Produk: CCTV

  • Sopir Kurang Konsentrasi, Truk Pengangkut Minuman Kemasan Terguling di Jalan MT Haryono Jaksel – Halaman all

    Sopir Kurang Konsentrasi, Truk Pengangkut Minuman Kemasan Terguling di Jalan MT Haryono Jaksel – Halaman all

    Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Ojo Ruslani menuturkan kecelakaan itu menyebabkan satu orang luka ringan.

    Tayang: Kamis, 10 April 2025 15:55 WIB

    Tangkapan Layar

    KECELAKAAN LALU LINTAS – Kecelakaan lalu lintas melibatkan truk pengangkut minuman kemasan terjadi di Jalan MT Haryono Jakarta Selatan arah Pancoran, Kamis (10/4/2025). Pihak kepolisian menyebut laka lantas akibat pengemudi kurang konsentrasi 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kecelakaan lalu lintas melibatkan truk pengangkut minuman kemasan terjadi di Jalan MT Haryono Jakarta Selatan arah Pancoran, Kamis (10/4/2025).

    Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Ojo Ruslani menuturkan kecelakaan itu menyebabkan satu orang luka ringan.

    Menurutnya, korban yakni pengemudi truk inisial D mengalami lecet di bagian paha.

    Kronologis kejadian truk itu berjalan dari arah timur ke barat sesampainya di TKP diduga kurang konsentrasi sehingga menyerempet separator busway.

    “Kendaraan tersangkut setelah dilakukan evakuasi oleh tim derek Dishub dalam perjalanan di jalan arteri MT Haryono depan Bukopin arah barat terguling hingga tumpah isi angkutan kendaraan tersebut berupa minuman kemasan dalam kardus,” ungkap Ojo saat dikonfirmasi.

    Polisi telah melakukan olah TKP serta mengecek CCTV.

    Kondisi lalu lintas sempat tersendat namun saat ini sudah berhasil terurai.

    “Penyebab pasti kecelakaan masih dalam proses penyelidikan,” imbuhnya.

    Dalam video NTMC Polda Metro Jaya tampak beberapa anggota Dit Lantas Polda Metro Jaya bersama dengan Petugas Dishub melaksanakan proses evakuasi.

    Pemindahan muatan dibantu menggunakan alat berat yang dikerahkan ke lokasi.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’2′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Dokter PPDS Lecehkan Pasien RSHS, Analisa Reza Indragiri: Sebar Foto dan Identitas Pelaku di Medsos

    Dokter PPDS Lecehkan Pasien RSHS, Analisa Reza Indragiri: Sebar Foto dan Identitas Pelaku di Medsos

    TRIBUNJAKARTA.COM – Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel meminta foto dan identitas Priguna Anugrah Pratama (31), dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) disebar luaskan di media sosial.

    Priguna Anugrag Pratama merupakan dokter residen anestesi yang diduga memperkosa keluarga pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat pada Senin 17 Maret 2025.

    Kini, Priguna telah ditangkap di Polda Jawa Barat. Reza Indragiri menyampaikan hasil analisanya mengenai kasus dugaan pemerkosaan tersebut. 

    Bicara motif pelaku, Reza mengungkapkan seseorang melakukan kekerasan seksual termasuk perkosaan terkait kontrol atau kendali.

    “Unjuk kebolehan unjuk kemampuan bahwa saya (pelaku) bisa menguasai pihak lain saya bisa mengendalikan pihak yang bergantung hidupnya pada diri saya (pelaku) dan sejenisnya,” kata Reza Indragiri dikutip TribunJakarta.com dari akun Youtube TVOne, Kamis (10/4/2025).

    Ia melihat pelaku telah melakukan perencanaan terhadap aksi cabul tersebut.

    Tak hanya itu, Reza Indragiri juga menduga korban cabul Priguna lebih dari satu orang.

    “Saya membangun spekulasi sedemikian rupa karena berdasarkan pemberitaan yang saya simak di media massa betapa fasihnya si pelaku ini mendapatkan akses ke obat-obatan atau ke zat bius di rumah sakit,” ujar Reza Indragiri.

    Selain itu, Reza juga menilai pelaku mengenal lokasi yang akan digunakan untuk melancarkan aksi jahatnya.

    Hal lain yakni pelaku memilih waktu ‘sempurna’ pada dini hari.

    KLIK SELENGKAPNYA: Lima Fakta Penemuan Mayat Ibu dan Anak Dalam Toren Air Rumah Mereka di Tambora, Jakarta Barat, Jumat (7/3/2025). Tetangga Bongkar Cekcok Soal Nikah.

    Dimana secara umum, dini hari adalah waktu yang paling rentan karena orang beristireahan dan tidak waspada.

    “Kesempurnaan dalam melancarkan aksi jahat itu yang membuat saya sekali lagi menduga barangkali ada korban lebih dari satu pada aspek itulah semestinya kita lebih banyak berdiskusi untuk memastikan bahwa pelaku nantinya akan hukum seberat-beratnya sekiranya divonis bersalah,” ungkapnya.

    Reza juga menyampaikan cara untuk mengungkap korban lain dari pelaku.

    Sejumlah hal yang dapat dilakukan antara lain audit terhadap zat-zat kimia atau obat-obatan yang diakses oleh oknum dokter tersebut.

    “Sehingga bisa dipastikan apakah ada atau tidak obat-obatan ataukah zat-zat kimia yang telah digunakan secara tidak bertanggung jawab tanpa jelas peruntukannya itu merupakan pintu awal tentang penggunaan instrumen kejahatan oleh pelaku bisa dibuktikan oleh otoritas terkait,” katanya.

    Kedua, Reza mengatakan dokter adalah profesi yang superior di lingkungan rumah sakit. Sehingga, kata Reza, tidak tertutup kemungkinan bahwa ada tindak tanduk yang tidak pantas. 

    “Jangan-jangan sudah pernah dilakukan oleh oknum dokter tersebut dan diketahui oleh sejawat. Diketahui oleh sesama pekerja di rumah sakit namun sekali lagi karena dokter berada pada posisi yang superior tidak terutup kemungkinan pihak-pihak atau pekerja lain di rumah sakit tersebut selama ini memilih untuk tutup mulut,” jelas Reza.

    Terakhir, Reza meminta agar foto dan identitas pelaku disebarluaskan seluas-luasnya termasuk ke media sosial.

    “Tujuannya untuk membantu kemungkinan korban-korban lain mengidentifikasi wajah oknum dokter yang satu ini memahami bahwa sudah ada satu pasien yang mengambil maaf ada satu keluarga pasien yang mengambil langkah berani dengan membuat laporan,” katanya.

    “Mudah-mudahan korban-korban lain sekiranya ada juga memiliki semangat yang sama untuk melaporkan oknum dokter tersebut ke otoritas penegakan hukum dengan tujuan sekali lagi untuk memaksimalkan yang bersangkutan dikenai sanksi pidana maksimal sekiranya dia divonis bersalah,” sambunngnya. 

    Sedangkan untuk pencegahan, Reza menyarankan agar seorang dokter saat menangani pasien selalu didampingi perawat ataupun dokter yang lain ataupun perwakilan dari keluarga pasien 

    “Tidak membiarkan ada dokter atau mungkin juga perawat yang melakukan penanganan sendirian keberadaan orang lain diharapkan akan bisa menangkal terjadinya perbuatan-perbuatan tidak profesional,” imbuhnya.

    Kemudian, lanjut Reza, memperkuat pengamanan lingkungan rumah sakit. Ia mencontohkan adanya rekaman CCTV di rumah sakit yang merekam gerak gerik pelaku.

    “Jangan sampai peristiwa yang amoral tersebut terjadi dalam rentang waktu yang cukup berjauhan sejak peristiwa berlangsung dengan rekaman CCTV dibuka itu sebabnya sekali lagi tidak hanya CCTV-nya yang kita butuhkan tapi responsivitas dari pihak rumah sakit terhadap rekaman CCTV tersebut patut kiranya untuk dievaluasi,” katanya.

    Pelaku Kelainan Seksual

    Sementara itu, Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan buka suara terkait tersangka Priguna Anugerah Pratama.

    Dokter residen anestesi PPDS Unpad tersebut, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga orang di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Dirreskrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, mengatakan pelaku diduga memiliki kelainan seksual.

    “Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang kecenderungan pelakunya mengalami sedikit kelainan. Jadi, begitu juga dengan hasil pemeriksaan dari pelaku ini nanti kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik. Ahli psikologi maupun psikologi forensik nanti untuk tambahan periksaan. Sehingga kita menguatkan adanya kecederungan kelainan dari pelaku seksual pelaku,” jelas Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan.

    Kombes Surawan menyebut kepolisian terus berkoordinasi dengan pihak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung terkait kasus pencabulan yang melibatkan dokter yang sedang menempuh pendidikan spesialis anastesi.

    “Hasil koordinasi dengan RSHS sudah ada dua korban lagi yang akan kami lakukan pendekatan untuk pemeriksaan.”

    “Kami sangat terbuka bila ada korban-korban lain yang mungkin menjadi korban atau pernah hampir menjadi korban dari si pelaku, kami akan tampung. Silakan bisa datang ke Polda Jabar atau pihak rumah sakit,” katanya, Kamis (10/4/2025).

    Surawan pun menegaskan keterangan dua orang yang terindikasi menjadi korban tambahan merupakan pasien pula.

    Namun, dalam peristiwa juga waktu yang berbeda.

    “Kami terus lakukan pendalaman terhadap para korban. Lalu, barang bukti baik dari hasil swab atau yang ditemukan di lokasi akan diuji DNA terkait sperma yang ditemukan pada alat vital korban dan alat kontrasepsi,” katanya.

    Surawan menegaskan, korban yang melapor ke polisi ada satu orang. Namun, penyidik pun tengah mendalami keterangan dari dua korban tambahan informasi RSHS.

    Diketahui korban pemerkosaan oleh Priguna Anugerah Pratama dokter PPDS Unpad itu berinisial FA (21). 

    Dalam waktu yang berdekatan, FA menghadapi dua peristiwa memilukan sekaligus.

    Peristiwa memilukan itu terjadi saat FA sedang menjaga ayahnya yang tengah dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, pada 18 Maret 2025.

    Menurut Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan, kasus ini bermula ketika Priguna tiba-tiba menghampiri FA di IGD pada pukul 01.00 WIB dini hari.

    Priguna yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka, mengajak FA menuju lantai 7 gedung baru RSHS dengan alasan ingin mencocokkan golongan darah antara korban dan ayahnya.

    Tak menaruh curiga, korban pun menuruti permintaan tersangka tersebut.

    “Pada tanggal 18 Maret 2025 sekira pukul 01.00 WIB, tersangka meminta korban untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7,” kata Hendra dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Rabu (9/4/2025).

    Sesampaianya di lokasi, FA langsung diminta oleh Priguna untuk melepaskan pakaian dan celanannya lalu memakai baju operasi.

    Setelah itu, Priguna pun menusukkan jarum suntik sebanyak 15 kali ke tangan kiri dan kanan FA dengan dalih pengambilan darah.

    Namun, ternyata tersangka justru memasukkan cairan obat bius Midazolam ke tubuh FA.

    “Beberapa menit kemudian korban merasakan pusing lalu tidak sadarkan diri,” kata Hendra.

    Tiga jam berlalu, FA akhirnya sadar dan langsung memakai pakaiannya seperti semula.

    Saat akan kembali ke IGD untuk menjaga ayahnya yang dirawat, FA kaget karena jarum jam sudah menunjukkan pukul 04.00 WIB.

    Sesaat kemudian, korban merasa ingin buang air kecil. Namun, ketika buang air kecil, FA merasa sakit di bagian alat vitalnya.

    Merasakan hal tersebut, FA pun melakukan visum di RSHS dan hasilnya, ditemukan bekas cairan sperma di kemaluannya.

    Pihak keluarga korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jawa Barat dan Priguna pun berhasil ditangkap lima hari kemudian di salah satu apartemen di Kota Bandung.

    Kini, Priguna pun terancam dihukum 12 tahun penjara akibat tindakan biadabnya.

    ”PAP ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ia terancam 12 tahun penjara,” ujar Hendra.

    Ayah Meninggal Dunia 

    Selain menjadi korban pemerkosaan, FA juga mengalami nasib pilu karena kehilangan sang ayah yang meninggal dunia.

    Bak jatuh tertimpa tetangga, ayahnya yang sempat dijaganya ketika dirawat di IGD RSHS Bandung telah meninggal dunia.

    Kabar pilu ini diketahui dari unggahan drg Mirza di akun Instagramnya pada Rabu (9/4/2025).

    Dalam unggahan itu, Mirza memperoleh pesan dari keluarga korban bahwa ayah FA sudah meninggal dunia pada 28 Maret 2025 atau 10 hari setelah dirinya menjadi korban kebiadaban Priguna.

    “Bapak sudah meninggal tanggal 28 kemarin di RSHS,” tulis pesan yang diterima drg Mirza.

    Dokter yang sekaligus pihak yang memviralkan kasus ini pun ikut berduka atas meninggalnya ayah korban.

    “Innalillahi wa innaillaihi roji’un. Semoga almarhum bapaknya husnul khotimah,” tulis @drg.mirza. (TribunJakarta.com/TribunJabar)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Kecelakaan Maut Pantura Gresik, Ini Penjelasan Dirlantas Polda Jatim

    Kecelakaan Maut Pantura Gresik, Ini Penjelasan Dirlantas Polda Jatim

    Gresik (beritajatim.com) – Kecelakaan maut yang menewaskan tujuh orang di Jalan Raya Pantura, Duduksampeyan, Gresik, mendapat perhatian langsung dari Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Jawa Timur, Kombes Pol Komarudin. Ia bersama Kapolres Gresik AKBP Rovan Richard Mahenu dan jajaran Dirlantas Polda Jatim menjenguk korban di kamar jenazah RSUD Ibnu Sina Gresik.

    Komarudin mengungkapkan, salah satu korban dalam kecelakaan itu hendak berangkat umroh. Mereka berangkat dari Tuban menuju Bandara Juanda Surabaya dengan menumpangi mobil Isuzu Panther bernomor polisi DK 1157 FCL yang dikemudikan oleh Akhmad Basuki (49).

    Saat melintas di Jalan Raya Pantura Duduksampeyan, mobil mengalami selip dan oleng ke kanan hingga melewati marka jalan. Pada saat yang sama, datang sebuah bus PO Rajawali Indah dari arah berlawanan dan tabrakan pun tak terhindarkan.

    “Mobil Isuzu Panther mengangkut tujuh orang, termasuk sopir dan seorang balita. Semua penumpangnya meninggal dunia di lokasi kejadian,” kata Komarudin, Kamis (10/4/2025).

    Berdasarkan keterangan awal dari salah satu penumpang bus, mobil Panther secara tiba-tiba oleng ke jalur kanan dan menabrak bus yang datang dari arah timur menuju barat.

    “Hasil olah TKP menunjukkan adanya gesekan dan pecahan dari mobil Panther yang oleng ke kanan dan menabrak bus. Ini diperkuat juga dengan rekaman CCTV yang menunjukkan bus berada di jalur kiri dan mobil Panther masuk ke jalur kanan,” jelas Komarudin.

    Ia menambahkan bahwa saat ini tim Traffic Accident Analysis (TAA) dari Dirlantas Polda Jatim masih melakukan pendalaman kasus. Namun, prioritas utama adalah penanganan korban dan koordinasi dengan pihak keluarga yang berasal dari Tuban.

    “Informasi awal, satu orang dalam mobil hendak berangkat umroh, sementara sisanya adalah keluarga yang mengantarnya,” tambahnya.

    Sementara itu, Kepala Kanwil Jasa Raharja Jawa Timur, Tamrin Silalahi, menyatakan bahwa ketujuh korban yang berasal dari Tuban telah mendapatkan perhatian. Pihak Jasa Raharja sudah mendatangi keluarga korban.

    “Korban meninggal dunia mendapat santunan sebesar Rp 50 juta. Bagi yang masih menjalani perawatan medis diberikan santunan Rp 20 juta. Bila tidak ada ahli waris, akan diberikan biaya penguburan sebesar Rp 4 juta,” pungkasnya. [dny/but]

  • Kata Dokter Tirta soal Dokter PPDS Unpad yang Rudapaksa Anak Pasien RSHS Bandung: Memalukan – Halaman all

    Kata Dokter Tirta soal Dokter PPDS Unpad yang Rudapaksa Anak Pasien RSHS Bandung: Memalukan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Publik dikejutkan dengan kasus dugaan kekerasan seksual oleh dokter residen bernama Priguna Anugerah Pratama (31) terhadap wanita inisial FH (21), anak pasien Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat (Jabar).

    Kasus dugaan rudapaksa ini pun turut disoroti dr. Tirta Mandira Hudhi atau akrab disapa Dokter Tirta.

    Melalui cuitannya di X (sebelumnya Twitter), Dokter Tirta menilai bahwa kejadian ini merupakan hal memalukan sepanjang sejarah.

    Pengusaha sekaligus dokter influencer itu juga menyebut kejadian ini bisa menghancurkan kepercayaan pasien kepada dokter anestesi di seluruh Indonesia.

    “Ini kisah paling memalukan sepanjang sejarah PPDS” tulis Dokter Tirta.

    “Hal ini bisa menghancurkan trust pasien ke dokter anestesi di seluruh Indonesia,” lanjutnya.

    Dokter Tirta juga mengaku bahwa ia mendukung korban dan keluarganya untuk mengungkap kasus tersebut.

    Bahkan, Dokter Tirta berharap agar pelaku dihukum seberat-beratnya.

    “Pelaku harus dihukum seberat-beratnya dan investigasi harus detail, apakah ada korban-korban lain atau tidak,” pungkasnya.

    Kronologi

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan mengungkapkan bahwa modus Priguna yakni memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan melakukan pengecekan darah untuk transfusi darah.

    Sebagaimana diketahui, Priguna adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) yang sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi di RSHS Bandung.

    Peristiwa dugaan rudapaksa ini terjadi pada Selasa, 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB dinihari.

    Saat itu, Priguna yang memang sedang bertugas, meminta korban untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD RSHS Bandung ke Gedung MCHC lantai 7.

    Priguna bahkan meminta korban agar tidak ditemani adiknya.

    Setibanya di salah satu ruangan baru di lantai 7 Gedung MCHC yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP) tersebut, tersangka diduga membius korban dengan menyuntiknya berkali-kali sebelum melancarkan aksi bejatnya.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” kata Hendra, Rabu (9/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    Selanjutnya, Priguna menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.

    Selang beberapa menit, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    Dalam kondisi itulah, korban diduga dirudapaksa oleh Priguna.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB. Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” jelas Hendra.

    Keluarga korban kemudian melaporkan kejadian ini ke polisi berdasarkan bukti berupa hasil visum hingga rekaman CCTV.

    Polisi akhirnya menangkap Priguna di apartemennya di Bandung, pada 23 Maret 2025.

    Kemudian pada 25 Maret 2025, Priguna ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual.

    Atas aksi bejatnya, tersangka dijerat dengan Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6 C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” sebut Hendra.

    Selain menangkap tersangka, Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari tempat kejadian perkara (TKP), termasuk 2 buah infus full set, 2 buah sarung tangan, 7 buah suntikan, 12 buah jarum suntik, 1 buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul KRONOLOGI Dokter Predator Cabuli Keluarga Pasien di RSHS Bandung, Diminta Ganti Baju Saat Cek Darah

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJabar.id/Muhamad Nandri Prilatama)

  • Punya Motor Seharga Puluhan Juta, Geger di Jakpus Tak Malu Todong Warung Madura Demi Rp 200 Ribu 

    Punya Motor Seharga Puluhan Juta, Geger di Jakpus Tak Malu Todong Warung Madura Demi Rp 200 Ribu 

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

    TRIBUNJAKARTA.COM, CEMPAKA PUTIH –  Pria berinisial GD alias Geger (28) di Cempaka Putih, Jakarta Pusat kini harus mendekam di penjara.

    Hal itu karena aksinya sewaktu menodong penjaga warung Madura beberapa waktu lalu terekam CCTV dan kemudian viral di media sosial.

    Padahal secara penampilan, Geger ini jauh lebih mewah daripada dua korbannya. Ia memiliki kendaraan vespa matic yang harganya lumayan mahal dan juga senjata airsoft gun.

    Tapi, ia tak malu untuk menukar sisa hidupnya di penjara hanya demi uang Rp 200 ribu.

    Kapolsek Cempaka Putih, Kompol Sulistyo Yudo Pangestu, mengatakan bahwa pelaku ditangkap pada Rabu (9/4/2025) sore di kediamannya di kawasan Cempaka Putih Barat.

    Adapun aksi nekat Geger terjadi pada Selasa (8/4/2025) sekitar pukul 05.00 WIB di Warung Madura, Jalan Cempaka Putih Tengah No. 40, Jakarta Pusat. 

    Berdasarkan keterangan korban, pelaku masuk ke warung dan langsung menodongkan pistol airsoft gun jenis Glock 18.

    Korban yang mengalami kejadian ini adalah GMM. (27) dan DPS (24) selaku penjaga warung Madura. 

    Menurut kesaksian mereka, pelaku memaksa mereka memberikan uang tunai Rp 200 ribu.

    “Pelaku juga sebelumnya, pada 19 Maret 2025, meminta korban mentransfer Rp 200 ribu ke akun dompet digital,” kata Kapolsek.

    Kapolsek menuturkan, korban yang ketakutan tidak berani melawan karena pelaku membawa airsoft gun.

    Setelah mendapatkan uang, pelaku kabur. Namun, rekaman CCTV yang merekam kejadian ini menjadi bukti penting yang akhirnya mengungkap identitas pelaku.

    Polisi kemudian menelusuri keberadaan pelaku dengan melacak transaksi dompet digital yang digunakan pelaku dan menemukan pemiliknya, seorang perempuan berinisial APS (33), yang kemudian mengungkap bahwa uang tersebut diberikan kepada Geger.

    Tanpa buang waktu, tim Polisi mengepung rumah Geger dan menangkapnya beserta barang bukti.

    “Diantaranya kami amankan sepucuk airsoft gun Glock 18 berisi 17 butir peluru gotri. Kemudian ada juga diamankan motor Vespa matic putih,” ujar Kapolsek.

    Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dengan ancaman kekerasan, dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Ini Kronologi Terungkapnya Dugaan Pemerkosaan oleh Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung

    Ini Kronologi Terungkapnya Dugaan Pemerkosaan oleh Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung

    JABAR EKSPRES – Oknum dokter residen atau peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) berinisial PAP (31 tahun) resmi ditahan oleh pihak kepolisian Polda Jawa Barat.

    Dokter muda tersebut diduga terlibat dalam kasus kekerasan seksual terhadap seorang keluarga pasien di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, rumah sakit yang juga dikenal sebagai rumah sakit unggulan nasional.

    Baca juga : Update Kasus Oknum Dokter Residen di RSHS Bandung, Polda Jabar: Ada Kemungkinan Korban Bertambah!

    Menurut pernyataan dari Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar, Komisaris Besar Surawan, penahanan terhadap PAP sudah dilakukan sejak 23 Maret 2025.

    Saat ini, kasusnya tengah masuk dalam tahap penyidikan oleh pihak kepolisian.

    “Tersangka sudah diamankan dan ditahan sejak tanggal 23 Maret lalu, proses penyidikannya masih berjalan,” ujar Surawan Rabu, 9 April 2025.

    Dalam proses penyelidikan awal, polisi mengungkap adanya sejumlah barang bukti yang menguatkan dugaan tersebut, termasuk obat bius dan kondom.

    Awal Mula Kasus Viral di Media Sosial

    Terbukanya kasus ini tidak dimulai dari laporan resmi seperti biasanya, melainkan dari unggahan akun Instagram @ppdsgramm, yang kerap membahas isu-isu seputar dunia dokter residen.

    Akun ini membagikan tangkapan layar pesan masuk (DM) dari seseorang yang memberikan informasi bahwa dua orang residen anestesi diduga telah memperkosa penunggu pasien dengan menggunakan obat bius.

    Bahkan disebutkan bahwa kejadian tersebut terekam oleh CCTV dengan menyeluruh.

    “Assalamualaikum dok, izin saya mendapat informasi bahwa ada 2 Residen Anestesi PPDS FK melakukan pemerkosaan kepada penunggu pasien dengan menggunakan obat bius. (Terdapat bukti CCTV lengkap). Keluarga pasien menuntut secara hukum kepada 2 Residen, dan.”  Isi pesan tersebut.

    Unggahan itu kemudian dibagikan ulang oleh akun X (dulu Twitter) bernama @txtdarijasputih, dan langsung menyedot perhatian netizen.

    Hingga Rabu sore (9 April), postingan tersebut sudah ditonton lebih dari 4,7 juta kali, dikutip sebanyak 19 ribu kali, dan disukai oleh 89 ribu akun.

    Kronologi Dugaan Kekerasan Seksual

    Kronologi kejadian tersebut semakin terang ketika akun @ppdsgramm membagikan pesan lanjutan dari informan anonim.

  • Ribuan Paket Obat Narkotika Fentanil Hilang di RSUD Bahteramas, Wagub Sultra: Pihak Rumah Sakit Bertanggung Jawab

    Ribuan Paket Obat Narkotika Fentanil Hilang di RSUD Bahteramas, Wagub Sultra: Pihak Rumah Sakit Bertanggung Jawab

    Liputan6.com, Kendari – Sebanyak 2.115 paket obat narkotika jenis Fentanyl hilang di RSUD Bahteramas Sulawesi Tenggara, Kamis (3/4/2025). Diketahui, pelaku sudah tiga kali beraksi di tempat yang sama.

    Dari pertama yang terpantau CCTV, terjadi pada 26 Maret 2025. Sedangkan aksi kedua, terjadi pada 3 April 2025.

    Kasubag Humas dan Hukum RSUD Bahteramas Titi Rahmawati mengatakan, pelaku masuk ke ruang logistik farmasi di RSUD dan mengambil ribuan paket obat.

    Kata dia, awalnya pihak rumah sakit kehilangan 655 ampul (botol kaca) berisi obat. Kemudian, saat pelaku beraksi pada 3 April 2025, ia membawa kabur sebanyak 1.460 ampul.

    Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara Hugua, dikonfirmasi Rabu (9/4/2025) tampak geram dengan kasus obat narkotika hilang di RSUD Bahteramas Sulawesi Tenggara. Kata dia, pihaknya akan turun ke lapangan mengecek langsung.

    “Kemarin, sekda dan kadis kesehatan, sudah mengonfirmasi ke kepala rumah sakit, selanjutnya kami akan coba dekati pahami. Saat ini, sudah dilaporkan ke aparat lalu turun untuk memeriksa psikotropika jenis apa, intinya kami sudah sampaikan ke aparat penegak hukum,” kata Hugua.

    Dia mengatakan, pastinya secara sistem Direktur Rumah Sakit harus bertanggung jawab. Sebab, kejadiannya di dalam lingkungan RSUD Bahteramas.

    “Ini kejadiannya, dalam lingkungan rumah tangga dia (rumah sakit). Ini kan mencemari nama baik Pemda Sultra dan masyarakat sultra. Ini Tidak bisa kita tolerir,” ujar Hugua.

    Sebelumnya, Hugua menduga, ada keterlibatan orang dalam terkait hilangnya ribuan paket obat narkotika jenis fentanyl.

    Diketahui, Fentanil adalah opioid kuat yang digunakan sebagai analgesik (penghilang nyeri) dan obat bius (jika diberikan bersamaan dengan obat lain.

    Opioid, dalam istilah farmasi sebuah kelas obat-obatan yang berasal dari, atau memiliki sifat yang mirip dengan zat-zat alami yang ditemukan di tumbuhan opium. Opioid bekerja di otak untuk menghasilkan beragam jenis efek, seperti mengurangi rasa sakit. Sebagai sebuah kelas obat-obatan, mereka bekerja pada reseptor opioida untuk menghasilkan efek yang mirip saat menggunakan morfin.

    Diketahui, hingga saat ini polisi masih melakukan penyelidikan. Namun, mereka belum menemukan pelaku. Padahal, laporan sudah masuk sehari sejak obat narkotika hilang di RSUD Bahteramas pada 3 April 2024.

     

  • Pria yang Todongkan Airsoft Gun ke Penjaga Warung Madura di Cempaka Putih Jakarta Pusat Diringkus – Halaman all

    Pria yang Todongkan Airsoft Gun ke Penjaga Warung Madura di Cempaka Putih Jakarta Pusat Diringkus – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seorang pria berinisial GD alias Geger (28) nekat menodongkan pistol jenis airsoft gun ke penjaga Warung Madura di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. 

    Aksi pelaku sempat terekam CCTV menjadi viral di media sosial dan memicu kepolisian bertindak cepat.

    Kapolsek Cempaka Putih, Kompol Sulistyo Yudo Pangestu, mengatakan pelaku telah ditangkap kurang dari 24 jam setelah laporan diterima.

    “Setelah berita viral di media sosial, tim kami langsung melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap pelaku pada Rabu (9/4/2025) sore di tempat tinggalnya di Cempaka Putih Barat,” ujar Sulistyo dalam keterangan, Rabu (9/4/2025).

    Aksi nekat GD terjadi pada Selasa (8/4/2025) sekitar pukul 05.00 WIB di Warung Madura, Jalan Cempaka Putih Tengah No. 40, Jakarta Pusat. 

    Berdasarkan keterangan korban, pelaku masuk ke warung dan langsung menodongkan pistol airsoft gun jenis Glock 18.

    Korban yang mengalami kejadian ini adalah GMM (27) dan DPS (24), penjaga warung Madura. 

    Menurut kesaksian mereka, pelaku memaksa mereka memberikan uang tunai Rp 200 ribu.

    “Pelaku juga sebelumnya, pada 19 Maret 2025, meminta korban mentransfer Rp 200 ribu ke akun dompet digital,” jelas Kanit Reskrim Polsek Cempaka Putih AKP Yossy Januar.

    Korban yang ketakutan pun tidak berani melawan. Setelah mendapatkan uang, pelaku kabur. 

    Namun, rekaman CCTV yang merekam kejadian ini menjadi bukti penting yang akhirnya mengungkap identitas pelaku.

    Tim Opsnal Resmob Polsek Cempaka Putih yang dipimpin AKP Yossy Januar bersama anggota lainnya langsung bergerak setelah mengidentifikasi pelaku. 

    Polisi melacak transaksi dompet digital yang digunakan pelaku dan menemukan pemiliknya, seorang perempuan berinisial APS (33), yang kemudian mengungkap bahwa uang tersebut diberikan kepada Geger.

    Barang bukti yang diamankan dari pelaku yakni:

    satu pucuk airsoft gun Glock 18 berisi 17 butir peluru gotri
    satu unit motor Vespa matic putih B 3353 PLU
    jaket bomber hijau metalik dan pakaian yang dikenakan saat kejadian
    handphone 
    rekaman CCTV yang menunjukkan aksi pelaku.

    Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dengan ancaman kekerasan, dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.

    Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro, menegaskan pihaknya tidak akan mentolerir tindakan kriminal yang meresahkan masyarakat.

    “Kami pastikan bahwa pelaku kejahatan seperti ini akan ditindak tegas. Masyarakat juga diimbau untuk segera melapor jika mengalami kejadian serupa agar dapat segera ditindaklanjuti,” kata Susatyo.

    Saat ini, tersangka masih menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Mapolsek Cempaka Putih.

  • Dokter PPDS Pemerkosa Keluarga Pasien Sudah Diberhentikan dari Unpad
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 April 2025

    Dokter PPDS Pemerkosa Keluarga Pasien Sudah Diberhentikan dari Unpad Nasional 9 April 2025

    Dokter PPDS Pemerkosa Keluarga Pasien Sudah Diberhentikan dari Unpad
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Priguna Anugerah, dokter anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS Universitas Padjadjaran (Unpad) yang memerkosa keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, telah diberhentikan sebagai mahasiswa.
    Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik
    Kemenkes RI
    , Aji Muhawarman, menyampaikan bahwa status Priguna sebagai mahasiswa dokter residen Unpad di
    RSHS Bandung
    juga telah dicabut.
    “Saat ini yang bersangkutan sudah dikembalikan ke pihak Unpad dan diberhentikan sebagai mahasiswa serta diproses secara hukum oleh Polda Jawa Barat,” ujar Aji dalam keterangan resmi yang diterima, Rabu (9/4/2025) malam.
    Aji menuturkan bahwa Kemenkes turut prihatin sekaligus menyesalkan apa yang telah menimpa keluarga pasien RSHS.
    “Kemenkes merasa prihatin dan menyesalkan adanya kasus dugaan
    kekerasan seksual
    yang dilakukan oleh dr PAP,” ujarnya.
    Kemenkes telah meminta kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dokter Priguna.
    “Pencabutan STR akan otomatis membatalkan Surat Izin Praktek (SIP) dr PAP,” ucap Aji.
    Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, memastikan bahwa PAP sudah ditahan di Polda Jabar sejak 23 Maret 2025.
    “Pelaku berinisial PAP dan berusia 31 tahun. Kami telah menahannya sejak 23 Maret,” kata Surawan, dikutip dari
    Kompas.id
    .
    Sejumlah barang bukti dalam kasus ini juga telah dikumpulkan oleh penyidik.
    Adapun kasus ini bermula dari lini masa media sosial
    X
    yang ramai membahas dugaan tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh dokter anestesi PPDS Unpad di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat.
    Kasus dugaan kekerasan seksual ini diunggah salah satunya oleh akun @txtdarijasputih yang membagikan tangkapan layar pesan WhatsApp kepada seorang dokter.
    Pesan tersebut berisi laporan dugaan tindak kekerasan seksual yang dilakukan dua dokter residen di RSHS kepada keluarga pasien.

    Selamat malam dok. Maaf mengganggu. Dok, saya dapat informasi ada 2 residen anestesi Unpad melakukan pemerkosaan ke penunggu pasien (menggunakan obat bius, ada bukti CCTV lengkap)….
    ,” bunyi pesan dalam tangkapan layar tersebut, Selasa (7/4/2025).
    Korban merupakan salah satu keluarga pasien di RSHS.
    Aksi itu dilakukan dengan modus pemeriksaan darah pada pertengahan Maret 2025 di salah satu ruangan lantai 7 gedung RSHS.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Viral Satpam RS di Bekasi Dibanting Keluarga Pasien Gara-gara Hal Sepele, Berujung Koma 4 Hari – Halaman all

    Viral Satpam RS di Bekasi Dibanting Keluarga Pasien Gara-gara Hal Sepele, Berujung Koma 4 Hari – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Viral seorang satpam Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi bernama Sutiyono (39) dibanting oleh keluarga pasien.

    Sutiyono menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh keluarga pasien berinisial AF pada Sabtu (29/3/2025) sekira pukul 22.00 WIB.

    AF memiting dan membanting Sutiyono hingga kepala korban terkena lantai lorong lajur kendaraan.

    Bantingan tersebut membuat korban langsung kejang-kejang.

    Bahkan akibat penganiayaan tersebut, Sutiyono mengalami koma selama empat hari, seperti dikutip dari Kompas.

    Aksi AF itu juga terekam CCTV dan videonya viral di media sosial.

    Kuasa Hukum Sutiyono, Subadria Nuka, mengungkapkan tentang keadaan Sutiyono setelah kejadian penganiayaan tersebut.

    Ia menjelaskan, Sutiyono perlu melewati perawatan intensif di ruang ICU sampai empat hari.

    Mirisnya, pihak pelaku belum menemui keluarga korban untuk meminta maaf hingga Rabu (9/4/2025).

    “Setelah empat hari berlalu, keluarga pelaku sama sekali tidak menunjukkan penyesalan atau meminta maaf,” ucap Subadria.

    Yustinus Stein Siahaan, Kuasa Hukum Sutiyono lainnya juga menjelaskan, jajaran RS Mitra Keluarga Bekasi Barat terus mendukung penuh proses hukum yang berjalan.

    Bukti nyata satu dukungannya dengan memberikan rekaman CCTV dan bukti lainnya yang dibutuhkan penyidik.

    “Rumah sakit sudah merespons, tinggal menunggu proses hukum di kepolisian. Semua bukti yang diperlukan akan disediakan oleh pihak rumah sakit,” singkat Yustinus, Rabu (9/4/2025).

    Berdasarkan keterangan Kanit Reskrim Polsek Bekasi Selatan, AKP Imam Prakoso, saat kejadian Sutiyono mengalami muntah sampai kejang.

    AKP Imam Prakoso menjelaskan bahwa belum diketahui  luka apa saja yang dialami Sutiyono setelah kejadian penganiayaan oleh AF.

    Hal ini lantaran aparat masih menunggu Sutiyono pulih dari kondisinya saat ini.

    “Iya (muntah dan kejang) infonya pas dipukul terbentur kepalanya, terbentur hingga ke lantai,” kata Imam.

    “Kalau luka belum tahu, korban belum diperiksa karena masih dirawat, nanti setelah sehat baru korban divisum dan baru diperiksa kemudian tahu seperti apa kronologis dari sisi korban,” lanjut Imam.

    Kejadian penganiayaan ini bermula saat Sutiyono menegur AF lantaran memarkir mobilnya sembarangan.

    Mobil yang dibawa AF menghalangi jalur ambulans hingga mobil-mobil lainnya.

    “Awalnya suami saya negur dia (AF) parkirnya kurang maju, tidak sesuai prosedur dari RS karena menghalangi jalurnya ambulans, menghalangi mobil-mobil yang lain untuk lewat,” jelas Ratrichsani (30), istri Sutiyono, dikutip dari Wartakota.

    AF juga disebut sering membunyikan klakson mobil bahkan menggeber knalpot mobil saat melaju menuju area parkir.

    Ratri menjelaskan bahwa suaminya sempat menegur AF gara-gara hal tersebut.

    Sutiyono melakukan hal tersebut karena apa yang dilakukan AF bisa mengganggu pasien-pasien yang ada di IGD (Instalasi Gawat Darurat).

    “Dia (AF) nyalain knalpot brong, klakson-klakson, berisik, sampai terdengar di ruangan IGD,” papar Ratri.

    Namun AF malah tak terima ditegur dan mendorong Sutiyono menggunakan kedua tangan.

    Selanjutnya Sutiyono dipiting hingga dibanting dengan posisi kepala mengenai permukaan lantai.

    Akibat kejadian itu, Sutiyono sempat kejang-kejang di lokasi.

    Bukannya reda, AF masih memiting Sutiyono saat kondisi korban kejang-kejang.

    Kemudian Sutiyono langsung dibawa ke ruang IGD untuk mendapatkan penanganan medis.

    “Dia dibanting dan di-smackdown (dipiting) gitu loh tangannya, jadi pas dia sudah kejang, dia masih dipiting,” ungkap dia.

    (Tribunnews.com/Ika Wahyuningsih, Wartakota/Rendy Rutama)