Produk: CPO

  • PalmCo catat produksi CPO meningkat jadi 2,2 juta ton hingga Oktober

    PalmCo catat produksi CPO meningkat jadi 2,2 juta ton hingga Oktober

    Jakarta (ANTARA) – PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) PalmCo, Sub Holding PTPN III (Persero) mencatat produksi crude palm oil (CPO) meningkat menjadi 2,2 juta ton hingga Oktober 2025 berkat efektivitas di lapangan dan optimalisasi kinerja pabrik kelapa sawit (PKS).

    “Hingga Oktober 2025 produksi CPO PTPN IV PalmCo tercatat mencapai 2,20 juta ton, tumbuh 3,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 2,14 juta ton,” kata Direktur Utama PTPN IV PalmCo Jatmiko K. Santosa dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

    Dia menyampaikan perusahaan mencatat kenaikan produktivitas di hampir semua indikator utama, didorong peningkatan efektivitas di lapangan serta optimalisasi kinerja pabrik kelapa sawit yang meningkatkan efisiensi dan hasil produksi secara signifikan.

    Menurutnya capaian itu sebagai hasil konsistensi perusahaan menjalankan strategi pasca-integrasi BUMN Perkebunan.

    “Kami berupaya memastikan setiap hektare lahan dikelola secara optimal agar mampu memberikan nilai tambah berkelanjutan,” ujar Jatmiko.

    Ia menyebutkan dari sisi produktivitas kebun, hasil tandan buah segar (TBS) mencapai 17,02 ton per hektare hingga kuartal III-2025, meningkat 3,09 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Sementara produktivitas CPO per hektare naik menjadi 3,95 ton dari sebelumnya 3,81 ton, atau tumbuh 3,67 persen.

    Kenaikan produktivitas tersebut juga diikuti peningkatan rendemen minyak sawit yang mencapai 23,26 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan 23,06 persen pada 2024.

    Menurut Jatmiko, perbaikan kinerja itu menunjukkan sinergi antara praktik agronomis di kebun dan kinerja pengolahan di pabrik.

    Selain efisiensi operasional, lanjutnya menerangkan, PalmCo menitikberatkan transformasi pada aspek digitalisasi dan penguatan kapasitas sumber daya manusia.

    “Kami mendorong digitalisasi operasional melalui sistem real-time monitoring dan penerapan precision agriculture untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan kebun,” kata Jatmiko.

    PalmCo juga memperkuat kemitraan dengan petani plasma dan program peremajaan sawit rakyat (PSR) untuk memastikan pertumbuhan yang inklusif. Pelatihan kultur teknis dan pembinaan manajemen di tingkat petani menjadi bagian dari upaya memperkuat rantai pasok berkelanjutan.

    “Transformasi ini merupakan bagian dari peta jalan PalmCo hingga 2029 yang berfokus pada peningkatan produktivitas, efisiensi biaya, serta keseimbangan antara kinerja ekonomi dan tanggung jawab sosial-lingkungan,” beber Jatmiko.

    Ke depan, katanya, perusahaan akan memperluas kemitraan dengan berbagai lembaga, termasuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), serta memperkuat posisi sebagai bagian penting dalam upaya menjaga ketahanan pangan dan energi nasional.

    “Produktivitas yang meningkat bukan semata hasil efisiensi, tetapi juga cerminan dari perubahan budaya kerja yang lebih adaptif dan kolaboratif. Kami ingin memastikan pertumbuhan bisnis berjalan seiring dengan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan,” imbuh Jatmiko.

    Dengan capaian tersebut, tambah dia, perusahaan mempertegas perannya sebagai salah satu pemain utama industri sawit nasional yang terus berupaya menyeimbangkan kinerja bisnis dengan prinsip keberlanjutan.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menperin upayakan manufaktur tetap tumbuh lebih tinggi dari ekonomi

    Menperin upayakan manufaktur tetap tumbuh lebih tinggi dari ekonomi

    bukan pertumbuhan ekonomi mengungkit pertumbuhan manufaktur. Tapi pertumbuhan manufaktur yang mengungkit pertumbuhan ekonomi

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, pihaknya terus mengupayakan menjaga momentum manufaktur agar tetap tumbuh lebih tinggi dari perekonomian nasional.

    Adapun pada kuartal III 2025, manufaktur tumbuh sebesar 5,58 persen secara tahunan (year on year/yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,04 persen (yoy). Sementara kuartal II 2025 pertumbuhan manufaktur 5,60 persen (yoy) yang juga lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen (yoy).

    ‎”Ini yang kita upayakan, targetnya bahwa pertumbuhan manufaktur itu di atas pertumbuhan ekonomi. Jadi mindset yang harus dikembangkan di Kantor Kemenperin ini yaitu bukan terbalik, bukan pertumbuhan ekonomi mengungkit pertumbuhan manufaktur. Tapi kita harus balik, pertumbuhan manufaktur yang mengungkit pertumbuhan ekonomi,” kata Menperin ditemui di Jakarta, Selasa.

    Ia meyakini pada kuartal selanjutnya, pertumbuhan manufaktur di atas 5,58 persen, dengan sektor yang menopang seperti tekstil, baja dan alas kaki.

    ‎‎”Semua industri sebetulnya bisa kita upayakan,” ucapnya lagi.

    Kemenperin terus berkomitmen untuk menjaga momentum positif ini melalui berbagai program, termasuk Strategi Baru Industrialisasi Nasional (SBIN), pengoptimalan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), pengembangan industri halal, transformasi industri hijau, serta dukungan pada investasi berorientasi ekspor dan inovasi teknologi.

    Sebelumnya, pertumbuhan manufaktur pada triwulan III 2025 ditopang oleh meningkatnya permintaan baik dari pasar domestik maupun luar negeri. Sejumlah subsektor industri bahkan menunjukkan pertumbuhan signifikan.

    Industri makanan dan minuman (mamin) misalnya, tumbuh 6,49 persen, terutama didorong oleh peningkatan produksi crude palm oil (CPO) dan produk turunannya.

    Sementara itu, industri logam dasar mencatat lonjakan pertumbuhan hingga 18,62 persen, sejalan dengan meningkatnya permintaan ekspor untuk produk logam dasar, khususnya besi dan baja.

    ‎​​​​​​Selanjutnya, industri kimia, farmasi dan obat tradisional tumbuh sebesar 11,65 persen, didorong oleh kenaikan produksi bahan kimia dan barang kimia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan ekspor.

    Begitu pula dengan subsektor industri mesin dan perlengkapan, serta subsektor industri pengolahan lainnya, jasa reparasi dan pemasangan mesin-peralatan juga mengalami pertumbuhan sebesar 11,74 persen dan 16,30 persen.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Harga Biodiesel Naik ke Rp14.036 per Liter pada November 2025

    Harga Biodiesel Naik ke Rp14.036 per Liter pada November 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan harga indeks pasar (HIP) untuk bahan bakar nabati jenis biodiesel dan bioetanol untuk November 2025.

    Tercatat, HIP biodiesel November 2025 ditetapkan sebesar Rp14.036 per liter ditambah ongkos angkut. Angka ini naik tipis dibanding HIP biodiesel Oktober yang sebesar Rp13.921 per liter ditambah ongkos angkut.  

    Sementara itu, besaran konversi crude palm oil (CPO) menjadi biodiesel adalah sebesar US$85 per metrik ton pada November 2025 ini. Angka tersebut masih tak berubah dari Oktober 2025 lalu.

    Adapun, besaran HIP BBN jenis biodiesel dimaksud dihitung berdasarkan ketentuan Diktum KESATU Keputusan Menteri ESDM Nomor 3.K/EK.05/DJE/2024 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel yang Dicampurkan ke Dalam Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar dan besaran Ongkos Angkut berdasarkan ketentuan Lampiran I Keputusan Menteri ESDM Nomor 290.K/EK.05/MEM.E/2025.

    Lebih terperinci, harga HIP BBN biodiesel diperoleh dari formula, HIP = (harga CPO KPB rata-rata + US$85 per ton) x 870 kg per m³ + ongkos angkut.

    Sementara itu, 870 kg per m³ adalah faktor satuan dari kilogram ke liter. Lalu, untuk konversi nilai kurs menggunakan rata-rata kurs tengah Bank Indonesia sebesar Rp16.623 per US$.

    Untuk HIP bioetanol dipatok Rp9.013 per liter untuk November 2025. Harga tersebut turun dibandingkan HIP bioetanol pada Oktober yang sebesar Rp9.263 per liter.

    Perhitungan HIP BBN bioetanol tersebut menggunakan formula yang telah ditetapkan, yaitu HIP = (harga tetes tebu KPB rata-rata periode 3 bulan x 4,125 kg per liter) + US$0,25 per liter. Dengan harga tetes tebu KPB rata-rata (15 Juli 2025 – 14 Oktober 2025) adalah Rp1.180 per kg.  

    Kemudian, 4,125 kg per liter merupakan faktor satuan konversi dari kilogram ke liter. Lalu, untuk US$0,25 per liter adalah nilai konversi bahan baku menjadi bioetanol. Untuk konversi nilai kurs menggunakan rata-rata kurs tengah Bank Indonesia sebesar Rp16.585 per US$.

  • Polri Ungkap Pelanggaran Ekspor CPO di Tanjung Priok: 87 Kontainer Disita

    Polri Ungkap Pelanggaran Ekspor CPO di Tanjung Priok: 87 Kontainer Disita

    Liputan6.com, Jakarta Polri bersama Ditjen Bea dan Cukai serta Ditjen Pajak Kementerian Keuangan mengungkap pelanggaran ekspor produk turunan kelapa sawit (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

    Sebanyak 87 kontainer yang diduga berisi komoditas campuran disita dalam operasi gabungan di Terminal Peti Kemas Multi Terminal Indonesia. Seluruhnya kini dalam proses pemeriksaan lebih lanjut.

    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan langkah ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk menekan potensi kerugian negara.

    “Alhamdulillah, sesuai dengan arahan dan perintah dari Bapak Presiden, Bapak Prabowo Subianto terkait dengan upaya untuk terus mengurangi potensi kerugian-kerugian negara maka kami, Polri, membentuk Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara,” kata dia dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/11/2025).

    Menurut Listyo, pembentukan Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara Polri dilakukan sebagai upaya memperkuat sinergi antarinstansi dalam pengawasan ekspor-impor.

    Hasil kerja sama dengan Bea Cukai mengungkap adanya lonjakan ekspor tak wajar dari salah satu perusahaan, PT MMS, yang naik hampir 278 persen dibanding tahun sebelumnya.

    “Dan ini tentunya menjadi hal yang anomali dan dilakukan pendalaman oleh tim,” ujar Sigit.

     

  • Modus Korporasi Kemplang Bea Keluar, Ekspor CPO Dilabeli Fatty Matter

    Modus Korporasi Kemplang Bea Keluar, Ekspor CPO Dilabeli Fatty Matter

    Bisnis.com, JAKARTA — Operasi gabungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kepolisian RI (Polri) berhasil mengungkap dugaan pelanggaran ekspor produk turunan minyak sawit mentah (CPO) oleh PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Djaka Budi Utama mengungkapkan modus yang digunakan adalah penyamaran komoditas ekspor sebagai Fatty Matter, kategori yang tidak dikenai bea keluar maupun larangan terbatas ekspor.

    “Pemberitahuan izin ekspor tidak sesuai dengan apa yang disampaikan importir, sehingga kita melakukan langkah-langkah penegahan,” ungkap Djaka dalam konferensi pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/11/2025).

    Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) serta Institut Pertanian Bogor (IPB), barang tersebut ternyata merupakan campuran nabati yang mengandung turunan CPO sehingga semestinya terutang Bea Keluar serta kewajiban ekspor lainnya.

    Total barang yang diamankan mencapai 87 kontainer dengan berat bersih 1.802 ton dan nilai sekitar Rp28,7 miliar. Kasus ini menunjukkan adanya indikasi misclassification yang menimbulkan potensi kerugian penerimaan negara.

    Temuan bermula dari informasi awal Satgassus Polri pada 20 Oktober 2025 terkait 25 kontainer ekspor yang diduga melanggar ketentuan kepabeanan. Setelah dilakukan pengembangan, jumlah kontainer bertambah hingga 87 dengan tujuh pemberitahuan ekspor barang (PEB).

    Pemeriksaan gabungan kemudian dilakukan oleh Satgassus Polri, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu, BLBC, serta IPB.

    Praktik Underinvoicing

    Analisis DJP menemukan perbedaan signifikan antara nilai dokumen (underinvoicing) dan harga pasar barang sesungguhnya. Selain PT MMS, sebanyak 25 Wajib Pajak lainnya dilaporkan mengekspor komoditas serupa sepanjang 2025 dengan total nilai PEB mencapai Rp2,08 triliun.

    Pemeriksaan bukti permulaan kini tengah dilakukan terhadap PT MMS dan tiga perusahaan afiliasinya yaitu PT LPMS, PT LPMT, dan PT SUNN. Di luar kasus tersebut, DJBC juga tengah meneliti dugaan pelanggaran serupa terhadap 200 kontainer senilai Rp63,5 miliar di Tanjung Priok dan 50 kontainer senilai Rp14,1 miliar di Belawan.

    Djaka pun menegaskan bahwa sinergi lintas lembaga menjadi kunci dalam memastikan pengawasan ekspor berjalan konsisten dan akuntabel.

    Langkah ke depan mencakup harmonisasi regulasi antarinstansi, peningkatan kapasitas laboratorium, serta penerapan pengawasan berbasis risiko untuk mendeteksi anomali klasifikasi ekspor.

  • 4 Fakta Puluhan Kontainer Rp 28,7 M Langgar Ekspor Dibongkar

    4 Fakta Puluhan Kontainer Rp 28,7 M Langgar Ekspor Dibongkar

    Jakarta

    Polri dan Bea Cukai membongkar kasus dugaan pelanggaran ekspor turunan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Puluhan kontainer diamankan.

    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan kasus ekspor turunan CPO ini berawal dari temuan peningkatan frekuensi ekspor komoditas fatty matter.

    Komoditas fatty matter adalah istilah materi lemak atau asam lemak, terutama yang dihasilkan sebagai produk samping dari proses industri seperti pembuatan sabun dan biodiesel. Jenderal Sigit menyebutkan peningkatan ekspor itu seluruhnya berasal dari perusahaan yang sama, yakni PT MMS.

    “Beberapa waktu yang lalu, telah dilakukan kegiatan pendalaman dengan sistem mirroring analysis, Satgassus terhadap PT MMS terkait dengan adanya pelonjakan yang luar biasa dari ekspor komoditas fatty matter dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, naik hampir 278%,” jelas Kapolri dalam jumpa pers di Buffer Area MTI NPCT 1 Jalan Terminal Kalibaru Raya, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (6/11/2025).

    Jenderal Sigit menyebutkan peningkatan ekspor itu menjadi anomali. Hasil uji laboratorium diduga kuat produk ekspor yang dilaporkan tidak sesuai sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 32 Tahun 2024.

    “Dari hasil pemeriksaan tersebut, didapati bahwa ternyata kandungan yang ada di dalamnya ternyata tidak sesuai dengan komoditas yang seharusnya mendapatkan kompensasi bebas pajak,” imbuhnya.

    Foto: Jumpa pers kasus pelanggaran ekspor turunan CPO. (Dok. Polri)

    Produk ekspor tersebut merupakan komoditas turunan CPO yang seharusnya berpotensi dikenai bea keluar dan pungutan ekspor sesuai ketentuan yang berlaku.

    1. 87 Kontainer Senilai Rp 28,7 M Diamankan

    Sebanyak 87 kontainer diamankan dari pengungkapan kasus ini. Dari puluhan kontainer ini isinya sebagian besar komoditas campuran dari produk turunan kelapa sawit.

    “Sehingga mau tidak mau, ini yang tentunya akan kita tindak lanjuti bersama dengan Ditjen Bea Cukai untuk pendalaman lebih lanjut,” tutur Jenderal Sigit.

    Ke-87 kontainer yang diamankan diduga melanggar ekspor produk turunan minyak sawit mentah atau crude palm oil. Jenderal Sigit mengatakan masih mendalami modus penyelundupan turunan CPO ini.

    “Kita ingin mendalami lebih lanjut dari modus yang terjadi, terjadi upaya-upaya untuk menyiasati penghindaran terhadap pajak yang tentunya ini sering kali terjadi,” ucapnya.

    “Ternyata, celah ini yang kemudian digunakan untuk menyelundupkan, untuk menghindari pajak yang tentunya ini mengakibatkan kerugian negara,” sambung dia.

    Adapun Dirjen Bea dan Cukai Djaka Bhudi Utama mengatakan 87 kontainer yang disita seberat 1.802 ton. Nilai total barang ekspor itu setara dengan Rp 28,7 miliar.

    “Karena setelah kita dalami bahwa dari yang diberitahukan secara berkala sering terjadi pemberitahuan yang tidak sesuai. Untuk itu berdasarkan kronologi temuannya, 20 Oktober-25 Oktober 2025 kita berhasil melakukan penegakan terhadap 87 kontainer milik PT MSS di Pelabuhan Tanjung Priok,” ujar Djaka dalam kesempatan yang sama.

    “Barang tersebut diberitahukan sebagai fatty matter dengan berat bersih kurang lebih sekitar 1.802 ton atau senilai Rp 28,7 miliar,” tambahnya.

    2. Arahan Presiden Prabowo

    Jenderal Sigit mengatakan pengungkapan kasus ini merupakan upaya mengurangi potensi kebocoran negara. Hal tersebut sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Saya mengucapkan terima kasih kepada Satgasus OPN, Pak Hermawan Yulianto, Pak Novel, dan kawan-kawan yang menemukan ini dan tentunya kita yakin bahwa tentunya ada juga indikasi-indikasi yang mungkin hampir mirip, hampir sama, dan apabila ini kita lakukan pendalaman, tentunya kita bisa menyelamatkan potensi kerugian negara dari kebocoran-kebocoran akibat penghindaran pembayaran pajak dan ini tentunya sesuai dengan harapan dari Bapak Presiden,” ujar Jenderal Sigit.

    Kapolri menerangkan, kasus ini bermula dari temuan terhadap PT MMS adanya pelonjakan signifikan sampai 278 persen terkait ekspor komoditas fatty matter dibanding pada tahun-tahun sebelumnya. Hasil pemeriksaan di tiga laboratorium, ternyata komoditas fatty matter yang diekspor itu mengandung produk turunan CPO.

    “Dari hasil pemeriksaan tersebut, didapati bahwa ternyata kandungan yang ada di dalamnya ternyata tidak sesuai dengan komoditas yang seharusnya mendapatkan kompensasi bebas pajak,” ujar Kapolri.

    Kapolri mengajak semua pihak melakukan penegakan aturan ekspor. Hal itu semata-mata demi mencegah kerugian negara.

    “Mari tentunya kita bersama-sama melakukan pengawasan, melakukan penegakan aturan, melakukan pendisiplinan, dan bila perlu melakukan penegakan hukum. Sehingga potensi-potensi terjadinya kebocoran yang tentunya merugikan negara, ini bisa kita hindari dan harapan Bapak Presiden agar pemasukan negara betul-betul optimal, mengurangi potensi kebocoran negara bisa kita lakukan maksimal,” kata Kapolri.

    Foto: Jumpa pers kasus pelanggaran ekspor turunan CPO. (Dok. Polri)

    Dengan begitu, lanjut Jenderal Sigit, uang yang seharusnya masuk ke negara bisa dimanfaatkan untuk program kesejahteraan yang dicanangkan Presiden Prabowo.

    “Dana tersebut kemudian bisa betul-betul dimanfaatkan untuk program pembangunan program yang mendorong apa yang sedang dilaksanakan Bapak Presiden dalam rangka meningkatkan program kesejahteraan untuk rakyat dan program lainnya

    3. Hendak Dikirim ke China

    87 Kontainer yang diamankan mau dikirim ke China. Puluhan kontainer itu diamankan karena diduga melanggar aturan eskpor.

    “Tujuan ekspor ke China,” ujar Jenderal Sigit.

    Eksportir 87 kontainer itu adalah PT MSS, yang dokumen awalnya diberitahukan berisi komoditas fatty matter. Namun karena ditemukan adanya peningkatan ekspor sampai 278 persen, dilakukan pendalaman sekaligus pengecekan barang.

    Dalam dokumen awalnya, puluhan kontainer seberat 1.802 ton itu senilai Rp 28,7 miliar dan tidak termasuk bea keluar serta bukan komoditas yang masuk larangan pembatasan ekspor.

    Setelah dilakukan pemeriksaan di tiga laboratorium, ternyata barang-barang yang akan diekspor itu mengandung turunan CPO. Hal itu berpotensi terkena bea keluar dan ekspor.

    “Kenapa kita melakukan pendalaman karena kita mendapatkan modus-modus sebelumnya, yang itu juga dilakukan terhadap upaya pembayaran pajak dengan mengekspor hub,” ujar Kapolri.

    Jenderal Sigit menduga masih ada perusahaan lain yang menggunakan modus serupa. Polisi masih melakukan pendalaman dugaan pelanggaran ekspor lainnya.

    “Untuk kerugian tadi, terjadi di kurun waktu 2025 dan masih ada beberapa perusahaan yang menggunakan modus operandi serupa yang saat ini juga akan kita dalami dan tentunya akan diinformasikan lebih lanjut,” jelasnya.

    4. Polri Ikut Mengusut

    Polri akan mengusut dugaan pelanggaran ekspor produk turunan CPO ini. Jenderal Sigit mengatakan aturan pembebasan bea keluar itu dijadikan celah untuk menyelundupkan dan menghindari pajak. Praktik itu berpotensi mengakibatkan kebocoran keuangan negara.

    “Nah, kita ingin mendalami lebih lanjut, karena dari modus yang terjadi, terjadi upaya-upaya untuk menyiasati, penghindaran terhadap pajak, yang tentunya ini sering kali terjadi dan pada saat ini terjadi pada komoditas jenis fatty matter yang oleh pemerintah tidak dikenakan bea keluar maupun pungutan ekspor, serta bukan komoditas yang termasuk dalam kategori larangan dan atau pembatasan ekspor,” jelas Kapolri.

    “Ini yang tentunya akan kita lakukan pendalaman terhadap beberapa perusahaan yang lain dan nanti apabila memang kita perlukan untuk melakukan proses penegakan hukum dan juga pengembalian kerugian terhadap negara, tentunya ini akan kita lakukan,” ucap Sigit.

    Eks Kabareskrim Polri itu memastikan akan melanjutkan pendalaman terkait ekspor komoditas fatty matter. Dia menerangkan, nilai transaksi komoditas fatty matter mencapai Rp 2,8 triliun sepanjang 2025.

    “Jadi, ini yang tentunya menjadi catatan penting setelah kita melakukan pendalaman bahwa dari cross-check, barang yang akan diekspor dengan barang negara yang akan menerima impor, ternyata catatannya berbeda. Itulah yang kemudian kita lakukan pendalaman,” tutur Sigit.

    “Tentunya ada juga indikasi-indikasi yang mungkin hampir mirip, hampir sama, dan apabila ini kita lakukan pendalaman, tentunya kita bisa menyelamatkan potensi kerugian negara dari kebocoran-kebocoran akibat penghindaran pembayaran pajak dan ini tentunya sesuai dengan harapan dari Bapak Presiden,” ungkap dia.

    Dia mengatakan pengembangan kasus akan ditangani oleh Ditjen Bea Cukai. Namun dia tak menutup kemungkinan Polri akan ikut mengusut jika ditemukan potensi pelanggaran hukum.

    “Kita akan bicarakan dengan Dirjen Bea Cukai (terkait pengusutannya) yang jelas dari Satgas Optimalisasi kan sudah menemukan. Nanti begitu kita rapatkan di situ memang ada potensi penegakan hukum, potensi pelanggaran, menyangkut proses pelanggaran hukum apakah itu tipikor (tindak pidana korupsi) atau kasus yang lain tentunya akan kita rapatkan untuk kita lakukan penegakan hukum,” terang Sigit.

    “Yang utamanya tentunya kita ingin agar kebocoran-kebocoran yang sudah terjadi ini bisa kita kembalikan untuk negara,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 3

    (idn/idn)

  • Terbongkar! Modus Under Invoicing Ekspor POME Rugikan Negara Ratusan Miliar

    Terbongkar! Modus Under Invoicing Ekspor POME Rugikan Negara Ratusan Miliar

    Liputan6.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat, hanya dalam periode Januari – Oktober 2025, terdapat sekitar 25 wajib pajak dengan total transaksi Rp 2,08 triliun yang diduga memakai modus under-invoicing melalui pengakuan barang ekspor berjenis POME (Palm Oil Mill Effluent).

    Kata Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto, dari angka tersebut, potensi kerugian negara ditaksir mencapai Rp 140 miliar dari sisi pajak.

    “Kami deteksi di tahun 2025 itu ada sekitar 25 wajib pajak pelaku ekspor yang menggunakan modus yang sama. Ini masih dugaan dari 25 pelaku tersebut setidaknya total transaksinya itu sekitar Rp 2,08 triliun. Jadi, potensi kerugian negara kami estimasi dari Rp 2,08 triliun dari sisi pajak itu sekitar Rp 140 miliar,” kata Dirjen Pajak Bimo Wijayanto dalam konferensi pers pengungkapan 87 kontainer pelanggaran ekspor produk turunan CPO di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (6/11/2025).

    Bimo menjelaskan, modus ini dilakukan dengan cara under-invoicing atau mengakui nilai ekspor lebih rendah dari sebenarnya. Barang yang diakui sebagai limbah sawit atau POME (Palm Oil Mill Effluent) ternyata justru memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga bea masuk dan kewajiban pajaknya berkurang drastis.

    “Awalnya itu kami mendeteksi modus lama pakai POME. Jadi under-invoicing POME lah, diakui sebagai tapi sebenarnya bukan POME. Jadi, bea masuknya itu bisa 10 kali lipat lah yang katakanlah diduga di under-invoicing,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Dirjen Pajak menegaskan, bahwa praktik semacam ini disebut sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir dan kini menjadi fokus penegakan hukum pajak.

     

     

  • 282 Perusahaan Terendus Gunakan Modus Ini Demi Muluskan Ekspor, Siap-Siap Diperiksa Anak Buah Purbaya

    282 Perusahaan Terendus Gunakan Modus Ini Demi Muluskan Ekspor, Siap-Siap Diperiksa Anak Buah Purbaya

    Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat, 282 perusahaan diduga menggunakan modus lama dengan mengaku mengekspor POME (Palm Oil Mill Effluent) dan Fatty Matter, padahal barang yang dikirim bukan jenis tersebut. Akibatnya, negara berpotensi kehilangan penerimaan pajak dalam jumlah besar.

    “Kami sudah laporkan kepada Bapak Menteri Keuangan, setelah ini 282 wajib pajak yang melakukan ekspor serupa itu akan kami periksa, akan kami bukper (Bukti Perkara) dan akan kami sidik sesuai dengan kecukupan bukti awal,” kata Dirjen Pajak Bimo Wijayanto dalam konferensi pers pengungkapan 87 kontainer pelanggaran ekspor produk turunan CPO di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (6/11/2025).

    Bimo menjelaskan, modus ini dilakukan dengan cara under-invoicing atau mengakui nilai ekspor lebih rendah dari sebenarnya. Barang yang diakui sebagai limbah sawit atau POME (Palm Oil Mill Effluent) ternyata justru memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga bea masuk dan kewajiban pajaknya berkurang drastis.

    “Awalnya itu kami mendeteksi modus lama pakai POME. Jadi under-invoicing POME lah, diakui sebagai tapi sebenarnya bukan POME. Jadi bea masuknya itu bisa 10 kali lipat lah yang katakanlah diduga di under-invoicing,” jelasnya.

    Anak buah Menteri Keuangan ini menegaskan, bahwa praktik semacam ini disebut sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir dan kini menjadi fokus penegakan hukum pajak.

    DJP mencatat, hanya dalam periode Januari–Oktober 2025, terdapat sekitar 25 wajib pajak dengan total transaksi Rp 2,08 triliun yang diduga memakai modus serupa. Dari angka tersebut, potensi kerugian negara ditaksir mencapai Rp140 miliar dari sisi pajak.

    “Kami deteksi di tahun 2025 itu ada sekitar 25 wajib pajak pelaku ekspor yang menggunakan modus yang sama. Ini masih dugaan dari 25 pelaku tersebut setidaknya total transaksinya itu sekitar Rp 2,08 triliun. Jadi potensi kerugian negara kami estimasi dari Rp 2,08 triliun dari sisi pajak itu sekitar Rp 140 miliar,” ungkapnya.

     

  • Anak Buah Purbaya Enggak Bisa Dikibuli: Bongkar Modus Ekspor CPO Terselubung

    Anak Buah Purbaya Enggak Bisa Dikibuli: Bongkar Modus Ekspor CPO Terselubung

    Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengungkap praktik penyalahgunaan izin ekspor oleh PT MMS yang berupaya mengekspor produk turunan sawit dengan cara tidak sesuai dokumen.

    Dirjen Bea Cukai, Djaka Budi Utama, menjelaskan, analisis data menunjukkan adanya perbedaan antara pemberitahuan ekspor dengan izin yang dimiliki perusahaan.

    “Data informasi bahwa telah terjadi pemberitahuan yang tidak sesuai dengan izin ekspor,” kata Djaka dalam konferensi pers pengungkapan 87 kontainer pelanggaran ekspor produk turunan CPO di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (6/11/2025).

    Dari hasil penelusuran itu, Bea Cukai melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan isi barang sebenarnya. Hasil uji yang dilakukan di Laboratorium Bea Cukai dan Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan bahwa barang yang diberitahukan sebagai “peti meter” ternyata mengandung produk turunan Crude Palm Oil (CPO).

    Temuan ini menunjukkan bahwa dokumen ekspor tidak sesuai dengan isi barang, dan berpotensi menyebabkan kerugian negara akibat penghindaran bea keluar.

    “Hasil pemeriksaan Laboratorium Bea Cukai dan Institut Pertanian Bogor yang disaksikan oleh Satgasus Polri menunjukkan bahwa barang tersebut mengandung produk turunan CPO sehingga berpotensi terkena bea keluar dan ketentuan ekspor,” jelasnya.

    Temuan tersebut langsung ditindaklanjuti dengan langkah penegahan terhadap 87 kontainer milik PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok. Penegahan berlangsung pada 20–25 Oktober 2025, dengan total barang mencapai 1.802 ton senilai sekitar Rp28,7 miliar.

    “Barang tersebut diberitahukan sebagai peti meter dengan berat bersih kurang lebih sekitar 1.802 ton atau senilai Rp 28,7 miliar yang pada dokumen awal tidak dikenakan bea keluar dan tidak termasuk larangan pembatasan ekspor atau LARTAS.

     

  • Bos Pajak: Potensi Kerugian Negara Rp140 M dari Pelanggaran Ekspor CPO

    Bos Pajak: Potensi Kerugian Negara Rp140 M dari Pelanggaran Ekspor CPO

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktur Jenderal Bea Cukai Bimo Wijayanto mengungkapkan kerugian negara dari sisi pajak ratusan miliar dari pelanggaran ekspor produk fatty matter (turunan minyak sawit mentah/ crude palm oil/ CPO).

    Berdasarkan analisis DJP, ditemukan potensi kerugian pendapatan negara akibat perbedaan harga signifikan antara dokumen tertulis, Fatty Matter dan barang sesungguhnya atu dikenal under invoicing.

    Bimo mengatakan ada 25 wajib pajak yang melaporkan ekspor Fatty Matter dengan total nilai PEB Rp2,08 triliun dengan potensi kerugian negara di sisi pajak yang ditaksir mencapai Rp140 miliar.

    “Jadi potensi kerugian negara kami estimasi dari Rp2,08 triliun dari sisi pajak itu sekitar Rp140 miliar,” ucap Bimo dalam konferensi pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/11/2025).

    Temuan pelanggaran ekspor ini adalah hasil dari operasi gabungan antara Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) bersama Kepolisian RI (Polri). Operasi ini ditemukan, 87 kontainer bermuatan 1.802 ton fatty matter PT MMS melanggar ketentuan ekspor.

    Sebanyak 87 kontainer itu dilaporkan sebagai produk fatty matter, produk turunan CPO yang tidak masuk dalam kelompok yang dikenakan bea keluar (BK) dan tidak masuk daftar larangan terbatas (lartas) ekspor.

    87 kontainer itu diamankan di Pelabuhan Tanjung Priok, awalnya akan diekspor ke China.

    Hanya saja, menurut Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Djaka Budi Utama, barang yang disebut dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) senilai Rp28,7 miliar itu ternyata mengandung campuran produk turunan CPO lainnya. Dengan begitu, ekspor barang tersebut berpotensi dikenakan BK dan kewajiban ekspor.

    Dijelaskan, operasi gabungan Kemenkeu (DJBC-DJP) dan Satgassus Polri mengungkap dugaan pelanggaran ekspor produk turunan CPO oleh PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok.

    “Barang diberitahukan sebagai Fatty Matter – kategori yang tidak dikenakan Bea Keluar dan tidak termasuk lartas ekspor. Hasil uji laboratorium BLBC dan IPB menunjukkan produk merupakan campuran nabati yang mengandung turunan CPO, sehingga berpotensi terkena Bea Keluar dan kewajiban ekspor,” ungkap Djaka.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]