Produk: CPO

  • GAPKI sebut ekspor sawit ke UE terus alami penurunan sejak 2018

    GAPKI sebut ekspor sawit ke UE terus alami penurunan sejak 2018

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Eddy Martono mengatakan ekspor minyak sawit mentah dan olahan Indonesia ke Uni Eropa (UE) terus mengalami penurunan sejak tahun 2018.

    “Ekspor minyak sawit Indonesia ke UE terus menurun sejak 2018, saat mencapai 5,7 juta ton, termasuk minyak sawit mentah dan olahan, minyak inti sawit, biodiesel, dan produk oleokimia,” kata Eddy di Jakarta, Kamis.

    Lebih lanjut, ia mengatakan ekspor minyak sawit ke Uni Eropa kembali turun pada tahun 2023 dan 2024, masing-masing 4,1 juta ton dan 3,3 juta ton saja.

    Menurut Eddy, salah satu faktor penyebab tren penurunan ekspor ini adalah kebijakan Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR).

    Kebijakan ini EUDR sendiri mengharuskan perusahaan untuk memastikan bahwa produk yang mereka tempatkan di pasar Uni Eropa bebas dari deforestasi.

    Artinya, produk tersebut tidak diproduksi di lahan yang telah mengalami deforestasi atau berkontribusi terhadap degradasi hutan.

    “Tren ini harus menjadi perhatian serius kita, karena EUDR dapat semakin merugikan ekspor minyak sawit Indonesia,” ujar Eddy.

    Ia mengatakan, peraturan yang dirancang untuk memastikan bahwa produk yang dikonsumsi di UE tidak berkontribusi terhadap deforestasi atau degradasi hutan, berdampak langsung pada industri minyak kelapa sawit Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksportir utama di dunia.

    “Peraturan ini memperkenalkan persyaratan uji tuntas baru, kewajiban ketertelusuran, dan tantangan kepatuhan potensial yang dapat mengubah cara minyak kelapa sawit Indonesia diproduksi, diproses, dan diekspor,” jelas Eddy.

    Untuk target ekspor tahun ini, Eddy mengatakan Indonesia berpeluang mengirim sekitar 28 juta ton minyak sawit dan olahannya.

    “Terus terang memang ekspor kita ini terus menurun, kemungkinan kalau kita tahun ini, menurut saya kita bisa mencapai sekitar 28 juta (ton) sudah bagus, dengan kondisi sekarang (yang untuk) meningkatkan produktivitas masih sulit,” ujarnya.

    Di sisi lain, Kepala Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Eddy Abdurrachman mengatakan realisasi pungutan ekspor sawit sampai bulan Juni 2025 kurang lebih telah mencapai Rp12,5 triliun, dan berpeluang untuk terus bertambah.

    “(Kalau) Target kita (tahun ini) itu Rp27,5 triliun untuk pungutan ekspor. Tapi mudah-mudahan dengan kemarin dinaikkan dari 7,5 persen menjadi 10 persen untuk CPO, itu saya lihat mulai ada tren meningkat,” kata Eddy.

    “Mudah-mudahan (bisa tercapai) di atas Rp27,5 triliun. Saya yakin kalau di atas Rp27,5 triliun,” ujarnya menambahkan.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kinerja ekspor meningkat seiring naiknya harga besi baja hingga CPO

    Kinerja ekspor meningkat seiring naiknya harga besi baja hingga CPO

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut membaiknya kinerja ekspor didorong oleh meningkatnya harga komoditas, seperti besi baja, logam mulia, serta minyak kelapa kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO).

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan ekspor Indonesia pada Mei 2025 mencapai 24,61 miliar dolar AS, tumbuh 18,66 persen dibanding April 2025 dan tumbuh 9,68 persen dibanding Mei 2024. Kenaikan ini terutama didorong ekspor nonmigas yang naik 20,07 persen, meskipun ekspor migas turun 4,99 persen.

    “Kinerja ekspor membaik seiring meningkatnya harga komoditas utama seperti besi baja, logam mulia, serta naiknya permintaan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan nikel. Normalisasi perdagangan pasca libur Idul fitri juga turut mendorong ekspor,” ujar Budi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Ia menyebut, sektor industri pengolahan mendominasi ekspor nonmigas dengan kontribusi 84,07 persen, disusul pertambangan dan lainnya (13,23 persen), serta pertanian (2,70 persen).

    Secara bulanan, ekspor pertanian naik 32,16 persen, industri pengolahan naik 23,89 persen, sementara pertambangan turun 1,14 persen.

    Tiga komoditas nonmigas utama dengan pertumbuhan ekspor tertinggi pada Mei 2025 yakni logam mulia dan perhiasan/permata yang naik 86,30 persen; lemak dan minyak hewan/nabati 42,08 persen; serta mesin dan peralatan mekanis 39,35 persen.

    Dilihat dari negara tujuan, Tiongkok, Amerika Serikat, dan India masih menjadi tiga pasar utama ekspor nonmigas dengan nilai total 9,81 miliar dolar AS, atau 41,75 persen dari total ekspor nonmigas nasional.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Harga Referensi CPO Juli Terbang Tinggi

    Harga Referensi CPO Juli Terbang Tinggi

    Jakarta

    Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) untuk periode Juli 2025 naik menjadi US$ 877,89/MT. Harga referensi ini biasa digunakan untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPDP-KS), atau biasa dikenal sebagai Pungutan Ekspor (PE).

    Nilai tersebut meningkat sebesar US$ 21,51 atau 2,51% dari HR CPO periode Juni 2025 yang tercatat sebesar US$ 856,38/MT. Penetapan yang berlaku 1-31 Juli 2025 ini telah tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 1553 Tahun 2025 tentang HR CPO yang Dikenakan BK dan Tarif Layanan Umum BPDP-KS.

    BK CPO periode Juli 2025 merujuk pada Kolom Angka 5 Lampiran Huruf C PMK Nomor 38 Tahun 2024 sebesar US$ 52/MT. Sementara itu, PE CPO periode Juli 2025 merujuk pada Lampiran PMK Nomor 30 Tahun 2025 sebesar 10 persen dari HR CPO periode Juli 2025, yaitu sebesar US$ 87,7892/MT.

    “Saat ini, HR CPO naik menjauhi ambang batas sebesar US$ 680/MT. Merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar US$ 52/MT dan PE CPO sebesar 10 persen dari HR CPO periode Juli 2025, yaitu sebesar US$ 87,7892/MT untuk periode Juli 2025,” jelas Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim, dalam keterangannya, Rabu (2/7/2025).

    Penetapan HR CPO diperoleh dari rerata harga selama periode 25 Mei-24 Juni 2025 pada Bursa CPO di Indonesia sebesar US$ 824,90/MT, Bursa CPO di Malaysia sebesar US$ 930,88/MT, dan Harga Port CPO Rotterdam sebesar US$ 1.153,57/MT.

    Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022, jika selisih rerata dari tiga sumber harga melebihi US$ 40, maka HR CPO dihitung dari rerata dua sumber harga yang menjadi median dan terdekat dengan median.

    “Berdasarkan ketentuan tersebut, HR bersumber dari Bursa CPO di Malaysia dan Bursa CPO di Indonesia. Sesuai perhitungan tersebut, ditetapkan HR CPO sebesar USD 877,89/MT,” terang Isy.

    Selain itu, minyak goreng (refined, bleached, and deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan netto ≤ 25 kg dikenakan BK US$ 0/MT. Penetapan merek tersebut tercantum dalam Kepmendag Nomor 1554 Tahun 2025 tentang Daftar Merek Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤ 25 Kg.

    “Peningkatan HR CPO dipengaruhi adanya peningkatan permintaan terutama dari India, yang tidak diimbangi dengan kenaikan produksi,” imbuh Isy.

    Sementara itu, HR biji kakao periode Juli 2025 ditetapkan sebesar US$ 9.438,60/MT, turun sebesar US$ 152,92 atau 1,59 persen dari bulan sebelumnya. Hal ini berdampak pada penurunan Harga Patokan Ekspor (HPE) biji kakao pada Juli 2025 menjadi US$ 8.973/MT, turun US$ 154 atau 1,69% dari periode sebelumnya.

    Namun, penurunan HR dan HPE biji kakao tidak berdampak pada BK biji kakao yang tetap sebesar 15 persen. Hal tersebut sesuai Kolom 4 Lampiran Huruf B pada PMK Nomor 38 Tahun 2024. Penurunan HR dan HPE biji kakao dipengaruhi adanya peningkatan pasokan dari negara produsen utama, seperti Pantai Gading dan Nigeria.

    Di sisi lain, HPE produk kulit periode Juli 2025 tidak berubah dari Juni 2025. Namun, ada peningkatan HPE produk kayu periode Juli 2025, yaitu kayu keping atau pecahan (wood in chips or particle), keping kayu (chipwood), dan kayu olahan dengan luas penampang 1.000-4.000 mm² dari jenis sortimen lainnya jenis pinus dan gemelina, akasia, dan sengon.

    Sedangkan, penurunan HPE terjadi pada kayu olahan dengan luas penampang 1.000-4.000 mm² dari jenis meranti, merbau, rimba campuran, sortimen lainnya jenis eboni, serta sortimen lainnya dari hutan tanaman dari jenis karet dan balsa, eucalyptus, dan lainnya. Penetapan HPE biji kakao, HPE produk kulit, dan HPE produk kayu tercantum dalam Kepmendag Nomor 1552 Tahun 2025 tentang Harga Patokan Ekspor dan Harga Referensi atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan BK.

    Lihat juga Video: Gunungan Duit Rp 1,3 T Sitaan Kasus Korupsi Minyak Goreng

    (acd/acd)

  • RI Bakal Setop Minum Solar Impor Jika Program B50 Jalan

    RI Bakal Setop Minum Solar Impor Jika Program B50 Jalan

    Jakarta

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan Indonesia bisa setop impor solar apabila mandatori 50% Biodiesel (B50) diterapkan

    Rencananya program B50 berjalan mulai 2026 mendatang. Sementara saat ini Indonesia baru menjalankan program mandatori b40 pada Januari 2025.

    “Kami laporkan Pimpinan, sebenarnya kalau untuk impor Solar kalau di 2025 kita akan konversi ke B50, insyaAllah kita tidak akan impor lagi,” ujar Bahlil dalam Rapat Kerja dengan Komisi XII DPR, di Jakarta Rabu (2/7/2025).

    Kemudian, Bahlil juga memberikan catatan untuk dapat terbebas dari impor bbm solar, diantaranya yakni produksi dalam negeri tidak boleh turun dan juga program konversi ke B50 berjalan.

    “Tetapi dengan catatan produksi kita tidak boleh turun dan kita konversi ke B50, itu catatannya. Tapi kalau kita masih tetap di B40, maka masih ada selisih antara konsumsi dan produksi minyak kita dalam negeri,” terang Bahlil.

    Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan Kementerian ESDM siap menerapkan bahan bakar minyak (BBM) biodiesel 50 (B50) di awal tahun 2026. Ia menjelaskan, penerapan BBM jenis B50 akan mengikuti implementasi B40.

    Ia menyebut, penerapan B40 berjalan baik, dari sisi Public Service Obligation (PSO) maupun non-PSO. Dari sisi industri, ketersediaan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) atau biodiesel dari minyak nabati juga siap untuk mengimplementasikan B50. Berdasarkan capaian tersebut, Yuliot optimis B50 dapat diterapkan awal tahun 2026.

    “Jadi untuk ketersediaan FAME-nya, kita sudah mau siap untuk masuk di B50 tahun depan. Jadi untuk B50 tahun depan, ya mudah-mudahan pada awal tahun itu kita sudah bisa tetapkan,” ujar Yuliot kepada wartawan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (16/5/2025).

    Yuliot menjelaskan, ketersediaan Crude Palm Oil (CPO) industri FAME juga dipastikan mampu mengisi rantai pasok dalam negeri dalam rangka hilirisasi. Selain itu, ia menyebut industri FAME juga menambah kegiatan investasinya.

    “Jadi ada penambahan bahan baku juga ini sudah dikondisikan,” jelasnya.

    Yuliot menambah, B50 tidak memerlukan penambahan lahan untuk mencukupi kebutuhan bahan baku BBM dan CPO. Hal ini dimungkinkan mengingat pemerintah juga memiliki program penanaman kembali lahan atau replanting.

    “Dengan adanya program replanting yang dilakukan dan juga ini untuk mencukupi kebutuhan. Jadi mungkin nambah lahannya tidak terlalu besar lagi,” tutupnya.

    Lihat juga Video: 2 Sopir Truk BBM Ditangkap gegara Oplos 4 Ton Solar Dengan Minyak Sulingan

    (hns/hns)

  • Lagi! Ini Penampakan Duit Rp1,3 Triliun Kasus CPO Musim Mas dan Permata Hijau

    Lagi! Ini Penampakan Duit Rp1,3 Triliun Kasus CPO Musim Mas dan Permata Hijau

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang senilai Rp1,3 triliun dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi crude palm oil (CPO) terkait korporasi.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, uang sita itu ditampilkan saat konferensi pers di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta pada Rabu (2/6/2025).

    Nampak, uang pecahan Rp100.000 itu disusun rapi di depan meja konferensi pers. Tercatat, satu paket uang tersebut bernilai satu miliar.

    Berbeda dengan penyitaan sebelumnya. Kali ini, korps Adhyaksa juga turut menyita uang pecahan Rp50.000 dalam kemasan plastik. Totalnya, satu kemasan itu mencapai Rp500 juta.

    Direktur Penuntutan (Dirtut) Kejagung RI, Sutikno mengatakan bahwa penyitaan ini disita dari 12 korporasi di Musim Mas Group dan Permata Hijau Group.

    “Jadi dari 12 perusahaan tadi ada enam perusahaan yang sudah melakukan penitipan uang pengganti untuk kerugian negara,” tutur Sutikno di Kejagung, Rabu (2/7/2025).

    Kemudian, Sutikno merincikan perusahaan yang menitipkan uang pengganti untuk disita itu mulai dari PT Musim Mas sebesar Rp1,1 triliiun. Kemudian, dari Permata Hijau Grup ada enam korporasi.

    Perinciannya, PT Nagamas Palm Oil Lestari, PT Pelita Agung Agri Industri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oil, dan PT Permata Hijau Sawit, dengan total Rp186.430.960.865,26.

    “Uang yang dititipkan dari enam terdakwa korporasi tersebut seluruhnya berjumlah Rp1.374.892.735.527,5. Seluruhnya berada dalam rekening penampungan lainnya yaitu LPL Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, pada bank BRI,” imbuhnya.

    Di samping itu, Sutikno juga mengatakan penyerahan uang ini juga sudah memiliki izin penetapan dan penyitaan dari PN Jakarta Pusat. Nantinya, uang tersebut bakal dimasukkan ke dalam memori kasasi agar dipertimbangkan majelis hakim Mahkamah Agung.

    “Selanjutnya setelah dilakukan penyitaan kami mengajukan tambahan memori kasasi, yaitu memasukkan uang yang telah disita tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi, sehingga keberadaannya dapat dipertimbangkan oleh Hakim Agung yang memeriksa kasasi,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, dalam perkara ini Kejagung juga sebelumnya telah menyita Rp11,8 triliun dari Wilmar Group. Alhasil, total penyitaan uang tunai dari perkara ini telah mencapai sekitar Rp13 triliun.

  • BPS sebut CPO masih jadi komoditas ekspor unggulan Indonesia

    BPS sebut CPO masih jadi komoditas ekspor unggulan Indonesia

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut ekspor minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya masih menjadi komoditas ekspor unggulan Indonesia pada periode Januari-Mei 2025 dengan nilai 8,90 miliar dolar AS dan volume 8,30 juta ton.

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan, angka tersebut naik 27,89 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Januari-Mei 2024, nilai ekspor CPO tercatat 6,96 miliar dolar AS, dengan volume 8,01 juta ton.

    “Nilai ekspor CPO dan turunannya naik 27,89 persen secara kumulatif,” ujar Pudji di Jakarta, Selasa.

    Adapun negara tujuan utama ekspor CPO pada Januari hingga Mei 2025 adalah Pakistan, India, dan Tiongkok.

    BPS juga melaporkan data ekspor CPO dan turunannya pada periode 2020-2024 mengalami fluktuasi. Pada 2020, nilai ekspor CPO mencapai 17,36 miliar dolar AS dengan volume 25,94 juta ton.

    Di 2021, nilai ekspor CPO mengalami kenaikan menjadi 26,76 miliar dolar AS dengan volume 25,62 juta ton. Pada 2022, nilai ekspor CPO kembali naik jadi 27,74 miliar dolar AS dengan volume 24,99 juta ton.

    Selanjutnya, nilai ekspor CPO pada 2023 mengalami penurunan menjadi 22,69 miliar dolar AS dengan volume 26,13 juta ton. Sedangkan pada 2024, ekspor CPO kembali turun menjadi 20,05 miliar dolar AS dengan volume 21,64 juta ton.

    BPS mencatat nilai ekspor Indonesia pada Mei 2025 mencapai 24,61 miliar dolar AS, naik 9,68 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yang ditopang oleh komoditas non-migas seperti lemak dan minyak hewani atau nabati.

    Ekspor migas tercatat senilai 1,11 miliar dolar AS atau turun 21,71 persen, sedangkan nilai ekspor non-migas tercatat naik sebesar 11,89 persen dengan nilai 23,50 miliar dolar AS.

    Peningkatan nilai ekspor Mei 2025 secara tahunan terutama didorong oleh kenaikan nilai ekspor non-migas, yaitu pada komoditas lemak dan minyak hewan atau nabati yang naik 63,01 persen dengan andil 4,50 persen.

    Selain itu, kenaikan ekspor juga ditopang oleh besi dan baja, yang naik 27,58 persen dengan andil 2,70 persen, serta mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya naik 45,11 persen dengan andil 2,58 persen.

    Pada Mei 2025, total ekspor non-migas adalah sebesar 23,50 miliar dolar AS. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan berkontribusi sebesar 0,63 miliar dolar AS, pertambangan dan lainnya berkontribusi sebesar 3,11 miliar dolar AS, dan industri pengolahan berkontribusi sebesar 19,76 miliar dolar AS.

    Secara tahunan, sektor pertanian dan industri pengolahan mengalami kenaikan, sedangkan sektor pertambangan mengalami penurunan. Peningkatan nilai ekspor non-migas utamanya terjadi pada sektor industri pengolahan yang naik sebesar 20,40 persen dan dengan andil sebesar 14,92 persen.

    “Peningkatan secara tahunan ini utamanya disebabkan oleh meningkatnya nilai ekspor kelapa sawit, minyak kelapa sawit, kemudian logam dasar bukan besi, barang perhiasan dan barang berharga, semikonduktor dan komponen elektronik lainnya, serta kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian,” kata Pudji.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ekspor CPO RI Melejit 61,5% di Mei 2025, Begini Trennya Sejak 2020

    Ekspor CPO RI Melejit 61,5% di Mei 2025, Begini Trennya Sejak 2020

    Jakarta

    Minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) merupakan salah satu dari komoditas unggulan RI. Per bulan Mei 2025, tercatat ekspornya bernilai US$ 1,85 miliar atau naik 61,50% secara month-to-month (mtm).

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini mengatakan, CPO merupakan salah satu dari komoditas unggulan RI dari sektor non-minyak dan gas bumi (migas)

    “Untuk bulan Mei 2025, ekspor CPO bernilai US$ 1,85 miliar, naik 61,50% secara bulanan atau mtm,” kata Pudji dalam Konferensi Pers di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    Pudji mengatakan, komoditas unggulan Indonesia yaitu besi dan baja, batu bara, serta CPO dan turunannya memberikan share sekitar 29,01% dari total ekspor non-migas Indonesia secara kumulatif selama periode Januari-Mei 2025.

    “Nilai ekspor besi dan baja naik 11,02% secara kumulatif, nilai ekspor batu bara turun 19,10% secara kumulatif, dan nilai ekspor CPO dan turunannya naik 27,89% secara kumulatif,” ujarnya.

    Untuk nilai ekspor CPO dan turunannya, secara kumulatif periode Januari-Mei 2025 adalah sebesar US$ 8,9 miliar. Sedangkan pada periode yang sama tahun lalu, nilai ekspornya hanya mencapai US$ 6,96 miliar.

    Selaras dengan itu, BPS mencatat volume ekspor CPO dan turunannya secara kumulatif turut naik 3,58%, naik menjadi 8,30 juta ton dibandingkan Januari-Mei 2024 sebesar 8,01 juta ton. Lalu negara tujuan utama ekspor CPO Januari-Mei 2025 adalah Pakistan, India dan China.

    Lebih lanjut, Pudji memaparkan tren ekspor CPO sejak tahun 2020 silam. Pada tahun 2010, nilai ekspor CPO adalah sebesar US$ 17,36 miliar dengan volume 25,94 juta ton. Kemudian tahun 2021, nilai ekspor CPO sebesar US 26,76 miliar dan volumenya 25,62 juta ton.

    Berikutnya di tahun 2022, nilai ekspor CPO adalah sebesar US$ 27,74 miliar dengan volume 24,99 juta ton. Lalu pada tahun 2023 nilai ekspor CPO sebesar US$ 22,69 miliar dan volumenya sebesar 26,13 juta ton.

    “Dan di tahun 2024 nilai ekspor CPO adalah sebesar US$ 20,05 miliar dan volumenya sebesar 21,64 juta ton,” imbuhnya.

    Tonton juga Video: Rincian Sumber Uang Rp 11,8 T Disita di Kasus Korupsi Minyak Goreng

    (shc/kil)

  • Proyeksi Neraca Perdagangan Mei 2025: Surplus Naik ke US,39 Miliar

    Proyeksi Neraca Perdagangan Mei 2025: Surplus Naik ke US$2,39 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Neraca perdagangan Indonesia diproyeksikan masih akan kembali surplus pada Mei 2025 atau melanjutkan tren surplus hingga 61 bulan beruntun.

    Adapun, Badan Pusat Statistik akan mengumumkan kinerja neraca perdagangan Indonesia selama Mei 2025 pada Selasa (1/7/2025) esok.

    Berdasarkan konsensus proyeksi 16 ekonom yang dihimpun Bloomberg, nilai tengah (median) surplus neraca perdagangan pada Mei 2025 diproyeksikan sebesar US$2,39 miliar.

    Proyeksi tersebut lebih tinggi dari realisasi neraca dagang bulan sebelumnya atau pada April 2025 senilai US$160 juta.

    Estimasi tertinggi dikeluarkan oleh ekonom Mega Capital Indonesia Lionel Priyadi dengan nominal US$4,9 miliar. Sebaliknya, estimasi terendah diberikan oleh ekonom Oversea-Chinese Banking Lavanya Venkateswaran dengan angka -US$1,8 miliar.

    Sementara Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David E. Sumual memproyeksikan surplus dagang mencapai US$4,01 miliar pada Mei 2025. Hanya saja, kenaikan surplus dagang itu lebih karena nilai impor yang melambat tajam.

    Perinciannya, ekspor naik 5,52% secara tahunan (year on year/YoY) dan naik 13,58% secara bulanan (month on month/MoM). Sementara impor naik 0,74% (YoY) dan turun 5,06% (MoM).

    “Secara keseluruhan terms of trade Indonesia turun dibandingkan bulan lalu, terutama karena harga CPO turun relatif lebih dalam dibandingkan minyak atau batubara,” jelas David kepada Bisnis, Senin (30/6/2025).

    Dari big data, sambungnya, belanja importir maupun penerimaan eksportir sama-sama melambat. Hanya saja, dia mengungkapkan importir turun lebih jauh (-20%).

    “Dari rilis data ekspor-impor negara lain terhadap Indonesia, impor Indonesia memang jauh lebih melambat dibandingkan ekspor sehingga surplus membesar,” ungkap David.

  • Eks Hakim Djuyamto Cs yang Beri Vonis Bebas ke Wilmar Cs Segera Disidang

    Eks Hakim Djuyamto Cs yang Beri Vonis Bebas ke Wilmar Cs Segera Disidang

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan lima tersangka (tahap II) perkara dugaan suap vonis ontslag perkara crude palm oil (CPO) yang menyeret pihak swasta, yaitu Wilmar Group Cs.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Harli Siregar tersangka dan barang bukti perkara telah dilimpahkan ke Kejari Jakarta Pusat.

    “Benar, ada pelimpahan barang bukti dan tersangka atau tahap II suap [vonis ontslag],” ujarnya saat dihubungi, Senin (30/6/2025).

    Lima tersangka yang dilimpahkan itu mulai dari tiga majelis hakim Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharuddin.

    Selanjutnya, Panitera Muda pada PN Jakarta Pusat Wahyu Gunawan dan bekas Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta juga turut dilimpahkan.

    Setelah pelimpahan ini, tim jaksa penuntut umum (JPU) bakal menyiapkan surat dakwaan untuk nantinya bakal dibacakan pada sidang perdana di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis lepas terhadap tiga grup korporasi yang terjerat dalam kasus korupsi ekspor CPO.

    Tiga grup atau korporasi tersebut, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas. Vonis lepas atau onslag itu telah menolak tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta agar ketiga grup korporasi dibebankan denda dan uang pengganti sekitar Rp17,7 triliun.

    Dalam hal ini, penyidik pada jaksa agung muda tindak pidana khusus (Jampidsus) Kejagung RI mengendus adanya dugaan suap atas vonis lepas tersebut, sehingga dilakukan pengusutan.

  • Indef Peringatkan Lonjakan Biaya Logistik Hingga Asuransi Imbas Konflik Iran-Israel

    Indef Peringatkan Lonjakan Biaya Logistik Hingga Asuransi Imbas Konflik Iran-Israel

    Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mewanti-wanti bengkaknya biaya logistik hingga premi asuransi, imbas ketegangan geopolitik yang terjadi di kawasan Timur Tengah antara Iran—Israel.

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho mengkhawatirkan konflik Iran—Israel bisa memicu biaya logistik dan premi asuransi menjadi lebih mahal dari biasanya.

    “Perlu kita ingat bahwa harga atau ongkos logistik itu juga semakin meningkat, biaya asuransi juga semakin meningkat, sehingga biaya transportasi secara keseluruhan untuk distribusi barang atau arus barang ini juga pasti akan semakin mahal,” kata Andry kepada Bisnis, dikutip pada Sabtu (28/6/2025).

    Selain itu, dia juga mengkhawatirkan peningkatan biaya logistik yang sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia bakal menggerus pendapatan perdagangan Indonesia.

    Di sisi lain, konflik ini juga dapat berpengaruh pada kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan batu bara yang merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia.

    Kenaikan harga batu bara dan CPO diharapkan sejalan dengan peningkatan devisa hasil ekspor (DHE) dari sumber daya alam (SDA). Dengan begitu, penerimaan negara diharapkan akan terkerek dari CPO dan batu bara.

    “Tapi perlu diingat bahwa hal tersebut tidak long lasting, artinya kita tidak bisa mengandalkan harga komoditas atau kenaikan dari harga komoditas saja,” terangnya.

    Untuk itu, menurut Andry, pemerintah perlu mendorong keberlanjutan perdagangan darj dua komoditas ini, terutama melalui hiliriasasi. Sebab, ungkap dia, menjual komoditas mentah tidak akan membawa keberlanjutan dibandingkan produk jadi.

    Dalam kesempatan yang berbeda, ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin sebelumnya memproyeksi komoditas batu bara dan CPO akan mengalami defisit perdagangan di tengah ketegangan geopolitik Iran—Israel.

    “Keduanya [batu bara dan CPO] merupakan ekspor terbesar kita. Pasti trade deficit akan makin lebar dan current account makin mengaga,” ujar Wijayanto kepada Bisnis.

    Defisit itu diperkirakan terjadi mengingat Indonesia sangat bergantung pada ekspor batu bara dan CPO. Apalagi, Wijayanto mengungkap ekspor batu bara dan CPO mewakili sekitar 20–25% total ekspor Indonesia.

    Menurutnya, pemerintah perlu bersiap mencari pasar baru, mendiversifikasi usaha, melakukan efisiensi operasional, dan menghindari keputusan-keputusan yang berisiko seperti utang berlebih. Serta, mendorong energi baru terbarukan (EBT) untuk menekan impor energi.

    Pemerintah, lanjut dia, juga perlu mempercepat hilirisasi yang berpegang pada prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and governance/ESG) untuk mendongkrak nilai tambah ekonomi.

    “Lalu, mendorong percepatan industrialisasi dengan memperbaiki iklim investasi agar kita tidak terjebak sebagai eksportir komoditas yang rentan terhadap siklus komoditas global,” tambahnya.

    Menurutnya, ketegangan geopolitik di Timur Tengah akan mendorong banyak negara memperkuat kemandirian energi dan pangan.

    “Jika perang terus berkecamuk, pertumbuhan ekonomi dunia melambat, akhirnya demand terhadap komoditas juga ikut melambat walaupun taraf perlambatan demand masing-masing komoditas berbeda, tergantung elastisitas permintaan,” pungkasnya.