Produk: dolar AS

  • Asean Diguncang Tarif Trump, Anwar Ibrahim Telepon Prabowo hingga Bongbong Marcos

    Asean Diguncang Tarif Trump, Anwar Ibrahim Telepon Prabowo hingga Bongbong Marcos

    Bisnis.com, JAKARTA — Para pemimpin negara Asean tengah berkoordinasi dan mencari solusi dalam menanggapi kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Kebijakan tarif impor tinggi tersebut turut menyasar negara-negara Asia Tenggara, di antaranya Malaysia dikenai 24%, Indonesia 32%, Brunei Darussalam 24%, Filipina 17%, dan Singapura 10%.

    Untuk merespons kebijakan Trump, Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim melakukan pembicaraan melalui telepon dengan sejumlah pemimpin negara Asean, termasuk Presiden RI Prabowo Subianto, Presiden Filipina Ferdinand ‘Bongbong’ Marcos Jr, Sultan Brunei Sultan Hassanal Bolkiah, dan Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong pada Jumat (4/4/2025).

    “Hari ini, saya mengadakan percakapan telepon dengan para pemimpin beberapa negara Asean, termasuk Indonesia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Singapura, untuk bertukar pandangan dan mengoordinasikan tanggapan kolektif terhadap masalah tarif timbal balik yang diberlakukan oleh Amerika Serikat,” ujar Anwar melalui akun resmi Instagramnya, dikutip Sabtu (5/4/2025).

    Anwar menekankan bahwa sebagai ketua Asean 2025, Malaysia tetap berkomitmen untuk mendorong konsensus di antara negara-negara anggota dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan dalam semua negosiasi perdagangan, termasuk dalam kerangka kerja dialog Asean-AS.

    “Pertemuan menteri ekonomi Asean pada pekan depan akan melanjutkan pembahasan mengenai hal ini dan mencari solusi terbaik untuk semua negara anggota,” tutur Anwar.

    Pasar saham dan mata uang Asia Tenggara terguncang setelah Presiden AS Donald Trump menetapkan kebijakan tarif impor terhadap sejumlah negara.

    Melansir Bloomberg, Kamis (3/4/2025), indeks saham utama Vietnam turun hingga 6,2%. Angka tersebut menjadi penurunan harian terbesar selama lebih dari 4 tahun. Saham di Thailand, Filipina, Malaysia, dan Singapura juga mencatat pelemahan. 

    Sementara itu, nilai tukar baht Thailand melemah hingga 0,8% terhadap dolar AS, diikuti oleh dong Vietnam dan ringgit Malaysia yang juga terdepresiasi.

    Aset di Asia Tenggara terguncang setelah terkena dampak dari tarif timbal balik yang diumumkan Donald Trump. 

    “Ekonomi Asean akan menghadapi hambatan besar dalam beberapa bulan ke depan akibat kenaikan tajam tarif AS terhadap ekspor mereka,” ujar Homin Lee, ahli strategi makro senior di Lombard Odier Ltd., Singapura, Kamis (3/4/2025). 

    Menurutnya, sejauh ini juga belum ada kejelasan apakah pemerintah di Asia Tenggara dapat menegosiasikan penurunan tarif secara signifikan dengan tim Donald Trump. 

    Ekonomi Asia Tenggara memang rentan terhadap tarif AS karena negara ini masuk dalam dua mitra dagang utama bagi Singapura, Vietnam, Thailand, dan Filipina.

    Vietnam, yang sebelumnya mencoba merayu pemerintahan Trump sebelum pengumuman tarif, juga tidak luput dari kebijakan proteksionis AS. 

    Padahal, negara tersebut bergantung pada perdagangan, dengan ekspor mencapai hampir 90% dari total output ekonomi. Vietnam juga memiliki surplus perdagangan terbesar ketiga dengan AS, menjadikannya target utama tarif impor tinggi.

  • Tarif Trump Picu Pelemahan Rupiah, BI Jelaskan Kondisi Pasar

    Tarif Trump Picu Pelemahan Rupiah, BI Jelaskan Kondisi Pasar

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia mengungkapkan pihaknya terus memantau kondisi pasar usai pengumuman kebijakan tarif resiprokal atau timbal balik dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Indonesia yang mencapai 32%. 

    Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menegaskan bahwa bank sentral memonitor perkembangan pasar keuangan global dan juga domestik pascapengumuman kebijakan tarif Trump yang baru pada 2 April 2025. 

    Meskipun pascapengumuman tersebut dan kemudian disusul oleh pengumuman retaliasi tarif oleh China pada 4 April 2025, Denny menyampaikan bahwa pasar bergerak cukup dinamis. 

    “Pasar bergerak dinamis saat pasar saham global mengalami pelemahan dan yield US Treasury mengalami penurunan hingga jatuh ke level terendah sejak Oktober 2024,” ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (5/4/2025).

    Komitmen BI untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, terutama melalui optimalisasi instrumen triple intervention (intervensi di pasar valas pada transaksi spot dan DNDF, serta SBN di pasar sekunder) terus dilakukan. 

    Hal tersebut dalam rangka memastikan kecukupan likuiditas valas untuk kebutuhan perbankan dan dunia usaha serta menjaga keyakinan pelaku pasar.

    Berdasarkan data Bloomberg pada Jumat (4/4/2025) hingga pukul 20.53 WIB, kontrak rupiah Non-Deliverable Forward (NDF) yang diperdagangkan di pasar luar negeri ambrol ke level Rp17.006 per dolar AS atau mengalami penurunan 1,58%. 

    Kebijakan tarif impor yang diterapkan Presiden AS Donald Trump telah diperkirakan dapat melemahkan nilai tukar rupiah. Trump diketahui mengumumkan kebijakan tarif resiprokal yang berdampak signifikan bagi sejumlah negara, termasuk Indonesia.

    Di tengah hal tersebut, saat ini BI tengah dalam masa libur dan tidak melakukan operasi moneter selama 11 hari dalam rangka libur Hari Besar Keagamaan dan Nasional (HBKN) Nyepi dan Idulfitri. 

    Adapun operasi moneter baru kembali dilakukan pada Senin, 7 April 2025, atau dalam dua hari mendatang.

    Sebelumnya, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian menilai dalam kondisi seperti sekarang ini, pelemahan ekonomi domestik dan pelemahan nilai tukar rupiah adalah hal yang lumrah terjadi. 

    Di mana rupiah akan berada dalam kondisi overshoot atau pelemahan yang cepat dan terjadi dalam waktu pendek. Dalam kondisi ini pula, peran Bank Indonesia (BI) dan pemerintah menjadi kunci agar rupiah dapat menguat dan menuju keseimbangan baru tersebut. 

    “Untuk kemudian kembali menguat pada keseimbangan baru. Bank Indonesia bertahun-tahun sudah teruji untuk memanage kondisi overshooting,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Jumat (4/4/2025). 

  • BI Buka Suara soal RI Kena Tarif Trump 32%

    BI Buka Suara soal RI Kena Tarif Trump 32%

    Jakarta

    Bank Indonesia (BI) buka suara terkait kebijakan tarif baru yang dirilis Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Trump menaikkan tarif sebesar 32% untuk produk-produk asal Indonesia.

    Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menyampaikan tiga poin pemantauan yang dilakukan bank sentral RI itu. Pertama, BI terus memonitor perkembangan pasar keuangan global dan juga domestik pasca pengumuman kebijakan tarif Trump yang baru pada 2 April 2025.

    Pasca pengumuman tersebut dan kemudian disusul oleh pengumuman retaliasi tarif oleh Tiongkok pada 4 April 2025, Denny mengatakan, pasar bergerak dinamis, di mana pasar saham global mengalami pelemahan dan yield US Treasury mengalami penurunan hingga jatuh ke level terendah sejak Oktober 2024.

    “BI tetap berkomitmen untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, terutama melalui optimalisasi instrumen triple intervention (intervensi di pasar valas pada transaksi spot dan DNDF, serta SBN di pasar sekunder),” ujar Denny, dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/4/2025).

    Denny menjelaskan, langkah ini dilakukan dalam rangka memastikan kecukupan likuiditas valas untuk kebutuhan perbankan dan dunia usaha. Hal ini juga sekaligus untuk menjaga keyakinan pelaku pasar.

    Sebagai informasi, Trump telah mengumumkan kebijakan tarif impor baru menyasar berbagai negara asing yang dianggap memiliki surplus perdagangan terhadap AS. Ada 100 mitra dagang yang terdampak, beberapa negara dengan tarif cukup besar ada China 34%, Vietnam 46%, Kamboja 49%, Taiwan 32%, India 26%, hingga Korea Selatan 25%.

    Dalam laporan dari situs resmi Gedung Putih, whitehouse.gov, terdapat dua alasan utama RI kena penyesuaian tarif 32%. Pertama, Trump mengenakan tarif balasan ke Indonesia karena ada kaitannya dengan tarif yang dikenakan terhadap produk etanol asal AS sebesar 30%.

    Menurut Trump, tarif itu lebih besar dari yang diterapkan AS untuk produk serupa ke Indonesia yakni 2,5%.

    Kedua, Trump mengatakan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang diterapkan oleh Indonesia di berbagai sektor, seperti perizinan impor hingga kebijakan pemerintah Indonesia yang mengharuskan perusahaan sumber daya alam menyimpan pendapatan ekspor dalam bentuk dolar AS di rekening dalam negeri.

    “Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini, akan mewajibkan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor mereka ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$ 250.000 atau lebih,” ujar Trump, dikutip dari situs resmi Gedung Putih, Kamis (3/4/2025).

    (shc/fdl)

  • Tarif Trump, Pemerintah Diminta Siapkan Stimulus untuk Pengusaha

    Tarif Trump, Pemerintah Diminta Siapkan Stimulus untuk Pengusaha

    Tarif Trump, Pemerintah Diminta Siapkan Stimulus untuk Pengusaha
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dunia
    usaha
    di Indonesia, baik yang besar maupun usaha mikro, kecil, dan menengah (
    UMKM
    ) akan menjadi yang terdampak dari
    tarif impor
    yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
    Guru Besar di Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Bogor, Didin S. Damanhuri pun meminta pemerintahan Presiden Prabowo Subianto segera melakukan evaluasi dampak jangka pendek, menengah, hingga panjang dari
    tarif impor Trump
    sebesar 32 persen untuk Indonesia.
    “Pemerintahan Prabowo segera mengevaluasi dampak jangka pendek, menengah, dan panjang akibat tarif tinggi dari AS terhadap perekonomian seraya melakukan upaya kerjasama ekonomi ASEAN, OKI, BRICS Plus,” ujar Didin lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (5/4/2025).
    Ia juga menyarankan
    pemerintah
    melakukan penyesuaian visi, misi, dan program dalam mengantisipasi kebijakan tarif impor Trump.
    Termasuk menyiapkan stimulus kepada para pelaku usaha yang dipastikannya akan terdampak tarif impor Trump sebesar 32 persen tersebut.
    “Hendaknya disiapkan shifting pendanaan besar-besaran dari program-program jangka menengah dan panjang untuk memberikan stimulus besar-besaran kepada para pelaku usaha untuk membangkitkan pasar dalam negeri, terutama kepada kalangan UMKM dan daerah-daerah,” ujar Didin.
    Didin menjelaskan, dampak tarif impor Trump yang akan segera terasa adalah pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.
    Pelemahan nilai tukar rupiah akan langsung bersinggungan dengan dunia usaha yang berpotensi melahirkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
    “Akan banyak perusahaan besar melakukan PHK besar-besaran, mengingat dalam usahanya terhadap unsur dolar AS. Sehingga bisa terancam mempailitkan dirinya/bangkrut dan dalam waktu dekat mereka kemungkinan memilih PHK sebagai upaya rasionalisasi korporasi,” ujar Didin.
    Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR M. Hanif Dhakiri mengatakan bahwa kebijakan tarif impor Trump akan berdampak ke banyak hal di Indonesia. Salah satunya adalah industri padat karya.
    Komoditas ekspor Indonesia seperti minyak nabati, garmen, dan tekstil dinilai Hanif akan disasar Amerika Serikat dalam penerapan kebijakan tarif impor tersebut.
    Mantan Menteri Ketenagakerjaan itu meminta pemerintah melakukan antisipasi yang terarah, nyata, dan berpihak ke industri dalam negeri.
    “Kalau tidak diantisipasi, dampaknya bisa meluas ekspor turun, PHK meningkat, inflasi naik, dan daya beli masyarakat tertekan,” ujar Hanif.
    Dalam pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), tarif bea masuk atau tarif Trump akan memberikan dampak signifikan terhadap daya saing ekspor Indonesia ke AS.
    Sebab selama ini produk ekspor utama Indonesia di pasar AS di antaranya adalah elektronik, tekstil, alas kaki, palm oil, karet, udang, dan produk-produk perikanan laut.

    Pemerintah
    Indonesia akan segera menghitung dampak pengenaan tarif AS terhadap sektor-sektor tersebut dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Pemerintah Indonesia juga akan mengambil langkah-langkah strategis untuk memitigasi dampak negatif terhadap perekonomian nasional Indonesia,” bunyi keterangan resmi Kemenlu yang diunggah di laman resminya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Medan tempur baru Prabowo: tarif Trump dan tekanan asimetris

    Medan tempur baru Prabowo: tarif Trump dan tekanan asimetris

    Indonesia, yang selama ini mengambil posisi netral-aktif, kini menghadapi pertanyaan yang tidak lagi bisa dihindari: ‘bersama siapa kamu berdiri?’

    Jakarta (ANTARA) – Dunia hari ini tidak lagi memberikan ruang bagi kenyamanan semu. Krisis demi krisis, dari pandemi global hingga perang tarif antarnegara besar, telah menjungkirbalikkan tatanan yang selama ini kita kenal.

    Medan yang kita hadapi bukan lagi sekadar persoalan pembangunan atau pertumbuhan, melainkan palagan geopolitik yang kian brutal dan tanpa ampun. Dalam lanskap ini, ekonomi bukan lagi sekadar urusan angka atau pasar, melainkan bagian integral dari strategi pertahanan nasional.

    Kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat, yang menjatuhkan beban 32 persen kepada ekspor Indonesia, memberi sinyal jelas bahwa dunia telah bergeser. Ekonomi menjadi instrumen tekanan, simbol pemihakan, dan alat dalam perebutan dominasi global.

    Dalam konteks ini, ekonomi Indonesia tak bisa lagi hanya ditopang oleh hitungan neraca dan target makro. Ia harus dibangun sebagai sistem pertahanan, sebagai resiliensi strategis.

    Tantangan Geopolitik dan Perang Ekonomi

    Tarif tinggi ini adalah bagian dari strategi decoupling atau de-risking Amerika Serikat dari China, tapi dengan efek domino ke negara-negara lain yang dianggap terlalu dekat dengan orbit ekonomi Beijing. Indonesia, yang selama ini menjadi tujuan relokasi industri dari China, mulai dipersepsikan sebagai bagian dari “proksi dan rantai pasok China”. Akibatnya, kita ikut terkena imbas.

    Kita juga sedang terlibat dalam perang ekonomi global. Tarif yang dulu digunakan untuk melindungi industri dalam negeri, kini menjadi alat untuk membatasi pertumbuhan negara-negara yang dianggap mengancam posisi AS.

    Indonesia, dengan posisi bebas-aktifnya, justru terseret dalam tarik-menarik antara dua kekuatan besar. Bahkan negara-negara kecil seperti Kamboja dan Laos pun turut dikenai penalti.

    Sebagai pemerhati isu strategis dan pertahanan, saya melihat bahwa kebijakan tarif ini merupakan bagian dari kompetisi kekuatan global yang tak lagi mengenal batas antara sipil dan militer. Ekonomi kini adalah front terdepan dari perang hibrida, perang tanpa peluru, namun berdampak langsung pada stabilitas dan kedaulatan negara. Kita tidak bisa lagi memisahkan perdagangan dari politik luar negeri, atau investasi dari orientasi keamanan nasional.

    Lebih dari itu, kebijakan tarif semacam ini dapat digunakan sebagai alat bargaining atau bahkan tekanan untuk menentukan arah aliansi. Bukan tidak mungkin, dalam waktu dekat, negara-negara berkembang akan dihadapkan pada dilema geopolitik yang lebih tajam: apakah tetap berpegang pada prinsip non-blok, atau bersiap memilih blok kekuatan baru.

    Respons strategis Indonesia

    Era Prabowo dimulai di tengah perubahan lanskap global yang cepat dan penuh tekanan. Dunia bergerak dari multilateralisme menuju proteksionisme bersenjata.

    Posisi Indonesia sebagai negara besar di Asia Tenggara menjadikannya medan rebutan pengaruh dua kekuatan utama dunia. Tapi terlalu lama kita hanya menjadi objek, bukan aktor.

    Kini saatnya berubah. Sejak awal, pemerintahan Prabowo tidak hendak membiarkan ekonomi kita hanya menjadi penyangga pertumbuhan global. Sektor strategis hendak ditransformasi menjadi pilar ketahanan nasional: dari industri pertahanan, pangan, energi, hingga teknologi. Kebijakan ekonomi harus dijalankan tidak hanya untuk mengejar angka, tetapi untuk membangun daya tahan dan daya saing.

    Tarif tinggi dari AS menjadi pengingat bahwa dalam kompetisi global, kekuatan ekonomi adalah cermin dari kekuatan negara. Maka, kebijakan ekonomi Indonesia ke depan harus didesain sebagai strategi geopolitik: bukan hanya untuk tumbuh, tapi untuk bertahan dan memimpin. Diplomasi perdagangan harus diperkuat, tak hanya untuk membuka pasar, tetapi untuk menegosiasikan posisi Indonesia secara strategis dalam rantai nilai global.

    Prabowo tidak sedang bermaksud membangun ekonomi yang sekadar kompetitif secara pasar, melainkan ekonomi yang berdaulat secara strategis. Dari hilirisasi hingga digitalisasi, dari pertanian modern hingga penguatan industri pertahanan, semuanya adalah bagian dari sistem pertahanan nasional yang holistik. Visi ini memerlukan konsistensi, ketegasan birokrasi, dan dukungan kolektif dari seluruh elemen bangsa.

    Data Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa ekspor nonmigas Indonesia ke AS dalam lima tahun terakhir mengalami fluktuasi, dari 18,62 miliar dolar AS pada 2020 hingga 26,31 miliar dolar AS pada 2024. Produk padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur kini terancam kehilangan daya saing akibat beban tarif yang tinggi.

    Inilah ujian nyata atas kapasitas kita menjaga keberlanjutan sektor industri di tengah turbulensi global. Dan ini juga menjadi ujian bagi kemampuan negara melindungi dan memperkuat tulang punggung ekonominya sendiri.

    Ekonomi sebagai sistem pertahanan nasional

    Kemandirian ekonomi bukan lagi sekadar jargon pembangunan. Ia adalah inti dari statecraft, kemampuan negara untuk mengelola kekuatan nasional demi kepentingan strategis. Dalam doktrin geopolitik, ekonomi adalah barikade pertama. Negara yang tidak menguasai pangan, energi, dan industrinya sendiri, akan tumbang tanpa tembakan.

    Langkah-langkah seperti hilirisasi industri strategis, pembangunan lumbung pangan, transisi energi, dan insentif industri nasional tidak boleh dipandang sebagai proyek sektoral semata. Mereka adalah bangunan awal dari benteng ketahanan nasional yang akan menentukan nasib Indonesia dalam puluhan tahun ke depan.

    Presiden Prabowo sudah berpikir jauh ke depan untuk menjadikan ekonomi sebagai fondasi pertahanan nirmiliter yang menyatu dengan sistem keamanan nasional. Sinergi antara kementerian ekonomi, pertahanan, luar negeri, dan BUMN harus dipercepat, agar kebijakan tidak berjalan dalam silo dan fragmentasi. Di tengah dunia yang makin saling bergantung, justru ketergantungan yang tidak seimbang akan menjadi kerentanan baru.

    Tantangan ini memang tidak bisa dijawab hanya dengan retorika. Dibutuhkan keberanian politik, strategi lintas sektor, dan konsistensi kebijakan yang menjadikan ekonomi sebagai instrumen pertahanan.

    Nah, Presiden Prabowo memiliki modal visi dan legitimasi publik yang cukup untuk menyatukan pelaku industri, petani, buruh, teknokrat, dan militer dalam satu misi besar: membangun kemandirian strategis.

    Tarif tinggi dari AS adalah tamparan, tapi juga peluang. Ia membangunkan kita dari mimpi panjang globalisasi tanpa kendali. Inilah waktunya menjadikan ekonomi sebagai palagan strategis: medan tempur, dan sekaligus medan penempaan kekuatan nasional.

    Dalam konteks ini, kita perlu menyadari bahwa tarif bukan hanya instrumen perdagangan, tapi juga bagian dari ancaman asimetris yang kini menjadi wajah baru konflik antarnegara. Tidak ada kapal perang yang berlayar, tidak ada peluru yang ditembakkan, namun efeknya bisa melumpuhkan industri strategis, memicu PHK massal, hingga melemahkan posisi tawar politik sebuah negara.

    Ini adalah bagian dari perang zona abu-abu (grey zone warfare), di mana instrumen ekonomi digunakan untuk melemahkan lawan tanpa deklarasi perang. Dan jika kita tidak waspada, tekanan semacam ini akan terus menjadi senjata ampuh untuk menguji dan menggoyahkan kedaulatan negara.

    Saatnya berdiri bersama

    Langkah Amerika menerapkan tarif tinggi terhadap produk Indonesia sebetulnya bukan sebuah strategic surprise bagi pemerintahan Prabowo. Gejalanya telah terlihat sejak lama, ketika Washington semakin agresif mendorong decoupling dari China dan memandang Indonesia sebagai bagian dari rantai pasok baru yang berpotensi memperkuat posisi Beijing secara tidak langsung.

    Maka, kebijakan tarif pemerintahan Trump ini lebih tepat dibaca sebagai bentuk strategic pressure yang dirancang untuk menekan, menguji, dan menundukkan arah kebijakan ekonomi Indonesia.

    Dalam situasi seperti ini, pilihan kita hanya dua: mempertegas arah strategis dengan memperkuat ketahanan ekonomi nasional dan konsolidasi politik luar negeri, atau menjadi bulan-bulanan tekanan dari berbagai kekuatan besar.

    Maka sewajarnya jika Pemerintahan Prabowo menjadikan tekanan ini sebagai momen untuk menyatukan arah diplomasi dan membangun blok kekuatan sendiri, sembari tetap cermat menjaga keseimbangan.

    Apalagi, arah kebijakan ekonomi dan diplomasi yang ditempuh Presiden Prabowo sejauh ini justru tampak relevan dalam menjawab tekanan semacam ini. Strategi hilirisasi, keterlibatan aktif Indonesia dalam forum-forum global seperti G20 di satu sisi, dan BRICS+ di sisi lain, serta langkah memperkuat kapasitas pembiayaan domestik melalui sumber daya dalam negeri, termasuk inisiatif pendanaan strategis seperti Danantara, adalah upaya membangun kemandirian yang mengurangi ketergantungan pada investasi asing.

    Dengan fondasi seperti ini, ketika sinyal keras bahwa dunia sedang mengalami realignment –dan Indonesia didorong untuk menunjukkan secara jelas di mana berpijak karena langkah konkretnya justru dibaca sebagai posisi strategis yang cenderung tak netral bahkan ambigu– Indonesia justru tidak hanya sedang menyiapkan kemampuan untuk bertahan, tetapi juga untuk menciptakan ruang manuver lebih luas dalam menghadapi tekanan global yang terus meningkat.

    Kebijakan tarif Trump ini pada dasarnya merupakan bentuk tekanan geopolitik. Melalui kebijakan ekonomi yang tampak teknokratis, Amerika Serikat sejatinya tengah menguji posisi negara-negara yang dianggap terlalu dekat dengan orbit kekuatan lain, terutama China.

    Indonesia, yang selama ini mengambil posisi netral-aktif, kini menghadapi pertanyaan yang tidak lagi bisa dihindari: “bersama siapa kamu berdiri?”

    Pertanyaan itu tidak hanya relevan di kancah internasional. Di dalam negeri pun, Presiden Prabowo layak untuk mengajukan pertanyaan yang sama kepada seluruh komponen bangsa: “bersama siapa kalian berdiri?”

    Apakah kita bersedia berdiri bersama agenda kemandirian dan ketahanan nasional? Apakah kita siap membangun ekonomi yang tidak hanya tumbuh, tetapi juga tangguh dan berdaulat? Di tengah dunia yang semakin tidak pasti, hanya bangsa yang mampu menyatukan visi strategis dan keberanian politik yang akan bertahan dan menang.

    Inilah saatnya kita menjadikan ekonomi bukan hanya sebagai alat pencapaian kemakmuran, tapi juga sebagai landasan ketahanan nasional yang sejati. Bukan hanya agar kita tidak dijatuhkan, tetapi agar kita mampu berdiri tegak dengan kepala terangkat dan harga diri sebagai bangsa merdeka.

    *) Khairul Fahmi adalah Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS)

    Copyright © ANTARA 2025

  • Kekayaan Sederet Miliarder Amblas US0 Miliar Lebih Imbas Tarif Trump

    Kekayaan Sederet Miliarder Amblas US$200 Miliar Lebih Imbas Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – Kedekatan dengan Donald Trump tidak membuat Elon Musk lolos dari dampak tarif yang diberlakukan Presiden AS tersebut. 

    Tarif Trump yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump pada 2 April 2025, yang melanda negara-negara dan mengirimkan gelombang kejut di seluruh pasar global, telah merugikan para miliarder terkaya di dunia seperti Jeff Bezos, Elon Musk, dan Mark Zuckerberg.

    Gelombang tarif terbaru memicu badai keuangan, yang menyebabkan salah satu kemerosotan pasar terburuk sejak era pandemi.

    Lantaran menyebabkan kemerosotan di pasar global, Indeks Miliarder Bloomberg mengalami penurunan harian terbesar keempat dalam sejarah, dan terbesar sejak puncak pandemi Covid-19.

    Sebagian besar miliarder yang terpukul keras berasal dari Amerika sendiri. Kemerosotan tersebut menghapus ratusan miliar kekayaan orang-orang terkaya di dunia, bahkan tidak terkecuali para orang dekat Trump seperti Elon Musk.

    Lalu, siapa saja miliarder yang kekayaannya terseret paling dalam imbas tarif Trump?

    1. Elon Musk

    Ternyata, bahkan persahabatan Presiden tidak dapat menyelamatkannya dari nasib buruk. CEO Tesla dan pemimpin DOGE, dan salah satu ‘sahabat’ terdekat Trump, Elon Musk, kehilangan US$11 miliar pada hari Kamis, karena saham perusahaan mobilnya turun 5,5% menyusul pengumuman tarif Trump.

    2. Jeff Bezos

    Seorang miliarder yang akan melangsungkan pernikahannya dalam beberapa bulan lagi, nampaknya tak bertemu takdir baik. Jeff Bezos adalah pecundang terbesar berikutnya dalam daftar ini, kehilangan kekayaan sebesar US$15,9 miliar setelah saham Amazon anjlok 9% pada Kamis (3/4/2025), menandai penurunan terbesar sejak 2022.

    3. Mark Zuckerberg

    Salah satu pendiri Meta itu juga mengalami kerugian terbesar! Mark Zuckerberg adalah yang paling merugi dalam dolar AS, dengan penurunan 9% perusahaan media sosial tersebut yang menyebabkan kerugian bagi kepala eksekutifnya sebesar US$17,9 miliar, atau sekitar 9% dari kekayaannya.

    Dilansir Bloomberg, 500 orang terkaya di dunia mengalami penurunan kekayaan gabungan sebesar US$208 miliar pada Kamis, segera setelah tarif yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump membuat pasar global terguncang.

    Penurunan kekayaan gabungan sebesar US$208 miliar menandai penurunan terbesar keempat dalam satu hari sejak Bloomberg mulai melacak kekayaan para miliarder 13 tahun lalu, dan yang terburuk sejak jatuhnya pasar yang disebabkan oleh pandemi.

    Miliarder AS kehilangan sebagian besar kekayaan, dengan sembilan dari 10 yang mencatat rugi paling besar berasal dari Amerika. 

    Lebih dari separuh dari mereka yang dilacak oleh indeks kekayaan Bloomberg mengalami penurunan kekayaan, dengan penurunan rata-rata sebesar 3,3%.

    Berikut adalah daftar 10 miliarder teratas yang muncul sebagai pecundang terbesar setelah pengumuman tarif Trump, menurut Bloomberg Billionaires Index pada tanggal 4 April:

    1. Mark Zuckerberg: Turun US17,9 miliar menjadi US$189 miliar

    2. Jeff Bezos : Turun US$15,9 miliar menjadi US$201 miliar

    3. Elon Musk: Turun US$11 miliar menjadi US$322 miliar

    4. Michael Dell: Turun US$9,53 miliar menjadi US$92,1 miliar

    5. Larry Ellison: Turun US$8,10 miliar menjadi US$160 miliar

    6. Jensen Huang: Turun US$7,36 miliar menjadi US$89,6 miliar 

    7. Bernard Arnault: Turun US$6,22 miliar menjadi US$163 miliar

    8. Larry Page: Turun US$4,79 miliar menjadi US$138 miliar 

    9. Sergey Brin: Turun US$4,46 miliar menjadi US$130 miliar 

    10. Thomas Peterffy: Turun US$4,06 miliar menjadi US$49,4 miliar

  • Mitigasi Tarif Trump, IBC Usulkan Indonesia Renegosiasi dan Perluas Perjanjian Dagang – Halaman all

    Mitigasi Tarif Trump, IBC Usulkan Indonesia Renegosiasi dan Perluas Perjanjian Dagang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesian Business Council (IBC) mengusulkan, Pemerintah Indonesia perlu melakukan renegosiasi, dan memperluas perjanjian dagang dengan negara dan kawasan baru.

    Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memitigasi dampak kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump, 

    CEO IBC Sofyan Djalil menyampaikan, langkah-langkah perlu dilakukan sebagai upaya mitigasi untuk menjaga dampak kebijakan tarif terhadap kinerja perekonomian dan perdagangan nasional.

    “Lalu kami juga meminta pemerintah untuk melakukan renegosiasi tarif dan memperluas perjanjian dagang (FTA) dengan negara dan kawasan mitra baru,” ujar Sofyan saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (5/4/2025).

    Sofyan berujar, IBC mendukung upaya pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis dalam merespons kebijakan tarif dagang terbaru yang dikeluarkan oleh Pemerintah AS pekan ini, serta memitigasi dampaknya terhadap kinerja ekspor Indonesia.

    Secara rinci, IBC menyampaikan usulan empat langkah strategis yang dapat diambil pemerintah. Pertama, fokus pada upaya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan memberikan dukungan kepada industri yang terdampak, termasuk di dalamnya kelompok UMKM yang merupakan bagian dari mata rantai industri ekspor.

    Upaya ini perlu didukung dengan kebijakan yang kondusif, kepastian regulasi, dan reformasi struktural dalam kemudahan berbisnis.

    “Langkah ini diperlukan untuk meningkatkan produktivitas nasional dan daya saing ekspor,” ujar Sofyan.

    Kedua, IBC mengusulkan agar pemerintah mengambil langkah renegosiasi dengan pemerintah AS dan mengkaji kembali kerangka perjanjian dagang antara kedua negara, untuk mengupayakan penerapan tarif yang lebih adil dan berimbang.

    Hal ini tidak hanya bertujuan untuk mempertahankan hubungan dagang yang telah berlangsung, tapi juga memperluas potensi penguatan perdagangan melalui penguatan diplomasi dagang yang aktif.

    Ketiga, IBC meminta pemerintah untuk mengambil langkah negosiasi multilateral bersama negara-negara ASEAN untuk mendorong tatanan perdagangan internasional yang lebih adil dan setara.

    ASEAN merupakan mitra dagang yang sangat besar dan penting, sehingga baik AS maupun ASEAN akan sama-sama diuntungkan melalui upaya negosiasi dan diplomasi dagang ketimbang penerapan kebijakan yang sepihak.

    Keempat, IBC mendorong perluasan perjanjian kerjasama perdagangan bilateral dan multilateral serta mempercepat penyelesaian perundingan dagang (FTA) yang saat ini sedang berlangsung. Perjanjian kerjasama dengan negara-negara dan kawasan-kawasan akan memperluas akses pasar baru untuk Indonesia.

    Ketua Dewan Pengawas IBC Arsjad Rasjid menyatakan, momen ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai destinasi investasi dan mitra dagang strategis di tengah pergeseran rantai pasok global.

    “Kami melihat tantangan ini sebagai peluang untuk mempercepat reformasi struktural, mendorong diversifikasi pasar ekspor, serta mengembangkan industri bernilai tambah. Kemudahan berusaha juga perlu terus ditingkatkan agar Indonesia lebih kompetitif secara global,” tutur Arsjad.

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump pekan ini mengumumkan daftar negara yang dikenai tarif resiprokal untuk produk-produk yang diekspor ke AS. Indonesia termasuk dalam daftar tersebut dengan nilai tarif dikenakan sebesar 32 persen.

    Tarif baru ini memberi tekanan besar pada daya saing ekspor nasional, khususnya ke pasar AS yang menyumbang 38,7 miliar dolar AS ekspor Indonesia pada 2024.

    Kebijakan tarif dari pemerintah AS berpotensi memperburuk tensi dagang global dan mengganggu stabilitas ekonomi lintas negara, termasuk Indonesia.

  • Viral Tarian THR Lebaran, Ini Asal Usul Pemberian Tunjangan Hari Raya di Indonesia – Page 3

    Viral Tarian THR Lebaran, Ini Asal Usul Pemberian Tunjangan Hari Raya di Indonesia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Tren tarian THR yang viral di media sosial selama Lebaran 2025 telah memicu perdebatan seru di kalangan netizen. Tarian THR yang melibatkan gerakan maju-mundur, pergeseran kaki ke kanan dan kiri, diakhiri dengan lompatan kecil ini, menarik perhatian karena kemiripannya dengan tarian Hora, sebuah tarian tradisional Yahudi.

    Perdebatan ini muncul di berbagai platform media sosial, menimbulkan pertanyaan tentang sensitivitas budaya dan agama dalam konteks tren viral di era digital. Siapa yang memulai tren ini masih belum jelas, namun penyebarannya begitu cepat hingga memicu beragam reaksi.

    Kemiripan tarian THR dengan tarian Hora inilah yang menjadi pusat perdebatan. Beberapa netizen dengan tegas melarang atau bahkan mengharamkan, Namun, tidak semua orang sepakat dengan pendapat tersebut. Banyak yang berpendapat bahwa melihat kemiripan dengan tarian Hora saja sebagai alasan untuk melarang tarian THR adalah reaksi yang terlalu berlebihan. 

    Di luar perdebatan tersebut, yuk kita lihat asal usul dan aturan THR di Indonesia.

    Sejarah dan Asal Usul

    Tunjangan Hari Raya atau THR memiliki sejarah panjang dalam perkembangan ketenagakerjaan di Indonesia. Kebijakan pemberian tunjangan khusus menjelang hari raya ini mencerminkan kepedulian pemerintah terhadap kesejahteraan pekerja, sekaligus menunjukkan penghargaan terhadap keberagaman agama dan budaya di Indonesia.

    Awal mula THR di Indonesia dapat ditelusuri ke era 1950-an, tepatnya saat kepemimpinan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo. Pada masa itu, THR pertama kali diperkenalkan sebagai kebijakan khusus yang hanya berlaku bagi pegawai negeri. Besaran THR yang diberikan saat itu sekitar Rp200, nominal yang terbilang cukup signifikan karena setara dengan 17,5 dolar AS. Pemberian THR ini dimaksudkan untuk membantu pegawai negeri mempersiapkan perayaan hari raya dengan lebih baik.

    Seiring berjalannya waktu, konsep THR mengalami evolusi yang signifikan. Pemerintah mulai menyadari pentingnya memperluas cakupan penerima THR ke sektor swasta. Momentum penting terjadi pada tahun 1994 ketika Kementerian Tenaga Kerja mengeluarkan Peraturan Menteri No. 04/1994. Regulasi ini menjadi tonggak sejarah karena untuk pertama kalinya secara resmi mewajibkan pemberian THR kepada seluruh pekerja di sektor swasta.

    Perkembangan regulasi THR terus berlanjut dengan dikeluarkannya berbagai peraturan yang semakin memperkuat posisi THR sebagai hak normatif pekerja. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan semakin mengukuhkan status THR dan memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi para pekerja. Peraturan ini kemudian diperkuat dengan berbagai regulasi turunan yang mengatur detail teknis pemberian THR.

    Hari ini, THR telah bertransformasi dari sekadar bonus menjadi hak yang dilindungi undang-undang bagi seluruh pekerja di Indonesia, baik di sektor pemerintah maupun swasta. Perjalanan sejarah THR menunjukkan bagaimana kebijakan ini telah berkembang untuk menciptakan sistem ketenagakerjaan yang lebih adil dan melindungi kesejahteraan pekerja.

  • Pengusaha Sepatu RI akan Terkena Dampak Berat dari Tarif Resiprokal 32 Persen AS – Halaman all

    Pengusaha Sepatu RI akan Terkena Dampak Berat dari Tarif Resiprokal 32 Persen AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO) mengaku akan merasakan dampak yang berat dari kebijakan tarif impor timbal balik atau ‘Reciprocal Tarrifs’ dari Amerika Serikat (AS) ke Indonesia.

    Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif timbal balik, yaitu bea masuk tambahan sebesar 10 persen yang akan berlaku mulai 5 April 2025.

    Kemudian, ada tarif tambahan spesifik per negara akan berlaku mulai 9 April 2025. Indonesia dikenakan tarif sebesar 32 persen. Bila ditotal, produk RI yang masuk AS akan terkena tarif 42 persen.

    Ketua Umum APRISINDO Eddy Widjanarko mengaku pihaknya akan membutuhkan penyesuaian usai tarif ini diberlakukan.

    “Tentu ini akan memiliki dampak yang cukup berat bagi pelaku industri persepatuan. Anggota APRISINDO perlu waktu untuk menyesuaikan dengan situasi dan keadaan dari kebijkan ini,” kata Eddy dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (5/4/2025).

    Sektor persepatuan RI merupakan industri padat karya yang menyerap kurang lebih 1,8 juta tenaga kerja.

    Menurut data yang Eddy punya, AS menjadi negara tujuan ekspor alas kaki terbesar Indonesia. Selama 2020 – 2022, kinerja ekspor selalu meningkat setiap tahunnya.

    Nilai ekspor pada 2020 tercatat sebesar 1,38 miliar dolar AS, 2021 sebesar 2,11 miliar dolar AS, dan 2022 sebesar 2,61 miliar dolar AS.

    Pada 2023, terjadi penurunan ekspor ke US sebesar 26 persen ke angka 1,92 miliar dolar AS, tetapi kembali meningkat pada 2024 sebesar 24 persen yang nilainya mencapai 2,39 miliar dolar AS.

    Eddy memastikan APRISINDO siap bekerja sama secara pro-aktif dengan pemerintah untuk langka-langkah strategis yang diambil dalam rangka mitigasi dampak dari tarif ini.

    Ia berharap Pemerintah RI mengirimkan delegasi level tingkat tinggi yang berkompeten dan kredibel ke Washington DC untuk melakukan negosiasi langsung dengan Pemerintah AS.

    Ada satu solusi yang Eddy tawarkan untuk menjadi penyelesaian masalah ini.

    Ia menyebut Pemerintah RI perlu mempercepat penyelesaian perundingan dagang Indonesia-Uni Eropa atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA).

    Perundingan I-EU CEPA yang telah berjalan selama sembilan tahun itu diharapkan bisa segera rampung agar RI bisa mendapat pasar alternatif.

    Lalu, perjanjian dagang tersebut juga bisa mengurangi tarif bea masuk produk alas kaki Indonesia ke pasar 27 negara Eropa.

    Negara pesaing lainnya, yang juga terkena tarif impor tinggi baru dari AS seperti Vietnam dan Bangladesh, telah memiliki perjanjian CEPA dengan Uni Eropa. 

  • Mitigasi Tarif Trump, IBC Usulkan Indonesia Renegosiasi dan Perluas Perjanjian Dagang – Halaman all

    AS Terapkan Kebijakan Tarif Impor 32 Persen ke RI untuk Tekan Defisit Neraca Perdagangan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menilai kebijakan tarif impor resiprokal sebesar 32 persen yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) ke Indonesia sebagai langkah untuk mengurangi defisit neraca perdagangan yang dialami AS dengan Indonesia.

    Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengungkap bahwa defisit perdagangan AS dengan Indonesia mencapai 17 miliar dolar AS.

    “Memang dengan China dan Vietnam defisitnya sudah di atas 100 miliar dolar AS, tapi dengan kita juga cukup besar, 17 miliar dolar AS. Jadi kita juga termasuk yang ditargetkan oleh pemerintah Amerika,” katanya dalam konferensi pers daring, Jumat (4/4/2025).

    Menurut Redma, jika Indonesia ingin AS mengurangi tarif impor resiprokal sebesar 32 persen, salah satu langkah yang harus dilakukan adalah menurunkan surplus perdagangan dengan Negeri Paman Sam.

    “Jadi kan tujuannya tadi menurunkan defisit perdagangan. Jadi mungkin perdagangan kita ke depan, kalau kita mau tetap jadi eksportir ke Amerika, kita harus mengurangi surplus kita,” ujarnya.

    Ia menjelaskan, saat RI akhirnya mengurangi surplus perdagangan dengan AS, defisit perdagangan dengan negara lain juga perlu dikurangi.

    Itu menjadi bentuk antisipasi agar neraca perdagangan RI bisa tetap surplus.

    “Jadi bukan artinya kalau kita mengurangi surplus kita itu rugi. Tapi, kalau kita bisa mengalihkan impor kita dari negara lain ke Amerika Serikat, itu kan artinya kita juga menurunkan defisit perdagangan kita dengan negara lain,” ucap Redma.

    Dengan demikian, surplus perdagangan Indonesia dengan AS berkurang, tetapi defisit perdagangan dengan negara lain juga tetap bisa turun. Ini pada akhirnya mampu membantu Indonesia untuk tetap bernegosiasi dengan AS.

    “Jadi ini caranya supaya kita bisa tetap bernegosiasi. Nah ini diinginkan Amerika Serikat di situ,” kata Redma.

    Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan bahwa jika AS bisa menurunkan defisit dengan Indonesia, ada kemungkinan tarif impor resiprokal yang saat ini 32 persen dapat diturunkan menjadi 20 persen.

    “Mungkin itu memang tujuannya Pemerintah Trump ya, bagaimana menurunkan defisit neraca perdagangannya. Kalau kita enggak mampu [mengurangi defisit perdagangan itu], pasti akan alot untuk pemerintah Amerika mau menurunkan resiprokal tarifnya,” kata Jemmy.