Bisnis.com, JAKARTA – Badan Gizi Nasional (BGN) menyebut bahwa aturan baru tengah disiapkan agar kepala sekolah, guru UKS, maupun relawan ikut mencicipi progam makan siang gratis (MBG) sebelum dibagikan kepada murid.
Wakil Kepala BGN Bidang Komunikasi Publik & Investigasi, Nanik S. Deyang menekankan bahwa dengan langkah-langkah ini, BGN berharap ke depan kualitas program MBG bisa semakin terjaga meski masih harus menghadapi keterbatasan tenaga gizi berpengalaman.
“Selama ini guru ini kan nggak ada jatah. Jadi mungkin kalau mencicipi juga nanti takut ngambil jatah murid. Nah, pada perpres yang baru nanti, yang akan segera keluar, itu ditambahkan bahwa guru dan juga relawan yang mengantar-ngantar itu ke ibu hamil akan memperoleh makanan gratis,” ucapnya dalam konferensi pers di Kantor BGN, Jumat (26/9/2025).
Di sisi lain, dia juga merespons pernyataan seorang ahli gizi yang viral di media sosial usai rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan DPR. Ahli gizi tersebut menilai masih banyak tenaga ahli di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang minim pengalaman sehingga berdampak pada kualitas makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Nanik menegaskan bahwa pihaknya memang kekurangan tenaga ahli gizi berpengalaman. Karena itu, banyak lulusan baru yang akhirnya direkrut.
“Kalau mau nyari yang berpengalaman, mau ke mana? Yang tidak berpengalaman aja sekarang sudah kekurangan. Jadi saya umumkan lagi, silakan para ahli gizi se-Indonesia mendaftar ke dapur-dapur MBG, karena kami butuh. Lebih senang lagi kalau ada yang sudah berpengalaman,” ujar Nanik
Meski begitu, Nanik menekankan bahwa tenaga muda tetap bisa diandalkan. Mengingat di era globalisasi informasi dan pendidikan sudah mudah untuk diakses.
“Kita harus percaya anak-anak muda sekarang, mereka pintar-pintar. Dengan medsos, gampang sekali dididik. Kalau ada salah-salah, mari kita perbaiki, tapi kasih kesempatan mereka juga. Daripada menganggur, lebih baik mereka ikut bekerja di dapur MBG,” ucapnya.
Selain soal tenaga ahli, Nanik juga mengakui adanya kelemahan dalam pengawasan di lapangan. Dia menyoroti praktik dapur yang tidak disiplin mengikuti SOP memasak, misalnya makanan yang seharusnya dimasak pukul 2 dini hari malah dimasak malam sebelumnya karena faktor kelelahan.
“Kami teledor karena pengawasan tidak berjalan maksimal. Padahal ada CCTV di dapur yang bisa dicek. Seharusnya SPPG dan korwil turun ke lapangan, bukan hanya telepon-telepon,” tegasnya.
Untuk menutup celah penyimpangan, BGN akan memperkuat sistem dengan teknologi barcode pada ompreng makanan. Barcode ini akan memastikan makanan hanya boleh dikonsumsi dalam rentang waktu tertentu dan mencegah adanya intervensi dari pihak luar, termasuk potensi persaingan dengan kantin sekolah.
“Ini juga harus diwaspadai. Kalau tanpa barcode tadi bisa juga ada tangan jahil ya. Jadi semua potensi, ada kemungkinan intervensi orang yang nggak suka itu juga harus diwaspadai lewat barcode,” kata Nanik.

/data/photo/2025/09/26/68d690659bc46.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2025/09/25/68d4dc289acc4.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



/data/photo/2025/09/01/68b565ee82cb0.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/08/30/68b2a3dddec20.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)