Produk: dolar AS

  • Rupiah Anjlok, Airlangga Yakin Fundamental Ekonomi RI Kuat

    Rupiah Anjlok, Airlangga Yakin Fundamental Ekonomi RI Kuat

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tetap meyakini fundamental ekonomi Indonesia kuat usai nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sempat menyentuh level terendah sejak krisis 1998 dan pandemi Covid-19.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut fluktuasi nilai tukar rupiah merupakan hal yang biasa.

    Dia menekankan perlunya melihat fundamental ekonomi RI yang dinilainya kuat. 

    “Kemudian juga kita liat nanti secara jangka menengah dan panjang kita punya ekspor juga bagus, kita punya cadangan devisa juga kuat, neraca perdagangan bagus. Jadi dengan demikian fundamental kita bagus,” ujarnya kepada wartawan seusai menggelar rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/3/2025). 

    Di sisi lain, Airlangga menyebut kebijakan baru Indonesia terkait dengan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam atau DHE SDA akan membuat Indonesia tidak terpojokkan ke depan lantaran pergerakan nilai tukar rupiah. 

    Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No.8/2025 terkait dengan penempatan DHE SDA di dalam negeri. 

    Dengan aturan tersebut, pemerintah mewajibkan eksportir untuk menempatkan DHE untuk sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan akan meningkat menjadi 100% dengan jangka waktu 12 bulan sejak penempatan. Aturan ini berlaku mulai 1 Maret 2025. 

    “Dengan demikian fundamental daripada Devisa Hasil Ekspor juga akan memperkuat posisi rupiah,” paparnya. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, data Bloomberg menunjukkan rupiah berada pada level Rp16.611 per dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan, Selasa (25/3/2025).

    Rupiah sempat anjlok ke level Rp16.640 per dolar AS pada pembukaan perdagangan, atau mencapai level terparah sejak 1998. Bahkan, level itu melewati titik tertinggi sebelumnya saat Covid-19 pada 23 Maret 2020.

    Adapun, titik tertinggi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada 1998 sempat menyentuh ke level Rp16.800 per dolar AS.

    Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menjelaskan rupiah terus-menerus melemah karena kekhawatiran pasar soal perang dagang yang dipicu oleh kebijakan kenaikan tarif Trump.

    “Perang dagang ini bisa memicu penurunan perdagangan global sehingga perekonomian global menurun,” katanya saat ditanyai Bisnis, Selasa (25/3/2025).

    Selain itu, dia mengatakan bahwa konflik perang di Timur Tengah dengan tensi yang masih tinggi, ditambah perang Ukraina dan Rusia yang juga belum bisa didamaikan.

    Selanjutnya, dia menjelaskan bahwa dari dalam negeri, pasar juga sudah pesimis terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini menambah tekanan terhadap rupiah.

    “Pelemahan rupiah yang cepat tentu bisa menurunkan kepercayaan pelaku pasar terhadap rupiah dan juga terhadap kemampuan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” ujarnya.

    Adapun dia menjelaskan apabila pelemahan rupiah bertahan lama, maka akan menambah beban utang pemerintah dan perusahaan yang berutang dalam dolar AS, sehingga memicu risiko gagal bayar apabila tidak dikelola dengan baik.

    “Untuk sementara, intervensi [Bank Indonesia] memang diperlukan untuk menurunkan laju pelemahan rupiah,” ucapnya.

    Dia menegaskan bahwa pemerintah harus memperkuat perekonomian Indonesia, memperbesar ekspor, meningkatkan arus modal asing ke dalam negeri, dan memperkecil impor, sehingga rupiah bisa kembali stabil dan kuat.

  • Permintaan Dolar AS Akan Meningkat pada April, Bagaimana Nasib Rupiah?

    Permintaan Dolar AS Akan Meningkat pada April, Bagaimana Nasib Rupiah?

    Jakarta, Beritasatu.com – Nilai tukar rupiah tengah menjadi sorotan setelah melemah ke level Rp 16.611 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (25/3/2025). Nilai ini merupakan yang terendah sejak krisis moneter 1998.

    Global Markets Economist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menyoroti potensi lonjakan permintaan dolar AS pada April mendatang. Menurutnya, faktor musiman seperti pembayaran dividen kepada investor asing menjadi pemicu utama peningkatan kebutuhan dolar.

    “Permintaan dolar secara musiman biasanya meningkat antara April hingga Juni karena pembayaran dividen. investor asing ini mendapatkan hasil dividen dari investasi mereka di Indonesia dan biasanya pembagian dividen dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia itu terjadi pada periode April sampai Juni,” ujar Myrdal dalam wawancara dengan B-Universe, Rabu (26/3/2025).

    Selain itu, pada pekan keempat setiap bulan, permintaan dolar AS cenderung meningkat akibat pembayaran bunga utang dan keperluan impor perusahaan. Lonjakan ini bersifat rutin dan dapat memberikan tekanan tambahan terhadap nilai tukar rupiah.

    Meski demikian, Myrdal tetap optimistis rupiah masih dapat bertahan berkat kondisi makroekonomi yang stabil, terutama dengan kondisi neraca perdagangan yang terus mencatat surplus.

    Pada Februari 2025, Indonesia membukukan surplus perdagangan sebesar US$ 3,12 miliar, dengan nilai impor mencapai US$ 18,86 miliar dan ekspor sebesar US$ 21,98 miliar.

    “Kalau kita lihat dari foreign bank investment, seharusnya ada dana masuk, terutama ke beberapa sektor yang memang sangat menarik, seperti sektor hilirisasi, industri manufaktur terkait dengan makanan atau minuman, serta industri yang memiliki kaitan dengan program Astacita pemerintah. Kelihatannya ini banyak didatangkan dari investor global. Sehingga seharusnya dari aspek foreign bank investment, ada dana masuk dari sisi dolar,” kata Myrdal terkait faktor yang memengaruhi nilai tukar rupiah.

  • Kisah Rupiah Jatuh, Krisis Ekonomi dan Runtuhnya Suatu Rezim Politik

    Kisah Rupiah Jatuh, Krisis Ekonomi dan Runtuhnya Suatu Rezim Politik

    Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terpuruk hingga mendekati kondisi ketika krisis ekonomi 1998. Pada Selasa (25/3/2025) lalu, rupiah ditutup di angka Rp16.622 per dolar AS. 

    Depresiasi rupiah yang terjadi kemarin terendah selama tahun 2025 dan mendekati titik kritis ketika krisis ekonomi menerjang pada tahun 1998 lalu. Krisis ekonomi ini berujung dengan krisis politik yang mencapai puncaknya ketika Presiden Soeharto lengser keprabon karena protes mahasiswa dan elemen sipil yang menuntut demokratisasi.

    Namun demikian, membandingkan ekonomi sekarang dengan krisis ekonomi 1998, tidak sepenuhnya tepat. Depresiasi rupiah tahun ini cenderung simultan. Sementara itu pada tahun 1998, penurunan rupiah terhadap dolar berlangsung sangat dramatis dari Rp8.000 melonjak ke angka Rp16.600-an per dolar AS. Ekonomi ambruk, rezim Orde Baru runtuh. 

    Dalam catatan Bisnis, Soeharto sejatinya muncul setelah Sukarno jatuh. Ada perbedaan orientasi yang mencolok antara rezim Sukarno dan Soeharto. Jika era Sukarno, politik sebagai panglima. Pada zaman Orde Baru atau rezim daripadanya Soeharto, perbaikan dan pembaruan orientasi ekonomi mulai menjadi fokus utama.

    Soeharto tidak sendiri untuk melakukan tugas besar itu. Dia didukung oleh orang-orang yang ‘mumpuni’. Selain tokoh intelijen, penggagas pondasi pemerintahan Orde Baru, Ali Moertopo, di belakangnya juga ada kalangan ekonom lulusan Berkeley, Amerika Serikat.

    David Ransom, aktivis dan penulis kiri asal Amerika Serikat dalam buku The Berkeley Mafia and the Indonesian Massacre menjuluki kelompok ekonom ini dengan istilah ‘Mafia Berkeley’.

    Dalam sejarah ekonomi Indonesia, ‘Mafia Berkeley’, salah satu tokohnya adalah Widjojo Nitisastro dkk. punya peran penting, bahkan hingga kini anak cucu didiknya dikenal sebagai arsitek utama ekonomi Indonesia.

    Salah satu pengaruh sekaligus warisan kelompok Berkeley dalam kebijakan Orde Baru adalah mulai terbukanya keran investasi asing dan pembangunan yang lebih terstruktur.

    Apabila pada era Sukarno ada Rencana Ekonomi Perdjoeangan, di era Soeharto mengenal istilah Rencana Pembangunan Lima Tahun atau Repelita. Inflasi menjadi bagian paling diperhatikan oleh rezim daripadanya Soeharto.

    Soe Hok Gie, aktivis angkatan 66 dalam tulisan yang diterbitkan sebuah surat kabar pada 16 Juli 1969 menaruh harapan besar pada rencana Soeharto dengan repelita-nya.

    Dia menulis, melalui rencana itu, Soeharto punya cita-cita yang tak kalah besar (dari Sukarno) untuk menyejahterakan masyarakat desa. “Tahun ini adalah tahun pertama pembangunan lima tahun, tapi kesan saya masyarakat masih acuh terhadap rencana besar ini,” tulis Gie.

    Adapun, Soeharto dalam setiap kesempatan selalu menekankan bahwa repelita merupakan acuan sekaligus pegangan untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur.

    “Sehingga akhirnya nanti sesudah melampaui kesekian banyak repelita kita tiba pada tujuan akhir yang kita cita-citakan: masyarakat maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila,” ucap Soeharto dalan pidato kenegaraan di DPR pada tahun 1972.

    Orde Baru mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1970-an. Saat itu pendapatan negara mengalir deras karena booming minyak. Pembangunan dikebut di berbagai daerah. Jalanan aspal, listrik masuk desa, hingga waduk-waduk dibangun untuk menopang ekonomi masyarakat pedesaan.

    Sayangnya, kejayaan Orde Baru tidak berlangsung lama. Pada awal tahun 1980-an terjadi guncangan ekonomi global. Akibatnya, harga komoditas khususnya migas anjlok.

    Menuju Krisis Ekonomi

    Setelah resesi global pada 1982, arah ekonomi Indonesia mulai sedikit bergeser. Sektor nonmigas yang sebelumnya menjadi anak tiri mulai diperhatikan.

    Ekspor dan impor, reformasi pajak hingga investasi berbasis industri terus didorong. Tak heran hingga 1996 kondisi ekonomi Indonesia relatif stabil. Pertumbuhan ekonomi rata-rata bisa di atas 6 persen.

    Thee Kian Wie, ekonom senior dalam The Soeharto Era & After: Stability, Development and Crisis 1966 – 2000 menulis bahwa perkembangan positif tersebut tak lepas dari peran tim ekonomi Orde Baru. Pertumbuhan sektor manufaktur menjadi salah satu yang paling cepat di kawasan.

    Pada tahun 1995, World Bank bahkan mencatat bahwa manufaktur Indonesia masuk tujuh kekuatan terbesar di antara negara-negara berkembang. Pertumbuhan manufaktur ini menunjukkan bahwa transformasi struktur perekonomian Indonesia mulai berjalan.

    Sebagai perbandingan jika pada 1969 peran manufaktur hanya 9,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), pada 1995 kontribusi manufaktur ke PDB melesat ke angka 24,2 persen. Sebaliknya kontribusi sektor pertanian yang semula 49,3 persen pada 1969 hanya tersisa 17,2 persen pada 1995.

    Namun demikian, perubahan struktur perekonomian ini tidak menjadi jaminan, stabilitas ekonomi Indonesia tidak bisa menahan tensi politik dari gerakan anti-Soeharto yang mulai memanas pada tahun 1996-an. Salah satu perisitiwa yang cukup menohok rezim Orde Baru yaitu penyerangan kantor PDI Pro Mega pada tanggal 27 Juli 1996.

    Dokumen APBN 1996/1997 secara tidak langsung mengonfirmasi bahwa peningkatan tensi politik ikut menjalar ke aktivitas ekonomi. Pada periode tersebut, pemerintah menghadapi overheated economy atau suhu ekonomi yang memanas. Inflasi meroket 8,86 persen pada 1995/1996.

    Sementara itu, defisit transaksi berjalan juga membengkak menjadi US$6,9 miliar dari sebelumnya yang hanya sekitar Rp3 miliar. Kondisi ini semakin parah pada periode-periode setelahnya, apalagi munculnya krisis finansial secara global.

    Seperti banyak diulas oleh para ekonom hingga akademisi, krisis finansial pada 1997 benar-benar menunjukkan bahwa struktur ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru cukup rapuh. Pemerintah sampai harus ngutang ke IMF buat stabilisasi ekonomi.

    Sementara bagi “The Old General”, untuk pertama kalinya harus menghadapi tantangan yang cukup serius bagi kelangsungan kekuasaannya yang sudah berumur tiga dasawarsa.

    Persoalan merosotnya kinerja ekonomi ibarat membuka kotak pandora. Masalah lainnya, terutama praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang dipraktikan orde daripada Soeharto dan kroni-kroninya mulai mengemuka ke publik.

    Puncaknya krisis ekonomi terjadi cukup dalam, inflasi tembus di angka 77,6 persen, ekonomi minus 13,7 persen, rupiah jatuh dari Rp8.000 per dolar menjadi Rp16.650 pada 1998, kerusuhan sosial, demonstrasi dimana-mana dan Soeharto lengser keprabon setelah 32 tahun berkuasa.

    Thee Kian Wie kembali menyinggung bahwa krisis finansial di Asia & terhempasnya ekonomi Indonesia akibat imbas krisis itu menunjukkan betapa pentingnya good governance, yang ironisnya pernah dianggap tidak relevan oleh para ekonom.

    “Indonesia memiliki sistem hukum yang lemah dan ketinggalan zaman, tidak efisien, birokrasi yang korup serta tidak adanya demokrasi,” tulis Thee Kian Wie.

  • IHSG hingga Rupiah Melemah, BI Klaim Ekonomi Indonesia Tetap Stabil – Page 3

    IHSG hingga Rupiah Melemah, BI Klaim Ekonomi Indonesia Tetap Stabil – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pada pertengahan Maret 2025. Misalnya, pada perdagangan awal pekan ini, Senin 24 Maret 2025, IHSG turun tajam hingga menyentuh level 5.967, kemudian nilai tukar rupiah melemah di kisaran Rp 16.600 per dolar AS Selasa 25 Maret 2025.

    Merespons hal tersebut, Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI), Solikin M. Juhro, menegaskan meski ada gejolak pasar, kondisi ekonomi Indonesia tidak dapat disimpulkan buruk begitu saja.

    Ia menuturkan, penting bagi masyarakat untuk memahami meski ada sentimen negatif yang berkembang, perekonomian Indonesia tetap memiliki fundamental yang kuat.

    “Ini yang harus dipahami seakan-akan ekonomi kita itu, dengan tempo hari IHSG yang turun drastis, yang juga pelemahan nilai tukar, seakan-akan ekonomi kita itu jelek gitu, padahal enggak gitu,” kata Solikin dalam Taklimat Media, di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (26/3/2025).

    Solikin menjelaskan meskipun ada penurunan pada IHSG dan pelemahan nilai tukar, indikator-indikator makroekonomi Indonesia masih menunjukkan angka yang sehat.

    Hal itu dibuktikan, Indonesia masih mampu mencatatkan angka pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen meski dalam kondisi yang tidak mudah.

    “Tapi intinya fundamental kita itu masih bagus begitu. Ya memang, coba kalau dibanding-bandingkan kita lihat saja gitu. Ya kita pertumbuhan ekonomi, kita 5 persen dalam kondisi yang kayak gitu bisa tembus 5 persen gitu,” ujarnya.

    Selain itu, inflasi Indonesia tercatat pada level yang cukup terkendali, yaitu 1,5 persen, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara seperti, Vietnam atau India yang mengalami inflasi lebih tinggi meskipun dengan pertumbuhan ekonomi yang serupa.

    “Tapi Vietnam inflasinya lebih tinggi, India inflasinya juga 5 persen, kita cuma inflasinya 1,5 persen. Ya ini tadi ada trade-offnya. Jadi, diskusi kebijakan ya, biasanya itu kalau kita punya berbagai permasalahan, which is itu kita harus berbagai sasaran,” katanya.

     

  • Rupiah Tembus Rp 16.600 per Dolar AS, Apakah Indonesia Menuju Krisis? – Page 3

    Rupiah Tembus Rp 16.600 per Dolar AS, Apakah Indonesia Menuju Krisis? – Page 3

    Solikin menambahkan bahwa setelah krisis ekonomi 1998, Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk memperkuat perekonomian Indonesia agar tidak terulang lagi kejadian serupa.

    Salah satu langkah penting yang diambil adalah dengan memperkuat regulasi dan merancang kebijakan ekonomi yang lebih berhati-hati dan konservatif.

    Selain itu, cadangan devisa Indonesia saat ini jauh lebih baik dan lebih kuat dibandingkan dengan kondisi pada masa krisis. Ini adalah salah satu indikator yang menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia telah banyak berbenah dan mempersiapkan diri untuk menghadapi potensi gejolak ekonomi.

    “Nah, dengan krisis itu kita banyak belajar. Makanya kita memperkuat regulasi-regulasinya, kita memperkuat komunikasi kebijakan, kita desain kebijakan pun juga lebih prudent. Governance di dalam makro, itu semua kita kawal. Sehingga itulah kenapa kita menunjukkan resiliensi pada saat terjadi krisis global,” jelasnya.

    Terus Monitor

    Lebih lanjut, Solikin menekankan bahwa Bank Indonesia akan terus memonitor dan mengawal pergerakan nilai tukar rupiah, serta menjaga agar perekonomian Indonesia tetap berada pada jalur yang sehat.

    Ia menyatakan bahwa kondisi fundamental perekonomian Indonesia saat ini relatif terjaga dengan baik, dan meskipun ada tekanan terhadap nilai tukar rupiah, kondisi tersebut tidak mencerminkan ancaman yang sama seperti yang terjadi pada masa krisis 1998.

    “Yang jelas BI ini akan terus mengawal, terus menjaga istilahnya, memonitor, dan kemudian kebijakan itu tentunya BI ada di pasar, juga mengawal tadi dengan berbagai mekanisme-mekanisme koordinasi kebijakan dengan Pemerintah,” ujarnya.

     

  • IHSG Hari Ini Ditutup Menguat 3,8 Persen

    IHSG Hari Ini Ditutup Menguat 3,8 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Indeks harga saham gabungan (IHSG) bertahan di zona hijau pada hari ini, Rabu (26/3/2025), hingga penutupan perdagangan.

    Sejak awal perdagangan, IHSG sudah menghijau dan bergerak pada level 6.312-6.489. IHSG akhirnya ditutup menguat 3,80 persen atau 236,7 poin ke level 6.472,3.

    Sebanyak 531 saham yang diperdagangkan hari ini menguat. Sementara itu, sebanyak 112 saham turun, dan sebanyak 158 saham stagnan.

    Perdagangan IHSG pada hari ini mencatatkan 30,8 miliar lembar saham senilai Rp 34,4 triliun dari 1,1 juta kali transaksi.

    Sebelumnya pada Senin (24/3/2025), IHSG sempat jatuh ke bawah level 6.000, tetapi berhasil rebound pada keesokan harinya.

    Sementara itu, pada saat IHSG hari ini menguat, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga sedikit menguat, meskipun masih tertekan. Dikutip dari data Bloomberg di pasar spot exchange, rupiah pada Rabu sore berada pada level Rp 16.587 per dolar AS atau menguat 24 poin (0,14 persen).

  • Jatuh ke Level Terendah, Nilai Tukar Rupiah Tertekan Sentimen Global

    Jatuh ke Level Terendah, Nilai Tukar Rupiah Tertekan Sentimen Global

    Jakarta, Beritasatu.com – Nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan akibat tekanan sentimen global. Pada Selasa (25/3/2025) sore, nilai tukar rupiah sempat anjlok hingga Rp 16.611 per dolar Amerika Serikat (AS), level terendah sejak krisis ekonomi 1998. Pada Rabu (26/3/2025) sore, meskipun sedikit menguat sebesar 0,14%, nilai tukar rupiah masih tertekan pada level 16. 587 per dolar AS.

    Global Markets Economist Maybank Indonesia  Myrdal Gunarto menilai pergerakan rupiah ke depan masih sangat bergantung pada dinamika perang dagang antara AS dan negara mitra dagangnya.

    “Selama Donald Trump memberikan pernyataan kontroversial, mata uang kita akan terdampak. Investor asing cenderung bereaksi dengan melakukan aksi jual atau profit taking di pasar emerging market, seperti Indonesia. Hal ini berimbas pada nilai tukar rupiah,” ujar Myrdal dalam wawancara dengan B-Universe, Rabu (26/3/2025).

    Myrdal menjelaskan, tekanan terhadap rupiah terjadi karena meningkatnya permintaan terhadap dolar AS, serta ketidakpastian pasar terkait kebijakan perdagangan AS terhadap mitra dagangnya. Sentimen global ini menjadi faktor utama yang menghambat penguatan rupiah.

    Namun, Myrdal tetap optimistis rupiah berpotensi menguat apabila data ekonomi Indonesia menunjukkan tren positif.

    “Kalau saya lihat dengan posisi cadangan devisa yang berlimpah, kelihatannya juga seharusnya rupiah kita menjadi lebih solid. Meskipun, kita tidak bisa menghindari dampak dari sisi global. Kalau dari sisi domestik, saya lihat sih pengembangannya relatif positif, progresnya juga secara pelan-pelan sudah mulai terlihat, walaupun memang butuh waktu,’ tambah Myrdal terkait faktor yang akan memengaruhi nilai tukar rupiah.

  • IHSG Melonjak Nyaris 4 Persen, Pengamat: Domestik Mulai Berbenah

    IHSG Melonjak Nyaris 4 Persen, Pengamat: Domestik Mulai Berbenah

    Jakarta, Beritasatu.com – Indeks harga saham gabungan (IHSG) melesat hampir 4% ke level psikologis 6.400 pada perdagangan Rabu (26/4/2025).

    Pengamat Pasar Modal Irvin Patmadiwiria menilai, lonjakan ini didorong oleh konsolidasi domestik yang mulai menunjukkan perbaikan.

    “Mulai dari perubahan nama dalam jajaran internal, RUPS beberapa bank BUMN yang membagikan dividen dalam jumlah luar biasa besar, bahkan terbesar dalam dua dekade terakhir,” ujar Irvin dalam Investor Market Opening, Rabu (26/3/2025).

    Menurutnya, kondisi ini mencerminkan bahwa Indonesia sedang berbenah setelah pekan lalu diterpa berbagai sentimen negatif yang mengguncang pasar.

    Meski IHSG menguat, tetapi aliran modal asing (capital inflow) ke pasar keuangan Indonesia masih tertahan dan diprediksi belum akan meningkat secara signifikan.

    Berdasarkan data RTI Business, aksi beli bersih (net buy) asing di seluruh pasar domestik hanya sebesar Rp 214,64 miliar pada perdagangan Selasa (25/3/2025).

    “Mereka masih wait and see, menunggu langkah pemerintah dalam menangani utang jatuh tempo tahun ini, yang nilainya mencapai Rp 800 triliun atau dua kali lipat dari tahun 2024,” jelas Irvin.

    Selain itu, investor asing masih mencermati arah kebijakan ekonomi dan politik nasional. Ditambah lagi, Indonesia menghadapi defisit moneter Rp 31 triliun serta pelemahan nilai tukar rupiah yang berada di kisaran Rp 16.500 per dolar AS.

    “Fluktuasi IHSG saat ini sangat normal. Investor asing yang sebelumnya buy on kini cenderung menerapkan strategi hit and run dalam satu hingga dua bulan ke depan. Mereka masih menunggu apakah tren positif ini berlanjut atau hanya sementara,” pungkas Irvin.

  • Menteri Prabowo Buka Suara soal Dolar AS Gebuk Rupiah

    Menteri Prabowo Buka Suara soal Dolar AS Gebuk Rupiah

    Jakarta

    Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bicara soal pelemahan nilai tukar Rupiah beberapa hari ini. Rupiah terus ditekan Dolar Amerika Serikat (AS) beberapa hari ini.

    Nilai tukar Dolar AS sempat menggencet mata uang Garuda hingga level Rp 16.600-an. Per hari ini, Dolar AS bergerak di rentang Rp 16.500-an.

    Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pergerakan nilai tukar yang ekstrim baru terpantau dalam beberapa hari ini saja. Pemerintah akan memantau pergerakannya setiap hari. Pihaknya juga terus memantau beberapa faktor sentimental dari kondisi ekonomi global.

    “Ini kan (pergerakan) harian, nanti dilihat. Kita melihat beberapa faktor sentimental dari luar juga,” sebut Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (26/3/2025).

    Airlangga juga percaya nilai tukar Dolar AS tidak akan selalu berada di zona merah. Di satu titik, penguatan pasti akan terjadi lagi.

    Lebih jauh, Airlangga mengatakan urusan stabilitas nilai tukar akan menjadi domain kebijakan Bank Indonesia. “Ini kan BI stabilitas nilai tukar,” lanjutnya.

    Di sisi lain, Airlangga mengatakan perlahan-lahan pasar saham juga sudah mulai membaik kinerjanya. Artinya, mulai banyak arus modal masuk ke Indonesia dan menguatkan nilai tukar Rupiah.

    “Kalau pasar juga sudah rebound. Ekspektasi RUPS Mandiri dan BRI kan baik outcome-nya,” kata Airlangga.

    Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hingga Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menolak berkomentar ketika ditanya soal lemahnya nilai tukar.

    Sri Mulyani hanya terdiam tak menjawab ketika ditanya hal tersebut, sementara Anggito mengatakan dia tak mau berkomentar, “No Comment,” kata Anggito.

    (hal/rrd)

  • Sosok George Soros, Orang yang Dituding Sebabkan Krisis Moneter 1998

    Sosok George Soros, Orang yang Dituding Sebabkan Krisis Moneter 1998

    Jakarta

    George Soros adalah sosok pengusaha dan investor sukses dengan kekayaan lebih dari Rp 118 triliun. Meski begitu, hingga kini dirinya disebut-sebut sebagai salah satu penyebab utama terjadinya krisis moneter 1998 lalu.

    Melansir dari situs Ensiklopedia Britannica, Rabu (26/3/2025), Soros lahir di Budapest, Hongaria pada 12 Agustus 1930. Dirinya lahir di keluarga yang cukup kaya saat itu, sehingga ia bisa mengenyam bangku pendidikan yang tidak banyak dirasakan anak-anak saat itu.

    Namun masa kecilnya sebagai anak orang tajir mulai terusik akibat kedatangan Nazi di Hungaria pada tahun 1944. Sebab kala itu keluarganya yang merupakan keturunan Yahudi harus berpisah dan menggunakan dokumen palsu agar tidak dikirim ke kamp konsentrasi.

    Hingga pada 1947 keluarga Soros pindah ke London. Di sana ia belajar filsafat di bawah bimbingan Karl Popper di London School of Economics, tetapi ia mengurungkan niatnya untuk menjadi seorang filsuf.

    Tidak lama setelah itu Soros pertama kali bekerja di sektor keuangan saat dirinya bergabung dengan bank dagang London Singer & Friedlander sekitar tahun 1950an. Barulah setelah itu pada 1956 ia pindah ke New York City, tempat ia pertama kali bekerja sebagai analis sekuritas.

    Singkat cerita, pada 1973 Soros mendirikan Soros Fund (yang kemudian diubah menjadi Quantum Endowment Fund), sebuah dana lindung nilai yang kemudian melahirkan berbagai perusahaan terkait.

    Keputusan investasinya yang berani menyebabkan dana tersebut tumbuh pesat. Salah satunya saat dirinya dengan tepat meramalkan jatuhnya pasar saham dunia pada Oktober 1987, tetapi secara keliru meramalkan bahwa saham Jepang akan jatuh paling parah.

    Namun yang menjadi perhatian banyak orang adalah saat Soros melalui Quantum Fund miliknya menjual miliaran pound selama beberapa hari ketika pemerintah Inggris berencana mendevaluasi mata uangnya pada September 1992.

    Akibat tindakannya ini, mata uang Inggris tersebut sempat jatuh sangat dalam dan dalam kesempatan itu Soros membeli kembali pound dan memperoleh laba sekitar US$ 1 miliar. Bahkan kala itu dirinya mendapat julukan “orang yang menghancurkan Bank of England.”

    Tidak berhenti di sana, pada 1997 ia kembali berspekulasi dengan mata uang bath Thailand dan imbas tindakannya inilah yang disebut-sebut sebagai biang kerok terjadinya krisis moneter (krismon) di Asia pada 1998 yang secara langsung juga berdampak sangat besar ke Indonesia.

    Sebagai tambahan informasi, berdasarkan laporan Forbes saat ini Soros tercatat memiliki kekayaan bersih sebesar US$ 7,2 miliar atau setara dengan Rp 118,94 triliun (kurs Rp 16.520 per dolar AS). Berkat itu saat ini dirinya tercatat sebagai orang terkaya ke-451 di dunia.

    (fdl/fdl)