Kejagung Sita Rp 11,8 T di Kasus Ekspor CPO, Menko Polkam: Bentuk Langkah Progresif
Produk: CPO
-

Penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh 12,6 persen
Kalau kami lihat, ini trennya juga positif
Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan melaporkan penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh sebesar 12,6 persen (year-on-year/yoy) dengan nilai Rp122,9 triliun per akhir Mei 2025.
“Kalau kami lihat, ini trennya juga positif,” kata Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Juni 2025, dikutip di Jakarta, Rabu.
Penerimaan kumulatif dari bea masuk tercatat sebesar Rp19,6 triliun atau 37 persen dari target, didorong oleh kebijakan ketahanan pangan domestik dan upaya swasembada serta utilisasi Free Trade Agreement.
Sementara khusus penerimaan pada Mei tercatat sebesar Rp4,2 triliun, menurun 8,9 persen (yoy). Adapun tren penerimaan pada Maret hingga Mei mencapai Rp12 triliun, dengan peningkatan pada bea masuk non-bahan pangan sebesar 4,6 persen (yoy).
Selanjutnya, penerimaan dari bea keluar tercatat sebesar Rp13 triliun atau 291,3 persen dari target APBN, tumbuh 69,1 persen (yoy). Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan harga minyak mentah dunia (CPO) dan kebijakan ekspor konsentrat tembaga.
Sedangkan penerimaan cukai mencapai Rp90,3 triliun atau 37 persen dari target, tumbuh 11,3 persen (yoy) berkat kebijakan penundaan pelunasan.
Penerimaan cukai khusus pada Mei 2025 tercatat sebesar Rp17,1 triliun, tumbuh 146,8 persen (yoy). Penerimaan pada Maret hingga Mei juga tumbuh, yakni sebesar 25,4 persen (yoy) mencapai Rp50,6 triliun.
Kedua pertumbuhan tersebut utamanya dipengaruhi oleh kebijakan penundaan pelunasan pita cukai dari tiga bulan pada 2024 menjadi 2 bulan pada 2025. Meskipun dilakukan normalisasi, menurut Anggito, penerimaan cukai pada Mei 2025 tetap meningkat.
Adapun secara keseluruhan, pendapatan negara tercatat sebesar Rp995,3 triliun atau 33,1 persen dari target APBN Rp3.005,1 triliun. Nilai itu bertambah senilai Rp184,8 triliun dari catatan April.
Penerimaan perpajakan terealisasi sebesar Rp806,2 triliun (32,4 persen dari target), terdiri dari penerimaan pajak Rp683,3 triliun (31,2 persen) dan kepabeanan dan cukai Rp122,9 triliun (40,7 persen). Sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terserap sebesar Rp188,7 triliun (36,7 persen).
Belanja negara tersalurkan sebesar Rp1.016,3 triliun per akhir Mei. Dengan demikian, APBN mencetak defisit Rp21 triliun atau 0,09 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada Mei 2025.
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Wilmar Sebut Rp11,8 Triliun Dana Jaminan, Kejagung : Itu Sitaan!
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons pernyataan Wilmar Group soal dana jaminan Rp11,8 triliun dalam perkara korupsi crude palm oil (CPO) korporasi.
Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar menekankan bahwa dalam proses penanganan tindak pidana korupsi tidak memiliki istilah dana jaminan. Oleh karena itu, uang Rp11,8 triliun tersebut berstatus sitaan.
“Dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi terkait kerugian keuangan negara tidak ada istilah dana jaminan, yang ada uang yang disita,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (18/6/2025).
Dia menambahkan, uang yang disita itu merupakan barang bukti untuk memulihkan kerugian keuangan negara akibat adanya uang perkara rasuah tersebut.
Sebagai tindak lanjut, Harli menyatakan bahwa uang belasan triliun itu nantinya akan dimasukkan dalam barang bukti pada memori kasasi. Nantinya, hal itu diharapkan dapat dipertimbangkan oleh hakim agung pada pengadilan tingkat kasasi
“Karena perkaranya masih sedang berjalan maka uang pengembalian tersebut disita untuk bisa dipertimbangkan dalam putusan pengadilan,” imbuhnya.
Lebih jauh, Harli tidak menjelaskan secara eksplisit terkait dengan nasib uang Rp11,8 triliun itu ketika MA memutuskan untuk memperkuat putusan ontslag atau bebas pada pengadilan sebelumnya. Meskipun begitu, korps Adhyaksa menyatakan sikap optimistis atas pengajuan kasasi tersebut.
“Kita harus optimis Mas karena kita juga menyitanya sdh mendapatkan persetujuan dari pengadilan dan JPU sesuai rilis telah memasukkan tambahan memori kasasi terkait penyitaan uang tersebut,” pungkas Harli.
Wilmar Sebut Dana Jaminan
Sementara itu dalam keterangan tertulisnya, Wilmar mengatakan penyerahan uang belasan triliun itu merupakan dana jaminan sekaligus itikad baik perusahaan dalam perkara ini.
Wilmar juga menekankan bahwa dana jaminan itu bakal dikembalikan ke perusahaan apabila hakim agung pada MA menjatuhkan vonis yang menguatkan putusan PN Jakarta Pusat sebelumnya.
Sebaliknya, uang itu bakal diserahkan seluruh maupun sebagian dari Rp11,8 triliun apabila MA memutuskan Wilmar Group bersalah atas kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO.
“Namun, dana jaminan dapat disita, baik sebagian maupun seluruhnya [tergantung pada putusan], apabila Mahkamah Agung memutuskan tidak memihak kepada Pihak Wilmar Tergugat,” ujar Wilmar dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (18/6/2025).
-

Versi Wilmar, Uang Rp11,8 Triliun Diserahkan Sebagai Jaminan
Bisnis.com, JAKARTA — Wilmar Group memberikan klarifikasi terkait penyerahan uang Rp11,8 triliun dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil alias CPO korporasi.
Dalam keterangan tertulisnya, Wilmar mengatakan penyerahan uang belasan triliun itu merupakan dana jaminan sekaligus itikad baik perusahaan dalam perkara ini.
“Pihak Wilmar [selaku] tergugat menunjukkan kepercayaan mereka terhadap sistem peradilan Indonesia serta itikad baik dan keyakinan mereka atas ketidakbersalahan, dengan cara menempatkan dana jaminan sebesar Rp11.880.351.802.619 [Dana Jaminan] dalam perkara ini,” dalam siaran pers Wilmar International Limited, dikutip Rabu (18/6/2025).
Wilmar juga menekankan bahwa dana jaminan itu bakal dikembalikan ke perusahaan apabila hakim agung pada MA menjatuhkan vonis yang menguatkan putusan PN Jakarta Pusat sebelumnya.
Sebaliknya, uang itu bakal diserahkan seluruh maupun sebagian dari Rp11,8 triliun apabila MA memutuskan Wilmar Group bersalah atas kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO.
“Namun, Dana Jaminan dapat disita, baik sebagian maupun seluruhnya [tergantung pada putusan], apabila Mahkamah Agung memutuskan tidak memihak kepada Pihak Wilmar Tergugat,” pungkasnya.
Kronologi Sita
Sebelumnya, Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan bahwa penyitaan ini berdasarkan perhitungan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan laporan kajian analisis keuntungan ilegal hingga ahli.
Kajian itu mengungkap adanya kerugian negara, ilegal gain dan kerugian perekonomian negara dari lima korporasi Wilmar Group. Misalnya, dari PT Multimas Nabati Asahan sebesar Rp3,9 triliun.
Selanjutnya, PT Multi Nabati Sulawesi sebesar Rp39,7 miliar; PT Sinar Alam Permai sebesar Rp483,9 miliar; PT Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar Rp57,3 miliar; dan PT Wilmar Nabati Indonesia Rp7,3 miliar.
Dalam perkembangannya, Wilmar Group kemudian menyerahkan uang ke Kejagung pada Mei 2025. Atas pengembalian itu, JPU kemudian mengajukan penyitaan ke PN Jakarta Pusat dan diizinkan melalui ketetapan Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst tanggal 04 Juni 2025.
Setelah penyitaan itu, uang belasan triliun tersebut sudah ditambahkan dalam memori kasasi JPU, sehingga hal tersebut bisa menjadi pertimbangan hakim pada Mahkamah Agung.
“Uang yang telah disita menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi, guna menjadi bahan pertimbangan oleh Hakim Agung yang memeriksa Kasasi, khususnya terkait sejumlah uang tersebut “dikompensasikan” untuk membayar seluruh kerugian negara,” ujar Harli.
-

Uang Disita Rp11 Triliun, Perkara Wilmar Cs Bukan Pidana?
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengejar pengembalian kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi fasilitas ekspor crude palm oil alias CPO. Kasus ini menyeret tiga perusahaan, Wilmar Group, Musim Mas Group dan Permata Hijau.
Menariknya kasus penyitaan itu berlangsung ketika perkara belum berkekuatan hukum tetap. Selain itu, di pengadilan tingkat pertama, hakim telah memutuskan bahwa tindakan Wilmar Cs bukan suatu tindak pidana.
Seperti diketahui, pada selasa (18/6/2025) kemarin, penyidik gedung bundar telah menyita uang Rp11,8 triliiun. Sebagian uang yang disita tersebut dipamerkan dalam konferensi pers kemarin.
Direktur Penuntutan (Dirtut) Kejagung RI, Sutikno menyampaikan bahwa penyitaan ini baru diperoleh dari salah satu terdakwa korporasi yakni, Wilmar Group. Wilmar Group ini terdiri dari lima korporasi, mereka yakni PT Multimas Nabati Asahan; PT Multi Nabati Sulawesi; PT Sinar Alam Permai; PT Wilmar Bioenergi Indonesia; dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
“Seluruhnya sebesar Rp11.880.351.802.619,” ujarnya di Kejagung, Selasa (17/6/2025).
Sutikno menambahkan, uang tersebut bakal disimpan dalam rekening penampungan milik Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Bank Mandiri.
Berdasarkan pantauan Bisnis di ruangan Gedung Bundar Kejagung RI, sebagian uang tersebut tampak disusun rapi mengelilingi meja konferensi pers. Adapun, uang itu ditumpuk hingga 2 meter lebih.
Uang dengan pecahan Rp100.000 ribu itu dibungkus dengan plastik. Tercatat, satu paket uang tersebut bernilai satu miliar. Total, uang yang ditampilkan pada konferensi pers kali ini mencapai Rp2 triliun.
“Jadi, kenapa tidak kita rilis secara bersama senilai jumlah tersebut? Ini karena faktor tempat dan faktor keamanan tentunya, sehingga kami berpikir jumlah ini cukup untuk mewakili jumlah kerugian negara yang timbul,” imbuhnya.
Adapun, uang tersebut juga akan dimasukkan dalam memori kasasi yang saat ini bergulir di Mahkamah Agung (MA).
Dengan demikian, penambahan uang sitaan ini diharapkan dapat dipertimbangkan oleh hakim dalam memvonis perkara yang sebelumnya telah diputus bebas atau ontslag di PN Tipikor Jakarta Pusat. “Uang sita tersebut enjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi sehingga keberadaannya dapat dipertimbangkan oleh Hakim Agung,” pungkasnya.
Musim Mas dan Permata Hijau Menyusul?
Di sisi lain, Kejagung meminta Musim Mas Group dan Permata Hijau Group menyerahkan uang terkait kerugian negara perkara pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) korporasi.
Sutikno mengatakan langkah penyerahan kembali uang terkait kerugian negara itu telah dilakukan oleh Wilmar Group. “Saat ini yang telah mengembalikan kerugian keuangan negara akibat perbuatan korupsi yang dilakukan oleh lima grup Wilmar telah utuh dikembalikan,” ujarnya di Kejagung, Selasa (17/6/2025).
Dia menambahkan, total uang yang telah diserahkan kembali dan disita Kejagung dari Wilmar Group mencapai Rp11,8 triliun. Uang belasan triliun itu berasal dari lima korporasi yang tergabung di Wilmar Group.
Lima korporasi itu yakni PT Multimas Nabati Asahan; PT Multi Nabati Sulawesi; PT Sinar Alam Permai; PT Wilmar Bioenergi Indonesia; dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Dalam hal ini, Sutikno berharap dua grup korporasi yang telah menjadi terdakwa lainnya agar bisa segera mengambil langkah serupa dengan Wilmar Group.
“Untuk Permata Hijau dan Musim Mas Grup, kita berharap ke depan mereka juga membayar seperti yang dilakukan oleh Wilmar. Nanti akan kita rilis juga seperti kalau ada pengembalian yang dilakukan oleh kedua grup tersebut,” pungkasnya.
Dalam catatan Bisnis, jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya telah menuntut uang pengganti kepada Permata Hijau Group mencapai Rp937.558.181.691,26. Sementara itu, Musim Mas Group Rp4.890.938.943.794,1. Keduanya juga dibebankan denda Rp1 miliar.
Adapun, perkara CPO korporasi ini telah divonis ontslag atau bebas oleh hakim PN Tipikor Jakarta Pusat. Namun, Kejagung telah mengajukan kasasi terkait dengan vonis itu. Alhasil, saat ini perkara tersebut tengah bergulir di Mahkamah Agung (MA).
Kronologi Kasus
Dalam catatan Bisnis, kasus Wilmar, Musim Mas, dan Permata Hijau bermula dari perkara korupsi mafia minyak goreng. Dalam kasus itu tiga orang petinggi korporasi tersebut telah menjadi terpidana saat ini. Ketiga korporasi itupun kemudian telah ditetapkan sebagai tersangka korporasi.
“Jadi penyidik Kejaksaan Agung, pada hari ini juga menetapkan 3 korporasi sebagai tersangka,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung saat kasus itu terungkap, Ketut Sumedana di Kejagung, Kamis (15/6/2023).
Ketut menjelaskan sesuai dengan putusan kasasi Mahkamah Agung, ketiga korporasi itu ditengarai sebagai pemicu kerugian negara dalam kasus mafia minyak goreng yang nilainya mencapai Rp6,47 triliun.
“Terbukti bahwa perkara yang sudah inkrah ini adalah merupakan aksi daripada 3 korporasi ini, sehingga pada hari ini juga kami tetapkan 3 korporasi ini sebagai tersangka,” ucap Ketut.
Adapun kasus ini sejatinya belum memperoleh keputusan hukum tetap. Di laman resmi Mahkamah Agung, Kejagung masih mengajukan kasasi dan baru masuk pada tanggal 30 April 2025.
Menariknya di pengadilan tingkat pertama, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat alias PN Jakpus, telah memutuskan bahwa tindakan Wilmar dan para terdakwa korporasi telah terbukti sebagaimana dakwaan jaksa. Namun demikian, hakim menetapkan bahwa tindak Wilmar Cs itu bukanlah suatu tindak pidana. Alhasil, PN Jakpus telah meminta penuntut umum untuk melepaskan dan memulihkan hak-hak Wilmar Cs.
Bisnis masih berupaya mencari kontak pihak Wilmar, Musim Mas dan Permata Hijau, guna mengklarifikasi ihwal penyitaan dan kronologi kasus tersebut.
-

Asal Usul Uang Rp11,8 Triliun yang Disita Kejagung dari Perkara Korupsi Minyak Goreng
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita Rp11,8 triliun dalam perkara pemberian fasilitas ekspor crude palm oil alias minyak goreng korporasi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan belasan triliun yang disita itu bersumber dari lima korporasi yang tergabung di Wilmar Group.
“Tim Penuntut Umum dari direktorat penuntutan pada Jampidsus telah melakukan penyitaan pada tingkat penuntutan terhadap uang senilai Rp11.880.351.802.619,” ujar Harli di Kejagung, dikutip Rabu (18/6/2025).
Harli menjelaskan, penyitaan ini berdasarkan perhitungan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan laporan kajian analisis keuntungan ilegal hingga ahli.
Kajian itu mengungkap adanya kerugian negara, ilegal gain dan kerugian perekonomian negara dari lima korporasi Wilmar Group. Misalnya, dari PT Multimas Nabati Asahan sebesar Rp3,9 triliun.
Selanjutnya, PT Multi Nabati Sulawesi sebesar Rp39,7 miliar; PT Sinar Alam Permai sebesar Rp483,9 miliar; PT Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar Rp57,3 miliar; dan PT Wilmar Nabati Indonesia Rp7,3 miliar.
“Bahwa dalam perkembangannya, kelima Terdakwa Korporasi tersebut pada tanggal 23 dan 26 Mei 2025 mengembalikan uang sejumlah kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp11.880.351.802.619 pada Rekening Penampungan Lainnya (RPL) Jampidsus,” imbuhnya.
Selanjutnya, atas pengembalian itu, JPU mengajukan penyitaan ke PN Jakarta Pusat dan diizinkan melalui ketetapan Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst tanggal 04 Juni 2025.
Setelah penyitaan itu, uang belasan triliun tersebut sudah ditambahkan dalam memori kasasi JPU, sehingga hal tersebut bisa menjadi pertimbangan hakim pada Mahkamah Agung.
“Uang yang telah disita menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi, guna menjadi bahan pertimbangan oleh Hakim Agung yang memeriksa Kasasi, khususnya terkait sejumlah uang tersebut “dikompensasikan” untuk membayar seluruh kerugian negara,” pungkas Harli.
Minta Dua Korporasi Serahkan Uang
Direktur Penuntutan (Dirtut) Jampidsus Kejagung RI, Sutikno meminta agar Musim Mas Group dan Permata Hijau Group melakukan langkah yang serupa dengan Wilmar group.
Dalam catatan Bisnis, jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya telah menuntut uang pengganti kepada Permata Hijau Group mencapai Rp937.558.181.691,26. Sementara itu, Musim Mas Group Rp4.890.938.943.794,1. Keduanya juga dibebania denda Rp1 miliar.
“Untuk Permata Hijau dan Musim Mas Grup, kita berharap kedepan mereka juga membayar seperti yang dilakukan oleh Wilmar. Nanti akan kita rilis juga seperti kalau ada pengembalian yang dilakukan oleh kedua grup tersebut,” ujar Sutikno di Kejagung, Selasa (18/6/2025).
Sekadar informasi, perkara CPO korporasi ini telah divonis ontslag atau bebas oleh hakim PN Tipikor Jakarta Pusat. Namun, Kejagung telah mengajukan kasasi terkait dengan vonis itu.
Alhasil, saat ini perkara tersebut tengah bergulir di Mahkamah Agung (MA) alias belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5255388/original/096572200_1750157810-keja6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kejagung: Sitaan Rp11,8 Triliun di Kasus CPO Wilmar Group Terbesar Dalam Sejarah – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penyitaan pada tingkat penuntutan terhadap uang senilai Rp11.880.351.802.619 terkait perkara tindak pidana korupsi fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit tahun 2022, yang berasal dari Wilmar Group. Hal itu pun diyakini menjadi penyitaan terbesar dalam sejarah.
“Untuk kesekian kali kita melakukan rilis press conference terkait dengan penyitaan uang dalam jumlah yang sangat besar. Dan barangkali ini merupakan presscon terhadap penyitaan uang dalam sejarahnya, ini yang paling besar,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dikutip Rabu (18/6/2025).
Harli menyebut, penyitaan Rp11,8 triliun itu menjadi upaya Jampidsus Kejagung dalam mengembalikan kerugian keuangan negara yang dilakukan dalam tahap penuntutan.
“Oleh karenanya, karena perkara ini belum berkekuatan hukum tetap, maka kami melakukan penyitaan terhadap uang yang dikembalikan dimaksud,” jelas dia.
Adapun pengembalian uang tersebut diyakini menjadi bentuk kesadaran korporasi dan kerjasama untuk mengembalikan kerugian keuangan negara. Kejagung mengapresiasi dan menghormati sikap Wilmar Group atas langkah tersebut.
“Dan kita harapkan tentu dengan upaya-upaya pengembalian ini, ini juga akan menjadi contoh bagi korporasi yang lain atau bagi pihak-pihak yang lain yang sedang berperkara, bahwa sebagaimana kami maksudkan, upaya-upaya penegakan hukum yang represif harus sebanding, linier, sejalan dengan upaya-upaya pengembalian kerugian keuangan negara dalam rangka pemulihan keuangan negara,” Harli menandaskan.
Meski demikian, Kejagung masih menunggu langkah serupa dari dua korporasi lain, yakni PT Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup.
“Untuk permata hijau dan musim mas grup, kita berharap kedepan mereka juga membayar seperti yang dilakukan oleh Wilmar,” kata Direktur Penututan Jampidsus Kejagung, Sutikno saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Dari total 17 korporasi yang terlibat dalam kasus ini, lima anak perusahaan Wilmar Grup sudah mengembalikan uang kerugian negara, yakni:
PT Multimas Nabati Asahan: Rp3.997.042.917.832.42
PT Multinabati Sulawesi: Rp39.756.429.964.94
PT Sinar Alam Permai: Rp483.961.045.417.33
PT Wilmar Bioenergi Indonesia: Rp57.303.038.077.64,
Wilmar Nabati Indonesia: Rp7.302.288.371.326.78Sementara itu, di bawah PT Permata Hijau terdapat lima perusahaan, dan Musim Mas Grup terdiri dari tujuh perusahaan. Mereka dinilai telah merugikan negara, baik dari sisi keuangan, illegal gain, maupun perekonomian negara.
“Kita harapkan mereka akan mengembalikan secara utuh juga,” ucap Sutikno.
Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno mengatakan, barang bukti uang tunai yang ditampilkan itu hanya berjumlah Rp2 triliun dari total Rp11 triliun yang telah disita oleh Kejagung. Uang belasan triliun rupiah itu disita dari lima terdakwa koorporasi kasus korupsi CPO.
“Jadi, kenapa tidak kita rilis secara bersama senilai jumlah tersebut? Ini karena faktor tempat dan faktor keamanan tentunya, sehingga kami berpikir jumlah ini cukup untuk mewakili jumlah kerugian negara yang timbul,” tambah dia.
-

Marcella Santoso Akui Buat Konten “Serang” Prabowo hingga Jaksa Agung
Bisnis.com, JAKARTA — Pengacara sekaligus tersangka Marcella Santoso mengakui telah membuat konten yang telah menyudutkan Jaksa Agung (JA) ST Burhanuddin dan jajarannya.
Hal tersebut disampaikan Marcella melalui video yang dikirimkannya kepada Kejaksaan Agung (Kejagung). Video itu kemudian diputar di sela-sela konferensi pers di Kejagung pada Selasa (17/6/2025).
Awalnya, Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengungkit kembali perkara perintangan yang dilakukan oleh Marcella, Direktur Jak TV non-aktif Tian Bahtiar hingga pimpinan buzzer Adhiya Muzakki.
Pada intinya, konten itu dibuat untuk menggiring opini publik yang dinilai dapat mempengaruhi penuntutan dan penyidikan alias kinerja Kejaksaan RI.
Di samping itu, Qohar juga menyatakan pihaknya telah mengantongi bukti Marcella Cs telah melakukan upaya perintangan atau obstruction of justice.
“Untuk lebih jelasnya mungkin bisa diputar video Marcella Santoso,” ujar Qohar di Kejagung, Selasa (17/6/2025).
Setelah itu, video klarifikasi Marcella diputar di depan awak media. Nampak, dia menggunakan kemeja putih dan dibalut dengan rompi tahanan khas Kejaksaan Agung RI.
Dalam video itu, Marcella mengakui telah membuat konten yang menyerang Jaksa Agung Burhanuddin, Jampidsus Febrie Adriansyah hingga Presiden Prabowo Subianto.
“Antara lain terkait dengan isu kehidupan pribadi Bapak Jaksa Agung, isu Bapak Jampidsus, isu Bapak Dirdik, dan bahkan terdapat juga isu pemerintahan Bapak Presiden Prabowo, seperti petisi RUU TNI dan juga Indonesia Gelap,” tutur Marcella dalam video tersebut.
Kemudian, pengacara yang menangani perkara korupsi CPO hingga Timah itu menyampaikan permohonan maaf atas segala perbuatan yang telah merugikan pihak-pihak terkait.
“Bahwa saya sejujurnya tidak pernah merasa ada ketidaksukaan atau kebencian secara pribadi, baik dengan institusi, ataupun dengan pemerintahan, ataupun dengan personal,” pungkas Marcella.
-

Ke mana Uang Triliunan yang Disita dalam Kasus Ekspor CPO Wilmar Group? Ini Penjelasan Kejagung
Ke mana Uang Triliunan yang Disita dalam Kasus Ekspor CPO Wilmar Group? Ini Penjelasan Kejagung
GELORA.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita uang tunai senilai Rp11.800.351.802.619 dari pengembangan kasus korupsi koorporasi bergerak bidang sawit Wilmar Group.
Uang triliun rupiah tersebut, ditampilkan saat konferensi pers di Gedung Bundar Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (17/6/2025).
Tumpukan uang pecahan 100 ribuan pun terlihat di antara para pejabat Kejagung.
Uang tunai yang disita itu, merupakan pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya.
Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung, Sutikno, menerangkan tumpukan yang yang ditampilkan dalam konferensi pers hanya Rp2 triliun.
Menurutnya, tidak seluruh uang bisa dibawa ke tempat konferensi pers.
“Karena keterbatasan tempat dan alasan keamanan kami kira uang Rp2 triliun ini bisa mewakili uang yang disita,” jelasnya.
Ketika ditanya awak media terkait mau dikemanakan uang sitaan Kejagung tersebut, Sutikno memberikan penjelasan.
Sutikno menerangkan, uang sitaan Kejagung itu, akan disesuaikan dengan perkara pidananya.
“Uang yang disita ini mau diapakan? apakah untuk pembangunan tata kelola sawit atau bagaimana? terkait uang penyitaan ini hubungannya dengan perkara tindak pidana.”
“Maka uang ini nantinya akan dikemanakan? akan disesuaikan perkara pidana itu sendiri. Jadi tidak ada kaitannya dengan kegiatan Satgas Penanganan Kawasan Hutan (PKH),” katanya.
“Jadi ini murni penanganan perkara tindak pidana korupsi, yang nantinya ke mana uang larinya akan dilaksanakan sesuai putusan Mahkamah Agung setelah diputus,” imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Pusat penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.
“Artinya bahwa saya sampaikan tadi, perlu adanya tata kelola di industri kelapa sawit kita. Karena pengembalian kerugian keuangan negara ini menjadi salah satu contoh, bahwa ada sesuatu yang missing karena ada masalah, bahwa nanti terkait putusannya seperti apa, tentu nanti akan disampaikan jaksa selaku eksekutor,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Harli juga menyebut, uang sitaan Kejagung senilai Rp11,8 triliun kasus suap ekspor CPO itu, menjadi yang terbesar.
“Penyitaan uang ini dalam sejarah yang paling nanti akan disampaikan secara substansi oleh Pak Direktur Penuntutan,” ungkapnya.Uang yang disita ini, kata Harli, sebagai bentuk pengembalian kerugian keuangan negara yang dilakukan dalam tahap penuntutan.
“Karena kasus ini belum berkekuatan hukum tetap maka uang ini kami sita,” jelasnya.
Delapan Tersangka Korupsi Vonis Lepas CPODiketahui, dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan delapan tersangka. Mereka diduga terlibat dalam rekayasa vonis bebas terhadap terdakwa kasus korupsi CPO di Pengadilan Tipikor.
Para tersangka ini, terdiri dari unsur hakim, advokat, dan pejabat pengadilan.
Empat hakim itu, bersama tiga orang lain, menjadi tersangka terkait vonis lepas pengurusan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) periode Januari-April 2022 dengan terdakwa tiga korporasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat
Berikut delapan tersangka kasus dugaan suap vonis lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO, dengan terdakwa tiga korporasi:
Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Ketua Pengadilan Negeri Jakarta SelatanWahyu Gunawan, panitera muda PN Jakarta UtaraMarcella Santoso, advokatAriyanto Bakrie, advokatDjuyamto, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta PusatAli Muhtarom, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta PusatAgam Syarif Baharudin, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta PusatMuhammad Syafei, Head of Social Security Legal PT Wilmar Group
Sumber : Tribunnews‘;if(c’};urls.splice(0,urls.length);titles.splice(0,titles.length);document.getElementById(‘related-posts’).innerHTML=dw};
//]]>
/data/photo/2025/06/17/68511e7b3dad1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)