Produk: CPO

  • Bos Pengusaha Beberkan Dampak ICA-CEPA ke Ekspor & Investasi RI

    Bos Pengusaha Beberkan Dampak ICA-CEPA ke Ekspor & Investasi RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha menilai penandatanganan Indonesia—Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA) menjadi langkah strategis dan membuka babak baru bagi ekspor serta investasi Indonesia.

    Pengusaha memandang, perjanjian ICA—CEPA dapat membuka akses ke pasar Kanada yang selama ini kurang tergarap dan memiliki daya beli tinggi serta potensi besar bagi produk-produk unggulan nasional.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menilai, perjanjian ICA-CEPA sebagai momentum strategis untuk memperkuat hubungan perdagangan dan investasi kedua negara.

    “Kami melihat dengan ICA—CEPA ini, Kanada dapat menjadi mitra dagang dan investasi strategis Indonesia untuk membantu percepatan diversifikasi ekspor dan perluasan sumber investasi asing di Indonesia,” kata Shinta kepada Bisnis, Kamis (25/9/2025).

    Menurut Shinta, perjanjian ICA—CEPA hadir pada saat yang tepat mengingat tekanan signifikan pada kinerja ekspor dan investasi Indonesia akibat dampak dari kebijakan perdagangan Amerika Serikat (AS). 

    “Ini [ICA—CEPA] khususnya penting ketika kinerja ekspor dan investasi Indonesia mengalami tekanan yang tinggi karena efek langsung atau tidak langsung dari kebijakan perdagangan AS,” ujarnya.

    Dari sisi potensi pasar, ujar Shinta, Kanada memiliki peluang ekonomi besar dengan populasi lebih dari 40 juta konsumen dengan daya beli rata-rata lebih dari US$53.000 per tahun. Populasi dan daya beli Kanada lebih tinggi dibandingkan negara-negara rekan dagang utama Indonesia, seperti Belanda dan Australia.

    “Bahkan sebetulnya potensi pasar Kanada tersebut lebih comparable dengan beberapa pasar-pasar ekspor yang lebih tradisional atau lebih dikenal bagi Indonesia seperti UK, Jerman, hingga Korea,” terangnya.

    Menurutnya, sejumlah produk Indonesia yang berpotensi diekspor ke Kanada terdiri dari tekstil, sepatu, ban kendaraan, furniture, produk perikanan, komponen kendaraan dan elektronik, hingga produk pangan dan perkebunan tropis seperti CPO, teh, kopi, dan buah-buahan tropis.

    Bahkan, Shinta menilai standar produk Kanada juga relatif sejalan dengan pasar AS dan Uni Eropa, sehingga pelaku usaha yang sudah mengekspor ke pasar tradisional tersebut dapat dengan relatif mudah memasuki pasar Kanada.

    “ICA—CEPA sangat strategis untuk menangkap potensi pasar Kanada,” imbuhnya.

    Berdasarkan laporan Economic Impact Assessment 2021, Indonesia berpotensi memperoleh peningkatan penerimaan produk domestik bruto (PDB) sebesar US$1,4 miliar dan peningkatan ekspor ke Kanada sebesar US$1,1 miliar atau naik 47% dari baseline.

    Meski begitu, Shinta mengingatkan bahwa pasar Kanada masih relatif kurang dikenal oleh pelaku usaha nasional sehingga perlu adanya sosialisasi, fasilitasi, edukasi, dan dukungan pemerintah agar ekspor Indonesia ke Kanada dapat tumbuh signifikan dan menyeimbangkan defisit perdagangan bilateral yang ada.

    “Jadi kunci keberhasilan kita terletak pada seberapa gencar dan efektif pemerintah Indonesia dapat memperkenalkan dan memfasilitasi pelaku usaha atau eksportir nasional untuk penetrasi pasar Kanada melalui penggunaan ICA—CEPA,” ujarnya.

    Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang melihat, perjanjian ICA—CEPA dapat membuka peluang besar bagi ekspor produk unggulan Indonesia seperti agrikultur, yakni kopi, teh, dan rempah-rempah.

    Selain itu, juga membuka peluang pada produk makanan dan minuman olahan, karet, tekstil dan garmen, produk kayu dan furnitur, serta produk organik dan aneka produk unggulan/khas berbagai daerah di Indonesia.

    “Harapan kami dengan adanya kesepakatan ICA—CEPA target ekspor produk Indonesia ke Kanada bisa meningkat hingga US$11,8 miliar atau sekitar Rp196,94 triliun pada 2030,” ujar Sarman kepada Bisnis.

    Untuk itu, lanjut dia, kementerian terkait bersama Kadin perlu melakukan penjajakan bisnis (business matching) dengan pengusaha Kanada agar terjalin komunikasi yang efektif dan saling mengenal kebutuhan pasar.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso sebelumnya mengatakan ICA—CEPA menandai babak baru hubungan ekonomi antara Indonesia dan Kanada. Menurut Budi, ICA—CEPA menandai kerja sama dagang komprehensif pertama Indonesia dengan negara di kawasan Amerika Utara, dan yang pertama bagi Kanada dengan negara di Asia Tenggara.

    “Perjanjian ini [ICA—CEPA] membuka akses pasar yang lebih luas, serta memperkuat daya saing produk dan jasa Indonesia di Kanada,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Kamis (25/9/2025).

    Melalui ICA—CEPA, kata Budi, lebih dari 90% atau sekitar 6.573 pos tarif Indonesia mendapat preferensi di pasar Kanada. Dalam hal ini, sejumlah produk yang potensial dari Indonesia, mulai dari tekstil, alas kaki, furnitur, makanan olahan, elektronik ringan dan elektronik otomotif, hingga sarang burung walet diprediksikan akan semakin kompetitif.

    Bukan hanya itu, sejumlah produk akan langsung menikmati tarif 0% saat perjanjian sudah berlaku (entry into force), seperti makanan olahan, hasil laut, produk kerajinan berbahan serat alam, peralatan rumah tangga, hingga granit dan marmer.

    Sementara itu, Indonesia membuka pasar sebesar 85,54% atau sekitar 9.764 pos tarif untuk produk prioritas Kanada, antara lain daging sapi beku, gandum, kentang, makanan hasil laut, dan makanan olahan.

    Budi menuturkan bahwa perjanjian ICA—CEPA harus dilihat lebih luas dari sekadar angka dan tarif. Perjanjian ini justru membuka peluang bagi pelaku usaha dan generasi muda Indonesia untuk menembus pasar Kanada.

    Di samping itu, investor dan perusahaan Kanada akan memiliki peluang untuk menemukan mitra strategis di Indonesia.

    “Tugas kita selanjutnya adalah memastikan perjanjian ini memberi manfaat nyata bagi masyarakat, pelaku usaha, dan investor di kedua negara. Indonesia terbuka untuk kemitraan,” tandasnya.

  • Pemerintah Ingin Ekonomi Digital Jadi Sumber Pertumbuhan, Bagaimana Nasib Padat Karya?

    Pemerintah Ingin Ekonomi Digital Jadi Sumber Pertumbuhan, Bagaimana Nasib Padat Karya?

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan pemerintah akan menjadikan ekonomi digital sebagai mesin pertumbuhan baru ke depan.

    Airlangga menjelaskan selama ini pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang komoditas primer seperti batu bara, CPO, nikel, hingga migas. Meski masih akan dipertahankan, namun Airlangga menyatakan Indonesia perlu mesin ekonomi baru.

    “Indonesia kuat karena komoditas, tahun 70-an karena oil boom, di tahun 2000-an kita kuat dengan sawit, hilirisasi. Tetapi next engine of growth [mesin pertumbuhan baru] itu harus sumber daya manusia dan digitalisasi. Baru kita bisa menyusul kemajuan yang ada di Jepang, Korea, China,” kata Airlangga dalam Kagama Leaders Forum #3 di Kantor RRI, Jakarta, Rabu (25/9/2025).

    Untuk capai itu, dia mengungkapkan pemerintah telah menandatangani kesepakatan dagang komprehensif dengan Uni Eropa atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) pada Selasa (23/9/2025).

    Airlangga tidak menampik sejumlah negara Asean lain seperti Vietnam dan Singapura juga sudah terlebih dahulu mempunyai CEPA dengan Uni Eropa. Kendati demikian, menurutnya, CEPA antara Indonesia dan Uni Eropa lebih mutakhir karena juga menyangkut ekonomi digital.

    “Perjanjian ini adalah yang paling terakhir, paling modern, paling up to date, karena perjanjian dagang sebelumnya itu tidak ada digital cluster-nya, tidak ada terkait dengan digitalisasi,” ungkapnya.

    Skala Ekonomi Indonesia

    Apalagi, Airlangga mencatat skala nilai ekonomi Indonesia dengan 27 negara yang tergabung dalam Uni Eropa mencapai US$31 triliun atau sekitar Rp517 kuadriliun (asumsi kurs JISDOR 24 September 2025 senilai Rp16.680 per dolar AS). Adapun total penduduk Indonesia dan Uni Eropa mencapai 732 juta jiwa.

    Oleh sebab itu, dia menekankan pentingnya Indonesia mempersiapkan diri untuk memanfaatkan potensi ekonomi digital yang besar lewat perjanjian IEU-CEPA

    Airlangga menambahkan, kesiapan digital Indonesia sudah diakui secara internasional. Dia menjelaskan bahwa Indonesia merupakan satu dari sedikit negara di Asean yang sudah dinyatakan siap mengadopsi teknologi digital oleh UNESCO melalui Readiness Assessment Methodology.

    Selain itu, sambungnya, Indonesia terus membangun infrastruktur digital meski menghadapi tantangan geografis. Dia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki  17 ribu pulau sehingga tidak seluruh wilayah bisa dijangkau melalui fiber optik.

    Oleh sebab itu, Airlangga menjelaskan bahwa Indonesia salah satu negara awal yang menggunakan Low Earth Orbit Satellite. Menurutnya, saat ini sudah ada 100 ribu pelanggan Low Earth Orbit Satellite di daerah 3 terdepan, terluar, dan tertinggal.

    Dengan infrastruktur yang berkembang, pemerintah menargetkan kebutuhan 10,7 juta talenta digital hingga 2030. Untuk mendukung hal ini, Indonesia telah menandatangani sejumlah kerja sama internasional termasuk Tech X Program dengan Singapura untuk membuka peluang kerja digital lintas negara.

    “Jadi talenta digital, lulusan [keahlian digital] ataupun siapapun yang bersedia untuk bekerja di negara lain, itu pintunya terbuka,” tutup Airlangga.

    Sitimulus Padat Karya 

    Presiden Prabowo Subianto meluncurkan sejumlah program stimulus perekonomian guna memacu pertumbuhan ekonomi pada 2025 dan 2026. Paket stimulus juga ada yang disiapkan khusus untuk mendorong penyerapan tenaga kerja.

    Salah satu sektor yang paling banyak mendapatkan manfaat dari stimulus ini adalah sektor padat karya. Setidaknya, sebelum pengumuman yang dilakukan hari ini, Senin (15/9/2025), sektor padat karya sudah mendapatkan stimulus berupa pembebasan pajak karyawan atau Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP).

    “Terkait dengan perluasan PPh 21 ditanggung pemerintah, yang kemarin sudah diperlakukan untuk sektor padat karya,” terang Menko Perekonomian Airlangga dikutip, Selasa (16/9/2025).

    Pemerintah pun akan menanggung PPh 21 dari sektor padat karya sampai dengan 2026. Pembebasan pajak karyawan itu akan menyasar pada industri alas kaki, tekstil, pakaian jadi, furnitur, kulit dan barang kulit. Target penerima adalah bagi mereka yang berpenghasilan di bawah Rp10 juta per bulan, dan menyasar sebanyak 1,7 juta pekerja.

    “Alokasi tahun ini sudah disediakan Rp800 miliar. Dan ini pun akan dilanjutkan tahun depan,” kata Menko Perekonomian sejak 2019 itu.

    Berikut daftar stimulus perekonomian yang akan diterima oleh sektor padat karya Prabowo:

    1. PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor padat karya sampai dengan 2026. Sasaran industri yakni alas kaki, tekstil, pakaian jadi, furnitur, kulit dan barang kulit, dengan target penerima 1,7 juta pekerja yang berpenghasilan di bawah Rp10 juta per bulan. Anggaran yang disiapkan Rp800 miliar tahun ini dan dilanjutkan hingga tahun depan.

    2. Perluasan diskon iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM) pada 2026 hingga ke petani, pedagang, nelayan, buruh bangunan, pekerja rumah tangga. Targetnya 9,9 juta orang dan perkiraan anggarannya Rp753 miliar.

    3. Padat Karya Tunai (cash for work) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU) untuk 609.465 orang.

    4. Paket program penyerapan tenaga kerja untuk program prioritas yakni Koperasi Desa Merah Putih, diperkirakan bisa menyerap 681.000 dan targetnya mencapai 1 juta orang pada Desember 2025.

    5. Paket program penyerapan tenaga kerja untuk Kampung Nelayan Merah Putih yang ditargetkan untuk 100 desa, dan diharapkan menyerap 8.645 tenaga kerja. Pada jangka panjang, program itu diharapkan bisa menyerap 200.000 pekerja di 4.000 titik. Kemudian, terkait revitalisasi tambak di Pantura, aksesnya 20.000 hektare dan menyerap 168.000 tenaga kerja.

    6. Paket program penyerapan tenaga kerja untuk modernisasi 1.000 kapal nelayan. Program tersebut diperkirakan bisa menciptakan 200.000 lapangan kerja baru dan menyasar kepada kapal 30 GT, 150 GT dan unitnya untuk Kampung Nelayan Merah Putih.

    7. Paket program penyerapan tenaga kerja untuk perkebunan rakyat meliputi penanaman kembali 870.000 hektare oleh Kementerian Pertanian, Harapannya bisa membuka lebih dari 1,6 juta lapangan kerja, dengan komoditas prioritas antara lain, tebu, kakao, kelapa, kopi, dan pala.

  • Agrinas Palma targetkan memproduksi Minyakita tahun depan

    Agrinas Palma targetkan memproduksi Minyakita tahun depan

    Jakarta (ANTARA) – PT Agrinas Palma Nusantara (Persero), badan usaha milik negara (BUMN) bidang perkebunan, menargetkan melakukan ekspansi ke bisnis minyak goreng, khususnya minyak goreng rakyat (MGR) atau Minyakita mulai tahun depan.

    Direktur Utama Agrinas Palma Agus Sutomo mengatakan perseroan ke depannya tidak hanya memproduksi bahan baku untuk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), namun juga mulai merambah pada bisnis produk turunannya.

    “Untuk 2025 ini kami baru sampai produksi CPO saja, nanti konsep strategi kami ke depan tahun 2026 itu minyak goreng, Minyakita,” ujar Agus dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Selasa.

    Agus menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memberikan arahan agar Agrinas bisa berkolaborasi dengan PalmCo, subholding PT Perkebunan Nusantara III (Persero) untuk dapat ambil bagian dari produksi minyak goreng nasional.

    Dari kerja sama ini, kata Agus, Agrinas diharapkan dapat mengambil porsi sebesar 30 persen dari industri minyak nasional.

    Lebih lanjut, Agrinas Palma akan memprioritaskan suplai CPO kepada PTPN. Namun, apabila terdapat kelebihan produksi maka ditawarkan vendor-vendor lain yang ingin bekerja sama untuk pembelian CPO.

    Selain itu, perusahaan pelat merah ini juga berencana untuk memproduksi biodiesel yang 100 persen terbuat dari minyak sawit atau B100 pada 2029.

    “Tetapi, pada saatnya nanti setelah kami masuk ke program biodiesel, maka tidak ada yang kami jual, nanti kami olah sendiri seluruhnya untuk Minyakita dan biodiesel,” imbuh Agus.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pengusaha Optimistis IEU-CEPA Mampu Tarik Investasi dan Dorong Ekspor

    Pengusaha Optimistis IEU-CEPA Mampu Tarik Investasi dan Dorong Ekspor

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha menyambut positif penandatanganan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia—Uni Eropa atau  Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

    Perjanjian IEU-CEPA dinilai sebagai langkah strategis yang akan mendorong transformasi struktural dan peningkatan daya saing industri.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menilai IEU-CEPA sebagai milestone diplomasi ekonomi Indonesia yang menandai transisi dari ekonomi potensial menjadi ekonomi berbasis performa.

    Menurutnya, IEU-CEPA memberi kepastian keterbukaan dan aturan yang jelas sehingga perdagangan dan investasi tetap terjamin meski risiko geopolitik global meningkat.

    Dia menyebut, Indonesia akan mendapatkan peluang memperluas ekspor produk unggulan seperti tekstil, alas kaki, perikanan, hingga industri hilir. Di sisi lain, Uni Eropa memperoleh akses ke pasar domestik dengan 270 juta konsumen.

    Perjanjian ini, menurut Shinta, juga akan mengerek arus foreign direct investment (FDI) ke sektor hilir sawit, seperti oleokimia, bioenergi, dan pangan fungsional.

    “CEPA akan mendorong arus FDI yang berkualitas, tidak sekadar modal finansial, tetapi juga transfer teknologi, skills upgrading, dan kemitraan jangka panjang yang berorientasi pada sustainable growth,” kata Shinta kepada Bisnis, Senin (22/9/2025).

    Selain itu, dia memperkirakan IEU—CEPA akan mendorong ekspor Indonesia ke Uni Eropa tumbuh 30–50% dalam 5 tahun pertama, dan meningkat signifikan dalam dekade berikutnya.

    Shinta menambahkan, IEU—CEPA menjadi katalis reformasi struktural melalui penyederhanaan rules of origin dan harmonisasi standar, yang dapat meningkatkan ekspor lebih dari 50% dalam 3–4 tahun, berkontribusi pada pertumbuhan PDB hingga 0,19%, dan peningkatan FDI sebesar 0,42%.

    Lebih lanjut, Apindo juga melihat perjanjian IEU—CEPA juga membuka peluang signifikan bagi ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya.

    “Melalui IEU—CEPA, Indonesia memperoleh kuota bebas tarif hingga 1 juta ton CPO dan pengurangan tarif untuk produk turunan sawit,” ujarnya.

    Shinta melihat, hal ini memberikan manfaat bagi Indonesia untuk mengekspor lebih banyak ke Uni Eropa sekaligus memperkuat keunggulan terhadap produsen CPO lainnya di pasar Eropa sehingga ruang ekspor akan terbuka lebih besar.

    Namun demikian, Shinta menyoroti bahwa hambatan nontarif yang justru menjadi tantangan utama, yakni standar keberlanjutan Uni Eropa, termasuk EU Deforestation Regulation (EUDR) yang belum sepenuhnya bisa dipenuhi oleh pelaku usaha domestik.

    Dia menuturkan, meski saat ini sawit menyumbang 50% dari total impor minyak nabati Uni Eropa dan 31% dari impor Belanda, 97,5% petani kecil Indonesia (sekitar 2,5 juta orang) masih belum memiliki dokumentasi sesuai ketentuan EUDR.

    “Ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi pertumbuhan perdagangan yang inklusif, sekaligus alasan mengapa regulatory alignment dan sistem traceability yang kredibel menjadi krusial agar sawit Indonesia tidak tertinggal,” tuturnya.

    Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang menilai IEU—CEPA sebagai peluang strategis untuk memperluas ekspor Indonesia ke 27 negara anggota Uni Eropa. Terlebih, hampir 80% komoditas masuk bebas tarif ke pasar Eropa. Begitu pula sebaliknya.

    Menurutnya, Indonesia harus memanfaatkan peluang dari IEU-CEPA semaksimal mungkin di tengah perang tarif dagang dengan AS yang penuh dengan ketidakpastian.

    “Kita jangan menjadi pangsa pasar baru bagi berbagai produk Eropa, tetapi harus saling memanfaatkan pangsa pasar untuk meningkatkan volume ekspor berbagai komoditas kita,” kata Sarman kepada Bisnis.

    Untuk itu, Kadin mendorong pelaku usaha untuk mempersiapkan diri dengan memenuhi regulasi teknis dan keberlanjutan yang disyaratkan Uni Eropa, terutama pada komoditas strategis seperti CPO.

    “Peluang ekspor CPO dan turunannya tetap terbuka, namun persyaratan yang demikian ketat harus mampu kita penuhi,” pungkasnya.

  • IEU-CEPA Diteken Hari Ini, CPO hingga Tekstil RI Bebas Bea Masuk

    IEU-CEPA Diteken Hari Ini, CPO hingga Tekstil RI Bebas Bea Masuk

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dan Uni Eropa (UE) akan menuntaskan substansi kesepakatan dagang komprehensif Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) di Badung, Bali pada hari ini, Selasa (23/9/2025).

    Penandatanganan penuh perjanjian yang telah memakan waktu perundingan hampir sedekade ini dijadwalkan berlangsung dalam rangkaian kunjungan kerja Komisioner Perdagangan dan Keamanan Ekonomi Komisi Eropa Maroš Šefčovič. Maroš akan disambut langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

    Adapun sejak dimulai pada Juli 2016, perundingan IEU-CEPA telah melewati 19 putaran resmi serta sejumlah pertemuan antar-sesi sebelum tercapai titik final saat ini.

    Lewat IEU-CEPA, sebanyak 80% ekspor Indonesia ke Uni Eropa akan menikmati tarif 0%—begitu juga sebaliknya. Pemerintah memproyeksikan produk padat karya seperti alas kaki, tekstil, dan garmen, serta komoditas minyak sawit, perikanan, energi terbarukan, hingga kendaraan listrik menjadi penerima manfaat utama.

    Uni Eropa saat ini tercatat sebagai mitra dagang kelima terbesar bagi Indonesia dengan nilai perdagangan mencapai US$30,1 miliar pada 2024. Neraca perdagangan menunjukkan surplus yang melebar dari US$2,5 miliar pada 2023 menjadi US$4,5 miliar pada 2024.

    Pemerintah menargetkan nilai perdagangan bilateral berlipat ganda dalam lima tahun mendatang usai penandatanganan penuh IEU-CEPA.

    “Pencapaian bersejarah ini bukan hanya menjadi tonggak penting dalam hubungan ekonomi kedua pihak, tetapi juga menegaskan keberhasilan membuka peluang besar bagi kerja sama yang lebih adil, setara, dan berkelanjutan,” ujar Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto dalam keterangannya, dikutip Selasa (23/9/2025).

    Haryo menambahkan, selain memberi keuntungan nyata bagi pelaku usaha, kesepakatan juga memperkuat komitmen Indonesia terhadap perdagangan berkelanjutan yang menjadi fokus utama kebijakan Uni Eropa.

    Rangkaian penandatanganan IEU-CEPA akan ditutup dengan forum Indonesia–EU Business Outlook bersama Kadin Indonesia, Apindo, dan EuroCham Indonesia. Agenda ini ditujukan untuk mengkaji peluang implementasi perjanjian bagi dunia usaha sekaligus memperkuat jejaring bisnis jangka panjang antara kedua pihak.

  • Hingga Agustus 2025, Kemenkeu catat penerimaan bea cukai Rp194,9 T

    Hingga Agustus 2025, Kemenkeu catat penerimaan bea cukai Rp194,9 T

    Penerimaan cukai mencapai Rp144 triliun atau tumbuh 4,1 persen (yoy). Namun, produksi hasil tembakau (CHT) tercatat turun 1,9 persen

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan melaporkan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga Agustus 2025 mencapai Rp194,9 triliun.

    Angka itu tumbuh 6,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp183,2 triliun. Realisasi ini setara 64,6 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang dipatok Rp310,4 triliun.

    “Sudah di atas rata-rata itu kenaikan dari penerimaan bea cukai,” kata Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin.

    Anggito merinci, penerimaan cukai mencapai Rp144 triliun atau tumbuh 4,1 persen (yoy). Namun, produksi hasil tembakau (CHT) tercatat turun 1,9 persen.

    Sementara itu, penerimaan bea keluar mencapai Rp18,7 triliun, melonjak 71,7 persen (yoy). Lonjakan ini dipicu kenaikan harga crude palm oil (CPO) dan kebijakan ekspor konsentrat tembaga.

    Adapun bea masuk sebesar Rp32,2 triliun, justru terkontraksi 5,1 persen (yoy) akibat kebijakan perdagangan di sektor pangan serta pemanfaatan Free Trade Agreement (FTA).

    Kemenkeu mencatat rata-rata penerimaan bulanan sepanjang 2025 lebih tinggi dibandingkan rata-rata dua tahun terakhir. Hingga Agustus 2025, pertumbuhan penerimaan bulanan berlangsung positif dan konsisten.

    “Secara umum, penerimaan kepabeanan dan cukai mampu tumbuh didorong peningkatan aktivitas impor barang modal dan investasi serta menjaga produksi cukai hasil tembakau,” jelas Anggito.

    Kondisi tersebut didukung oleh stabilnya dinamika perdagangan global serta harga CPO yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, ditambah adanya relaksasi ekspor tembaga.

    Selain itu, impor masih mencatatkan pertumbuhan, terutama pada barang modal, yang ikut menopang penerimaan.

    Dari sisi cukai, permintaan atas CHT relatif terkendali meskipun terjadi fenomena pergeseran konsumsi dari sigaret kretek mesin (SKM) ke sigaret kretek tangan (SKT).

    Di saat yang sama, pengawasan kepabeanan dan cukai terus diperkuat, begitu pula dengan audit dan penelitian ulang yang semakin ketat, sehingga memberikan kontribusi pada penerimaan negara.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Sambas
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menkeu Purbaya Ramal Manufaktur Ngebut Kuartal IV/2025 Usai Guyuran Rp200 Triliun

    Menkeu Purbaya Ramal Manufaktur Ngebut Kuartal IV/2025 Usai Guyuran Rp200 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meramal kinerja manufaktur nasional tumbuh positif seiring dengan penyaluran dana likuiditas Rp200 triliun ke perbankan untuk menggerakan perekonomian. 

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan sektor manufaktur sebagai kontributor ekonomi terbesar kembali menguat dengan pertumbuhan mencapai 5,68% (year-on-yaer/yoy) pada kuartal II/2025 atau tertinggi sejak tahun 2022. 

    “Manufaktur kita di Q2 sudah mulai recovery [pulih], mungkin Q3 akan melambat sedikit tapi Q4 akan tumbuh lebih cepat lagi perbaikan ekonomi dan perbaikan demand karena supply uang ditambah di sistem perekonomian,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita September 2025, Senin (22/9/2025). 

    Optimisme tersebut juga didukung permintaan domestik yang terus pulih dan keberhasilan penetrasi pasar ekspor, terutama untuk produk hasil hilirisasi. 

    Di samping itu, kinerja pertumbuhan manufaktur pada kuartal kedua tahun ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 4,43% yoy. 

    Sejumlah sektor pendukung yakni industri logam dasar yang tumbuh 14,9% yoy ditopang meningkatnya permintaan ekspor khususnya komoditas berbasis hilirisasi. 

    Tak hanya itu, industri makanan dan minuman juga tumbuh sebesar 6,2% yoy yang didorong permintaan domestik dan ekspor untuk produk seperti CPO, minyak goreng, dan berbagai olahan lainnya. 

    Lebih lanjut, industri kimia yang periode kuartal kedua ini tumbuh 9,4% yoy yang tumbuh ditopang permintaan domestik untuk produk farmasi. 

    “Membaiknya situasi global, aktivitas manufaktur dunia kembali ekspansif. wilayah eropa utk pertama kalinya sejak pertengahan 2022 kembali mencatat ekspansi, sebagian besar negara G20 dan Asean juga menunjukkan pemulihan yg cukup solid,” tuturnya. 

    Jika dilihat dari laporan S&P Global, PMI manufaktur global berada di level ekspansi yakni 50,6. Purbaya memproyeksi tren ke depan akan terus positif, begitupun dengan manufaktur di negara-negara Asean dan G20 yang ikut pulih. 

    Adapun, PMI manufaktur Indonesia juga pulih ke level 51,2 pada Agustus 2025 setelah 4 bulan sebelumnya mengalami kontraksi beruntung dibawah ambang batas 50. 

    “Sepertinya global tidak seburuk yang ditakutkan selama ini, mereka mulai recovery, kalau hitungan saya tidak salah, recover nya akan sangat lama siklus bisnis itu kan amerika 10 tahun mereka mulai ekspansi 2023 sampai 2030 akan aman,” terangnya. 

    Purbaya juga menilai mestinya Indonesia akan makin berani ke depan untuk eskpansi karena permintaan domestik yang dinilai kuat. Ketidakpastian global pun disebut telah berkurang dari sebelumnya. 

    “The Fed menurunkan bunga itu akan memberikan stimulus tambahan ke ekonomi Amerika yang biasanya akan diikuti oleh perbaikan negara-negara lain, termasuk China, Jepang, Korea, dan kita juga karena AS masih merupakan mesin pertumbuhan utama ekonomi dunia,” pungkasnya. 

  • Setoran Bea Cukai Tumbuh Positif, Tembus Rp 195 T di Agustus 2025

    Setoran Bea Cukai Tumbuh Positif, Tembus Rp 195 T di Agustus 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Setoran penerimaan kepabeanan dan cukai menjadi satu-satunya yang mengalami pertumbuhan dalam komponen pendapatan negara hingga Agustus 2025.

    Penerimaan kepabeanan dan cukai sudah tembus Rp 194,9 triliun atau naik 6,4% dibanding realisasi periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 183,2 triliun.

    Sementara itu, komponen pendapatan negara lainnya, seperti penerimaan pajak sebesar Rp 1.135,4 triliun atau turun 5,1% dibanding realisasi per akhir Agustus 2024 yang sebesar Rp 1.196,5 triliun, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) baru Rp 306,8 triliun, minus 20,1% dari sebelumnya Rp 384,1 triliun.

    “Jadi sudah di atas rata-rata itu kenaikan dari penerimaan bea cukai,” kata Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu saat konferensi pers APBN di kantornya, Jakarta, Senin (22/9/2025).

    Berdasarkan komponennya, penerimaan kepabeanan dan cukai Rp 194,9 triliun itu paling besar ditopang setoran cukai mencapai Rp 144 triliun dengan porsi 73,9% terhadap total setoran kepabeanan dan cukai.

    Nilai setoran cukai itu tumbuh 4,1% secara tahunan. Setoran cukai ini naik meskipun dari sisi produksi cukai hasil tembakau turun 1,9%.

    “Setelah kita melakukan kebijakan cukai yang lebih akomodatif, tidak menaikkan tarif tapi menyesuaikan HJE maka penerimaan cukai ini cukup stabil,” paparnya.

    Kedua, berasal dari setoran bea keluar yang tumbuhnya menjadi yang tertinggi, yakni 71,7% dengan nilai menjadi Rp 18,7 triliun dan porsinya terhadap keseluruhan setoran bea dan cukai 9,6%.

    Setoran bea keluar utamanya ditopang harga minyak mentah kelapa sawit atau CPO indonesia yang lebih tinggi dan kenaikan volume ekspornya hingga 8,5% terutama ke Pakistan, Amerika Serikat, dan Malaysia. Di sisi lain, adapula kebijakan ekspor konsentrat tembaga.

    Terakhir untuk bea masuk justru terkontraksi sebesar 5,1% menjadi senilai Rp 32,2 triliun. Porsinya sebesar 16,5% dari total penerimaan bea dan cukai.

    Turunnya setoran bea masuk ini dipengaruhi kebijakan mendukung perdagangan komoditas pangan dan utilisasi free trade agreement atau FTA.

    “Karena sejak awal kita membuat policy untuk tidak melakukan impor sehingga bea masuknya tidak kita pungut sehingga ada penurunan ini karena memang karena kebijakan yang kita lakukan sehingga mengurangi penerimaan negara dari bea masuk,” ucap Anggito.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ekonom sebut peran pemerintah krusial dalam alih kelola kebun sawit

    Ekonom sebut peran pemerintah krusial dalam alih kelola kebun sawit

    Jakarta (ANTARA) – Ekonom Universitas Indonesia (UI) Eugenia Mardanugraha menilai pemerintah memegang peran krusial dalam memastikan pengelolaan kebun sawit yang diambil alih, dapat berjalan optimal.

    Hal ini menyusul pengambilalihan 3,1 juta ha dari 5 juta ha lahan kebun sawit oleh pemerintah karena melanggar hukum dan masuk ke dalam kawasan hutan.

    “Pemerintah perlu memberi insentif untuk investasi keamanan dan produktivitas, serta menjatuhkan sanksi jika terjadi pembiaran yang merugikan ekonomi negara,” kata Euginia dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

    Adapun pengelolaan kebun sawit seluas 1,5 juta ha tersebut kini telah diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara.

    Namun, lahan sawit sitaan itu menghadapi tantangan serius, mulai dari perusakan oleh massa hingga lemahnya pengamanan di lapangan.

    Eugenia menilai situasi ini berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi dalam skala besar jika tidak segera ditangani dengan serius.

    :Potensi produksi yang hilang dari 3,1 juta hektare lahan bisa mencapai 10,85 juta ton hingga 12,4 juta ton CPO (crude palm oil) per tahun. Dengan harga rata-rata Rp12-14 juta per ton, kerugian negara bisa mencapai Rp130-174 triliun per tahun. Itu belum termasuk dampak turunan terhadap tenaga kerja, penerimaan pajak, dan devisa ekspor,” ujar Eugenia.

    Ia mengingatkan gangguan di lahan seluas itu mengancam stabilitas produksi sawit nasional. Penurunan pasokan CPO berisiko menekan ketersediaan bahan baku industri domestik, mengurangi devisa ekspor, sekaligus memicu kenaikan harga minyak goreng dan biodiesel di dalam negeri.

    “Kondisi ini akan merusak iklim investasi dan menciptakan ketidakpastian jangka panjang bagi industri sawit Indonesia,” tambah Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tersebut.

    Dari perspektif investasi, ia menilai persepsi investor bisa memburuk apabila pemerintah dianggap abai dalam menjaga aset strategis itu.

    “Hal ini bisa menurunkan valuasi industri sawit, menahan masuknya investasi baru, serta meningkatkan persepsi risiko terhadap tata kelola perkebunan sawit nasional,” ujarnya.

    Lebih jauh, ia menegaskan pentingnya pemanfaatan teknologi untuk pengamanan skala besar. Dengan jutaan hektare lahan, penggunaan drone, satelit, dan sistem keamanan digital menjadi keharusan.

    “Harapan kami, pemerintah mendorong pengelolaan sawit yang benar-benar produktif. Agrinas dituntut untuk menghasilkan minimal dua kali lipat dibandingkan pemilik lama, sehingga kontribusinya terhadap ekspor, penerimaan negara, serta ketahanan pangan dan energi bisa maksimal,” imbuhnya.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • B50 Masih Dikaji, Pemerintah Buka Opsi Implementasikan B45 Tahun Depan

    B50 Masih Dikaji, Pemerintah Buka Opsi Implementasikan B45 Tahun Depan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih menggodok implementasi mandatory bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel 50% (B50) yang direncanakan dimulai pada 2026. Pemerintah pun melirik opsi implementasi B45, sebelum berlanjut ke B50.

    Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menuturkan, pihaknya masih mengkaji rencana implementasi B50 usai B40 berjalan pada tahun ini.

    Dia pun mengungkapkan peluang mengimplementasikan B45 pada tahun depan. Kendati demikian, kajian terkait B45 juga masih terus berjalan.

    “B45 itu kita enggak pernah melakukan testing, tapi ini ada kajian memang di segmen 5% juga. Jadi kita nunggu kajian juga. Kemarin kajian baru pelaporan, kita masih kritisi banyak,” ucap Eniya di Jakarta, Rabu (17/9/2025).

    Namun, pihaknya tetap berusaha mengejar target implementasi B50 tahun depan. Dia menegaskan bahwa kepastian implementasi B50 tetap terlaksana tahun depan atau tidak, berada di tangan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.

    “Kalau saya mempersiapkan sesuai harapan Pak Menteri, mempersiapkan B50, mempersiapkan secara teknis ya. Nah, nanti keputusan kan di pak menteri setelah kajiannya selesai,” tutur Eniya.

    Dalam kesempatan terpisah, Eniya mengaku masih menghitung kebutuhan dan volume fatty acid methyl ester (FAME) untuk memproduksi B50. FAME merupakan bahan bakar nabati yang dihasilkan dari proses transesterifikasi minyak sawit dengan metanol. 

    Eniya menyebut, pihaknya belum menentukan berapa porsi FAME dalam B50. Dia mengatakan, komposisi FAME itu masih menjadi perdebatan. Menurutnya, B50 itu bisa terdiri atas 40% FAME dan 10% hydrotreated vegetable oil (HVO) atau full 50% FAME. 

    “Lalu, apakah 2026 kita mulai dengan B50? Itu belum kita tentukan. Jadi kita harus lihat lagi B50 butuh [FAME]-nya berapa?” ucap Eniya dalam acara Seminar Peluang dan Tantangan Industri Bioenergi Menyongsong Indonesia Emas 2045 di Jakarta, beberapa waktu lalu.

    Eniya menjabarkan, jika diasumsikan B50 akan terdiri atas 50% FAME, maka kebutuhan FAME itu mencapai sekitar 20 juta ton atau tambahan alokasi minyak kelapa sawit mentah/crude palm oil (CPO) ke biodiesel sekitar 2 juta ton. Angka itu naik sebesar 5 juta ton dari kebutuhan FAME untuk produksi B40 yang sebesar 15 juta ton. 

    Di sisi lain, Eniya mengatakan, Indonesia membutuhkan lima pabrik biodiesel baru untuk mengimplementasikan B50 pada tahun depan. Dia mengatakan, tiga dari lima pabrik baru yang ditargetkan, saat ini sedang dibangun. 

    “Kita perlu lima [pabrik baru] dengan kapasitas besar, yang kalau ukur-ukur kapasitasnya 1.000.000 kiloliter kita perlu 5 gitu,” ucap Eniya.

    Implementasi B50 pada 2026 Tergantung Hasil Uji Coba

    Sementara itu, Menteri ESDM bahlil Lahadalia memastikan pemerintah masih melakukan uji coba terhadap program B50 sebelum resmi diluncurkan. Saat ini, Bahlil mengatakan bahwa Indonesia baru menerapkan B40 yang dinilai telah berjalan dengan baik. 

    “Kita sekarang sedang uji coba, sekarang kan B40 sudah berjalan, alhamdulillah bagus. Ke depan kita akan dorong untuk di B50, tapi sekarang kita lagi uji coba. Apakah B45 dulu baru B50, atau langsung, nanti tunggu hasil uji cobanya,” kata Bahlil usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (11/9/2025). 

    Bahlil menyebut, uji coba B50 telah memasuki tahap kedua dan ketiga. Namun ia menegaskan, program tersebut belum siap untuk dipasarkan ke masyarakat luas.

    “Oh belum, belum. Nanti kita akan umumkan kalau sudah oke, sudah perform, kita akan umumkan,” ujarnya. 

    Dia menambahkan bahwa komunikasi pemerintah dengan badan usaha, termasuk Pertamina, berjalan baik dalam rangka mendukung pengembangan energi terbarukan ini. 

    “Komunikasi jalan, baik. Ya,” ucap Bahlil singkat.