Produk: CPO

  • Kejagung Telusuri Sumber Dana Suap Rp60 Miliar ke Ketua PN Jaksel

    Kejagung Telusuri Sumber Dana Suap Rp60 Miliar ke Ketua PN Jaksel

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telusuri sumber dana suap dari perkara pengurusan vonis lepas kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng korporasi.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan bahwa uang suap Rp60 miliar memang berasal dari pengacara sekaligus tersangka Aryanto (AR). Namun, dia mengatakan tidak menutup kemungkinan bahwa uang suap itu tersebut berasal dari pihak lain.

    “Memang secara logika hukumnya kan apakah ini murni dari AR atau dari pihak lain, nah nanti itulah yang terus didalami oleh penyidik,” ujar Harli di Kejagung, Selasa (15/4/2025).

    Dia menambahkan sejauh ini pihaknya masih mempelajari setiap temuan yang ada. Misalnya, barang bukti elektronik hingga aset yang telah disita penyidik.

    Salah satu upaya pendalaman barang bukti itu dilakukan dengan mengklarifikasi seluruh pihak termasuk tersangka dalam kasus suap tiga hakim di PN Jakarta Pusat ini.

    “Dokumen ini kan akan terus dipelajari, kemudian ketika ada perkembangan dan perlu dilakukan pendalaman dan ini tentu kan harus dimintai keterangan, diperiksa,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis lepas terhadap tiga grup korporasi yang terjerat dalam kasus korupsi ekspor CPO.

    Tiga grup atau korporasi tersebut, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas. Vonis lepas atau onslag itu telah menolak tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta agar ketiga grup korporasi dibebankan denda dan uang pengganti sekitar Rp17,7 triliun.

    Adapun, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini. Perinciannya, Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta (MAN); Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG).

    Selanjutnya, dua pengacara atau advokat bernama Marcella Santoso (MR) dan Aryanto (AR). Teranyar, tiga hakim mulai dari Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom (AM) turut jadi tersangka.

  • Kejagung Dalami Suap Vonis CPO, 14 Saksi Diperiksa!

    Kejagung Dalami Suap Vonis CPO, 14 Saksi Diperiksa!

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) semakin intensif mendalami dugaan praktik suap dalam penanganan vonis perkara ekspor crude palm oil (kasus vonis CPO). Upaya pemberantasan mafia CPO ini terus bergulir dengan pemeriksaan sejumlah pihak, termasuk aparat penegak hukum. Hingga saat ini, sebanyak 14 orang telah dimintai keterangan sebagai saksi dalam penyidikan kasus vonis CPO tersebut.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengungkapkan, dari 14 saksi yang telah diperiksa, tujuh di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap vonis CPO ini.

    Ketujuh tersangka tersebut terdiri dari tiga pengacara, yaitu Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Marcella Santoso (MS), dan Ariyanto (AR).

    Selain itu, satu panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara bernama Wahyu Gunawan (WG), serta tiga hakim yang terdiri dari Djumyanto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom, juga turut menjadi tersangka dalam kasus suap vonis CPO yang melibatkan ekspor CPO ini.

    “Sebagaimana kita ketahui, Kejaksaan Agung telah memeriksa sedikitnya 14 saksi, di mana tujuh orang di antaranya telah berstatus tersangka,” jelas Harli Siregar kepada awak media, Selasa (15/4/2025).

    Lebih lanjut, Harli Siregar menambahkan, proses pemeriksaan terhadap para tersangka masih terus berjalan. Salah satunya adalah Wahyu Gunawan, yang kembali menjalani pemeriksaan pada hari ini untuk mendalami keterlibatannya dalam kasus vonis CPO ini.

    “Penyidik saat ini terus melakukan pendalaman terhadap keterangan yang diberikan oleh para tersangka dan saksi. Setiap informasi yang diperoleh akan dicocokkan untuk memperkuat alat bukti dalam kasus suap vonis CPO ini,” lanjutnya.

    Mengenai kemungkinan pemanggilan pihak-pihak dari perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di sektor CPO, seperti Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, Harli Siregar menyatakan hal tersebut belum dilakukan. Saat ini, tim penyidik masih memfokuskan diri pada pemeriksaan saksi dan tersangka yang telah ada dalam kasus vonis CPO ini.

    “Penyidik saat ini masih fokus pada pendalaman keterangan dari para saksi maupun tersangka,” pungkas Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar terkait perkembangan kasus dugaan suap perkara CPO yang tengah menjadi sorotan.

  • Ahmad Sahroni Desak Reformasi Total Lembaga Peradilan Usai Kasus Suap Hakim Ekspor CPO
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 April 2025

    Ahmad Sahroni Desak Reformasi Total Lembaga Peradilan Usai Kasus Suap Hakim Ekspor CPO Nasional 15 April 2025

    Ahmad Sahroni Desak Reformasi Total Lembaga Peradilan Usai Kasus Suap Hakim Ekspor CPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendorong
    reformasi lembaga peradilan
    secara menyeluruh usai empat hakim terlibat kasus dugaan suap dalam mengatur perkara kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah atau
    crude palm oil
    (CPO).
    Hakim yang menjadi tersangka pertama yang ditetapkan adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.
    “Sudah saatnya lembaga kehakiman direformasi secara keseluruhan,” kata Sahroni melalui keterangan tertulis, Selasa (15/4/2025).
    Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI itu juga mendesak pihak yang terlibat ditindak tegas.
    Ia menyampaikan, Komisi III bakal mendukung instansi penegak hukum memberantas mafia peradilan.
    Pasalnya, ia mengaku miris dengan kasus suap yang melibatkan empat hakim menjadi tersangka tersebut yang berpotensi merusak lembaga peradilan.
    “Saya miris sekali melihat carut marut lembaga kehakiman kita yang ramai diisi kasus korupsi. Keberadaan mafia peradilan ini sudah sangat merusak,” tuturnya.
    Tak cuma itu, ia meminta Mahkamah Agung (MA) memperketat pengawasan internal untuk menindak hakim-hakim nakal.
    Salah satunya dengan membuat mekanisme untuk memastikan tidak ada aliran dana yang mencurigakan, utamanya di antara para hakim.
    “Tidak menutup kemungkinan uang haram dari suap ini juga mengalir ke pejabat yang lebih tinggi, seperti kasus Zarof Ricar kemarin. Jadi ada komplotannya,” sebut Sahroni.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta, bersama tiga hakim lainnya sebagai tersangka dalam kasus suap vonis untuk Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
    Ketiga hakim itu adalah majelis hakim yang menangani sidang perkara CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Uang suap diduga mengalir melalui pengacara dan pejabat pengadilan.
    Pada saat kasus itu terjadi, Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Membuka Kotak Pandora Mafia Kasus: Ronald Tannur ke Suap Migor

    Membuka Kotak Pandora Mafia Kasus: Ronald Tannur ke Suap Migor

    Bisnis.com, JAKARTA — Hukum di Indonesia tengah menjadi sorotan usai terungkapnya kembali mafia kasus yang melibatkan hakim hingga perangkat pengadilan.

    Pengungkapan itu bermula saat terendusnya suap pada vonis bebas Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afrianti di PN Surabaya oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Kala itu, tiga hakim PN Surabaya menyatakan bahwa Ronald Tannur tidak terbukti bersalah atas kematian Dini. Oleh sebab itu, Ronald Tannur bebas atas segala tuntutannya pada Rabu (24/7/2024).

    Selang tiga bulan kemudian, Kejagung mengumumkan bahwa tiga hakim yang memutus perkara Ronald Tannur itu menjadi tersangka.

    Sebab, usut punya usut ketiganya telah menerima suap dari pengacara Ronald Tannur Lisa Rachmat sekitar Rp4,6 miliar.

    Uang tersebut bersumber dari Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja yang ingin menggunakan segala cara agar anaknya tidak perlu mendekam di balik jeruji besi.

    Tak hanya hakim dan pengacara, kasus ini melibatkan juga mantan Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono.

    Perannya sederhana, Rudi hanya menyiapkan Erintuah Damanik untuk menjadi hakim majelis di persidangan Ronald Tannur.

    Selain itu, publik juga kembali dihebohkan atas keterlibatan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Dia ini dikenal publik sebagai makelar kasus. 

    Tak main-main, saat Zarof menjadi tersangka. Terungkap bahwa Zarof telah “bermain kasus” sejak 2012 hingga 2022. Tentunya, tak sedikit imbalan yang diterima Zarof saat menjadi makelar kasus.

    Dalam periode sekitar 10 tahun itu, Zarof didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp915 miliar dan emas logam mulia sebesar 51 kg dari pihak yang berperkara. Kini, Zarof masih menjalani persidangan di PN Tipikor.

    Suap Kasus Ekspor CPO 

    Belum genap setahun publik dihebohkan dengan kasus Ronald Tannur, peradilan hukum di Indonesia kembali tercoreng pada Sabtu (12/4/2025).

    Kala itu, Kejagung menggelar konferensi pers untuk mengumumkan kasus suap yang melibatkan perangkat pengadilan.

    Awalnya, Korps Adhyaksa menetapkan Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta; Panitera PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan; serta dua pengacara Marcella Santoso dan Aryanto menjadi tersangka.

    Mereka diduga bermain-main dalam kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng yang menyeret tiga grup korporasi, seperti Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

    Pada intinya, kasus suap ini telah membuahkan vonis lepas atau onslag terhadap perkara minyak goreng tersebut.

    Alhasil, ketiga grup korporasi itu bebas dari tuntutan pembayaran denda hingga beban uang pengganti sebesar Rp17,7 triliun.

    Selang satu hari selanjutnya, Kejagung kembali menetapkan tersangka terhadap tiga hakim mulai dari Djuyamto, Agam Syarif Baharudin (ASB), Ali Muhtarom (AM).

    Secara total, uang dugaan suap yang diberikan mencapai Rp60 miliar dalam bentuk dolar Amerika melalui Wahyu Gunawan.

    Jumlah itu merupakan permintaan dari Arif yang saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala PN Jakarta Pusat.

    Uang puluhan miliar itu kemudian dibagi-bagi kepada Djuyamto Cs dengan total Rp22,5 miliar.

    Sementara itu, Wahyu mendapatkan jatah USD 50.000 sebagai jasa penghubung antara Aryanto dengan Arif.

    Usut punya usut, kasus ini terungkap saat penyidik Kejagung menemukan alat bukti elektronik atas perkara vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya.

    Hal itu diungkapkan oleh Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar. Dia menyampaikan bahwa nama tersangka sekaligus advokat Marcella Santoso disinggung dalam barang bukti elektronik yang ditemukan penyidik.

    “Ketika dalam penanganan perkara di Surabaya, ada juga informasi soal itu. Soal nama MS itu dari barang bukti elektronik,” ujarnya di Kejagung, Sabtu (12/4/2025) malam.

    Hakim Djuyamto Cs Diberhentikan 

    Buntut dari kasus ini, MA telah memberhentikan sementara hakim dan panitera yang terlibat dalam kasus dugaan suap vonis perkara ekspor minyak goreng (migor) yang menyeret beberapa korporasi di PN Jakarta Pusat.

    Juru Bicara MA Yanto menyampaikan pihaknya telah bersurat ke Presiden Prabowo Subianto agar hakim dan panitera diberhentikan sementara.

    “Hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan akan diberhentikan sementara,” ujarnya di MA, Senin (14/4/2025).

    Dia menambahkan keputusan pemberhentian sementara itu lantaran kasus suap yang menjerat hakim dan panitera itu masih belum inkrah.

    Dengan demikian, apabila nantinya tersangka hakim Djuyamto Dkk itu telah berkekuatan hukum tetap, maka seluruh hakim dan panitera yang menjadi tersangka bakal diberhentikan permanen.

    Di samping itu, MA juga bakal memberlakukan Smart Majelis untuk penunjukan hakim secara otomatis menggunakan sistem robot atau artificial intelligent (AI). 

    Menurut Yanto penunjukan majelis hakim dengan AI itu diterapkan agar mencegah potensi adanya “permainan” atau suap pada proses hukum.

    Adapun, sistem otomatis itu sudah diterapkan pada penunjukan majelis hakim di tingkat MA. Sementara itu, pada tingkat pengadilan negeri dan tinggi masih berproses.

    “Kalau di MA sudah mulai ya sudah dimulai smart majelis. Jadi sudah mesin yang menentukan. Tapi, ini ternyata dari Rapim sudah akan dilakukan seluruh Indonesia Melalui robotik di Smart Majelis,” pungkasnya.

    Di lain sisi, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi menyatakan bahwa untuk saat ini sistem tersebut belum dapat diterapkan ke seluruh pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi. Sebab, terkendala dari sistem.

    “Sedangkan mengenai kapan sistem ini akan diberlakukan, kita harus membangun dulu aplikasinya ya. Butuh waktu untuk memproses pesan dari pimpinan tersebut,” tutur Sobandi.

  • Profil Ali Muhtarom, Hakim Sidang Perkara Tom Lembong yang Jadi Tersangka Suap CPO

    Profil Ali Muhtarom, Hakim Sidang Perkara Tom Lembong yang Jadi Tersangka Suap CPO

    loading…

    Hakim Ali Muhtarom tengah menjadi sorotan publik. Hakim yang menangani perkara Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menjadi tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor CPO. Foto: Ist

    JAKARTA – Hakim Ali Muhtarom tengah menjadi sorotan publik. Hakim yang menangani perkara mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menjadi tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO).

    Selain menetapkan tersangka Ali Muhtarom, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menjadikan 2 hakim yakni Agam Syarif Baharuddin dan Djuyamto sebagai tersangka.

    Kejagung menduga para tersangka menerima suap dari Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta sebesar Rp22,5 miliar. Sambil menunggu proses peradilan, 3 tersangka sementara waktu ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejagung.

    Profil Hakim Ali MuhtaromAli Muhtarom merupakan Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi di PN Jakarta Pusat. Nomor Induk Pegawai (NIP) yang dimiliki yakni 1972082502201603105.

    Dirangkum dari berbagai sumber, Ali Muhtarom memiliki perjalanan panjang dalam kariernya. Dia pernah bertugas sebagai Wakil Ketua Pengadilan Agama Bengkalis.

    Soal kekayaan, Ali Muhtarom tercatat mempunyai harta senilai Rp1,3 miliar. Angka tersebut didasarkan dalam laporannya untuk LHKPN KPK pada 21 Januari 2025.

    Kekayaan Ali Muhtarom terdiri atas beberapa aset berbeda di antaranya tanah dan bangunan senilai Rp1,2 miliar serta alat transportasi dan mesin sebesar Rp158 juta.

    Ali juga mempunyai harta bergerak lainnya senilai Rp38.500.000, kas dan setara kas Rp7.050.000. Namun, dia mencantumkan pula utang sebesar Rp150 juta.

    Jalan panjang karier yang dibangun Ali kini tercoreng akibat kasus hukum yang menjeratnya. Dugaan keterlibatannya dalam praktik suap tak hanya mencederai integritas pribadi, tapi juga tamparan bagi institusi peradilan itu sendiri.

    Sebelum ditetapkan tersangka atas kasus dugaan suap CPO, Ali Muhtarom menjadi hakim anggota yang memeriksa dan mengadili kasus dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa Tom Lembong. Setelah penetapan tersangka, Ali diganti dengan Hakim Alfis Setyawan.

    Diketahui, Ali Muhtarom beserta Djuyamto dan Agam Syarief diduga menerima uang suap sebesar Rp22,5 miliar dari total Rp60 miliar. Suap ini berkaitan dengan putusan lepas tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya industri kelapa sawit periode Januari 2021-Maret 2022.

    (jon)

  • Kejagung Layangkan Kasasi Vonis Lepas Ekspor CPO Korporasi

    Kejagung Layangkan Kasasi Vonis Lepas Ekspor CPO Korporasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengajukan kasasi terkait dengan vonis lepas perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng korporasi.

    Kapuspenkum Kejagung, Hari Siregar mengatakan upaya hukum yang dilakukan jaksa penuntut umum (JPU) itu dilayangkan sejak Kamis (27/3/2025).

    “Sudah per 27 Maret 2025 sesuai akta permohonan kasasi,” ujar Harli saat dihubungi, Selasa (15/4/2025).

    Dia menambahkan, pihaknya juga telah melengkapi memori kasasi dan sudah diserahkan kepada Mahkamah Agung pada Minggu (9/4/2025).

    “Kalau memori kasasinya juga sudah diserahkan per 9 April 2025,” pungkasnya.

    Atas pengajuan ini, Juru Bicara MA, Yanto menyatakan bahwa vonis dalam perkara fasilitas ekspor CPO korporasi itu belum memiliki kekuatan hukum yang tetap.

    “Putusan pengadilan tipikor pada pengadilan negeri Jakarta Pusat tersebut belum berkekuatan hukum tetap, karena penuntut umum [JPU] telah mengajukan upaya hukum kasasi,” ujar Yanto.

    Sekadar informasi, vonis lepas itu diduga merupakan hasil suap yang dilakukan pengacara sekaligus tersangka Marcella Santoso dan Aryanto dengan Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta.

    Modusnya, Aryanto menghubungi Wahyu Gunawan selaku Panitera PN Jakarta Utara agar hakim memvonis onslag. Kemudian, Wahyu menyampaikan permintaan Aryanto ke Arif. 

    Setelah negosiasi, Arif menunjuk tiga hakim pilihannya agar menangani sidang ekspor CPO korporasi. Adapun, Arif kala itu menjadi Wakil Kepala PN Jakarta Pusat.

    Pada intinya, pihak pengacara meminta agar majelis hakim memberikan vonis lepas atau onslag terhadap terdakwa tiga grup korporasi mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

    Adapun, tiga majelis hakim yang memutus perkara itu adalah Djuyamto selaku Hakim Ketua. Sementara, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom. Total uang suap yang diduga diberikan kepada Arif dkk mencapai Rp60 miliar.

  • Respons Tom Lembong Usai Hakim yang Tangani Kasusnya Ikut Terjerat Korupsi – Page 3

    Respons Tom Lembong Usai Hakim yang Tangani Kasusnya Ikut Terjerat Korupsi – Page 3

    Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar praktik culas mafia peradilan. Adalah tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menerima suap vonis lepas terhadap terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng senilai Rp22 miliar.

    Ketiganya, hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB) sendiri, hakim ad hoc Ali Muhtarom (AM), dan hakim Djuyamto (DJU). Mereka yang mengawal jalannya persidangan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari 2021-April 2022.

    Ada peran Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang dulu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus.

    Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, setelah terbit surat penetapan sidang, tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) memanggil tersangka Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis hakim dan Agam Syarif Baharuddin (ASB) selaku hakim anggota.

    “Lalu Muhammad Arif Nuryanta memberikan uang dolar, bila di-kurs-kan ke dalam rupiah senilai Rp4,5 miliar, di mana uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca bekas perkara. Dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (14/4) dini hari.

     

    Reporter: Nur Habibie

    Merdeka.com

  • Hakim Kasus Tom Lembong Diganti Usai Terjerat Dugaan Suap – Page 3

    Hakim Kasus Tom Lembong Diganti Usai Terjerat Dugaan Suap – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Hakim anggota Ali Muhtarom yang memimpin persidangan kasus impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) diganti.

    Pergantian Ali Muhtarom setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah di Jakarta, Senin (14/4) dini hari.

    Penggantian hakim itu diumumkan langsung oleh Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

    “Karena hakim anggota atas nama Ali Muhtarom sedang berhalangan tetap dan tidak dapat bersidang lagi, untuk mengadili perkara ini perlu ditunjuk hakim anggota untuk menggantikan,” ujar Dennie seperti dikutip dari Antara.

    Ketua PN Jakarta Pusat pun menunjuk Alfis Setiawan sebagai hakim anggota pengganti Ali, mendampingi Purwanto Abdullah.

    Pergantian hakim ini tidak menghentikan jalannya persidangan. Usai penetapan penggantian hakim, sidang kasus Tom Lembong pun dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi.

    Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016.

    Dakwaan tersebut didasari penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

    Surat pengakuan impor itu diduga diberikan agar perusahaan-perusahaan tersebut dapat mengimpor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih. Namun, Tom Lembong diketahui bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena mereka adalah perusahaan gula rafinasi.

    Tom Lembong juga dituduh tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, tetapi menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.

    Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Pergantian hakim dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang independensi dan integritas proses hukum. Pengamat hukum menilai bahwa kasus ini harus terus dipantau dan dikawal untuk memastikan keadilan dan transparansi.

     

  • Kolega Hakim yang Terjerat Suap Vonis Lepas CPO Tegaskan Rekan Kerjanya Harus Berani Tanggung Jawab – Halaman all

    Kolega Hakim yang Terjerat Suap Vonis Lepas CPO Tegaskan Rekan Kerjanya Harus Berani Tanggung Jawab – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).

    Empat tersangka tersebut adalah MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan (WG) yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

    Sementara itu Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) berprofesi sebagai advokat.

    Selain itu, tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menerima uang senilai Rp 22,5 miliar dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas itu.

    Adapun ketiga hakim yang kini berstatus tersangka itu yakni Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota dan Ali Muhtarom sebagai hakim AdHoc.

    Menanggapi kabar ini, hakim Pengadilan Tipikor yang juga merangkap Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Maryono, menilai tiga sosok hakim yang terjerat kasus ini merupakan pribadi yang tidak mampu bersyukur.

    “3 sosok sebagai hakim yang tidak mampu bersyukur dan tidak mensyukuri serta tidak mengambil hikmah kejadian-kejadian sebelumnya,” kata Maryono, saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (14/4/2025).

    Meski bekerja di peradilan yang sama dengan ketiga hakim tersebut, yakni Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Maryono, mengaku tidak pernah bekerja dalam satu majelis dengan ketiga hakim tersebut.

    “Saya tidak pernah satu majelis dengan ketiganya,” ungkapnya.

    Di sisi lain, sebagai kolega sesama hakim Pengadilan Tipikor, dia meyakini setiap manusia memiliki takdir yang berbeda-beda.

    Namun tetap, ia menegaskan, ketiga koleganya itu harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah mereka perbuat.

    “Sama halnya pada peristiwa ini, kita yang mengemban tugas negara sebagai hakim dalam menjalankan tupoksinya telah dibekali etika rambu-rambu guna mempertanggung jawabkan,” ucapnya.

    “Maka berani bertindak tentunya harus berani bertanggungjawab,” tambahnya.

    Lebih lanjut, dengan adanya kasus suap yang melibatkan sejumlah hakim ini, Maryono mengaku sedih karena melihat tercorengnya marwah peradilan Indonesia.

    “Atas peristiwa ini kesan kita yang jelas sedih dan juga sangat-sangatlah perihatin karena korps peradilan tercoreng kembali,” imbuh hakim Maryono.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat tersangka dalam dugaan suap yang menjerat sejumlah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Empat tersangka tersebut adalah MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan (WG) yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

    Sementara itu Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) berprofesi sebagai advokat.

    “Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp60 miliar,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, Sabtu (12/4/2025) malam.

    Abdul Qohar menjelaskan jika suap tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korporasi sawit soal pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.

    “Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan (MAN) diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah,” ujar Abdul Qohar.

    “Untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslag, dimana penerimaan itu melalui seorang panitera namanya WG,” imbuhnya.

    Putusan onslag tersebut dijatuhkan pada tiga korporasi raksasa itu. Padahal, sebelumnya jaksa menuntut denda dan uang pengganti kerugian negara hingga sekira Rp17 triliun.

    Kekinian, tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menerima uang senilai Rp 22,5 miliar dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).

    Adapun ketiga hakim yang kini berstatus tersangka itu yakni Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota dan Ali Muhtarom sebagai hakim AdHoc.

  • Buntut 4 Hakim Jadi Tersangka Kasus Ekspor CPO, MA Revisi Aturan Mutasi dan Promosi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 April 2025

    Buntut 4 Hakim Jadi Tersangka Kasus Ekspor CPO, MA Revisi Aturan Mutasi dan Promosi Nasional 15 April 2025

    Buntut 4 Hakim Jadi Tersangka Kasus Ekspor CPO, MA Revisi Aturan Mutasi dan Promosi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Mahkamah Agung
    (MA) berencana merevisi Keputusan Mahkamah Agung (KMA) yang menjadi dasar aturan mutasi dan promosi hakim.
    Rencana revisi ini dikeluarkan sebagai respons MA atas penangkapan empat “wakil tuhan” yang diduga terlibat suap untuk mengatur perkara kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
    “Pagi tadi Pimpinan Mahkamah Agung RI menyelenggarakan Rapat Pimpinan (RAPIM) dengan agenda pembahasan revisi SK KMA RI Nomor 48/KMA/SK/II/2017 tentang Pola Promosi dan Mutasi Hakim pada Empat Lingkungan Peradilan,” ujar Juru Bicara MA, Yanto, dalam konferensi pers, Senin (14/4/2025).
    Namun, hingga berita ini diturunkan, Yanto masih enggan membeberkan poin-poin apa saja yang akan direvisi di dalam beleid tersebut.
    Yanto juga mengatakan, Badan Pengawasan MA berupaya mengevaluasi kinerja dan kepatuhan para hakim, khususnya yang sering menjadi sorotan seperti di DKI Jakarta.
    Sehingga mereka membentuk
    Satuan Tugas Khusus
    (Satgasus).
    “Badan Pengawasan Mahkamah Agung telah membentuk Satuan Tugas Khusus (SATGASSUS) untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kedisiplinan, kinerja, dan kepatuhan hakim dan aparatur terhadap kode etik dan pedoman perilaku pada empat lingkungan peradilan di wilayah hukum DKI Jakarta,” ucapnya.
    Di sisi lain, MA juga berupaya menghindari adanya “perkara pesanan” dengan berencana menerapkan sistem robotik untuk penugasan para hakim.
    Smart robotik ini akan menunjuk langsung hakim yang akan menangani perkara secara acak, untuk menghindari adanya keberpihakan hakim dalam suatu perkara.
    Sebelumnya, empat hakim yang menangani kasus tiga terdakwa dalam perkara korupsi CPO ditetapkan sebagai tersangka kasus suap oleh Kejaksaan Agung.
    Hakim yang menjadi tersangka pertama yang ditetapkan adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, pada Sabtu (12/4/2025) malam.
    Kemudian, keesokan harinya, Minggu (13/4/2025), tiga hakim yang menyusul Ketua PN Jaksel adalah Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, keduanya hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan Djuyamto, seorang hakim dari PN Jaksel.
    Arif disebut menerima uang Rp 60 miliar dari MS, kuasa hukum korporasi, dan AR, seorang advokat.
    Dia kemudian membagi-bagikan uang haram tersebut kepada ketiga hakim untuk mengatur agar PT Wilmar Group bisa divonis lepas.
    Kejaksaan Agung menyebut, tiga hakim lainnya, Agam Syarif, menerima Rp 4,5 miliar, Djuyamto Rp 6 miliar, dan Ali Muhtarom Rp 5 miliar dalam aksi suap-menyuap ini.
    Kasus ini bermula dari vonis lepas yang ditetapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Januari 2023 silam.
    Dalam kasus ini, jaksa menuntut Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, dengan hukuman 12 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 10,9 triliun.
    Namun, Majelis Hakim Tipikor hanya menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta terhadap Master pada pembacaan putusan hari ini, Rabu (4/1/2023).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.