Produk: CPO

  • Kejagung: Karen Agustiawan Teken Kontrak 10 Tahun dengan Perusahaan Anak Riza Chalid

    Kejagung: Karen Agustiawan Teken Kontrak 10 Tahun dengan Perusahaan Anak Riza Chalid

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan eks Dirut PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan telah meneken kontrak kerja sama dengan PT Orbit Terminal Merak (OTM).

    Sebelumnya, PT OTM merupakan perusahaan milik Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR). Dia merupakan tersangka dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan kerja sama Pertamina dengan perusahaan milik anak dari saudagar minyak Riza Chalid itu dilakukan pada akhir masa jabatan Karen.

    “Pada 2014 itu, yang bersangkutan [Karen] memberikan persetujuan terhadap kontrak yang berlangsung selama kalau nggak salah 10 tahun, terhadap kontrak storage,” ujar Harli di Kejagung, Rabu (23/4/2025).

    Dia menambahkan, penyidik pada Jampidsus Kejagung masih perlu mendalami peran Karen pada perkara dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang tersebut.

    Di samping itu, Harli juga tidak ingin berandai-andai soal Karen bakal diperkarakan pada kasus ini. Sebab, pembuktian untuk pihak-pihak yang bertanggungjawab bakal bergantung penyidik.

    “Iya, semua itu berpulang bagaimana fakta hukumnya. Tapi bahwa penyidik melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan untuk memperkuat ya, peran-peran dari para tersangka ini,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Karen diperiksa pada Selasa (23/4/2025). Selain Karen, Kejagung juga turut memeriksa lima saksi lainnya.

    Perincian saksi yang diperiksa itu yakni, GI selaku Advisor to CPO PT Berau Coal; AW selaku Assistant Manager Procurement Department PT Pamapersada Nusantara Group; RS selaku Analyst Product ISC Pertamina; AF selaku Assistant Operation Risk Division BRI; dan BP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada 2021 di Kementerian Keuangan.

  • DPR Dukung Langkah Ketua MA Mutasi Ratusan Hakim, Komitmen Benahi Lembaga Peradilan – Page 3

    DPR Dukung Langkah Ketua MA Mutasi Ratusan Hakim, Komitmen Benahi Lembaga Peradilan – Page 3

    Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) sebagai tersangka di kasus vonis lepas terdakwa korporasi dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari 2021-April 2022.

    “Maka pada malam hari tadi sekitar pukul 11.30, tim penyidik telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam perkara ini,” tutur Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025) dini hari.

    Ada sebanyak tujuh saksi yang diperiksa secara maraton hari ini, dengan tiga di antaranya adalah yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Agam Syarif Baharuddin (ABS) selaku hakim PN Jakarta Pusat, Ali Muhtarom (AM) selaku hakim PN Jakarta Pusat, dan Djuyamto (DJU) selaku hakim PN Jakarta Selatan.

    Ketiganya merupakan majelis hakim yang menyidangkan terdakwa korporasi yang divonis lepas, dengan susunannya Ketua Majelis Hakim Djuyamto, Hakim Anggota Agam Syarif Baharuddin dan Hakim Anggota Ali Muhtarom.

    “Terhadap para tersangka dilakukan penahanan 20 hari ke depan,” kata Qohar.

    Terhadap ketiga tersangka, yakni hakim Agam Syarif Baharuddin, hakim Ali Muhtarom, dan hakim Djuyamto (DJU) ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung.

  • Mahkamah Agung Mutasi 199 Hakim, Diharapkan Tak Ada Lagi Praktik Transaksional – Page 3

    Mahkamah Agung Mutasi 199 Hakim, Diharapkan Tak Ada Lagi Praktik Transaksional – Page 3

    Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) sebagai tersangka di kasus vonis lepas terdakwa korporasi dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari 2021-April 2022.

    “Maka pada malam hari tadi sekitar pukul 11.30, tim penyidik telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam perkara ini,” tutur Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025) dini hari.

    Ada sebanyak tujuh saksi yang diperiksa secara maraton hari ini, dengan tiga di antaranya adalah yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Agam Syarif Baharuddin (ABS) selaku hakim PN Jakarta Pusat, Ali Muhtarom (AM) selaku hakim PN Jakarta Pusat, dan Djuyamto (DJU) selaku hakim PN Jakarta Selatan.

     

  • Kejagung Sita Koleksi 130 Helm Milik Tersangka Kasus Suap Vonis CPO

    Kejagung Sita Koleksi 130 Helm Milik Tersangka Kasus Suap Vonis CPO

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita 130 helm dari berbagai merek milik pengacara sekaligus tersangka Ariyanto.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan ratusan helm di kediaman Ariyanto yang berlokasi di Jalan Mendut, Menteng, Jakarta Pusat.

    “Juga dari Jalan Mendut di daerah Menteng itu penyidik melakukan penyitaan setidaknya terhadap 130 helm,” ujar Harli di Kejagung, Rabu (22/4/2025).

    Harli menjelaskan bahwa penyitaan pelindung kepala tersebut perlu dilakukan karena ratusan unit helm itu memiliki nilai ekonomis yang signifikan.

    Adapun, berdasarkan dokumen penyitaan yang dilihat Bisnis, ratusan helm itu ada yang bermerek Shoei, Ruby, Arai hingga Martini.

    “Barangkali mungkin pertanyaan publik ini, helm juga kenapa disita? Tapi ternyata helm juga sekarang mempunyai nilai ekonomis yang cukup signifikan,” imbuhnya.

    Selain itu, penyidik juga turut menyita dua unit kapal milik Ariyanto di Jalan Dermaga Marine, ini di daerah Pademangan, Baruna Raya, Jakarta Utara.

    Harli menyatakan satu kapal Skorpio GT4NT2 telah berhasil disita, namun satu lainnya masih dalam proses permintaan izin di pengadilan negeri.

    “Nah kemudian ada 12 sepeda mewah, kemudian ada satu unit sepeda motor Harley,” pungkas Harli.

    Sekadar informasi, Ariyanto ditetapkan sebagai tersangka atas perannya yang menjadi salah satu perantara pemberian suap ke Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta senilai Rp60 miliar.

  • Kejagung Sita Uang Rp5,5 Miliar dari Bawah Kasur Rumah Hakim Ali Muhtarom

    Kejagung Sita Uang Rp5,5 Miliar dari Bawah Kasur Rumah Hakim Ali Muhtarom

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita uang sekitar Rp5,5 miliar dari penggeledahan di kediaman Hakim Ali Muhtarom (AM) di Jepara.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan uang miliaran itu diperoleh dari 3.600 lembar mata uang asing pecahan US$100. Adapun, penggeledahan itu dilakukan pada (16/4/2025).

    “Dari rumah tersebut ditemukan sejumlah uang dalam mata uang asing sebanyak 3.600 lembar atau 36 blok yang dengan mata uang asing US$100, jadi kalau kita setarakan di kisaran Rp5,5 miliar ya,” ujarnya di Kejagung, Rabu (23/4/2025).

    Dia menambahkan, uang itu ditemukan di kamar tidur dari salah satu kamar di rumah milik tersangka kasus suap tersebut.

    Di samping itu, Harli menyatakan bahwa temuan uang miliaran itu bakal didalami keterkaitannya dalam perkara suap vonis onstlag crude palm oil (CPO) korporasi.

    “Itu juga yang mau didalami. Apakah itu aliran itu yang belum digunakan atau memang itu simpanan dari yang lain, kita belum tahu,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis bebas terhadap tiga grup korporasi di kasus minyak goreng.

    Djuyamto dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama Agam Syarif Baharudin (AGM) dan Ali sebesar Rp22,5 miliar. 

    Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan. 

    Sejatinya, Syafei telah menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.

  • Dari Suap Ronald Tannur, Skandal Konglomerat CPO hingga Kasus Framing Berita

    Dari Suap Ronald Tannur, Skandal Konglomerat CPO hingga Kasus Framing Berita

    Bisnis.com, JAKARTA — Rentetan kasus hukum dari penyuapan hingga perintangan terkuak saat penemuan barang bukti yang berkaitan dengan pengacara sekaligus tersangka Marcella Santoso (MS).

    Mulanya, dari penggeledahan perkara suap vonis bebas Ronald Tannur nama Marcella disinggung dari barang bukti yang ditemukan oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Setelah itu, penyidikan berkembang hingga akhirnya diperoleh tersangka dugaan suap perkara ekspor crude palm oil (CPO) tiga grup korporasi.

    Awalnya, Kejagung menetapkan empat tersangka mulai dari Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Panitera PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan (WG) dan dua advokat Marcella serta Ariyanto (AR).

    Selanjutnya, kejagung juga mendapatkan bukti yang cukup untuk menetapkan tiga hakim yakni Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM). Selain itu, Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei (MSY).

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan ketujuh tersangka ini memiliki keterkaitan untuk mengatur vonis pada perkara suap CPO.

    Misalnya, Syafei berperan sebagai penyedia uang suap agar kasus minyak goreng korporasi itu bisa divonis lepas atau onstlag.

    Mulanya, Syafei hanya menyediakan Rp20 miliar. Uang tersebut kemudian dikondisikan melalui Marcella dan Ariyanto ke Wahyu.

    Kemudian, Wahyu yang merupakan perantara uang suap itu melaporkan permintaan Syafei ke Arif Nuryanta dan meminta uang itu dikalikan tiga atau menjadi Rp60 miliar.

    Singkatnya, uang itu diterima Arif dan kemudian diduga didistribusikan kepada tiga hakim mulai dari Djuyamto, Agam dan Ali Muhtarom sebesar Rp22,5 miliar.

    Dari uang tersebut juga, Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara mendapatkan jatah USD50.000 atas jasanya sebagai perantara.

    Adapun, majelis hakim yang dipimpin Djuyamto itu kemudian mengetok vonis lepas terhadap Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

    Setelah dinyatakan vonis lepas, maka tiga group korporasi itu telah dibebaskan dari tuntutan pembayaran denda dan uang pengganti sebesar Rp17,7 triliun.

    Kasus Perintangan Terkuak

    Tak lama dari pengungkapan kasus suap itu, Kejagung kembali mengumumkan perkara baru. Kali ini, soal perintangan penyidikan yang menyeret Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar (TB).

    Lagi-lagi kasus tersebut terkuak saat kejagung menemukan barang bukti yang berkaitan dengan Marcella. Salah satu barang bukti yang dimaksud yakni terkait laporan realisasi pemberitaan dari Tian Bahtiar kepada Marcella.

    Dalam perkara ini, Marcella juga kembali menjadi tersangka. Selain Marcella dan Tian, dosen sekaligus advokat Junaidi Saibih (JS) juga turut menjadi tersangka.

    Kemudian, ketiga tersangka itu memiliki perannya masing-masing. Misalnya, Marcella bertanggung jawab atas hal-hal yang berkaitan dengan pengadilan.

    Selanjutnya, Junaidi berkaitan dengan rencana framing dengan mengundang narasumber yang beropini untuk menguntungkan kubu penasihat hukum.

    Sementara itu, Tian berperan untuk menyebarluaskan framing untuk membuat opini publik menjadi negatif sehingga dianggap telah menyudutkan kinerja korps Adhyaksa.

    Adapun, framing atau narasi negatif itu dituangkan dengan skema pembuatan podcast, acara TV, forum diskusi hingga melalui pembiayaan aksi demonstrasi. Bahan dari skema itu kemudian disebarluaskan ke media massa.

    Sementara itu, Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mencatat bahwa atas kerja sama tersebut, Tian Bahtiar telah mengantongi total Rp478,5 juta dari Marcella dan Junaidi.

    “Baik dalam penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di persidangan sementara berlangsung dengan biaya sebesar Rp478,5 juta yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan Tersangka JS kepada Tersangka TB,” ujar Harli dalam keterangan tertulis, Selasa (22/4/2025).

    Respons Dewan Pers

    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan pihaknya telah membahas persoalan yang menyeret Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar dengan pihak Kejagung.

    Dari hasil diskusi itu, Dewan Pers menyatakan bahwa pihaknya bakal menyerahkan penanganan perkara tersebut ke Kejagung apabila telah ditemukan bukti yang cukup.

    “Saya selaku Ketua Dewan Pers dan juga Pak Jaksa Agung disaksikan langsung oleh Pak Kapuspen dan Anggota Dewan Pers sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan,” ujarnya di Kejagung, Selasa (22/4/2025).

    Dia menjelaskan sejatinya Dewan Pers memiliki kewenangan untuk menilai karya pemberitaan sebagai karya jurnalistik atau bukan, termasuk dalam penanganan perkara jurnalistik yang menyimpang.

    Salah satu praktik jurnalistik yang melanggar kode etik yaitu perilaku pekerja pers yang terindikasi suap. Adapun, perilaku menyimpang itu masuk ke Pasal 6 dan Pasal 8 dalam kode etik jurnalistik.

    “Jurnalis kalau ada indikasi tindakan-tindakan yang berupa suap atau penyalahgunaan profesinya, ada pengaturan di dalam kode etik dan itu masuk ranah wilayah etik di pasal 6 dan pasal 8,” imbuhnya.

    Dalam hal ini, Ninik menjelaskan bahwa pihaknya akan menilai apakah produk jurnalistik itu ditemukan pelanggaran atau tidak melalui proses uji akurasi.

    Kemudian, Dewan Pers juga menilai perilaku wartawan maupun perusahaan media yang terkait dengan kinerjanya, apakah sudah memenuhi profesionalisme atau justru melanggar kode etik.

    “Nah itulah kami ketika duduk bersama dan menyepakati ada ranah yang dilakukan oleh Kejaksaan tetapi juga ada ranah yang dilakukan oleh Dewan Pers,” pungkas Ninik.

  • 6
                    
                        Kejagung Dinilai Kebablasan, Tersangkakan Direktur Jak TV Tanpa Mekanisme UU Pers
                        Nasional

    6 Kejagung Dinilai Kebablasan, Tersangkakan Direktur Jak TV Tanpa Mekanisme UU Pers Nasional

    Kejagung Dinilai Kebablasan, Tersangkakan Direktur Jak TV Tanpa Mekanisme UU Pers
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pakar hukum pidana pada Universitas Trisakti
    Abdul Fickar Hadjar
    menilai,
    Kejaksaan Agung
    (Kejagung) kebablasan karena menetapkan Direktur JAK TV Tian Bahtiar sebagai tersangka tanpa menempuh jalur yang diatur Undang-Undang Dewan Pers.
    Fickar mengatakan, sebelum menetapkan Tian sebagai tersangka karena pemberitaan yang dianggap negatif dan merintangi penyidikan, Kejagung semestinya memberikan
    hak jawab
    sebagaimana diatur UU Pers.
    “Menurut saya ini bablas, nih. Belum ada mekanisme Undang-undang Pers itu dilakukan, Kejaksaan sudah langsung mempidanakan. Ini yang menurut saya agak kebablasan,” kata Fickar dalam program
    Obrolan Neswroom Kompas.com
    , Selasa (22/4/2025).

    Fickar menjelaskan, profesi tertentu seperti pers memiliki aturan mainnya tersendiri yang tercantum dalam UU Pers.
    Ketika pers dianggap melakukan satu tindakan yang merugikan orang lain, baik secara perdata maupun secara pidana melalui pemberitaannya, maka orang tersebut bisa meminta hak jawab kepada redaksi media sebelum menempuh jalur pidana.
    “Dalam pers itu ada Undang-undang Pers. Yang mestinya digunakan oleh semua pihak, siapapun, yang merasa disudutkan, yang merasa dijelek-jelekan oleh pers, pers itu harus memberikan kesempatan untuk pihak yang merasa dirugikan mengajukan jawaban. Itu mestinya mekanismenya seperti itu,” ujar dia.
    Fickar menyebutkan, jalur hukum baru dapat ditempuh setelah masalah tersebut ditangani oleh Dewan Pers.
    Namun, dalam kasus ini, Kejagung pun belum menggunakan hak jawabnya sehingga ia menilai aparat kebablasan.
    Fickar berpandangan, penetapan Tian sebagai tersangka dapat dianggap tidak sah karena Kejagung tidak mengikuti prosedur yang diatur dalam UU Pers.
    “Jadi menurut saya ini tidak sahnya penetapan tersangka karena ada prosedur yang tidak diikuti. Kalau keberatan terhadap pemberitaan, kalau keberatan terhadap penyiaran, dan sebagainya, itu ada mekanismenya sendiri. Ada hak jawab, ada hak untuk melakukan counter, dan sebagainya,” kata dia.
    Diberitakan sebelumnya, Kejagung menetapkan Tian dan dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, sebagai tersangka  perintangan penyidikan kasus korupsi PT Timah Tbk, importasi gula di Kementerian Perdagangan, dan ekspor CPO.
    Kejagung menilai ada permufakatan jahat antara ketiganya dengan membangun opini publik lewat berita-berita negatif yang menyudutkan Kejagung.
     
    Menurut Kejagung, berita-berita itu dibuat oleh Tian atas permintaan Marcella dan Junaedi dengan bayaran Rp 478.500.000 yang masuk ke kantong pribadi Tian.
    Modusnya, Marcella dan Junaedi menggelar seminar, talkshow, hingga demonstrasi dengan narasi negatif tekait penanganan perkara oleh Kejagung, lalu diliput dan dipublikasikan oleh Tian.
    Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan menyatakan, proses hukum terhadap Tian menyalahi prosedur karena persoalan mengenai karya-karya jurnalistik semestinya menjadi kewenangan Dewan Pers.
    “Kasus TB (Tian Bahtiar) terkait dengan karya-karya jurnalis. Yang bisa menentukan bahwa karya-karya jurnalis ini adalah negatif, bermasalah, ada konspirasi, ada fitnah, buruk, itu adalah wilayahnya Dewan Pers,” kata Herik saat dihubungi, Selasa (22/4/2025).
    “Jadi, ini adalah kesalahan prosedur yang dilakukan,” imbuh dia.
    Di sisi lain, Komisi Kejaksaan menilai penetapan Tian sebagai tersangka oleh Kejagung didasari adanya pemufakatan jahat yang dibuat bersama seorang pengacara untuk menghalangi jalannya penyidikan sejak awal.
    Terlebih, penyidik menemukan adanya aliran dana ke kantong pribadi petinggi JAK TV tersebut.
    Komjak menyebut penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JAK TV itu bukan didasari oleh konten pemberitaan negatif yang diduga diolah oleh Tian Bahtiar.
    “Kalau kritik dijadikan skenario hukum berdasarkan pesanan, itu yang menjadi persoalan,” ucap Ketua Komjak Pujiyono.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Direktur JakTV jadi Tersangka, Kejagung: Kami Tak AntiKritik Media

    Direktur JakTV jadi Tersangka, Kejagung: Kami Tak AntiKritik Media

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) meluruskan anggapan terkait dengan membuat konten negatif di media massa bisa langsung dijerat pidana.

    Anggapan itu muncul saat korps Adhyaksa menetapkan Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar menjadi tersangka perintangan proses hukum untuk kasus korupsi crude palm oil (CPO) yang menyeret beberapa korporasi. 

    Tian jadi tersangka atas perannya menyebarluaskan konten framing yang menyudutkan sehingga membuat opini publik menjadi negatif terkait kinerja Kejaksaan.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah antikritik terhadap setiap komentar yang dilayangkan oleh publik, khususnya di media massa. 

    “Jadi itu tadi yang saya sampaikan Kejaksaan tidak pernah anti kritik Itu harus digaris bawah itu. Bahkan kita selalu menjadikan media menjadi tempat kita untuk bertanya dan merefleksi diri,” ujar Harli di Kejagung, dikutip Rabu (23/4/2025).

    Namun demikian, Harli menekankan bahwa penetapan tersangka Tian Bahtiar ini harus dilihat sesuai kontekstual. Sebab, kata dia, yang diusut penyidik itu terkait dengan permufakatan jahat yang disepakati tiga tersangka.

    Pemufakatan jahat itu, kata Harli, telah membuat framing bahwa seolah-olah setiap pengusutan perkara yang dilakukan penyidik Kejaksaan Agung itu salah.

    “Pemufakatan jahat untuk seolah-olah institusi ini busuk. Padahal kenyataannya tidak demikian. Dengan informasi yang tidak benar, dikemas [untuk] mempengaruhi opini publik,” imbuhnya.

    Dia juga menekankan bahwa perbuatan Tian Bahtiar itu lebih kepada personal. Oleh karena itu, Kejagung tidak mempersoalkan terkait dengan pemberitaan di media.

    “Bahwa perbuatan yang dipersangkakan kepada yang bersangkutan itu adalah perbuatan personal, yang tidak terkait dengan media. Itu tegas,” pungkasnya.

  • Gapki Sebut Harga CPO Makin Mahal hingga Lampaui Minyak Kedelai

    Gapki Sebut Harga CPO Makin Mahal hingga Lampaui Minyak Kedelai

    Bisnis.com JAKARTA —  Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkap harga minyak sawit alias crude palm oil (CPO) terus mengalami kenaikan, bahkan lebih mahal dari minyak kedelai. 

    Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan harga minyak sawit yang selama ini di bawah harga soft oil, kini telah melambung tinggi. Mukti menyebut harga CPO terus bergerak naik dibandingkan minyak bunga matahari maupun rapeseed.

    “Harga minyak sawit atau harga CPO itu sekarang sudah bergerak terus naik, dan sekarang sudah harganya melebihi daripada harga soft oil, dibandingkan dengan bunga matahari, dengan minyak kedelai, sekarang itu lebih tinggi,” kata Mukti dalam acara Editorial Circle ‘Driving responsible growth for palm oil industry’ di UOB Plaza, Jakarta, Selasa (22/4/2025). 

    Per 20 Februari 2025, harga minyak sawit mencapai US$1.270 per ton. Harganya lebih tinggi dibandingkan jenis minyak lain seperti minyak kedelai (soybean) yang mencatatkan US$1.102 per ton, minyak bunga matahari (sunflower) US$1.240 per ton, dan minyak rapeseed senilai US$1.149 per ton.

    Seiring dengan melonjaknya harga CPO, Mukti menyebut hal ini berdampak pada harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang juga ikut terkerek.

    “Jadi sekarang [harga CPO] sudah lebih tinggi. Otomatis karena ini menjadi komoditas perdagangan di dunia, harga TBS yang dijual petani sudah bagus, petani sangat happy dengan lebih dari Rp3.000 per kilogram. Ini bagi kita bagus,” ujarnya.

    Namun, Mukti mengatakan kenaikan harga CPO yang sudah mulai bergerak naik memicu beberapa negara konsumen sudah mulai bergerak memproduksi minyak nabati alias minyak sayur. Mereka mencari alternatif sawit maupun bunga matahari.

    Di sisi lain, Mukti menuturkan selama enam tahun terakhir produksi minyak sawit dalam negeri relatif stagnan di kisaran 51,2 juta ton—54,8 juta ton. Padahal, konsumsi dalam negeri terus mengalami kenaikan.

    Data Gapki menunjukkan, konsumsi dalam negeri untuk sawit terus bergerak naik menjadi 45,22% pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya di angka 42,32%. Bahkan, pada 2020, konsumsi minyak sawit dalam negeri hanya 33,63%.

    Adapun, kenaikan konsumsi minyak sawit didorong oleh penggunaan biodiesel yang mencapai 11,44 juta ton pada 2024. Angkanya sudah melebihi penggunaan untuk pangan yang mencapai 10,2 juta ton. Secara total, konsumsi minyak sawit dalam negeri mampu mencapai 23,85 juta ton pada 2024.

    Sayangnya, total produksi minyak sawit relatif stagnan selama lima tahun terakhir, yakni di kisaran 51,2 juta—54,8 juta ton. Jika menengok periode 2024, produksinya hanya mencapai 52,76 juta ton. Rinciannya, sebanyak 4,59 juta ton produksi Palm Kernel Oil (PKO), sedangkan 48,16 juta ton produksi CPO.

  • Kemendag Targetkan Perjanjian IEU-CEPA Rampung Semester I/2025

    Kemendag Targetkan Perjanjian IEU-CEPA Rampung Semester I/2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) menargetkan perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif Indonesia dan Uni Eropa atau Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) akan rampung pada semester I/2025.

    Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN) Kemendag Fajarini Puntodewi mengatakan perundingan IEU—CEPA akan dikejar sesuai dengan target yang telah dicanangkan.

    “IEU-CEPA kan targetnya semester I [2025], selesai. Mudah-mudahan. Targetnya seperti itu sih, targetnya. Mudah-mudahan tidak meleset,” kata Punto saat ditemui Bisnis seusai acara Editorial Circle ‘Driving responsible growth for palm oil industry’ di UOB Plaza, Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    Punto menuturkan perundingan IEU—CEPA yang masih bergulir ini harus melalui berbagai pertimbangan, termasuk kepentingan nasional. Namun, dia berharap perundingan yang telah berlangsung selama 9 tahun ini akan mencapai titik temu.

    “[Perundingan] IEU—CEPA itu kan memang gede, ya.  Market size-nya besar. Kemudian untuk kita compete dengan hampir semua negara kan kalau di IEU—CEPA,” terangnya.

    Adapun, jika perundingan IEU—CEPA ini rampung, dia memastikan ekspor sawit dalam negeri bisa masuk ke Uni Eropa.

    “Pasar EU itu sebenarnya aman kok. Aman, banyak kan CPO kita masuk ke sana,” ujarnya.

    Di sisi lain, Punto menyebut pengaturan Uni Eropa (UE) terkait produk bebas deforestrasi atau The European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR) tidak akan mengganggu perdagangan ekspor sawit.

    “Enggak ada masalah. Sebenarnya kan dengan adanya ISPO [Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia/Indonesian Sustainable Palm Oil], ISPO itu sebenarnya dari sisi standar, traceability, dan sebagainya itu jauh lebih bagus. Jadi, pasti kita confident,” tuturnya.

    Sebelumnya, Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan pemerintah akan dihadapi sederet tantangan jika menuju pasar Uni Eropa yang utamanya berkaitan dengan non-tarif.

    Menurutnya, Indonesia akan dihadapi hambatan perdagangan yang diberlakukan oleh Uni Eropa terhadap komoditas tertentu alias non-tariff measures (NTM).

    “Secara umum, sebetulnya kebijakan kita untuk dorong pasar ke Uni Eropa itu banyak dihadapkan pada tantangan hambatan yang paling besar itu hambatan non-tarif,” ujar Faisal kepada Bisnis, Rabu (9/4/2025).

    Dia menjelaskan, kebijakan yang diberikan Uni Eropa akan lebih ketat dibandingkan Donald Trump, salah satunya terkait standar lingkungan hingga keamanan.

    “Di sana [Uni Eropa] itu standarnya sangat ketat, standar lingkungan, standar safety, to some extent [sampai batas tertentu] dia lebih ketat daripada Amerika,” tuturnya.

    Untuk itu, Faisal memandang, pemerintah juga harus mendiversifikasi produk dalam negeri yang bisa diekspor dan bisa memenuhi standar Uni Eropa. Mengingat, sengketa dagang sawit Indonesia dengan Uni Eropa juga masih menjadi sorotan.

    “Sekarang kalau bukan sawit terus apa? Nah itu pertanyaannya, jadi jangan sampai kemudian upaya untuk diversifikasinya alih-alih meningkatkan atau meredam penyempitan surplus perdagangan malah nambah jadi defisit,” pungkasnya.