Marcella Santoso Ungkap Bujet Suap Hakim Awalnya Rp 20 M, Akhirnya Keluar Rp 40 M
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pengacara Marcella Santoso sempat menyampaikan bahwa pihak korporasi
crude palm oil
(CPO) telah menyiapkan bujet senilai Rp 20 miliar untuk menyuap majelis hakim yang saat itu mengadili perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor.
Hal ini terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara yang melibatkan Marcella Santoso, Ariyanto Bakri, Junaedi Saibih, dan M Syafei.
“Kemudian Marcella Santoso menyampaikan hal tersebut kepada Ariyanto bahwa ada bujet dari pihak korporasi sebesar Rp 20 miliar, permintaannya putusan bebas,” ujar jaksa Andi Setyawan saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).
Bujet Rp 20 miliar ini lebih dahulu disebutkan oleh M Syafei selaku Social Security License Wilmar Group.
Jaksa mengungkapkan, pada medio Juni hingga Juli 2024, Marcella sempat bertemu dengan Syafei di sebuah restoran dan menyampaikan bahwa kasus korupsi korporasi CPO ini harus ‘diurus’.
“Dalam pertemuan tersebut, Marcella Santoso mengatakan kepada terdakwa M. Syafei bahwa perkara ini harus diurus. Kemudian, M. Syafei menyampaikan untuk putusan bebas, korporasi sudah menyiapkan uang sebesar Rp 20 miliar,” imbuh jaksa.
Sebelum uang suap Rp 20 miliar ini masuk dalam pembahasan, pihak korporasi sudah lebih dahulu memberikan uang suap tahap pertama kepada majelis hakim.
Pemberian pertama ini terjadi sekitar bulan Mei 2024.
Saat itu, Ariyanto selaku pengacara korporasi menyerahkan uang senilai Rp 8 miliar untuk dibagikan kepada majelis hakim sebagai ‘uang baca berkas’.
Uang ini pun dibagikan kepada tiga majelis hakim yang mengadili perkara dan dua pegawai di lingkungan pengadilan.
Kemudian, untuk uang suap tahap kedua, bujet Rp 20 miliar dinilai tidak cukup.
Saat itu, Muhammad Arif Nuryanta selaku Wakil Ketua PN Jakpus meminta uang suap senilai 3 juta dollar Amerika Serikat atau setara Rp 60 miliar kepada Ariyanto.
Awalnya, Ariyanto menyanggupi, tetapi pada saat uang suap tahap kedua diserahkan, total yang diberikan adalah 2 juta dollar Amerika Serikat atau setara Rp 32 miliar.
Penyerahan tahap dua ini dilakukan pada Oktober 2024.
Dari dua kali penyerahan uang suap ini, majelis hakim yang menangani perkara tersebut serta pejabat pengadilan menerima uang suap senilai Rp 40 miliar yang membuat mereka kini berstatus terdakwa.
Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; sedangkan panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.
Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, yaitu Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
Di sisi lain, Marcella Santoso, Ariyanto, Junaedi Saibih, dan Muhammad Syafei didakwa bersama-sama memberikan suap senilai Rp 40 miliar kepada majelis hakim untuk menjatuhkan vonis lepas atau
ontslag
kepada tiga korporasi CPO.
Dalam kasus ini, Marcella Santoso dkk didakwa telah melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a, dan/atau Pasal 13 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Produk: CPO
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5388847/original/010048000_1761138714-Prabowo_Ramaphosa.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bertemu Presiden Ramaphosa, Prabowo Puji Keberanian Afrika Selatan Lawan Apartheid – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto mengatakan Indonesia dan Afrika Selatan memiliki sejarah panjang dalam perjuangan melawan kolonialisme serta menegakkan kemerdekaan dan keadilan.
Dia mengungkapkan kekagumannya terhadap kekuatan, idealisme, dan keberanian rakyat Afrika Selatan dalam memperjuangkan kebebasan dari sistem apartheid.
“Kami mengagumi kekuatan, idealisme, dan keberanian perjuangan rakyat Afrika Selatan, melawan ketidakadilan dan apartheid,” kata Prabowo saat melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Untuk itu, kata dia, kunjungan Presiden Ramaphosa merupakan tonggak penting dalam hubungan Indonesia-Afrika Selatan. Prabowo meyakini Afrika Selatan akan menjadi mitra penting bagi Indonesia di masa depan.
“Hari ini, kami memandang Afrika Selatan sebagai pemimpin yang sangat penting di dunia dan kami memiliki banyak kesamaan sejarah, perjuangan panjang melawan kolonialisme, dan perjuangan untuk kebebasan,” tutup Prabowo.
Sementara itu, Presiden Cyril Ramaphosa menyampaikan apresiasi mendalam atas sambutan hangat dari Prabowo. Ramaphosa menyebut kunjungan kenegaraan ini sebagai tonggak penting yang mempererat hubungan kedua negara di tengah semangat solidaritas global selatan.
“Merupakan kehormatan besar bagi saya untuk melakukan kunjungan kenegaraan ini ke negara yang indah, Indonesia,” ucap Presiden Ramaphosa.
Presiden Ramaphosa menegaskan, hubungan antara Indonesia dan Afrika Selatan memiliki akar sejarah yang panjang dan mendalam. Dia mengingatkan bahwa hubungan kuat kedua bangsa bermula lebih dari tiga abad lalu ketika masyarakat Indonesia dibawa ke Afrika Selatan oleh penjajah Belanda.
“Hubungan antara Afrika Selatan dan Indonesia berakar kuat dalam sejarah kita. Sebuah sejarah yang membentang hampir 350 tahun, dimulai pada abad ke-17 ketika orang-orang Indonesia pertama kali dibawa ke Afrika Selatan oleh kolonialis Belanda pada masa itu,” ucap dia.
“Hubungan awal ini menjadi dasar bagi hubungan jangka panjang antara kedua negara kita,” sambung Presiden Ramaphosa.
Presiden Prabowo Subianto berencana memakai uang hasil pengembalian kerugian negara atas kasus korupsi ekspor CPO sebesar Rp13 triliun untuk penambahan program beasiswa LPDP. Menurut Prabowo, hal itu sebagai bentuk investasi pendidikan di masa depan.
-

Kejagung Setor Duit Korupsi Rp15 Triliun ke Negara, Wilmar Kontribusi Terbesar
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan telah menyetor uang dari pengusutan perkara sebesar Rp15,2 triliun ke negara sepanjang 2025.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan jumlah itu lebih besar dari tahun sebelumnya.
“Jadi kalau di total kurang lebih hampir Rp15.248.520.451.328. Jadi Rp15 triliun lebih yang sudah kejaksaan serahkan sampai saat ini ya. Artinya, sudah lebih tinggi daripada pengembalian tahun lalu,” ujar Anang di kantornya, dikutip Rabu (22/10/2025).
Dia merincikan sumber dana paling besar ini berasal dari perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO tiga korporasi yakni Wilmar Grup, Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup.
Dalam hal ini, Wilmar menjadi korporasi paling banyak membayar kewajiban uang pengganti dari perkara tersebut sebesar Rp11,8 triliun. Disusul, Musim Mas Group Rp1,18 triliun dan Permata Hijau Group Rp186 miliar.
Oleh karena itu, total uang hasil pengusutan dari perkara ini mencapai Rp13,2 triliun. Namun demikian, jumlah itu belum melunasi total dari kewajiban pembayaran uang pengganti sebesar Rp17,7 triliun.
Adapun, sisa pembayaran sebesar Rp4,4 triliun itu harus dilunasi oleh Musim Mas Group dan Permata Hijau Group. Jika tidak sanggup melunasi pembayaran sampai batas waktu yang ditentukan, maka aset dari dua korporasi itu bakal disita korps Adhyaksa.
Di samping uang Rp13,2 triliun, kata Anang, pihaknya juga telah mengembalikan uang dari pengusutan perkara lain sebesar Rp1,9 triliun.
“Seperti kemarin kan kita juga sudah mengembalikan dan total, dari data yang kita ketahui bahwa, di samping yang Rp 13,25 triliun. Kami juga di tahun ini sudah mengembalikan dari uang perkara lain itu totalnya Rp1,9 triliun,” pungkasnya.
-

Sisa Uang Rp4,4 Triliun Kasus CPO, Kejagung Bakal Sita Aset Musim Mas dan Permata Hijau
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bakal menyita aset dua grup korporasi terkait dengan sisa pembayaran uang pengganti (UP) dari kasus pemberian fasilitas ekspor CPO korporasi.
Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan dua sisa pembayaran uang UP itu berasal dari Musim Mas Group dan Permata Hijau Group.
“Sedangkan untuk masih Musim Mas Group dan grup perusahaan Permata Hijau ada kekurangan,” ujar Anang di Kejagung, dikutip Rabu (22/10/2025).
Anang menambahkan, kekurangan bayar dari dua grup korporasi ini mencapai Rp4,4 triliun. Dalam hal ini, Musim Mas dan Permata Hijau telah meminta untuk menunda kewajiban pembayaran itu karena berkaitan dengan kondisi ekonomi.
Kemudian, korps Adhyaksa memang mengabulkan permintaan dari dua group tersebut. Namun, Kejaksaan RI juga telah mematok batas waktu untuk pembayaran Rp4,4 triliun itu.
*Dalam hal ini Kejaksaan sudah akan meminta nantinya batas waktu untuk segera dilunasi untuk kerugian negaranya,” tambah Ananh.
Dengan demikian, kata Anang, pihaknya bakal menyita aset dari dua group korporasi itu untuk melunasi sisa pembayaran UP. Aset itu misalnya berupa kebun sawit. Nantinya, aset tersebut bakal dilelang untuk melunasi sisa pembayaran UP.
“Nanti apabila sudah dikasih batas waktu belum juga, ya aset yang kita sita akan kita lelang nantinya,” pungkasnya.
Sekadar informasi, kerugian negara dari perkara ekspor CPO ini mencapai Rp17,7 triliun. Terkait hal ini, setidaknya ada tiga grup korporasi yang diwajibkan untuk melunasi kerugian negara itu melalui pembayaran UP.
Wilmar Group merupakan korporasi paling besar yang telah menyetor UP sebesar Rp11,8 triliun. Sementara sisanya, Musim Mas Group Rp1,8 triliun dan Permata Hijau Group Rp186 miliar. Dengan demikian, total UP yang telah disetor ke negara mencapai Rp13,2 triliun.
-

Pengamat: Prabowo serius tangani korupsi pada tahun pertama menjabat
Walau dinilai serius dalam urusan pemberantasan korupsi, komitmen Prabowo perlu diuji untuk konsistensinya
Jakarta (ANTARA) – Pengamat dan Executive Director dari Next Indonesia, Christiantoko, menilai Presiden Prabowo Subianto dinilai serius berupaya memulihkan perekonomian Indonesia dengan memberantas korupsi pada tahun pertama menjabat.
“Hal itu terlihat dari rentetan kasus korupsi besar yang terungkap pada satu tahun pertama kepemimpinan Prabowo Subianto. Salah satu yang paling menyita perhatian publik yakni penyerahan uang sitaan kasus CPO dari Kejaksaan Agung ke Kementerian Keuangan senilai Rp13,2 triliun,” katanya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Tidak hanya itu, Prabowo melalui jajaran penegak hukum dinilai berani menangani kasus dugaan korupsi tata kelola di lingkungan kelompok usaha PT Pertamina (Persero) dengan estimasi kerugian negara mencapai Rp285 triliun.
Walau dinilai serius dalam urusan pemberantasan korupsi, Christiantoko menilai komitmen Prabowo perlu diuji untuk konsistensinya.
“Dari pernyataan terbaru kemarin di Kejagung oleh Presiden, dia tidak pandang bulu. (Tapi) kita tidak bisa menilai sekarang, apakah Presiden memenuhi apa yang diucapkan atau tidak,” kata Christiantoko.
Dengan konsistensi yang tinggi dalam penegakan hukum, Christiantoko yakin Prabowo dapat mencegah terjadinya kebocoran anggaran negara.
Terkait mencegah kebocoran anggaran negara, Prabowo dinilai harus membenahi beberapa hal selain korupsi untuk mencegah bocornya uang negara.
Sementara itu, Peneliti Utama Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro menilai pemerintah perlu mengefektifkan sistem birokrasi yang ada di pemerintahan.
Hal tersebut perlu dilakukan karena saat ini terlalu banyak pemecahan sistem birokrasi yang berpotensi dapat memperbesar anggaran negara.
“Jadi birokrasi krusial itu maksudnya bagaimana sekarang mengefektifkan birokrasi,” kata dia.
Siti juga menyarankan agar adanya keterlibatan pemerintah daerah terkait program-program populis pemerintah agar program besar tersebut bisa berjalan baik.
Dengan sistem birokrasi yang baik, Siti yakin pemerintahan akan berjalan dengan efektif dan celah untuk melakukan korupsi akan semakin diperkecil.
Pewarta: Walda Marison
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
/data/photo/2025/10/22/68f8d442d43b4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2025/10/22/68f8d6a8ee440.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2025/08/27/68ae890b45cc7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
