Reformasi Kejaksaan: Ketika Kejagung Disebut Heboh di Depan, Melempem di Belakang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Dorongan pembenahan menyeluruh di tubuh Kejaksaan Agung mencuat setelah Komisi III DPR RI resmi menyepakati pembentukan Panitia Kerja (Panja) Reformasi Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.
Kesepakatan itu lahir dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) Komisaris Jenderal Dedi Prasetyo, Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Jaksa Agung Asep Mulyana, dan Kepala Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) Suradi pada Selasa (18/11/2025).
Di forum itu, anggota Komisi III Widya Pratiwi menegaskan bahwa agenda pembenahan lembaga penegak hukum tidak bisa lagi ditunda.
Menurutnya, publik menuntut perubahan yang lebih cepat dan lebih nyata.
“Komisi III DPR RI menilai percepatan reformasi kepolisian RI, kejaksaan RI, dan pengadilan sangat mendesak,” ujarnya saat membacakan kesimpulan rapat.
Pembentukan panja disebut sebagai langkah awal untuk memastikan pengawasan politik berlangsung lebih intensif.
Di antara berbagai isu yang mencuat, kinerja Kejaksaan turut menjadi salah satu sorotan.
Wakil Ketua Komisi III Rano Alfath secara terbuka menilai Kejagung tampil impresif dalam mengungkap kasus-kasus korupsi besar, namun tidak diimbangi dengan pemulihan kerugian negara yang memadai.
“Menjadi persoalan itu adalah pengembalian dari aset-aset pidana korupsi itu tidak maksimal, Pak. Jauh banget,” kata Rano.
Ia mencontohkan sejumlah kasus besar yang memancing perhatian publik, tetapi nilai aset yang berhasil dipulihkan justru jauh di bawah ekspektasi awal.
Kondisi itu membuat kinerja Kejaksaan tampak timpang: keras di depan, tetapi tumpul saat harus mengejar aliran uang korupsi.
“Ini yang seringkali membuat masyarakat cenderung melihat Kejaksaan kali ini heboh di depan, tapi di belakang akhirnya melempem,” ujarnya.
Tak berhenti di situ, Rano juga mengungkap bahwa Komisi III kerap menerima laporan mengenai oknum jaksa yang diduga melakukan pelanggaran etik hingga perbuatan pidana.
Namun ia menilai penanganan terhadap oknum tersebut belum mencerminkan ketegasan yang diharapkan publik.
“Ini yang lagi ramai. Ini ada jaksa-jaksa atau oknum yang nakal tapi tidak dilakukan tindakan yang keras, hanya pindah. Tidak ada pemecatan, tidak ada pidana,” katanya.
Menanggapi kritik dari DPR, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum)
Kejaksaan Agung
, Anang Supriatna, mengatakan lembaganya tidak menutup mata terhadap kelemahan yang disebutkan para wakil rakyat.
“Kami mengapresiasi dan menghormati kepedulian dari DPR berupa kritikan, masukan konstruktif termasuk dengan usulan pembentukan Panja
Reformasi Kejaksaan
,” kata Anang kepada Kompas.com, Rabu (19/11/2025).
Menurut Anang, publik sebenarnya dapat melihat perubahan signifikan Kejaksaan dalam lima tahun terakhir, mulai dari peningkatan kepercayaan publik hingga keberhasilan penanganan perkara prioritas.
Ia merujuk pada sejumlah survei yang menempatkan Kejaksaan sebagai salah satu lembaga hukum paling dipercaya masyarakat.
“Kami menyadari dan tidak menutup mata bahwa saat ini masih ada beberapa oknum pegawai kejaksaan yang bermasalah hukum dan melakukan tindakan tercela namun jumlah prosentasenya sangat kecil dan jauh berkurang dibanding jumlah pegawai Kejaksaan yang seluruhnya sekitar 15.000 orang,” ujarnya.
Anang menolak anggapan bahwa jaksa-jaksa bermasalah hanya dipindahkan tanpa sanksi berarti.
Ia menyebut Kejaksaan telah melakukan penindakan melalui sidang etik hingga proses pidana jika kesalahannya memenuhi unsur.
“Kejaksaan sendiri sudah berbenah diri untuk perbaikan mengambil tindakan tegas berupa tindakan dengan memproses melalui sidang komite etik dan pidana sesuai dengan kadar kesalahannya yang prosesnya dilakukan secara transparan,” tegasnya.
Di sisi lain, kritik DPR mengenai lemahnya pemulihan aset juga tidak dibantah. Menurut Anang, Kejaksaan sedang memperkuat struktur dan metode penelusuran aset (asset tracing), tidak hanya pada tahap penyidikan, tetapi juga selama persidangan dan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Upaya itu, kata dia, mulai menunjukkan hasil, terbukti dari pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari pemulihan kerugian negara yang tahun ini mencapai lebih dari Rp 15 triliun.
“Capaian PNBP Kejaksaan dari hasil pengembalian kerugian negara dari tindak pidana korupsi dari tahun ke tahun melampui target. Bahkan untuk tahun ini sudah mencapai lebih dari Rp 15 triliun,” kata Anang.
“Ini membuktikan keseriusan Kejaksaan dalam melakukan pemulihan aset untuk menggantikan kerugian negara tidak hanya semata-mata mempidanakan orangnya atau badan hukum atau korporasi,” ucapnya.
Anang menegaskan bahwa Korps Adhyaksa berkomitmen fokus pada penanganan kasus tindak pidana korupsi yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti korupsi di bidang energi, lingkungan hidup.
Saat ini, Kejaksaan Agung juga tengah memproses kasus korupsi CPO (Crude Palm Oil) terkait pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya yang terjadi pada tahun 2021–2022, kasus pengolahan minyak dan pengadaan laptop.
Tak hanya itu, kata Anang, Kejaksaan juga memperluas program pencegahan korupsi seperti penyuluhan hukum, program Jaga Desa, pendampingan hukum proyek strategis nasional, hingga memanfaatkan lahan sitaan untuk ketahanan pangan.
“Kejaksaan sangat terbuka terhadap masukan dan kritik dan akan menjadi bahan evaluasi untuk bekerja lebih baik,” imbuhnya.
Dari perspektif pengawasan eksternal, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Pujiyono Suwadi menilai bahwa pembenahan Kejaksaan harus menyentuh dimensi struktural. Salah satu titik kritis yang ia soroti ialah pemulihan aset hasil korupsi.
Dalam wawancara dengan Kompas.com, Pujiyono bilang, selama penyidik masih memikul dua tugas sekaligus membuktikan tindak pidana dan menelusuri aset kinerja pemulihan kerugian negara akan sulit optimal.
Ia mendorong pembentukan unit khusus penelusuran aset (asset tracing) yang berdiri sendiri di bawah Kepala Badan Pemulihan Aset. Unit ini, kata dia, perlu ditingkatkan menjadi eselon II dan dipimpin oleh seorang kepala pusat (kapus).
“Yang
tracing
harus ada jadi satu kapus sendiri. Jadi ditentukan, kaki tangannya tidak begitu panjang untuk kemudian bekerja memulihkan aset itu,” ujarnya.
Pujiyono menilai pembagian fungsi tersebut penting untuk mengatasi ketimpangan besar antara estimasi nilai kerugian negara dan aset yang benar-benar berhasil dipulihkan.
Tidak hanya aspek struktur organisasi, ia juga menyoroti faktor kultur di tubuh Kejaksaan yang menurutnya masih memerlukan penguatan mulai dari keberanian jaksa, kualitas kepemimpinan di setiap satuan kerja, hingga konsistensi pengawasan.
Selain itu, berdasarkan temuan Komjak, sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur penunjang kerja-kerja jaksa di daerah juga masih terbatas. Ia pun mendorong pemerintah untuk ikut memperhatikan keterbatasan di institusi Korps Adhyaksa guna perbaikan tata kelola lembaga tersebut.
“Dalam kepemimpinan Pak ST Burhanuddin menunjukkan arah perubahan dan perbaikan yang sudah serius dilakukan. Buktinya, public trust terus meningkat,” kata Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta itu.
“Selain itu, kemauan Pak Jaksa Agung menerima masukan dari berbagai pihak juga sangat kuat, termasuk melalui pengawasan bersama media, Komjak dan Komisi III,” imbuhnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Produk: CPO
-
/data/photo/2023/10/05/651e38b1979ca.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Reformasi Kejaksaan: Ketika Kejagung Disebut Heboh di Depan, Melempem di Belakang
-

Sampoerna Agro Dijual ke Anak Usaha Posco Asal Korsel
Jakarta –
Grup konglomerasi Sampoerna Strategic melego lini bisnis perkebunan sawit, PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) kepada AGPA Pte. Ltd., anak usaha POSCO International Corporation. Posco merupakan grup bisnis asal Korea Selatan. Sampoerna, melalui Twinwold Family Holdings Limited telah menjual kepemilikan seluruh saham di SGRO sebesar 65,72% kepada AGPA.
“Kami sangat bersyukur karena telah menemukan rumah baru bagi SGRO. Kami yakin, pemilik baru akan menjadi rumah yang baik bagi para pegawai dan membawa SGRO pada prospek pertumbuhan bisnis yang lebih baik ke depan,” ujar Presiden Direktur Grup Sampoerna Bambang Sulistyo dalam keterangannya, Kamis (20/11/2025).
Bambang menjelaskan banyak investor dari dalam dan luar negeri yang tertarik terhadap industri kelapa sawit di Indonesia. Namun, pihaknya meyakini POSCO International merupakan pemilik baru yang paling tepat dalam melanjutkan tren positif kinerja SGRO ke depan, dan mampu memberikan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan, melalui pengalaman dan komitmennya pada industri kelapa sawit di Indonesia.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada semua yang terlibat dan kepada POSCO Internasional yang telah bersedia menjadi rumah baru bagi SGRO, yang bakal membawa perseroan bertumbuh ke depan. Hal ini juga merupakan kesempatan bagi kami untuk memfokuskan sumber daya kami di lini bisnis saat ini dan menjajaki sektor lainnya yang berpotensi di Indonesia,” kata Bambang.
POSCO International adalah perusahaan global asal Korea Selatan yang merupakan bagian dari POSCO Group. Perusahaan ini bergerak di berbagai bidang, di antaranya perdagangan, energi, baja, dan agribisnis.
Di Indonesia, POSCO Grup aktif di berbagai sektor, antara lain PT Krakatau POSCO, pabrik baja terintegrasi di Cilegon, perusahaan joint venture dengan PT Krakatau Steel yang dibentuk untuk merevitalisasi industri baja Indonesia. Selain itu, POSCO juga terlibat dalam sektor energi melalui kerjasama dengan konsorsium Pertamina Hulu Energi North East Java.
Jejaknya di industri sawit Indonesia dimulai dengan mengembangkan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Papua Selatan pada 2011 melalui PT Bio Inti Agrindo dan mengoperasikan tiga pabrik pengolahan minyak kelapa sawit yang memproduksi 210 ribu ton minyak sawit per tahun. POSCO International juga memiliki pabrik penyulingan minyak sawit di Balikpapan, Kalimantan Timur dengan kapasitas 500 ribu ton per tahun.
Seperti diketahui, sepanjang semester I 2025, SGRO mencatat kenaikan signifikan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar 236,06% YoY jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, penjualan tumbuh sebesar 45,18% YoY.
Industri kelapa sawit dalam negeri juga tengah mengalami pertumbuhan signifikan di tingkat global, ditandai oleh pangsa produksi minyak sawit sekitar 60%, dengan ekspor minyak mentah sawit (Crude Palm Oil/CPO) mencapai kurang lebih 50% dari total ekspor global.
Terkait transaksi ini, Deutsche Bank bertindak secara eksklusif sebagai penasihat keuangan untuk Twinwood. Demikian juga Baker McKenzie, bersama afiliasinya Baker McKenzie Wong & Leow di Singapura dan HHP Law Firm di Indonesia, bertindak sebagai kuasa hukum untuk Twinwood.
(hal/ara)
-

Silaturahmi dengan Warga Jatim di Sultra, Khofifah: Jadi Jejaring Pelaku Usaha Antardaerah
Surabaya (beritajatim.com) -.Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menggelar Forum Silaturahmi dengan Masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra) asal Jawa Timur dalam Rangka Penguatan Pasar Antar Daerah yang digelar di Hotel Plaza Inn Kendari.
Forum yang berlangsung hangat dan gayeng ini mempertemukan pelaku usaha, tokoh masyarakat, paguyuban Jatim, serta warga perantau yang berperan di berbagai sektor strategis di Sultra.
Dalam kesempatan itu, Khofifah menyebut, kontribusi diaspora Jatim (masyarakat asal Jatim) tidak hanya tercermin dari aktivitas ekonomi. Lebih jauh, mereka memainkan peran sebagai simpul penghubung yang membangun kepercayaan, komunikasi, serta jejaring antarpelaku usaha dan antarkomunitas. Inilah fungsi perekat sinergi yang selama ini menjadi energi sosial antara dua wilayah.
“Panjenengan semua adalah kekuatan diaspora yang mempertemukan dua daerah. Peran panjenengan dalam membangun kohesifitas sosial, kepercayaan, dan komunikasi menjadi fondasi kuat dalam memperluas jejaring ekonomi nasional,” ujar Khofifah.
Ia menambahkan, semangat guyub rukun , karakter kerja keras, serta kemampuan adaptif masyarakat Jatim telah menjadikan diaspora sebagai perekat sinergi yang memperkuat interaksi ekonomi maupun sosial.
“Kehadiran mereka di sektor perdagangan, jasa, kuliner, perikanan, hingga agribisnis turut menggerakkan ekosistem ekonomi yang saling menopang antara Jawa Timur dan Sulawesi Tenggara,” jelasnya.
Lebih lanjut disampaikannya, kekuatan konektivitas ini tercermin dari nilai perdagangan Jatim–Sultra tahun 2023 yang mencapai Rp 3,14 Triliun, dengan surplus Rp 752 miliar bagi Jatim. Arus komoditas pun berjalan dua arah, mulai dari makanan olahan, industri kreatif, hingga komoditas strategis seperti CPO, beras, dan hasil perikanan.
“Kuatnya hubungan dagang ini tidak berdiri sendiri. Ada kontribusi diaspora yang selama ini menjadi penghubung antara pelaku usaha di dua daerah,” tegasnya.
Pada forum tersebut, Gubernur Khofifah juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas SDM. Ia memaparkan bahwa Jawa Timur memiliki enam SMA Taruna yang seluruhnya berasrama dan bekerja sama dengan TNI AD, TNI AU, TNI AL, Kepolisian, hingga IPDN. Sekolah-sekolah ini menjadi pusat pembentukan calon pemimpin masa depan.
“Kalau sering panjenengan mendengar Indonesia Emas 2045, maka pemimpinnya harus disiapkan dari sekarang. SMA Taruna kita menyiapkan itu. Ada yang diterima 97 persen di sekolah kedinasan dan perguruan tinggi negeri,” jelasnya.
Khofifah meminta paguyuban Jatim di Sultra untuk menginventarisasi minat lulusan SMP yang ingin melanjutkan studi ke SMA Taruna Jatim. Ia menambahkan, pendaftaran SMA Taruna Pamong Praja Bojonegoro masih dibuka hingga Maret.
Selain pendidikan, forum ini dimanfaatkan untuk berkomunikasi terkait potensi sektor riil di Sulawesi Tenggara, antara lain perikanan budidaya, peternakan, dan perkebunan tebu. Ia menyoroti besarnya peluang sektor budidaya ikan mengingat potensi pesisir Sultra yang luas serta tingginya kebutuhan pasar.
Di sektor peternakan dan pertanian, Jawa Timur menyatakan kesiapan berbagi pengalaman, kapasitas, dan teknologi, mulai dari peningkatan populasi sapi potong dan sapi perah hingga penguatan produktivitas tebu varietas unggul yang mampu menghasilkan hingga 32,5 kg gula per meter tanam.
Dalam kesempatan itu, Khofifah juga menyoroti peran Koperasi Merah Putih sebagai wadah pemberdayaan UMKM diaspora Jatim di Sultra. Koperasi ini diharapkan menjadi kanal distribusi, akses pasar, dan penguatan usaha di tingkat desa dan kelurahan.
“Forum seperti ini bukan sekadar seremoni. Kita ingin menguatkan usaha panjenengan, menyambungkan apa yang dibutuhkan Sulawesi Tenggara dengan apa yang bisa disediakan Jawa Timur, dan sebaliknya,” tekannya.
Gubernur Khofifah kemudian mengaitkan kontribusi diaspora dengan visi besar pembangunan Jawa Timur sebagai Gerbang Baru Nusantara, sebuah pusat gravitasi ekonomi yang menghubungkan kawasan barat, tengah, dan timur Indonesia. Dalam visi ini, diaspora menjadi elemen strategis yang mengokohkan jejaring antarwilayah.
“Dengan jejaring diaspora yang kuat, Jawa Timur semakin siap menjalankan perannya sebagai Gerbang Baru Nusantara. Dari Sulawesi Tenggara, panjenengan semua ikut menguatkan konektivitas ekonomi nasional,” ujarnya.
Menutup sambutannya, Khofifah menegaskan bahwa diaspora Jawa Timur merupakan aset bangsa yang perannya tak tergantikan. Mereka bukan hanya menggerakkan dinamika sosial di wilayah rantau, tetapi juga menjadi motor penggerak integrasi ekonomi nasional.
“Semoga sinergi ini terus menguat. Dari tanah rantau, kontribusi panjenengan ikut membangun masa depan Indonesia yang lebih terhubung, inklusif, dan berdaya saing,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Khofifah menyerahkan tali asih sebesar Rp 50 juta kepada Ketua Paguyuban Zaenal Mustofa untuk dimanfaatkan bagi kegiatan-kegiatan paguyuban kedepannya.
Sementara itu, Ketua Paguyuban masyarakat Jatim di Sultra Zaenal Mustofa menyampaikan rasa bangga dan penghargaan atas perhatian Pemprov Jatim terhadap warganya di perantauan. Menurutnya kehadiran Ibu Gubernur tidak hanya menjadi momentum penting untuk mempererat kedekatan emosional, tetapi juga menunjukkan komitmen kuat pemerintah Jawa Timur dalam menjaga hubungan dengan warganya di berbagai daerah.
“Kehadiran Ibu Gubernur ini merupakan bukti nyata kepedulian dan perhatian Pemerintah Jawa Timur terhadap warga Jawa Timur di perantauan,” ujarnya.
Ia juga berharap agar kunjungan tersebut mampu semakin memperkuat silaturahmi dan mempererat hubungan antarwarga Jatim di Sultra.
“Kami berharap kunjungan Ibu Gubernur dapat memperkuat silaturahmi dan mempererat hubungan warga Jatim di Sultra. Terima kasih Ibu Khofifah, semoga selalu sehat dan sukses,” pungkasnya. [tok/beq]
-

Harga CPO 2026 Diramal Tetap Tinggi, Industri Sawit Dibayangi Tren Bullish
Bisnis.com, BALI — Prospek harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) menunjukkan sinyal penguatan pada 2026 yakni pada kisaran US$1.050 hingga US$1.125 per ton.
Kalangan analis dan pelaku industri menilai pasar sawit global menuju fase bullish, didorong oleh pertumbuhan produksi yang mulai melambat, kenaikan permintaan biodiesel, serta potensi pengetatan kebijakan ekspor.
Ketua Bidang Luar Negeri Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) M. Fadhil Hasan mengatakan harga CPO akan tetap tinggi hingga awal 2026.
“Kami memproyeksikan harga minyak sawit dalam jangka pendek hingga kuartal pertama 2026 akan tetap tinggi. Harga akan berada pada kisaran US$1.050 hingga US$1.125 per ton,” kata Fadhil dalam 21st Indonesian Palm Oil Conference and 2026 Price Outlook (IPOC) di BICC, The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Jumat (14/11/2025).
Dia menyebut meski produksi CPO dan Palm Kernel Oil (PKO) menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, tapi tren ke depan mengindikasikan pertumbuhan yang lebih moderat. Hal ini dinilai menjadi faktor yang dapat memperkuat harga di pasar internasional.
Berdasarkan catatan Gapki, produksi CPO dan PKO tercatat tumbuh 13% pada periode Januari—Agustus 2025 dibandingkan periode yang sama pada 2024.
Senada, kinerja ekspor juga mengalami peningkatan signifikan sebesar 15%. Hal ini sejalan dengan permintaan global yang terus menguat.
Adapun di dalam negeri, lanjut Fadhil, konsumsi sawit turut bertambah 4,5%. Pertumbuhan tersebut didorong oleh pertumbuhan industri pangan serta perluasan mandat biodiesel.
Berkaca dari sana, Gapki memperkirakan bahwa produksi sawit nasional pada 2025 akan meningkat di kisaran 3–7%, sedangkan untuk 2026, output diprediksi tumbuh lebih moderat, yaitu sekitar 3–4%.
Sementara itu, Analis senior Godrej International Ltd. Dorab Mistry menilai, meski harga minyak sawit saat ini menghadapi tekanan, kondisi tersebut justru membuka ruang untuk rebound kuat.
Mistry menuturkan pasar minyak nabati global saat ini berada dalam kondisi yang terlalu banyak dijual (oversold), yang secara historis sering menjadi awal dari tren kenaikan harga signifikan. Dia menambahkan, titik balik harga akan terjadi ketika produksi mulai menurun pada akhir tahun.
Menurutnya, sepanjang Januari—Maret akan menjadi fase yang sangat bullish bagi pasar minyak sawit, di mana sentimen positif kemungkinan mendominasi seluruh segmen kontrak berjangka.
Mistry bahkan menilai kenaikan hingga 5.500 ringgit sangat mungkin terjadi, terutama jika Indonesia melakukan penyesuaian terhadap kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), yang secara langsung dapat memperketat pasokan dan mendorong harga lebih tinggi.
Dia menyebut posisi Indonesia akan sangat menentukan harga global. Ini artinya, jika pemerintah membatasi ekspor dengan menyesuaikan DMO, maka harga berjangka minyak sawit akan meroket. Selain itu, rencana implementasi B50 juga dianggap menambah dukungan terhadap harga.
“Mulai sekarang, faktor harga terbesar adalah kebijakan biodiesel Amerika Serikat. Pasokan untuk 2026 tidak terlihat nyaman. Elanemia berada dalam perkiraan dan karena itu prospek 2026 bersifat bullish,” ungkapnya.
Lebih dari itu, Mistry juga menyinggung dinamika harga minyak nabati lain, khususnya minyak bunga matahari. Dia memperkirakan harga minyak bunga matahari akan menjadi kompetitif kembali pada pertengahan 2026. “Tetapi hanya setelah minyak bunga matahari kehilangan pangsa pasar yang signifikan, terutama di India,” pungkasnya.
-

Titah Prabowo Mandatori B50 Tersandera Pasokan Minyak Sawit
Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan percepatan penerapan program mandatori biodiesel 50% (B50). Tujuannya adalah mencapai ketahanan energi nasional melalui sumber yang lebih ramah lingkungan.
Namun, ambisi tersebut tersandera oleh persoalan pasokan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang belum mencukupi kebutuhan domestik.
Bisnis mencatat, Pemerintah menargetkan implementasi B50 dimulai pada 2026. Kebijakan ini diklaim akan menekan impor solar sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen biodiesel terbesar di dunia.
Namun, di balik optimisme tersebut, pasokan CPO yang ada saat ini belum mencukupi, bahkan untuk sekadar memenuhi kebutuhan domestik.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui ketersediaan bahan baku CPO masih menjadi tantangan utama dalam rencana penerapan biodiesel B50 di Indonesia.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan pelaksanaan mandatori B50 masih bergantung pada hasil kajian teknis dan ketersediaan bahan baku CPO di dalam negeri.
“Kalau kita mau mandatori 50 pun nggak bisa sama-sama 50, karena kurang dan belum ada replanting, belum ada penambahan lahan, belum ada itu,” kata Eniya dalam konferensi pers 21st Indonesian Palm Oil Conference and 2026 Price Outlook (IPOC) di BICC, The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Kamis (13/11/2025).
Eniya menyampaikan, produktivitas perkebunan sawit saat ini tidak mengalami peningkatan signifikan. Di sisi lain, kebutuhan bahan baku akan melonjak tajam bila program B50 dijalankan secara serentak. Untuk itu, opsi penyesuaian volume penyerapan biodiesel di sektor Public Service Obligation (PSO) dan non-PSO tengah dikaji.
“Kalau ini naik 50, berarti ini turun jadi 35 atau 40 atau berapa. Jadi, adjustment itu. Plus adjustment serapan solar. Jadi, ini masih diskusi ya,” ujarnya.
Risiko Terhadap Harga CPO
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan tantangan utama dalam implementasi kebijakan B50 terletak pada cara meningkatkan produksi dan produktivitas kelapa sawit dalam negeri.
“Kalau B50 diimplementasikan maka ada kemungkinan ekspor akan turun, perihal harga apabila supply berkurang maka kemungkinan harga akan naik, kecuali supply minyak nabati lain supply-nya bagus,” kata Eddy kepada Bisnis, Rabu (12/11/2025).
Senada, pengamat mewanti-wanti implementasi kebijakan B50 pada semester II/2026 akan membuat harga CPO menjulang, jika rantai pasok komoditas tersebut lebih sedikit.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan kebijakan B50 dipastikan akan menambah permintaan (demand) terhadap bahan baku minyak sawit.
“Jadi, ini ada additional demand yang di-drive oleh kebijakan pemerintah, on top of demand yang ada sekarang. Jadi, kalau kemudian suplai [CPO] tidak bisa picking up terhadap penambahan demand, tentu saja akan berdampak terhadap harga minyak sawit di pasar internasional,” kata Faisal kepada Bisnis, Rabu (12/11/2025).
Faisal menuturkan, implementasi B50 menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan harga CPO. Jika kebijakan tersebut dilakukan dalam skala yang luas, kata dia, ada kemungkinan di semester II/2026 sudah terlihat lonjakan harga CPO di internasional.
“Karena sudah pasti kemungkinan besar kalau dia [B50] implementasinya cepat dan masif, maka supply itu tidak bisa mengimbangi secara dengan mudah dalam waktu singkat, sehingga akan berdampak terhadap kenaikan harga,” terangnya.
Faktor lainnya adalah masalah cuaca, peremajaan sawit, hingga hilirisasi sawit untuk mendukung B50. Dia menjelaskan, jika hilirisasi tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan produksi di hulu, maka harga CPO akan meningkat dan langka seperti kelapa bulat.
Bahkan, dia menyebut lonjakan harga CPO di tingkat internasional akan membuat para pemain mencari celah untuk mengekspor komoditas tersebut.
“Karena tentu saja harga diekspor lebih menguntungkan misalnya,” imbuhnya.
Faisal menilai pemerintah perlu mengontrol rantai distribusi untuk mengantisipasi segala kemungkinan dampak dari adanya kebijakan B50 pada semester II/2026.
-

Harga Biodiesel Melonjak, BPDP Terapkan Skema Fleksibel
Bisnis.com, NUSA DUA, BALI – Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) menerapkan skema fleksibel untuk menanggung selisih harga biodiesel berbasis sawit dan solar fosil.
Langkah ini diambil menyusul lonjakan harga minyak sawit dunia yang membuat program mandatori biodiesel menghadapi tekanan tinggi dan risiko beban subsidi yang membengkak.
Direktur Utama BPDP Eddy Abdurrachman mengatakan skema fleksibel ini memungkinkan kadar campuran biodiesel disesuaikan berdasarkan perbedaan harga antara biodiesel dan solar. Jika gap harga melebar, maka persentase campuran bisa diturunkan sehingga program tetap berjalan tanpa membebani fiskal secara berlebihan.
“Rekomendasi kami itu pakai skema fleksibel. Persentase campuran biodiesel bisa naik atau turun tergantung selisih harga sawit dan solar. Kalau gap-nya besar, seperti sekarang, baurannya bisa diturunkan,” ujar Eddy saat ditemui di sela-sela acara 21st Indonesian Palm Oil Conference and 2026 Price Outlook (IPOC) di BICC, The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Kamis (13/11/2025).
Sesuai regulasi yang berlaku, Eddy menjelaska, produsen biodiesel diwajibkan menjual biodiesel kepada perusahaan distribusi solar, yang kemudian menyalurkan solar tersebut ke konsumen dengan harga yang setara dengan harga solar fosil.
Ini artinya, apabila harga biodiesel lebih tinggi daripada solar fosil, maka BPDP bertugas untuk menanggung selisih harga tersebut. Mekanisme ini memastikan produsen biodiesel tetap dapat menjual produknya meski harga biodiesel lebih mahal dari solar fosil.
Adapun saat ini, selisih harga biodiesel dan solar yang ditanggung BPDP mencapai sekitar Rp6.000 per liter, termasuk ongkos angkut, pajak, dan PPN. Namun, angka tersebut bersifat sangat fluktuatif, mengikuti pergerakan harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar global.
Dia menambahkan, harga biodiesel tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi produksi domestik, namun juga oleh dinamika pasar internasional.
Eddy menuturkan, produksi minyak nabati pesaing seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari di negara lain dapat menekan harga sawit dunia. Sebaliknya, jika pasokan global terbatas, maka harga bisa melonjak dan memengaruhi besarnya subsidi yang harus ditanggung BPDP.
“Ini bukan cuma soal produksi dalam negeri. Dunia yang menentukan. Kalau produksi pesaing banyak, harga bisa turun karena orang beralih. Tapi kalau pasokannya sedikit, harga naik. Pokoknya ekonomi ini mengikuti market price global,” jelasnya.
Eddy menambahkan, mekanisme fleksibel akan menjadi lebih relevan seiring rencana pemerintah menerapkan B50 pada semester II/2026. Namun hingga saat ini, pembahasan tersebut masih berlangsung dan belum ada proyeksi terhadap potensi tambahan beban subsidi jika harga sawit global kembali melonjak.
Selain itu, Eddy menekankan program biodiesel tetap menjadi bagian dari strategi pemerintah dalam energi terbarukan dan pencapaian target energi nasional.
“Program ini dapat mengurangi ketergantungan pada solar impor, menghemat miliaran dolar setiap tahunnya, dan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia,” ujarnya.
Di samping itu, menurut Eddy, bauran biodiesel juga mendorong inovasi teknologi dan pengembangan energi terbarukan alternatif, seperti used cooking oil, hydrotreated vegetable oil (HVO), dan bahan bakar efisien lainnya.
-

Ketua GAPKI: Sawit Jadi Penopang Utama Ekonomi Nasional, Produksi Capai 43 Juta Ton
FAJAR.CO.ID, BALI — Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, menegaskan bahwa industri kelapa sawit masih menjadi penopang utama perekonomian Indonesia.
Hingga September 2025, produksi minyak sawit nasional tercatat mencapai lebih dari 43 juta ton, naik 11 persen dibanding tahun sebelumnya.
Dalam sambutannya pada pembukaan Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) ke-21 and 2026 Price Outlook di Nusa Dua, Bali, Eddy mengungkapkan bahwa ekspor minyak sawit beserta produk turunannya seperti CPO, oleokimia, dan biodiesel telah mencapai 25 juta ton, atau naik 13,4 persen dari tahun lalu.
“Nilai ekspor minyak sawit beserta turunannya ini menghasilkan devisa sekitar USD27,3 miliar, meningkat 40 persen dibanding tahun 2024,” urai Eddy di hadapan peserta IPOC 2025, Kamis, (13/11/25).
“Data ini menunjukkan minyak sawit merupakan fondasi surplus perdagangan Indonesia dan salah satu sumber utama devisa bangsa,” lanjutjya.
Meski mencatat kinerja positif, ia mengingatkan bahwa tantangan ke depan semakin kompleks. Ia menyoroti pentingnya kesiapan industri menghadapi Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR), serta perlunya memperkuat sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) agar diakui sebagai standar global.
“Kita harus membuktikan bahwa keberlanjutan adalah komitmen nyata industri sawit Indonesia,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia sempat menyoroti stagnasi produktivitas akibat perkebunan yang menua dan produktivitas petani kecil yang menurun. Ia menyerukan gerakan nasional peremajaan sawit rakyat dan dukungan terhadap inovasi berbasis riset.
-

Realisasi B40 Capai 12,11 Juta KL per November 2025, Negara Hemat Devisa Rp107 Triliun
Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa realisasi pemanfaatan Biodiesel B40 telah mencapai 12,11 juta kiloliter (KL) hingga 6 November 2025.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi menyampaikan bahwa capaian tersebut setara dengan 77,8% dari target pemanfaatan B40 pada 2025, yaitu sebesar 15,6 juta KL.
Menurut Eniya, pemanfaatan B40 hingga November 2025 berhasil menghemat devisa negara sekitar Rp107,2 triliun. Program ini dinilai mampu menekan impor solar sekaligus meningkatkan nilai tambah minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) senilai Rp16,89 triliun.
Selain itu, B40 diklaim mampu menyerap 1,52 juta tenaga kerja dan menekan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 32,2 juta ton CO2.
“Program B40 memberikan banyak masukan, sehingga pengawasan diperketat. Pelaksanaan hingga Desember 2025 akan dikawal sebaik mungkin,” ujar Eniya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Selasa (11/11/2025).
Lebih lanjut, Eniya menyampaikan bahwa pemerintah tengah menguji coba laboratorium B50 dan menargetkan implementasinya dapat dimulai pada semester II 2026.
“Enam bulan ke depan, kami akan melakukan pengujian spesifik di lapangan terkait persiapan B50,” tambahnya.
Uji coba lanjutan ini mencakup uji teknis, road test, kajian kecukupan dan keberlanjutan dana, ketersediaan CPO, serta peningkatan infrastruktur pendukung.
Dengan langkah ini, pemerintah berharap transisi dari B40 ke B50 dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat maksimal bagi industri serta perekonomian nasional.
/data/photo/2025/11/05/690b1c223d1d4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/17/691ac77fda486.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)