group

    Halaman 2 dari 2

    (ygs/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Wahyu Setiawan Pernah Menguping Obrolan Donny dan Saeful Bahri, Ungkap Sumber Uang Suap Harun Masiku – Halaman all

    Wahyu Setiawan Pernah Menguping Obrolan Donny dan Saeful Bahri, Ungkap Sumber Uang Suap Harun Masiku – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengaku pernah mendengar soal sumber uang suap pergantian antar waktu (PAW) calon anggota DPR RI Harun Masiku berasal dari Hasto Kristiyanto.

    Wahyu mengatakan informasi itu ia peroleh setelah mendengar obrolan dari kader PDIP sekaligus mantan terpidana kasus Harun Masiku, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri.

    Adapun pernyataan itu Wahyu sampaikan saat hadir sebagai saksi sidang kasus suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) calon anggota DPR RI, Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Pengakuan Wahyu itu bermula saat dirinya dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai pengetahuannya soal sumber uang suap kasus Harun Masiku.

    “Saudara saksi mengenai sumber uang, apakah saudara juga pernah mendengar orang menyatakan bahwa duit itu bersumber dari Pak Hasto?” tanya Jaksa.

    “Pernah,” kata Wahyu.

    “Siapa yang menyampaikan pada saudara?” tanya Jaksa.

    “Antara Donny dan Saeful,” jawab Wahyu.

    Setelah itu Wahyu pun bercerita awal mula ia mendengar informasi tersebut.

    Wahyu menjelaskan, informasi itu ia dapatkan saat mendengar obrolan Donny dan Saeful di Gedung KPK usai ditangkap dalam kasus Harun Masiku.

    Di sela-sela proses pemeriksaan Wahyu menyebut dirinya sempat beristirahat sambil merokok sementara Donny dan Saeful mengobrol.

    “Pada waktu itu saya diamankan di KPK itu saya merokok, jadi pada waktu itu saya merokok, mereka ngobrol,” ucap Wahyu.

    “Intinya dia menyampaikan bahwa tahap pertama itu, Ini kata obrolan mereka (Donny dan Saeful) itu dari Pak Hasto (soal sumber uang). Itu saya dalam posisi diam dan saya tidak tahu itu, tapi saya mendengar obrolan itu,” kata Wahyu.

    “Yang tahap pertama itu?” tanya Jaksa.

    “Kalau pemahaman saya yang itu dari Pak Hasto,” jawab Wahyu.

    Wahyu pun kembali menegaskan bahwa informasi tersebut dirinya dapatkan dari hasil obrolan Donny dan Saeful serta bukan berasal dari penyampaiannya.

    “Bukan saya yang menyampaikan, jadi saya mendengar mereka ngobrol itu kemudian akhir-akhir ini saya membaca media bahwa Pak Saeful pernah menyampaikan itu,” ucap Wahyu.

    Seperti diketahui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum’at (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaannya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dolar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Hakim Djuyamto Titipkan HP dan Uang ke Satpam PN Jaksel Sebelum Ditahan

    Hakim Djuyamto Titipkan HP dan Uang ke Satpam PN Jaksel Sebelum Ditahan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan tersangka sekaligus Hakim Djuyamto sempat menitipkan uang pecahan dolar Singapura ke satpam Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan uang pecahan dolar Singapura itu kemudian diserahkan kepada penyidik pada Rabu (17/4/2025).

    “Benar baru kemarin siang diserahkan [ke penyidik] oleh satpam PN Jaksel,” ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (17/4/2025).

    Selain uang, dia menambahkan bahwa dalam titipan itu ada juga dua ponsel. Kedua titipan Djuyamto itu dimasukkan ke dalam tas dan dititipkan ke satpam PN Jaksel sehari sebelum dilakukan penahanan.

    “Ditutupi 2 HP dan uang dolar Singapura 37 lembar kalau tidak salah,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Djuyamto merupakan salah satu hakim yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap perkara ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng korporasi.

    Djuyamto dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar. 

    Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan. 

    Sejatinya, Syafei mulanya menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Namun, Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.

  • KPK Hadirkan Tiga Saksi di Sidang Hasto, Ada Mantan Ketua KPU

    KPK Hadirkan Tiga Saksi di Sidang Hasto, Ada Mantan Ketua KPU

    GELORA.CO – Tiga saksi akan dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

    Hal itu disampaikan Anggota Tim JPU KPK, Moch Takdir Suhan kepada RMOL pada Kamis pagi, 17 April 2025. 

    “Arief Budiman (mantan Ketua KPU), Agustiani Tio Fridelina, Wahyu Setiawan,” beber Takdir.

    Ketiganya sudah konfirmasi bakal hadir di sidang yang akan digelar sekitar pukul 09.00 WIB di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Dalam surat dakwaan, Hasto didakwa melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor Sprin.Dik/07/DIK.00/01/01/2020 tanggal 9 Januari 2020.

    Perintangan penyidikan itu dilakukan Hasto dengan cara memerintahkan Harun Masiku melalui Nurhasan untuk merendam telepon genggam milik Harun Masiku ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan KPK kepada Wahyu Setiawan selaku anggota KPU periode 2017-2022.

    Selain itu, Hasto juga memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK pada saat pemeriksaan sebagai saksi pada 10 Juni 2024. Perbuatan Hasto itu mengakibatkan penyidikan atas nama tersangka Harun Masiku terhambat.

    Atas perbuatannya, Hasto didakwa dengan dakwaan Kesatu Pasal 21 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

    Hasto juga didakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberikan uang sebesar 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan selaku anggota KPU periode 2017-2022 mengupayakan agar KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Atas perkara suap itu, Hasto didakwa dengan dakwaan Kedua Pertama Pasal 5 Ayat 1 huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP atau dakwaan Kedua-Kedua Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

  • Dolar AS Menguat ke Level Rp 16.841 Pagi Ini

    Dolar AS Menguat ke Level Rp 16.841 Pagi Ini

    Jakarta

    Dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan terhadap rupiah pagi ini. Posisi mata uang Negara Paman Sam itu berada di level Rp 16.800-an.

    Dikutip dari data Bloomberg, Rabu (16/4/2025), dolar AS naik 14,00 poin atau 0,08% pada pukul 9.20 WIB. Dolar AS pun kini bertengger pada level Rp 16.841.

    Selanjutnya, pergerakan dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia lainnya cukup bervariasi. Dolar AS terpantau menguat 0,02% terhadap won Korea Selatan. Begitu juga terhadap dolar baru Taiwan menguat 0,04%.

    Berikutnya, dolar AS mengalami penguatan terhadap yuan China 0,12%. Lalu nilainya juga menguat terhadap ringgit Malaysia 0,09%.

    Sementara itu, dolar AS mengalami pelemahan terhadap peso Filipina 0,34%, lalu terhadap rupee India 0,32%, serta terhadap baht Thailand melemah 0,68%.

    Dolar AS juga mengalami pelemahan terhadap mata uang yen Jepang 0,37%, lalu terhadap dolar Singapura melemah 0,26%, dan terhadap dolar Hong Kong stagnan.

    (acd/acd)