Bisnis.com, JAKARTA — Peneliti Universitas Indonesia (UI) mengungkapkan harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) bakal naik Rp3.666,65 per kilogram (kg) jika implementasi B50 berlaku.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam penelitian bertajuk ‘Produksi Sawit, Dinamika Pasar, serta Keseimbangan Biodiesel di Indonesia’.
Salah seorang peneliti UI, Surjadi, mengatakan, peningkatan mandatori biodiesel sebesar 10% dari B40 menjadi B50 mendorong kenaikan harga CPO domestik.
“Peningkatan mandatory blending sebesar 10% dapat mendorong kenaikan harga CPO domestik sebesar Rp3.666,65 per kilogram, itu kalau naiknya 10%,” kata Surjadi dalam acara Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Borobudur Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Menurutnya, kenaikan harga itu terjadi lantaran kebutuhan CPO bakal meningkat. Menurut data yang dia paparkan, kebutuhan CPO untuk B50 mencapai 54 juta ton. Sementara, produksi CPO diprediksi mencapai 49,5 juta ton.
Selain itu, kenaikan mandatori B40 menjadi B50 berpotensi mendorong kenaikan harga CPO internasional sebesar US$159,32 per metrik ton.
“Kalau kami hitung, naik dari B40 ke B50 itu bisa meningkatkan harga CPO internasional US$159,32 per metrik ton. Nah ini yang ditimbulkan apabila kita meningkatkan dari B40 ke B50,” ucap Surjadi.
Dia menyebut, peningkatan blending pada tingkat yang lebih tinggi (10%) menimbulkan market shock terhadap pasar global CPO melalui mekanisme kenaikan harga.
Selain itu, implementasi B50 juga berpotensi mengerek harga tandan buah segar (TBS) hingga Rp618 per kg. Kendati, kehati-hatian diperlukan karena Dampak positif terhadap harga TBS dapat tereduksi jika kenaikan mandatori disertai kenaikan pungutan ekspor atau PE.
Menurut Surjadi, setiap kenaikan PE sebesar 1% menurunkan harga TBS sekitar Rp333,67 per kg. Apalagi, skenario mandatori B50 membutuhkan PE sebesar 15,17%. Angka itu naik dibanding tarif saat ini, yakni 10%. Oleh karena itu, menyebabkan penurunan kumulatif harga TBS hingga Rp1.725 per kg.
“Penurunan harga ini paling dirasakan oleh petani kelapa sawit swadaya, yang berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan petani secara signifikan,” tutur Surjadi.
Tak hanya itu, implementasi B50 juga berpotensi menaikkan harga minyak goreng sebesar Rp1.899 per liter. Surjadi mengatakan, dengan asumsi harga dasar minyak goreng pada Agustus 2025, yaitu rata-rata Rp21.000 per liter maka program B50 diperkirakan dapat mendorong kenaikan harga minyak goreng hingga 9%.
“Jadi kalau B40 menjadi B50, itu berisiko meningkatkan harga minyak goreng sebesar Rp1.899 atau kalau kita hitung persentasenya terhadap Rp21.000 per liter itu adalah 9%,” jelas Surjadi.
Lebih lanjut, Surjadi pun merekomendasikan sejumlah kebijakan untuk pemerintah dalam mengimplementasikan mandatori B50.
Menurutnya, kebijakan mandatori biodiesel perlu dijalankan secara fleksibel agar tidak menimbulkan ketidakseimbangan antara energi, pangan, ekspor, dan fiskal. Berdasarkan penelitian ini, tingkat blending optimum adalah 37,8%.
Selanjutnya, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan batas atas dan batas bawah untuk tingkat campuran yang optimal. Selain itu, pemerintah perlu tetap menjaga ketahanan energi, ekspor, harga minyak goreng, stabilitas TBS, dan keberlanjutan fiskal BPDP. Di samping itu, pungutan ekspor sebaiknya tidak dinaikkan karena setiap kenaikan akan menekan harga TBS.
“Dampak paling besar dirasakan petani swadaya yang berisiko mengalami penurunan kesejahteraan,” imbuhnya.
Surjadi menambahkan bahwa peningkatan produksi CPO harus menjadi prioritas nasional. Pemerintah juga perlu mengevaluasi regulasi yang menghambat pertumbuhan produksi sawit dan peremajaan sawit rakyat.




/data/photo/2025/10/15/68ef5fc101f99.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



/data/photo/2025/08/20/68a5530c8ec26.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
