Produk: CPO

  • Peneliti UI Wanti-Wanti Implementasi B50 Bisa Dongkrak Harga CPO

    Peneliti UI Wanti-Wanti Implementasi B50 Bisa Dongkrak Harga CPO

    Bisnis.com, JAKARTA — Peneliti Universitas Indonesia (UI) mengungkapkan harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) bakal naik Rp3.666,65 per kilogram (kg) jika implementasi B50 berlaku.

    Hal ini sebagaimana tertuang dalam penelitian bertajuk ‘Produksi Sawit, Dinamika Pasar, serta Keseimbangan Biodiesel di Indonesia’.

    Salah seorang peneliti UI, Surjadi, mengatakan, peningkatan mandatori biodiesel sebesar 10% dari B40 menjadi B50 mendorong kenaikan harga CPO domestik.

    “Peningkatan mandatory blending sebesar 10% dapat mendorong kenaikan harga CPO domestik sebesar Rp3.666,65 per kilogram, itu kalau naiknya 10%,” kata Surjadi dalam acara Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Borobudur Jakarta, Jumat (17/10/2025).

    Menurutnya, kenaikan harga itu terjadi lantaran kebutuhan CPO bakal meningkat. Menurut data yang dia paparkan, kebutuhan CPO untuk B50 mencapai 54 juta ton. Sementara, produksi CPO diprediksi mencapai 49,5 juta ton.

    Selain itu, kenaikan mandatori B40 menjadi B50 berpotensi mendorong kenaikan harga CPO internasional sebesar US$159,32 per metrik ton.

    “Kalau kami hitung, naik dari B40 ke B50 itu bisa meningkatkan harga CPO internasional US$159,32 per metrik ton. Nah ini yang ditimbulkan apabila kita meningkatkan dari B40 ke B50,” ucap Surjadi.

    Dia menyebut, peningkatan blending pada tingkat yang lebih tinggi (10%) menimbulkan market shock terhadap pasar global CPO melalui mekanisme kenaikan harga.

    Selain itu, implementasi B50 juga berpotensi mengerek harga tandan buah segar (TBS) hingga Rp618 per kg. Kendati, kehati-hatian diperlukan karena Dampak positif terhadap harga TBS dapat tereduksi jika kenaikan mandatori disertai kenaikan pungutan ekspor atau PE.

    Menurut Surjadi, setiap kenaikan PE sebesar 1% menurunkan harga TBS sekitar Rp333,67 per kg. Apalagi, skenario mandatori B50 membutuhkan PE sebesar 15,17%. Angka itu naik dibanding tarif saat ini, yakni 10%. Oleh karena itu, menyebabkan penurunan kumulatif harga TBS hingga Rp1.725 per kg.

    “Penurunan harga ini paling dirasakan oleh petani kelapa sawit swadaya, yang berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan petani secara signifikan,” tutur Surjadi.

    Tak hanya itu, implementasi B50 juga berpotensi menaikkan harga minyak goreng sebesar Rp1.899 per liter. Surjadi mengatakan, dengan asumsi harga dasar minyak goreng pada Agustus 2025, yaitu rata-rata Rp21.000 per liter maka program B50 diperkirakan dapat mendorong kenaikan harga minyak goreng hingga 9%.

    “Jadi kalau B40 menjadi B50, itu berisiko meningkatkan harga minyak goreng sebesar Rp1.899 atau kalau kita hitung persentasenya terhadap Rp21.000 per liter itu adalah 9%,” jelas Surjadi.

    Lebih lanjut, Surjadi pun merekomendasikan sejumlah kebijakan untuk pemerintah dalam mengimplementasikan mandatori B50.

    Menurutnya, kebijakan mandatori biodiesel perlu dijalankan secara fleksibel agar tidak menimbulkan ketidakseimbangan antara energi, pangan, ekspor, dan fiskal. Berdasarkan penelitian ini, tingkat blending optimum adalah 37,8%.

    Selanjutnya, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan batas atas dan batas bawah untuk tingkat campuran yang optimal. Selain itu, pemerintah perlu tetap menjaga ketahanan energi, ekspor, harga minyak goreng, stabilitas TBS, dan keberlanjutan fiskal BPDP. Di samping itu, pungutan ekspor sebaiknya tidak dinaikkan karena setiap kenaikan akan menekan harga TBS.

    “Dampak paling besar dirasakan petani swadaya yang berisiko mengalami penurunan kesejahteraan,” imbuhnya.

    Surjadi menambahkan bahwa peningkatan produksi CPO harus menjadi prioritas nasional. Pemerintah juga perlu mengevaluasi regulasi yang menghambat pertumbuhan produksi sawit dan peremajaan sawit rakyat.

  • Wamendag: Indonesia perlu manfaatkan peluang dari dinamika global

    Wamendag: Indonesia perlu manfaatkan peluang dari dinamika global

    Tangerang (ANTARA) – Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti menekankan kepada pelaku usaha untuk dapat menangkap peluang di tengah ketidakpastian global dengan mengembangkan dan memperluas pasar ekspor.

    Dalam Seminar Outlook Perundingan Perdagangan Internasional di Trade Expo Indonesia (TEI), ICE BSD, Tangerang, Banten, Kamis, Roro menyampaikan bahwa dinamika global mempengaruhi kegiatan perdagangan di pasar global. Menurutnya, momentum ini harus dimanfaatkan untuk melihat peluang baru dari perdagangan.

    “Itu juga membuat kita untuk berpikir ulang bagaimana kita bisa penetrasi ke market-market di luar dari market yang selama ini sudah menjadi tujuan utama kita sebelumnya,” ujar Roro.

    Roro menyebut, salah satu dampak dari dinamika global adalah bergesernya pusat ekonomi dunia dari barat ke timur. Menurut Roro, saat ini Asia memiliki kontribusi sebesar 40 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) global.

    Lebih lanjut, Indonesia juga memiliki posisi strategis untuk memperkuat integrasi ekonomi regional, serta aktif sebagai penyedia rantai pasok. Ia mengatakan Indonesia telah berhasil bertransformasi untuk tidak lagi mengekspor bahan mentah, melainkan fokus pada produk-produk bernilai tambah.

    “Peningkatan ekspor produk berbasis nikel, CPO, olahan, dan juga kimia dasar, mencerminkan keberhasilan kebijakan hilirisasi industri dan daya saing sektor manufaktur nasional kita,” katanya.

    Guna memperluas pasar, kata Roro, pelaku usaha harus memanfaatkan perjanjian dagang yang sudah dilakukan oleh pemerintah. Saat ini Indonesia telah melakukan 24 perjanjian dagang, yang terdiri dari Preferential Trade Agreement (PTA), Free Trade Agreement (FTA) dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan 30 negara.

    Perjanjian dagang tersebut, memiliki berbagai manfaat seperti bebas tarif atau tanpa hambatan, menjaga daya saing, hingga meningkatkan jumlah ekspor.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Purbaya Bakal Pungut Dana Perkebunan untuk Biji Kakao, Tarif Bea Keluar Turun

    Purbaya Bakal Pungut Dana Perkebunan untuk Biji Kakao, Tarif Bea Keluar Turun

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memperluas cakupan pungutan dana perkebunan dengan menambahkan biji kakao sebagai komoditas ekspor yang dikenakan pungutan.

    Kebijakan ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 69/2025, yang mencabut PMK No. 30/2025 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BLU BPDP) pada Kementerian Keuangan.

    Dalam aturan baru yang diteken Purbaya pada 10 Oktober 2025 dan diundangkan pada 15 Oktober 2025 itu, pemerintah menetapkan bahwa tarif layanan BPDP kini mencakup dua komoditas utama, yakni kelapa sawit beserta turunannya dan biji kakao. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 2 PMK 69/2025, menggantikan pasal serupa dalam PMK 30/2025 yang hanya mengatur pungutan untuk produk sawit.

    Penambahan komoditas kakao dilakukan untuk mendukung peningkatan produktivitas dan nilai tambah produk hilir di tingkat petani. Dalam bagian pertimbangan huruf a, disebutkan bahwa perluasan jenis pungutan diperlukan “untuk meningkatkan produktivitas produk perkebunan dan memberikan nilai tambah produk hilir di tingkat petani.”

    Kebijakan baru ini juga memperluas subjek pungutan. Jika dalam aturan lama pungutan hanya dikenakan pada pelaku usaha dan eksportir sawit maka Pasal 3 PMK 69/2025 mengatur pungutan dana perkebunan kini juga berlaku bagi pelaku usaha industri berbahan baku hasil perkebunan yang melakukan ekspor.

    Lebih lanjut, Pasal 8 menetapkan formula perhitungan pungutan ekspor (PE) biji kakao, yaitu: PE = Tarif x Harga Ekspor (HE) x Jumlah Satuan Barang x Nilai Kurs (NK).

    Tarif pungutan ditetapkan secara progresif berdasarkan harga referensi biji kakao yang ditentukan oleh Menteri Perdagangan. Struktur tarif tersebut tercantum dalam Lampiran C PMK 69/2025, dengan rincian:

    1. 0% untuk harga referensi ≤ USD 2.000 per ton

    2. 2,5% untuk harga referensi ≤ USD 2.750 per ton

    3. 5% untuk harga referensi ≤ USD 3.500 per 4. ton

    4. 7,5% untuk harga referensi di atas USD 3.500 per ton.

    Sementara itu, pengaturan pungutan atas ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya tetap menggunakan struktur tarif sebagaimana tercantum dalam Lampiran A dan Lampiran B, sama seperti ketentuan pada PMK 30/2025.

    Pemerintah juga menegaskan bahwa pelaksanaan pengenaan tarif pungutan dana perkebunan atas ekspor akan dievaluasi setiap bulan oleh kementerian terkait, sebagaimana diatur dalam Pasal 10, dan dapat direviu oleh Komite Pengarah BPDP setiap enam bulan atau sewaktu-waktu bila diperlukan.

    Dengan diterbitkannya PMK 69/2025, PMK 30/2025 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 15. Peraturan baru ini mulai berlaku tujuh hari setelah diundangkan.

    Tarif Bea Keluar Biji Kakao Turun

    Dalam perkembangan lain, Purbaya juga menurunkan tarif bea keluar untuk ekspor biji kakao seperti yang diatur dalam PMK No. 68/2025, yang merupakan perubahan atas PMK No. 38/2024 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

    Berdasarkan Lampiran huruf B PMK 68/2025, struktur tarif biji kakao kini menjadi 0%, 2,5%, 5%, dan 7,5%, menyesuaikan dengan tingkat Harga Referensi internasional.

    Sebelumnya, tarif dalam PMK 38/2024 ditetapkan sebesar 0%, 5%, 10%, dan 15% untuk empat rentang harga referensi (≤US$2.000, ≤US$2.750, ≤US$3.500, dan >US$3.500 per ton).

    PMK 68/2025 ditandatangani Purbaya pada 10 Oktober 2025 dan diundangkan pada 15 Oktober 2025. Beleid itu akan mulai berlaku tujuh hari setelah diundangkan, sebagaimana diatur dalam Pasal II.

    Dalam konsideransnya, Purbaya menegaskan bahwa perubahan dilakukan “untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri atas biji kakao, produk kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya, serta getah pinus.”

  • Purbaya Tetapkan Ekspor Getah Pinus Kena Bea Keluar, Tarif Biji Kakao Turun

    Purbaya Tetapkan Ekspor Getah Pinus Kena Bea Keluar, Tarif Biji Kakao Turun

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memperluas daftar barang ekspor yang dikenakan bea keluar dengan memasukkan komoditas getah pinus melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 68/2025.

    Regulasi ini merupakan perubahan atas PMK No. 38/2024 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

    Perubahan tersebut tertuang dalam Pasal I angka 1 PMK 68/2025, yang mengubah Pasal 2 ayat (2) PMK sebelumnya. Dengan demikian, daftar barang ekspor yang dikenakan bea keluar kini terdiri atas enam kelompok, yaitu kulit dan kayu; biji kakao; kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya; produk hasil pengolahan mineral logam; produk mineral logam dengan kriteria tertentu; dan getah pinus.

    Dalam Pasal 12A, diatur besaran tarif bea keluar atas ekspor getah pinus sebesar 25%. Ketentuan tarif tersebut tercantum dalam Lampiran huruf G, yang menjadi bagian baru dari PMK 68/2025.

    Selain menambah komoditas baru, pemerintah juga menurunkan tarif bea keluar untuk ekspor biji kakao. Berdasarkan Lampiran huruf B yang diubah melalui PMK 68/2025, struktur tarif biji kakao kini menjadi 0%, 2,5%, 5%, dan 7,5%, menyesuaikan dengan tingkat Harga Referensi internasional.

    Sebelumnya, tarif dalam PMK 38/2024 ditetapkan sebesar 0%, 5%, 10%, dan 15% untuk empat rentang harga referensi (≤US$2.000, ≤US$2.750, ≤US$3.500, dan >US$3.500 per ton).

    Perubahan lainnya terdapat pada Lampiran huruf C, yang mengatur tarif BK atas ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya. Dalam PMK 68/2025, pemerintah menambah beberapa jenis produk turunan sawit, seperti Palm Oil Mill Effluent Oil, High Acid Palm Oil Residue, serta produk fatty acid seperti SPFAD dan SPKFAD, yang sebelumnya belum diatur dalam PMK 38/2024.

    Dalam konsideransnya, Purbaya menegaskan bahwa perubahan dilakukan “untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri atas biji kakao, produk kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya, serta getah pinus.”

    PMK 68/2025 ditandatangani Purbaya pada 10 Oktober 2025 dan diundangkan pada 15 Oktober 2025. Beleid anyar ini akan mulai berlaku tujuh hari setelah diundangkan, sebagaimana diatur dalam Pasal II.

  • Djuyamto Jadi Saksi Mahkota, Apa Artinya?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 Oktober 2025

    Djuyamto Jadi Saksi Mahkota, Apa Artinya? Nasional 15 Oktober 2025

    Djuyamto Jadi Saksi Mahkota, Apa Artinya?
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Terdakwa Djuyamto, yang merupakan hakim nonaktif diperiksa sebagai saksi mahkota dalam perkara dugaan suap majelis hakim yang memberikan vonis
    onslag
    atau vonis lepas untuk tiga korporasi
    crude palm oil
    (CPO).
    Hakim pun meminta Djuyamto untuk berkata sejujurnya atau membuka semua persoalan di balik kasus tersebut.
    “Kami majelis berharap kalau sejujur-jujurnya, ya jangan tanggung-tanggung begitu. Buka saja lah semuanya biar persoalan ini lebih jelas dan kita bisa melihat proses masing-masing,” ujar Hakim Ketua Effendi, dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2025).
    Effendi menyinggung, selama persidangan, Djuyamto sudah sempat mengaku bersalah dan membenarkan telah menerima suap untuk memberikan vonis lepas kepada para korporasi.
    Majelis hakim berharap, kejujuran ini Djuyamto perlihatkan kembali pada saat ia diperiksa sebagai saksi mahkota.
    “Majelis mengingatkan ke saudara Djuyamto ya, sumpah yang kemarin masih melekat dan dari persidangan ke persidangan kita sudah lalui, saudara juga sudah memberikan keterangan yang pada pokoknya saudara sampaikan ke tahap penyidikan sudah membenarkan begitu ya,” kata Effendi.
    Lantas, apakah maksud dari saksi mahkota tersebut? Berikut penjelasannya:
    Saksi mahkota adalah tersangka dan/atau terdakwa yang menjadi saksi untuk tersangka dan/atau terdakwa lain yang bersama-sama melakukan suatu perbuatan pidana.
    Istilah saksi mahkota dapat ditemukan pada kasasi yang diajukan oleh kejaksaan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2437 K/Pid.Sus/2011.

    Walaupun tidak diberikan suatu definisi otentik dalam KUHAP mengenai saksi mahkota (kroongetuide), namun berdasarkan perspektif empirik maka saksi mahkota didefinisikan sebagai saksi yang berasal atau diambil dari salah seorang tersangka atau terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan perbuatan pidana, dan dalam hal mana kepada saksi tersebut diberikan mahkota
    ,” bunyi dalam putusan tersebut.
    Mahkota yang dimaksud adalah dalam bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau diberikannya suatu tuntutan yang sangat ringan, apabila perkaranya dilimpahkan kepada pengadilan atau dimaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan.
    Dalam praktiknya, penggunaan saksi mahkota dalam peradilan pidana disebabkan karena keterbatasan alat bukti dalam pembuktian perkara pidana.
    Saksi mahkota digunakan dalam bentuk penyertaan (
    deelneming
    ), di mana terdakwa yang satu dijadikan saksi terhadap terdakwa lainnya.
    Bentuk penyertaan meliputi segala bentuk terlibatnya orang, baik secara psikis maupun fisik, dengan melakukan perbuatan yang berbeda-beda, tetapi dari perbuatan-perbuatan tersebut saling menunjang sehingga terjadi tindak pidana.
    Penggunaan saksi mahkota dalam pembuktian dapat diterapkan pada semua jenis tindak pidana dan tidak ada batasan.
    Saksi mahkota digunakan dengan cara memisahkan berkas perkara (splitsing) sehingga saksi mahkota dapat memberikan keterangan terhadap terdakwa lain dalam perkara tersebut.
    Referensi:
    Amin, Rahman. 2020.
    Perlindungan Hukum Justice Collaborator dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia: Studi Perkara Tindak Pidana Narkotika
    . Yogyakarta: Deepublish.
    Mulyadi, Lilik. 2015.
    Perlindungan Hukum terhadap Whistle Blower dan Justice Collaborator dalam Upaya Penanggulangan Organized Crime
    . Bandung: Alumni.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Respons Chery Soal Penerapan Etanol 10 Persen di Indonesia

    Respons Chery Soal Penerapan Etanol 10 Persen di Indonesia

    Jakarta

    PT Chery Sales Indonesia (CSI) masih berdiskusi dengan prinsipal terkait kadar etanol yang aman ditenggak untuk produknya.

    “Nah etanol ini kita masih konfirmasi ke headquarter, kira-kira etanolnya berapa yang bisa di Chery, cuma kita belum dapat konfirmasi berapa persen,” kata Head of Brand & Marketing Chery Sales Indonesia, Rifkie Setiawan di Bandung, belum lama ini.

    “Iya kita lagi konfirmasi mereka (prinsipal Chery) untuk memastikan. Karena kita juga takut salah,” tambah Rifkie.

    Chery diketahui menjual mobilnya di Thailand. Negeri gajah putih itu menyediakan bensin dengan kadar etanol: 10% dan 20%. BBM yang paling umum digunakan secara luas adalah E10 dan E20.

    “Kalau untuk saat ini belum ada masalah sih dari Thailand, belum dengar untuk masalah ini khusus etanol dan lain-lain,” jelas Rifkie.

    Sebagai catatan pemerintah Indonesia berencana akan mewajibkan kandungan etanol 10% (E10) pada setiap bahan bakar bensin. Kebijakan ini akan diterapkan dalam beberapa tahun ke depan.

    “Ke depan kita akan mendorong untuk ada E10. Kemarin malam sudah kami rapat dengan Bapak Presiden. Bapak Presiden sudah menyetujui untuk direncanakan mandatory 10 persen etanol,” ujar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.

    Tujuannya untuk mengurangi impor minyak dalam negeri dengan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah. Salah satunya, dari tanaman tebu untuk dijadikan etanol.

    Rencana untuk mengembangkan E10 berangkat dari keberhasilan pemerintah mengimplementasikan biodiesel, dari yang semula B10 atau campuran 10% minyak mentah sawit (crude palm oil/CPO) dengan 90% solar untuk bahan bakar diesel.

    Menteri ESDM menjelaskan implementasi E10 masih menunggu persiapan pabrik etanol, baik yang berbahan baku tebu maupun singkong. Langkah tersebut selaras dengan arahan Presiden Prabowo Subianto soal pembangunan industri etanol.

    “Untuk pabrik etanol ada dua, satu singkong, satu tebu. Tebu kemungkinan besar itu di Merauke, sementara singkong lagi dipetakan,” ucapnya.

    (riar/lth)

  • Gara-gara Harga CPO, Setoran Kepabeanan-Cukai Tembus Rp 221,3 Triliun

    Gara-gara Harga CPO, Setoran Kepabeanan-Cukai Tembus Rp 221,3 Triliun

    Jakarta

    Kementerian Keuangan melaporkan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga September 2025. Tercatat penerimaan naik hingga mencapai Rp 221,3 triliun, di antaranya didorong oleh komoditas Crude Palm Oil (CPO) dan cukai.

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, penerimaan kepabeanan dan cukai RI pada bulan September 2025 naik 7,1% dibandingkan dengan tahun lalu. Realisasi ini juga telah memenuhi 73,4% dari target APBN 2025 dan 71,3% dari outlook.

    “Sampai akhir September 2025, penerimaan kepabeanan dan cukai kita Rp 221,3 triliun. Ini tumbuh 7,1% dibandingkan tahun lalu,” kata Suahasil, dalam Konferensi Pers APBN KiTa di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).

    Realisasi tersebut terdiri atas, pertama, penerimaan cukai yang mencapai Rp 163,3 triliun atau naik 4,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Penerimaan cukai tetap terjaga meski produksi Cukai Hasil Tembakau (CHT) menurun sebesar 2,9%.

    Kedua, ada penerimaan bea keluar sebesar Rp 21,4 triliun. Angka ini tumbuh signifikan sebesar 74,8% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, didukung oleh harga CPO dan volume ekspor sawit.

    “Meningkat 74,8% dibandingkan tahun lalu karena ada kenaikan harga CPO, ekspor sawit, dan kebijakan ekspor konsentrat tembaga. Jadi, bea keluar kita meningkat,” ujarnya.

    Ketiga, realisasi bea masuk RI yang per September 2025 mencapai Rp 36,6 triliun, turun 4,6% dibandingkan dengan tahun lalu. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai kondisi, salah satunya utilisasi Free Trade Agreement (FTA).

    “Ini karena penurunan tarif bea masuk, ada juga efek bea masuk komoditas pangan dan ada juga banyak sekali perdagangan yang me-utilisasi FTA dengan tarif bea masuk yang lebih rendah. Ini juga sudah membantu perekonomian kita bekerja, karena sebagian dari bea masuk ini adalah bea masuk untuk barang modal maupun barang keperluan produksi,” kata Suahasil.

    Secara umum, penerimaan kepabeanan dan cukai mampu tumbuh didorong oleh peningkatan aktivitas impor barang modal dan investasi, serta menjaga produksi cukai hasil tembakau.

    (shc/kil)

  • RI Siap Tarik Rem Ekspor CPO Demi Genjot Biofuel dan Hemat Devisa

    RI Siap Tarik Rem Ekspor CPO Demi Genjot Biofuel dan Hemat Devisa

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan rencana pemerintah untuk menarik sebagian ekspor Crude Palm Oil (CPO) guna memperkuat produksi biofuel domestik.

    Menurutnya, langkah ini diyakini akan memperkuat kemandirian energi nasional, menekan impor solar, serta meningkatkan nilai ekonomi kelapa sawit di pasar global.

    Dalam keterangan pers usai menghadiri rapat terbatas (ratas) soal Swasembada Pangan dan Energi bersama Presiden Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Kamis (9/10/2025), Amran menjelaskan bahwa produksi CPO nasional mencapai 46 juta ton per tahun, dengan 20 juta ton diolah di dalam negeri dan 26 juta ton diekspor.

    “B50 membutuhkan CPO sebesar 5,3 juta ton. Ekspor ini nantinya akan kita tarik sebesar itu untuk dijadikan biofuel sebagai pengganti solar,” kata Amran.

    Amran menegaskan, konversi sebagian ekspor CPO menjadi bahan bakar nabati (biofuel) akan memberikan efek ganda bagi perekonomian nasional. 

    Selain menghemat devisa dari penghentian impor solar, kebijakan ini juga akan memperkuat posisi Indonesia sebagai pengendali harga CPO dunia. 

    “Dengan menghentikan impor solar sebesar 5,3 juta ton, kita bisa menghemat devisa negara secara signifikan. Ini bagian dari transisi menuju green energy,” ujarnya.

    Lebih lanjut, dia menambahkan, langkah tersebut juga berpotensi mendongkrak harga CPO global karena berkurangnya pasokan ekspor dari Indonesia.

    “Kalau ekspor kita yang dulunya 26 juta ton tiba-tiba berkurang jadi 20 juta ton, harga pasti naik. Pernah ada pengalaman, naik sampai 100%,” tutur Amran.

    Amran menekankan bahwa dengan porsi 58–60 persen produksi CPO dunia berasal dari Indonesia, sudah seharusnya Indonesia berperan sebagai penentu harga global.

    “Produsen terbesar dunia adalah Indonesia. Kita yang harus mengendalikan harga CPO dunia, bukan negara lain,” ujarnya tegas.

    Dia menjelaskan bahwa kebijakan biofuel ini bersifat dinamis. Pemerintah akan menyesuaikan tingkat campuran biodiesel — seperti B50 atau B40 — tergantung pada kondisi harga dan kepentingan nasional.

     

    “Kalau harga CPO dunia naik, kita bisa turunkan B50 ke B40. Tapi begitu harga turun, kita tarik kembali menjadi biofuel. Semua tergantung pada apa yang paling menguntungkan rakyat Indonesia,” jelas Amran.

     

    Nilai Ekonomi Bisa Capai Rp1.000 Triliun

     

    Saat ini, Amran melanjutkan bahwa nilai ekonomi CPO nasional diperkirakan mencapai Rp450 triliun. Namun Amran menilai potensi tersebut dapat meningkat drastis jika harga global naik akibat berkurangnya pasokan ekspor.

     

    “Kalau naik dua kali lipat atau lebih, itu bisa mencapai Rp1.000 triliun atau Rp800 triliun, meski kuantumnya berkurang,” ungkapnya.

     

    Amran menegaskan, kebijakan pengelolaan CPO ini bukan semata untuk keuntungan ekonomi, melainkan bagian dari strategi besar menuju kemandirian energi dan ketahanan ekonomi nasional.

     

    “Ini semua untuk kepentingan rakyat. Kita ingin Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan pemimpin di pasar dunia,” pungkasnya.

  • Arif Nuryanta Bantah Komplain Uang Suap Kasus CPO Tak Cukup
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Oktober 2025

    Arif Nuryanta Bantah Komplain Uang Suap Kasus CPO Tak Cukup Nasional 8 Oktober 2025

    Arif Nuryanta Bantah Komplain Uang Suap Kasus CPO Tak Cukup
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Eks Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta membantah pernah menyampaikan adanya wanprestasi terhadap uang suap yang diterimanya untuk menjatuhkan vonis lepas bagi tiga korporasi
    crude palm oil
    (CPO).
    Bantahan ini disampaikan Arif menanggapi keterangan Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan yang diperiksa sebagai saksi mahkota dalam sidang hari ini.
    “Soal wanprestasi, saya sama sekali tidak menyebut wanprestasi, bahkan kalimat wanprestasi saya tidak pernah menyatakan itu,” ujar Arif dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025).
    Saat ditanya lebih lanjut oleh hakim, Arif menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak pernah menyebutkan kata ‘wanprestasi’.
    Atas bantahan ini, Hakim Ketua Effendi mempersilakan Wahyu untuk menyampaikan pendapatnya.
    “Apakah saudara Wahyu tetap di keterangannya atau membenarkan?” tanya hakim Effendi.
    Wahyu mengatakan bahwa dirinya tidak mengubah keterangannya.
    Ia tetap pada keterangannya bahwa Arif pernah mengatakan adanya wanprestasi.
    Soal wanprestasi ini pernah disinggung dalam dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU).
    Percakapan soal wanprestasi ini terjadi antara Arif dan Wahyu sekitar bulan Oktober 2024, yaitu setelah Wahyu menerima uang tunai dalam mata uang dollar Amerika Serikat senilai Rp 2 juta atau setara Rp 32 miliar dari Ariyanto, selaku pengacara pihak korporasi.
    Berdasarkan kronologi kasus yang dibacakan JPU, Arif yang bertemu langsung dengan Ariyanto di sebuah rumah makan di Kelapa Gading, Jakarta Timur, pada 18 Juli 2024, pernah tawar-menawar soal suap.
    Awalnya, Ariyanto menyatakan kesiapan perusahaan untuk membayar Rp 20 miliar.
    Namun, hal ini langsung ditolak oleh Arif yang meminta uang hingga 3 kali lipat.
    “Bagaimana mungkin saya membagi dengan Majelis, kalau 3 juta dollar, saya oke,” kata Arif saat itu.
    Ketika itu, Ariyanto mengaku akan mengusahakan uang sesuai permintaan Arif.
    Namun, ia meminta agar majelis hakim memastikan pihak korporasi diberi putusan onslag.
    Protes wanprestasi yang disampaikan Arif diteruskan Wahyu kepada Ariyanto.
    Masih di bulan Oktober 2024, Ariyanto kembali mengunjungi rumah Wahyu untuk memastikan uang 2 juta dollar AS juta telah diterima hakim.
    “(Uang sudah diterima) Tapi, lu wanprestasi karena jumlahnya tidak sesuai,” kata Wahyu kepada Ariyanto.
    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa lima orang hakim dan pegawai pengadilan yang menerima suap dengan total nilai mencapai Rp 40 miliar.
    Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, didakwa menerima Rp 15,7 miliar; Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.
    Sementara itu, Djuyamto, selaku ketua majelis hakim, menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
    Atas suap yang diterima, Djuyamto, Ali, dan Agam memutus vonis lepas untuk tiga korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
    Sementara itu, Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan terlibat dalam proses negosiasi dengan pengacara dan proses untuk mempengaruhi majelis hakim agar memutus perkara sesuai permintaan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pertamina Berkomitmen Perkuat Strategi Menuju Indonesia Mandiri Energi

    Pertamina Berkomitmen Perkuat Strategi Menuju Indonesia Mandiri Energi

    Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menegaskan komitmennya untuk mempercepat terwujudnya kemandirian energi nasional, melalui strategi bisnis yang selaras dengan arah kebijakan pemerintah. Komitmen tersebut disampaikan Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri pada acara “Indonesia Langgas Berenergi” yang berlangsung di Jakarta, Selasa 7 Oktober 2025.

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang juga hadir dalam acara tersebut menjelaskan bahwa energi nasional saat ini mengalami perubahan besar dibandingkan era 1990-an. Saat ini, angka konsumsi energi lebih tinggi dibandingkan produksi energi, sehingga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi nasional perlu dilakukan impor.

    Guna menjawab tantangan tersebut, lanjut Bahlil, Pemerintah melalui visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto menempatkan kemandirian energi sebagai prioritas utama. Sejumlah langkah konkret digulirkan untuk menekan impor bahan bakar minyak (BBM) dengan memanfaatkan potensi energi dalam negeri.

    “Untuk menutupi defisit solar, pemerintah mendorong penerapan B40, yakni campuran 40 persen CPO (crude palm oil/minyak sawit mentah) dengan solar murni. Tahun ini, impor solar sudah turun menjadi sekitar 4 juta ton per tahun, dan tahun 2025 ditargetkan meningkat ke B50, sehingga Indonesia tidak perlu impor solar lagi,” jelasnya.

    Selain itu, Bahlil menambahkan, langkah kemandirian energi tidak hanya melalui bahan bakar nabati, tetapi juga dengan mempercepat pengembangan energi baru terbarukan (EBT) seperti tenaga surya, angin, air, dan panas bumi.

    Pada kesempatan itu juga dibahas tentang bagaimana sinergi antara pemerintah dan BUMN energi menjadi kunci dalam mewujudkan Indonesia yang tangguh dan mandiri energi.

    Pada kesempatan tersebut, Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri menegaskan bahwa Pertamina mendorong tercapainya target Pemerintah dalam mewujudkan kemandirian energi nasional.

    “Sesuai Asta Cita Presiden Prabowo, Pertamina berkomitmen mendukung kemandirian pangan, energi, dan air. Kami menjalankan strategi dual growth. Pertama, memaksimalkan bisnis eksisting, kedua, mengembangkan bisnis rendah karbon,” terang Simon.

    Simon menjelaskan, pada sisi bisnis eksisting, Pertamina terus berupaya meningkatkan produksi minyak dan gas melalui berbagai inovasi teknologi, terutama pada sumur-sumur yang dikelola PT Pertamina Hulu Energi, subholding upstream Pertamina.

    Lebih lanjut, Pertamina juga memperkuat bisnis hilir. Salah satunya dengan meningkatkan kapasitas dan efisiensi kilang, yakni Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan yang ditargetkan beroperasi pada November 2025.

    “Proyek RDMP Balikpapan akan meningkatkan kapasitas pengolahan, menghasilkan produk berkualitas tinggi setara standar Euro 5, dan mengurangi ketergantungan impor BBM,” terang Simon.

    Pertamina juga terus mempercepat transformasi menuju bisnis energi rendah karbon. Salah satunya melalui produk Pertamax Green 95, yaitu bahan bakar dengan campuran 5 persen bahan bakar nabati etanol (E5).

    Pertamina juga berkomitmen memperluas pengembangan panas bumi (geothermal), di mana Indonesia saat ini memiliki kapasitas terpasang terbesar kedua di dunia. Selain itu, berbagai inisiatif carbon capture and storage (CCS/CCUS) dan proyek dekarbonisasi juga terus dikembangkan agar sejalan dengan target Net Zero Emission 2060 pemerintah.

    Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target net zero emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.