Produk: CPO

  • Pemerintah Ubah Tata Kelola Minyakita, Begini Praktiknya di Kalteng

    Pemerintah Ubah Tata Kelola Minyakita, Begini Praktiknya di Kalteng

    Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah merombak skema tata kelola minyak goreng rakyat atau Minyakita, melalui diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 43 Tahun 2025. Dalam aturan tersebut, mewajibkan pendistribusian Minyakita minimal 35 persen dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui Bulog dan ID Food.

    Kepala Bulog Kalimantan tengah (Kalteng) Budi Sultika mengatakan, penguatan peran BUMN sebagai distributor Minyakita merupakan salah satu poin penyempurnaan kebijakan minyak goreng rakyat. Langkah ini untuk memastikan, pendistribusi Minyakita berjalan merata dan menjaga harga di masyarakat.

    “Bulog bertindak sebagai distributor lini 1 (D1) untuk memastikan pasokan tersedia secara merata. Selain itu, Bulog juga nantinya akan memperkuat distribusi dan memastikan Harga Eceran Tertinggi (HET) sesuai di tingkat konsumen,” ungkap Budi, Kamis (18/12/2025).

    Budi menjelaskan, Bulog akan menggunakan dua skema saat pendistribusian yakni, penyaluran langsung ke pasar rakyat dan penguatan stok melalui jaringan ritel binaannya atau pengecer. Ia menyebut, aturan terbaru itu untuk memangkas rantai distribusi yang panjang dan rentan terhadap spekulasi harga.

    Tidak hanya itu, pihaknya juga berencana akan menambah empat gudang baru di wilayahnya, mengingat Kalteng merupakan salah satu wilayah produsen minyak sawit (CPO) terbesar kedua di Indonesia. Gudang tersebut nantinya tak hanya digunakan untuk menyimpan minyak goreng, tetapi juga beras dan kebutuhan pokok lainnya.

    “Untuk total Gudang Bulog di wilayah saat ini ada 18. Kami akan menambah 4 gudang ke depannya, apalagi saat ini Kalteng menjadi provinsi terluas dan salah satu produsen minyak sawit,” tambahnya.

    Ia menilai, ketersediaan Minyakita dinilai krusial untuk menjaga stabilitas harga khususnya di Kalteng. Maka dari itu, penyaluran MinyaKita ke dilakukan agar masyarakat semakin mudah mendapatkan minyak goreng berkualitas dengan harga terjangkau.

    Selain itu, pemerintah juga tak segan-segan nantinya akan memberikan sanksi administratif bagi produsen minyak yang melanggar. Mulai dari pembekuan akun pada Sistem Informasi Minyak Goreng Curah hingga pembekuan penerbitan persetujuan ekspor.

    “Upaya ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk menjaga stabilitas harga,” pungkasnya.

  • Aliran Modal Asing Kembali Masuk RI, Rupiah Bakal Menguat

    Aliran Modal Asing Kembali Masuk RI, Rupiah Bakal Menguat

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan menguat. Apa alasannya?

    Purbaya menyebut depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih relatif moderat dibandingkan sejumlah negara emerging lainnya, seperti India, Turki dan Argentina. Menurut Purbaya, ini menjadi indikator optimisme pelaku pasar terhadap ekonomi Indonesia yang terus menguat.

    “Di pasar keuangan domestik aliran modal asing kembali masuk ditopang menurunnya ekspektasi pasar atas depresiasi rupiah serta terjaganya currency risk dan country risk Indonesia pada level yang rendah. Kalau dilihat risiko depresiasinya menurun, itu panahnya turun ke bawah terus itu menunjukkan ekspektasi depresiasi (rupiah) menurun. Artinya, rupiah menguat ke depan,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025).

    Lebih lanjut, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada semester II-2025 terus menguat, meskipun sempat mengalami penurunan dan bergerak volatile.

    “Di pasar obligasi negara penurunan yield terjadi banyak negara emerging. Sementara negara maju justru me galai kenaikan yield akibat tekanan fiskal meningkat,” jelas Purbaya.

    Sementara untuk prospek ekonomi global, Purbaya menilai masih cukup tangguh, meskipun dinamika tensi perdagangan AS dan China masih berlangsung. Bank Sentral AS, The Fed kembali memangkas suku bunga sejalan dengan ekspektasi pasar dan pelonggaran kebijakan AS ini diprediksi mendorong pertumbuhan global di kisaran 3% sepanjang 2025-2026.

    “Harga minyak brent, batu bara melemah terutama dipicu oleh concern oversupply. Harga CPO kontraksi secara year to date sejak Oktober 2025 dipicu peningkatan produksi namun masih tinggi sebesar 9% secara year on year,” tambahnya.

    Tonton juga video “Purbaya Sisir Rp 60 T dari Program Nggak Jelas, Buat Daerah Pascabencana”

    (rea/ara)

  • Harga TBS Sumbar periode III 15-21 Desember 2025 Rp3.549 per kilogram

    Harga TBS Sumbar periode III 15-21 Desember 2025 Rp3.549 per kilogram

    Padang (ANTARA) – Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit mitra di Provinsi Sumatera Barat periode III 15-21 Desember 2025 untuk usia tanaman 10-20 tahun mengalami kenaikan menjadi Rp3.549 per kilogram.

    Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar, Kamis (17/12/2025), harga TBS periode III 15-21 Desember 2025 itu mengalami kenaikan dibandingkan harga periode II 8-14 Desember 2025 Rp3.526,33 per per kilogram.

    Penetapan harga itu berdasarkan rapat Tim Satuan Tugas Perumus Harga Tandan Buah Segar Provinsi Sumatera Barat bersama Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura pada Rabu, 17 Desember 2025.

    Sementara itu harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) periode III Desember 2025 di Sumbar untuk umur tanaman 10-20 tahun disepakati senilai Rp14.231,76 atau mengalami kenaikan dari periode II Desember 2025 Rp14.169,74 per kilogram. Selain itu harga inti sawit Rp11.117,94 per kilogram serta harga cangkang Rp17,08 per kilogram.

    Indeks K untuk periode ini 93,46 persen.

    Penetapan harga TBS tersebut ditetapkan dan dihitung berdasarkan kontrak penjualan CPO dan PK (Palm Kernel) dihitung menggunakan rumus sesuai Permentan dan Pergub 28 tahun 2020 serta dianalisa oleh Tim Penetapan harga TBS Provinsi Sumatera Barat kemudian diusulkan dan ditetapkan oleh Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar pada 17 Desember 2025.

    Penetapan harga TBS, CPO dan PK sesuai dengan usia tanaman menggunakan tabel rendemen yang ada ada di dalam Pergub dan Permentan serta disepakati oleh seluruh tim penetapan Harga TBS Provinsi Sumbar.

    Penetapan harga TBS, CPO dan inti sawit sesuai dengan usia tanaman yang disepakati oleh tim Satgas Perumus Harga TBS Sumbar.

    Penetapan harga TBS Sumbar ini berlaku di seluruh koperasi unit desa (KUD) yang bermitra dengan perusahaan di wilayah Provinsi Sumatera Barat.

    Harga CPO/PK perusahaan dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang. Harga TBS di atas sudah termasuk tambahan harga cangkang Rp17,08 per kilogram.

    Pewarta: Syarif Abdullah
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kecanduan Kelapa Sawit: Berlomba Merusak Bumi?

    Kecanduan Kelapa Sawit: Berlomba Merusak Bumi?

    Kecanduan Kelapa Sawit: Berlomba Merusak Bumi?
    Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    WARNA

    cover
    bukunya merah. Lumayan menyala. Di atasnya terpahat kata yang lengket dengan Sukarno di masa Orde Lama: Revolusi.
    Kata itu digabungkan dengan urusan yang di dunia kiwari diakui bakal menentukan masa depan bangsa: Energi.
    Sang penulis, Arifin Panigoro, adalah pengusaha minyak sekaligus politikus PDI Perjuangan–partai yang tersambung dengan Bung Karno.
    Ia mengampanyekan “Revolusi Energi” ketika produksi minyak harian Indonesia
    nyungsep
    ke level 794.000 barel per hari di tahun 2014.
    Padahal di tahun terakhir Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono itu konsumsi minyak dan bahan bakar minyak (BBM) telah terkerek menjadi 1,66 juta barel per hari.
    Walhasil, impor minyak mentah dan BBM sebesar 850.000 per hari tak terbendung. Sesuatu yang menguras kantong pemerintah.
    Revolusi energi dipercaya dapat mengubah saldo energi Indonesia yang minus karena cadangan minyak dan produksi minyak yang terus turun.
    Logis, sebab negeri kita kaya dengan sumber daya nabati. Jadi, mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) masuk akal. Salah satunya
    kelapa sawit
    .
    Arifin Panigoro menyebut Indonesia adalah “Arab Saudinya” kelapa sawit dunia. Ketika buku itu terbit, tahun 2015 silam, produk CPO (minyak sawit mentah) Indonesia menguasai lebih dari 47 persen pangsa pasar global.

    Tapi, hati saya masygul saat mengetahui pasokan CPO (crude palm oil) dari Indonesia itu tidak hanya dijadikan produk turunan makanan oleh negara-negara tujuan, tapi juga BIODIESEL. Lalu mengapa kita berdiam diri. Mengapa Indonesia hanya menjadi penonton ketika negara-negara lain getol mengonsumsi biodiesel untuk keluar dari krisis energi
    ,” ujar pentolan Medco Energy ini dalam buku itu.
    Gong pembuka penggunaan biodiesel pada minyak solar mulai berlaku pada 2006. Ini seiring terbitnya Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 3675 K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri.
    Beleid ini menyebutkan, untuk spesifikasi BBM minyak solar, kandungan biodiesel (FAME) diizinkan maksimal 10 persen.
    Kebijakan ini lalu ditindaklanjuti oleh Pertamina dengan menjual minyak solar dengan kandungan biodiesel sebesar 5 persen di tiga dispenser (“Biodiesel, Jejak Panjang Sebuah Perjuangan”, Kementerian ESDM, 2021).
    Di masa Joko Widodo, kebijakan menoleh pada biodiesel berlangsung deras. Tentu saja tak sepenuhnya bertumpu pada CPO, melainkan mencampur energi nabati dengan energi fosil atau
    mix energy.
    Dari program biodiesel (B20) pada September 2018, lalu naik menjadi B30 mulai 1 Januari 2020. Tiga tahun berselang, campuran biodiesel pada solar telah mencapai 35 persen pada 1 Februari 2023.
    Sejak Prabowo Subianto memerintah, program biodiesel meloncat jadi 40 persen atau B40 di tahun 2025.
    Sampai September lalu, pemerintah mengklaim menghemat devisa 9,3 miliar dollar AS atau Rp 147,5 triliun. Belum lagi nilai tambah luar negeri sekitar Rp 20,98 triliun serta menciptakan 2 jutaan lapangan kerja.
    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan negeri kita tak akan impor solar lagi di tahun 2026 mendatang. Ini kabar baik sebab Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, Kalimantan Timur diperkirakan menambah kapasitas pengolahan minyak mentah sebesar 100.000 barel per hari. Artinya produksi menutup konsumsi solar dalam negeri.
    Namun, Presiden Prabowo juga bicara soal kelapa sawit untuk Papua. “Dan juga nanti kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM dari kelapa sawit,” ujar Prabowo (
    Kompas.com
    , 16/12/2025).
    Alasannya, kata Presiden, untuk mewujudkan swasembada energi, paling tidak untuk pulau itu.
    Apakah ini isyarat ekspansi lahan untuk kelapa sawit bakal makin merambah Papua? Mungkinkah program B50 digeber mulai tahun 2026?
    Kian besar biodiesel yang dicampurkan pada solar, itu berarti membutuhkan ketersediaan fatty acid methyl ester (FAME) dalam jumlah yang lebih besar.
    FAME adalah asam yang terbentuk selama transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewan yang menghasilkan biodiesel.
    Tak lain istilah kimia umum untuk biodiesel yang berasal dari sumber terbarukan. Artinya makin besar kebutuhan atas CPO serta pembukaan lahan sawit. Di atas segalanya berarti tambahan investasi baru.
    Indonesia memang “Arab Saudinya” kelapa sawit dunia. Foreign Agricultural Service United States Department of Agriculture (USDA) per 2024-2025 mencatat, Indonesia adalah negara dengan penghasil kelapa sawit terbesar di dunia.
    Produksi Indonesia menembus 46 juta ton per tahun, alias dua kali lipat dari volume produksi di Malaysia.
    Produksi Indonesia bukan lagi loncatan katak, tapi loncatan singa. Selama 2013-2019, produksi minyak sawit kita meningkat, dari 28 juta metrik ton naik menjadi 47 juta metrik ton. Produksi itu bisa dipertahan di level 45 juta metrik ton dalam beberapa tahun terakhir (
    Kompas.com
    , 5/12/2025).
    Perkebunan kelapa sawit terkonsentrasi di Sumatera, yakni mencapai 8,78 juta hektare. Sebanyak 1,36 juta hektare berada di Sumatera Utara, lalu 470.000 hektare di Aceh serta 449.000 hektare di Sumatera Barat.
    Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan 5.208 hektare kawasan hutan dialihkan menjadi perkebunan kelapa sawit oleh 14 perusahaan di Provinsi Aceh. Ini telah merusak 954 Daerah Aliran Sungai (DAS) di tujuh kabupaten, yakni Aceh Barat, Nagan Raya, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Tengah, Aceh Selatan, dan Aceh Besar (
    Tempo.co
    , 10/12/2025).
    Laju
    deforestasi
    secara global amat mengerikan dan data ini tak sedang ingin menakut-nakuti. Bayangkan 10 juta hektare hutan tandas per tahun selama 2015-2020.
    Berbagai studi memaparkan, mayoritas kebun kelapa sawit di dunia ini berdiri di atas lahan hasil konversi tadi.
    Di periode mengerikan itu, di negeri kita tercinta ini deforestasi telah menggasak areal seluas 496.000 dan 630.000 hektare di tahun 2015-2016 dan 2016-2017.
    Dekade-dekade sebelumnya jauh lebih mengerikan. Deforestasi oleh berbagai sebab telah melenyapkan hutan seluas 2 juta hektare (1980-1990).
    Saat abad berganti, deforestasi masih merampas 1,5 juta hektare antara 2000-2009. Setelah itu, deforestasi memakan areal seluas 1,1 juta hektare antara 2009-2013 (Forest Watch Indonesia).
    Dengan berbagai sebab, deforestasi di tahun 2024 masih 51.000 hektare. Ini hampir seperdelapan luas provinsi Jakarta.
    Dan tak perlu kaget, jika deforestasi hutan tropis diibaratkan seperti negara, ia akan menduduki peringkat ketiga dalam emisi setara karbon dioksida. Cuma kalah buruk dari emisi karbon yang ditumpahkan oleh China dan Amerika Serikat (wri-indonesia.org).
    Pada 19 September 2018 hingga tiga tahun kemudian (2021), Jokowi melakukan moratorium kelapa sawit. Kebijakan ini tak berlanjut. Sebaliknya mulai 1 Januari 2022, program biodiesel makin digeber dengan menaikkan campuran biodiesel sebesar 20 persen.
    Studi LPEM Universitas Indonesia menunjukkan program biodiesel membutuhkan ekspansi lahan baru untuk kelapa sawit.
    Skenario B20 butuh tambahan 338.000 hektare lahan baru. Ketika dinaikkan jadi B30, kebutuhan atas lahan meroket jadi 5,2 juta hektare.
    Kerakusan lahan bertambah eksponensial mana kala program biodiesel dinaikkan jadi 50 persen. Sebab butuh 9,2 juta hektare lahan baru.
    Nyatanya program biodiesel menjadi insentif pembukaan lahan baru untuk kelapa sawit. Pada saat begitu, alih fungsi lahan secara legal dan ilegal mencuat. Ini simalakama yang tak terputus.
    Perkebunan kelapa sawit jelas bukan hutan. Ini tanaman monokultur. Saat hutan dengan mega-biodiversitas atau keragaman hayati yang berlimpah dialihfungsikan, negeri kita sesungguhnya sedang berlomba merusak bumi, mengundang bencana yang disebut gubernur Aceh, Muzakir Manaf, bak tsunami kedua.
    Akar pohon-pohonan yang tak seragam (multikultur) di hutan juga mencengkeram tanam lebih dalam dibandingkan akar sawit yang berbentuk serabut.
    Sebagai monokultur, sawit sendirian dalam sebuah luasan lahan tertentu. “Temannya” cuma sesama tanaman sawit yang tak mampu meredam atau menahan dan menyerap air hujan yang jatuh dari langit, terlebih jika curah hujannya ekstrem.
    Pokok kata kelapa sawit tak memilki ketahanan ekologis serupa pohon-pohon di hutan yang berusia belasan, puluhan atau bahkan ratusan tahun.
    Dalam terminologi konservasi, mengorbankan hutan alam demi perkebunan kelapa sawit hanya mengundang bencana datang.
    Banjir dan longsor di Sumatera yang menghantam tiga provinsi adalah alarm paling keras yang mengingatkan negeri kita untuk menoleh kepada hutan dan ekosistem.
    Homo sapiens itu hidup berdampingan dengan tumbuhan, hewan dan makhluk tak hidup. Oikos atau rumah tempat di mana organisme hidup, wajib dijaga. Manusia dan lingkungan tak bisa hidup dalam hubungan yang saling menjegal, tapi harmonis.
    Jika pemerintah terus teperdaya oleh manisnya kelapa sawit–menghasilkan devisa, menggantikan peran energi fosil dan melupakan mudharatnya terhadap lingkungan–saya bertanya dalam hati: Kita kecanduan atau sedang kerasukan?
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wanti-wanti Pengusaha Soal Finalisasi Kesepakatan RI-AS untuk Tarif Impor

    Wanti-wanti Pengusaha Soal Finalisasi Kesepakatan RI-AS untuk Tarif Impor

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha tengah menunggu hasil kesepakatan final dalam perundingan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) terkait dengan tarif resiprokal. Tantangan terbesar kini adalah untuk memastikan produk minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) bisa bebas dari tarif impor 19%. 

    Tim negosiator nantinya dipimpin oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, yang rencananya terbang ke Negara Paman Sam itu, Kamis (18/12/2025). Salah satu agendanya adalah pertemuan bilateral dengan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer. 

    Salah satu fokusnya nanti adalah untuk memastikan minyak kelapa sawit dikecualikan dari tarif impor 19%. Sebab, tidak seperti kakao dan lain-lain, produk pertanian asli Indonesia itu belum bersifat final untuk dikecualikan sebelum selesainya kesepakatan dagang kedua negara. 

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyebut pelaku usaha tentu menginginkan agar tarif ekspor ke AS bisa serendah mungkin. Tidak hanya sawit, namun juga pada sebanyak mungkin komoditas ekspor Indonesia. 

    “Namun, realitanya dalam perundingan mungkin ada banyak berbagai trade off yang diperlukan. Jadi idealnya, kita bisa memperoleh pengecualian dari tarif resiprokal dan bahkan tarif 0% pada top 10-top 20 komoditas ekspor Indonesia ke AS,” terang Shinta kepada Bisnis, Rabu (17/12/2025). 

    Shinta menggarisbawahi produk-produk yang memiliki nilai perdagangan tinggi antara Indonesia dan AS. Contohnya, produk garmen Indonesia yang diproduksi dengan kapas (cotton) dari AS. 

    “Atau memiliki local value content yang memadai di Indonesia sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai produk ekspor circumvention atau transhipment dari China seperti yang dikhawatirkan AS,” lanjut CEO Sintesa Group itu.

    Langkah Ofensif Negara

    Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira berharap agar proses finalisasi kesepakatan dagang dengan AS bukan sekadar langkah simbolis dan normatif, melainkan menghasilkan pengecualian yang konkret, tertulis jelas dan berkepastian hukum secara jangka panjang. 

    Khusus untuk sawit, Anggawira menyebut produk itu bukan sekadar komoditas dagang, tetapi tulang punggung ekspor, lapangan kerja, dan keseimbangan neraca perdagangan Indonesia. 

    Dia mewanti-wanti, apabila sawit masih dikenakan tarif tinggi atau hanya diperlakukan sebagai isu negosiasi lanjutan tanpa kepastian, maka daya saing Indonesia akan tergerus, sementara itu negara pesaing justru mendapatkan ruang lebih besar.

    Untuk itu, Anggawira menyebut pengusaha berharap pemerintah bersikap lebih ofensif, bukan defensif, dalam isu sawit. Harapannya, pemerintah memosisikan sawit sebagai produk unggulan nasional yang layak mendapat perlakuan khusus, bukan sekadar dimasukkan sebagai ‘agenda pembahasan berikutnya’ dalam perjanjian bilateral.

    “Lebih luas, dunia usaha berharap pengecualian tarif tidak hanya menyasar komoditas mentah, tetapi juga produk bernilai tambah dan hilirisasi, seperti produk turunan sawit, produk manufaktur berbasis sumber daya lokal, serta industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja,” terang Anggawira kepada Bisnis. 

    Menurut Anggawira, tarif 19% yang diterapkan secara merata tanpa pengecualian bisa memengaruhi agenda hilirisasi pemerintah. Dia turut mengingatkan bahwa negosiasi tarif harus dibaca sebagai strategi ekonomi jangka panjang, bukan sekadar kompromi dagang jangka pendek. 

    “Tanpa pengecualian yang jelas, dunia usaha akan menghadapi tekanan biaya, penurunan volume ekspor, serta risiko relokasi industri ke negara dengan akses pasar yang lebih kompetitif,” terangnya. 

  • Airlangga Terbang ke AS Besok, Lobi Trump Agar Sawit Tak Dikenakan Tarif 19%

    Airlangga Terbang ke AS Besok, Lobi Trump Agar Sawit Tak Dikenakan Tarif 19%

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dijadwalkan untuk bertolak ke AS guna menyelesaikan kesepakatan dagang dengan pemerintah AS. Salah satu materi yang akan dibahas dalam pertemuan bilateral adalah pengecualian minyak sawit dari tarif 19%. 

    Sejatinya, beberapa produk dan komoditas pertanian asli termasuk dari Indonesia seperti salah satunya kakao telah diputuskan untuk dikecualikan dari tarif resiprokal. Hal tersebut sudah tercantum dalam executive orders yang diterbitkan pemerintah AS khususnya bagian Annex II. 

    Namun, minyak sawit yang juga merupakan komoditas asli Tanah Air, tampaknya harus diberikan upaya ekstra. Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan, upaya ekstra harus dikeluarkan produk minyak kelapa sawit masih masuk dalam daftar produk yang akan dikecualikan dari tarif setelah selesainya perundingan antara kedua negara. 

    Apabila dikutip dari lampiran Executive Orders yang diterbitkan Gedung Putih AS pada 14 November 2025, produk minyak kelapa sawit dengan kode Harmonized Tariff Schedule of the United States (HTSUS) 1511.10.00 dan 1511.90.00, masuk ke dalam kategori produk yang belum bersifat final untuk dikecualikan dari tarif resiprokal. 

    “Minyak kelapa sawit (1511.10.00 dan 1511.90.00) masih masuk dalam Annex III. Potential Tariff Adjustments for Aligned Partners yang baru akan dikecualikan dari reciprocal tarif ketika negara mitra conclude agreement dengan AS,” terang Susi, sapaannya, kepada Bisnis, Rabu (17/12/2025).

    Susi pun menyebut nantinya Airlangga baru akan berangkat ke AS pada Kamis (18/12/2025) sore. Hal itu lantaran keduanya masih akan menghadiri acara di kantor Kemenko Perekonomian dan opening ceremony program BINA (belanja online) Great Sale. 

    Sebelumnya, pada Selasa (16/12/2025), Airlangga menyebut penentuan apabila minyak kelapa sawit akan bisa dikecualikan dari tarif 19% baru bisa diketahui setelah pertemuan bilateral dengan pemerintah AS. Pihak pemerintahan yang akan ditemui di sana adalah Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer. 

    Menko Perekonomian sejak 2019 itu mengatakan bahwa pihaknya akan mengupayakan agar crude palm oil (CPO) bisa mendapatkan tarif 0%. 

    “Salah satunya [yang dibahas di AS] sawit, karena Malaysia sudah dapat [tarif 0%]. Itu masuk dalam perjanjian bilateral. Executive order-nya kalau kakao, coklat dan lain sudah, tetapi khusus kelapa sawit itu [didahului] bilateral,” papar Airlangga di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (16/12/2025). 

    Di luar sawit dan produk pertanian, Airlangga memastikan bahwa nantinya produk-produk itu akan dikenakan tarif 19% sebagaimana yang sudah disepakati antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Donald Trump. 

    “[Tekstil, alas kaki] itu kan kemarin sudah 19%. Enggak ada [perubahan],” terangnya. 

  • Bahlil Dorong Papua jadi Basis Produksi Bahan Baku Etanol

    Bahlil Dorong Papua jadi Basis Produksi Bahan Baku Etanol

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mendorong Papua menjadi salah satu wilayah untuk basis produksi bahan baku etanol. Hal ini menjadi upaya pengembangan bahan bakar bioetanol guna mewujudkan swasembada energi. 

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, Indonesia masih mengimpor bensin dalam jumlah signifikan sehingga pemerintah juga menyiapkan kebijakan pengembangan bioetanol melalui mandatory campuran bensin berbasis etanol.

    “Untuk bensin impor kita masih banyak, maka yang harus kita lakukan adalah membuat program mandatory E10, E20, atau E30,” ujar Bahlil usai menghadiri rapat arahan Presiden Prabowo kepada kepala daerah se-Papua dan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua di Istana Negara, Selasa (16/12/2025).

    Bahlil menyebut, bahan baku etanol dapat bersumber dari berbagai komoditas pertanian seperti singkong, jagung, dan tebu. Dia menilai Papua memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai salah satu wilayah produksi bahan baku etanol nasional.

    “Etanol itu dari singkong, dari jagung, dari tebu, dan bahan baku lain. Saya pikir Papua salah satu wilayah yang bisa dijadikan sebagai bagian dari produksi bahan baku untuk etanol,” katanya.

    Selain bioetanol, Bahlil menuturkan, penguatan pemanfaatan energi nabati saat ini juga dilakukan melalui program mandatory biodiesel B40 yang ke depan akan ditingkatkan menjadi B50. Program tersebut memanfaatkan fatty acid methyl ester (FAME) yang berasal dari crude palm oil (CPO) dan dicampur dengan solar.

    “Kalau kita bicara B40, B50 kan itu campuran dari FAME, itu CPO dengan metanol dicampur solar,” katanya.

    Menurut Bahlil, peningkatan campuran biodiesel ke level 50% atau B50 akan membutuhkan tambahan bahan baku yang lebih besar.

    Adapun, Bahlil menekankan bahwa target swasembada energi yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto diarahkan pada pemaksimalan seluruh potensi energi dalam negeri, baik dari sumber fosil maupun energi nabati.

    “Swasembada yang dimaksud Bapak Presiden adalah kita harus mengoptimalkan, memaksimalkan seluruh potensi-potensi yang ada di negara kita. Ada fosil, ada nabati,” ujar Bahlil.

  • Logika Hasan Nasbi ‘Ngopi dan Gorengan’ Sebabkan Deforestasi Bikin Publik Geram, Rakyat Kecil Kok Jadi Kambing Hitam?

    Logika Hasan Nasbi ‘Ngopi dan Gorengan’ Sebabkan Deforestasi Bikin Publik Geram, Rakyat Kecil Kok Jadi Kambing Hitam?

    GELORA.CO –  Pernyataan mantan Kepala Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi kembali menuai sorotan tajam publik. Analogi “kopi dan gorengan” yang disampaikan untuk menjelaskan persoalan lingkungan dinilai keliru dan menyesatkan, karena justru menyeret rakyat kecil sebagai pihak yang seolah bertanggung jawab atas deforestasi dan krisis iklim.

    Kritik keras datang dari Direktur Index Politica, Denny Charter. Ia menilai logika yang digunakan Hasan Nasbi sebagai bentuk pengaburan tanggung jawab struktural industri besar, khususnya sektor Crude Palm Oil (CPO), yang selama ini dikenal sebagai salah satu kontributor utama kerusakan hutan di Indonesia.

    “Jangan biarkan hutan kita habis hanya karena logika yang ikut terdeforestasi. Menyederhanakan persoalan deforestasi dengan analogi kopi dan gorengan itu sesat,” ujar Denny, Minggu (14/12/2025).

    Menurut Denny, posisi Hasan Nasbi sebagai mantan pejabat komunikasi negara dan komisaris BUMN strategis seharusnya digunakan untuk menekan industri agar bertanggung jawab, bukan malah menggeser kesalahan ke pola konsumsi masyarakat kecil.

    “Rakyat kecil ngopi dan makan gorengan bukan penyebab jutaan hektare hutan hilang. Yang harus didesak adalah industri raksasa dengan rantai produksi panjang dan dampak ekologis masif,” tegasnya.

    Denny menyebut pola komunikasi tersebut sebagai diversion strategy, yakni teknik mengalihkan perhatian publik dari aktor utama perusak lingkungan ke individu paling lemah dalam rantai ekonomi.

    Ia bahkan menyindir, jika logika semacam itu terus dipelihara, maka berbagai krisis nasional berpotensi disalahkan ke kebiasaan sehari-hari masyarakat.

    “Dengan logika ini, krisis energi bisa saja disalahkan ke warga yang lupa mematikan lampu kamar mandi. Ini jelas absurd,” katanya.

    Lebih jauh, Denny menilai narasi tersebut berbahaya karena dapat membenarkan pembiaran terhadap kerusakan lingkungan oleh korporasi besar, sekaligus melemahkan posisi negara dalam menegakkan tanggung jawab ekologis.

    “Ini bukan hanya soal salah bicara. Ini soal cara berpikir yang menormalisasi pelepasan tanggung jawab industri dan melemparkannya ke pundak rakyat kecil,” tandasnya.

    Ia menegaskan bahwa deforestasi, emisi karbon, dan krisis iklim merupakan persoalan struktural yang membutuhkan keberanian negara untuk menegur dan menindak pelaku utama.

    “Kalau negara kalah berani pada industri besar, lalu rakyat kecil yang disalahkan, maka krisis lingkungan akan terus diwariskan ke generasi berikutnya,” pungkas Denny.

  • Otoritas Pajak Soroti Praktik Sawit, Ungkap Dugaan Pelanggaran Hulu hingga Hilir

    Otoritas Pajak Soroti Praktik Sawit, Ungkap Dugaan Pelanggaran Hulu hingga Hilir

    Bisnis.com, JAKARTA — Bencana Sumatra memicu semakin banyak pihak yang menyoroti dampak masifnya perkebunan sawit di Indonesia terhadap berkurangnya area tutupan hutan. Hal itu tidak terkecuali dari otoritas pajak.

    Banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat dinilai berkaitan dengan masifnya penggundulan hutan di Sumatra. Kondisi tersebut disebut kian diperburuk oleh fenomena siklon tropis Sinyar yang terjadi dalam periode yang sama.

    Dalam diskusi publik bertajuk “Meneropong Tax Gap & Efektivitas Tata Kelola Fiskal Sektor Minerba” yang digelar Kamis (11/12/2025), Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto menyinggung peran Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dalam menindak pelanggaran di sektor kehutanan dan pertambangan. Satgas tersebut dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945.

    Bimo, yang juga tergabung dalam Satgas PKH, menjelaskan bahwa penindakan dilakukan dari sisi hulu hingga hilir. Di sektor hulu, perusahaan industri ekstraktif, termasuk perkebunan sawit dan pertambangan, menjadi sasaran apabila ditemukan memiliki perizinan yang tidak sesuai, meskipun aktivitas usaha telah terlanjur berlangsung di kawasan hutan.

    “Bahkan ada beberapa kawasan hutan lindung taman nasional yang majority areanya itu digunakan untuk di-exploit untuk perkebunan sawit, untuk tambang dan lain-lain. Tesso Nilo itu perkebunan sawitnya menutupi 80 persen area Taman Nasional Tesso Nilo di Riau. Itu sangat menyedihkan sekali,” ujar Bimo dalam forum yang disiarkan melalui kanal YouTube Pusdiklat Pajak, dikutip Minggu (14/12/2025).

    Menurut Bimo, praktik tersebut berkontribusi terhadap dampak lingkungan yang kini dirasakan masyarakat, seperti banjir dan longsor di sejumlah wilayah Sumatra. Kerusakan ekosistem akibat alih fungsi kawasan hutan dinilai meningkatkan kerentanan bencana hidrometeorologi.

    Selain di hulu, dugaan ketidakpatuhan juga ditemukan di sisi hilir. Otoritas pajak mengungkap masih maraknya praktik penyelundupan, salah satunya melalui modus underinvoicing, yakni pelaporan nilai transaksi yang lebih rendah dari harga sebenarnya untuk menghindari bea masuk, pajak, dan pungutan lain.

    Salah satu temuan besar yang diungkap Direktorat Jenderal Pajak adalah dugaan penghindaran bea keluar ekspor sawit dengan melaporkannya sebagai limbah crude palm oil (CPO) atau fatty acid methyl ester (FAME). Melalui skema base erosion and profit shifting (BEPS), sebanyak 87 kontainer CPO dikirim ke luar negeri, tetapi dilaporkan sebagai FAME sehingga dibebaskan dari bea keluar.

    “Kalau tadi di sisi hulu serious non-compliance activity-nya mengambil hutan yang tidak seharusnya dimanfaatkan untuk perkebunan atau pertambangan, di sisi hilir masih terdapat banyak sekali penyelundupan. Penyelundupan yang mungkin dilegalisasi karena sistem,” kata Bimo.

  • Marunda City Tambah Akses Tol, Pacu Pengembangan Kota 600 Ha

    Marunda City Tambah Akses Tol, Pacu Pengembangan Kota 600 Ha

    Bisnis.com, JAKARTA—Kawasan Industri Marunda Center bersiap memacu penjualan lahan seiring dengan pembukaan akses baru Tol Tarumajaya, yang terhubung dengan ruas Tol Cibitung—Cilincing. Ke depan, perusahaan pun mengembangkan kawasan Marunda City seluas 600 Hektare (Ha).

    Direktur Utama PT Multikarya Hasilprima sekaligus Presiden Direktur Marunda Center Iwan Yuswanto Djunaedi mengatakan pembukaan gerbang baru ini merupakan jawaban atas kebutuhan utama tenant, yakni efisiensi akses dan kelancaran logistik.

    “Akses langsung ke Tol Tarumajaya diyakini akan mempercepat mobilitas distribusi barang keluar-masuk kawasan. Gerbang ini bukan sekadar infrastruktur, tetapi simbol transformasi Marunda Center menuju Marunda City,” ujar Iwan dalam keterangan resmi, Sabtu (13/12/2025).

    Iwan menjelaskan, Marunda Center kini memasuki fase pengembangan baru dengan konsep Marunda City, yakni kota industri terintegrasi yang menggabungkan kawasan industri, pelabuhan, pusat logistik, komersial, dan hunian. Ke depan, fasilitas pendidikan, kesehatan, olahraga, serta ruang publik akan melengkapi ekosistem kawasan.

    “Marunda City kami rancang sebagai katalis investasi lokal dan internasional, sekaligus pusat pertumbuhan ekonomi baru yang harmonis dan berkelanjutan,” tambahnya.

    Saat ini, Marunda Center menawarkan berbagai produk properti industri, mulai dari Standard Factory Building (SFB), Boutique Office, gudang sewa dengan total NLA ±20 hektare, hingga kavling industri siap bangun. Harga SFB ditawarkan mulai Rp4,9 miliar (belum termasuk PPN) dengan luas 288 m², sementara Boutique Office mulai Rp2,4 miliar.

    Gerbang Marunda City terhubung langsung dengan ruas Tol Cibitung–Cilincing yang merupakan bagian dari Jakarta Outer Ring Road (JORR) 2. Konektivitas ini memperkuat posisi Marunda City sebagai simpul logistik strategis Jabodetabek.

    Selain itu, pembangunan pelabuhan fase kedua tengah berjalan guna meningkatkan kapasitas bongkar muat dan mendukung sektor logistik serta hilirisasi CPO yang menjadi fokus pengembangan kawasan.

    Iwan menegaskan keberadaan Marunda Center memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian daerah, mulai dari peningkatan pendapatan pajak dan BPHTB, penyerapan ratusan tenaga kerja konstruksi, hingga pertumbuhan UMKM di sekitar kawasan.

    “Efek berganda dari pertumbuhan tenant sudah terlihat. Industri berkembang, lapangan kerja bertambah, dan UMKM lokal ikut tumbuh,” jelasnya.

    Dikembangkan di atas lahan hingga 600 hektare, Marunda City telah dilengkapi utilitas dasar seperti listrik, air bersih, internet fiber optic, pengolahan limbah terpadu, layanan pemadam kebakaran, ambulans, serta sistem keamanan 24 jam. Pengelolaan kawasan dilakukan sesuai standar pemerintah dengan pengawasan lingkungan rutin.

    Menghadapi era industri 4.0, Marunda Center juga menyiapkan infrastruktur IoT dan backbone internet sebagai fondasi pengembangan kota industri modern dalam 5–10 tahun ke depan.

    GM Marketing Marunda City Ehlis menyampaikan bahwa kawasan dengan total area pengembangan sekitar 600 hektare ini menawarkan peluang investasi sejak tahap awal pengembangan kota mandiri industri.

    “Marunda City memiliki perpaduan antara kawasan industri, komersial, dan residensial yang inovatif,” ujarnya.