Produk: Bhineka tunggal Ika

  • Lemhannas tekankan konsensus kebangsaan perkuat ketahanan nasional

    Lemhannas tekankan konsensus kebangsaan perkuat ketahanan nasional

    Malang, Jawa Timur (ANTARA) – Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) menekankan pentingnya pemahaman terhadap empat konsensus kebangsaan, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesehatan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika untuk memperkuat ketahanan nasional.

    “Tentu yang diutamakan adalah harus menanamkan nilai kebangsaan yang bersumber pada empat konsensus kebangsaan, sehingga bangsa ini memiliki ketahanan nasional yang tangguh,” kata Gubernur Lemhannas Ace Hasan Syadzily seusai agenda “Lemhannas Goes to Campus” yang diselenggarakan di Universitas Brawijaya, di Kota Malang, Jawa Timur, Kamis.

    Empat konsensus kebangsaan itu pun telah menjadi fokus utama dari Lemhannas dalam rangka membangun ketahanan nasional bagi anak-anak muda, termasuk di dalamnya adalah kalangan mahasiswa.

    “Kami tanamkan itu sebagai pedoman tentang berbangsa dan bernegara,” ucap dia.

    Selain itu, Ace menyadari bahwa kampus memiliki peran penting sebagai “kawah candradimuka” dalam membentuk karakter kebangsaan bagi setiap mahasiswa.

    Pihaknya ingin kampus terus menanamkan nilai patriotisme, nasionalisme, dan rasa cinta terhadap tanah air yang disertai pembangunan kemampuan dan pengetahuan mahasiswa dalam rangka mencetak sumber daya manusia (SDM) unggul.

    SDM unggul yang berasal dari kalangan pemuda, kata dia, akan menjadi motor penggerak pembangunan bangsa dan negara di masa depan.

    “Semangat menanamkan nilai kebangsaan tidak boleh pudar, kampus adalah agen perubahan,” ujarnya.

    Tak hanya itu, Ace menyatakan, pihaknya juga terus berupaya menanamkan pengetahuan tentang kondisi dan situasi dari geopolitik global yang berjalan secara dinamis dan tidak menentu.

    Dia meyakini, dengan pemahaman luas tentang geopolitik, maka akan menciptakan pemimpin masa depan yang berkompeten serta memiliki jiwa nasionalisme yang kuat.

    Lewat titik itu disebut oleh dia akan berdampak baik terhadap maksimalnya bonus demografi untuk membentuk Indonesia Emas di tahun 2045.

    “Anak muda ini sebagai penerus keberlanjutan bangsa sehingga semangat kebangsaan harus ditanamkan,” kata Ace.

    Pewarta: Ananto Pradana
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kesbangpol Tuban Gandeng Gen Z untuk Penguatan Wawasan Kebangsaan

    Kesbangpol Tuban Gandeng Gen Z untuk Penguatan Wawasan Kebangsaan

    Tuban (beritajatim.com) – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Tuban menggandeng para pelajar SMA/SMK sederajat dan tokoh pemuda di tiga kecamatan untuk mengikuti sosialisasi wawasan kebangsaan di Gedung Lantai 3 Pemkab Tuban. Kegiatan ini menjadi upaya pemerintah daerah dalam memperkuat pemahaman generasi Z mengenai nilai-nilai kebangsaan, bela negara, serta peran aktif mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

    Kepala Badan Kesbangpol Tuban, Yudi Irwanto, menjelaskan bahwa kegiatan ini dirancang untuk menanamkan pemahaman dasar tentang semangat kebangsaan kepada generasi muda. Ia menegaskan pentingnya generasi Z memahami konsep bela negara melalui cara yang relevan dengan kehidupan mereka saat ini.

    “Hari ini kami mengadakan sosialisasi wawasan kebangsaan bela negara dengan diikuti 100 orang peserta,” ujar Yudi Irwanto, Selasa (18/11/2025).

    Para peserta berasal dari SMA/SMK negeri maupun swasta serta tokoh pemuda dari Kecamatan Tuban, Palang, dan Semanding. Sosialisasi ini juga menyasar pemahaman dasar mengenai prinsip-prinsip kebangsaan sebagaimana diamanatkan dalam Permendagri, mencakup cinta tanah air, wawasan kebangsaan, serta nilai-nilai NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.

    “Khususnya saat ini ditekankan dari Permendagri bahwa mereka harus mengetahui tentang cinta tanah air, tentang wawasan kebangsaan dan didalamnya kan ada tentang NKRI, Pancasila, UUD dan Bhineka Tunggal Ika,” imbuhnya.

    Yudi menambahkan bahwa nilai kebangsaan perlu diterapkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, terutama oleh generasi Z yang saat ini menjadi kelompok terbesar dalam populasi pelajar. Ia mencontohkan bentuk sederhana kepedulian sosial yang dapat diterapkan.

    “Misalkan, ada di sekolah atau di lingkungannya ada orang meninggal ya sewajarnya ikut takziah, sehingga mereka diharapkan tanggap terhadap lingkungannya,” terang Yudi sapanya.

    Menurut Yudi, masih banyak perilaku positif yang dapat dikembangkan para pelajar dan pemuda sebagai wujud penerapan wawasan kebangsaan, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Untuk memperkaya materi, Kesbangpol menghadirkan narasumber dari Bakesbangpol, Kodim 0811 Tuban, Polres Tuban, serta Komisi II DPRD Tuban.

    “Kalau untuk pemateri langsung dari Bakesbangpol, Kodim 0811 Tuban, Polres Tuban dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tuban,” pungkasnya. [dya/beq]

  • Silaturahmi Masyarakat Sulteng Asal Jatim, Khofifah: Momentum Perkuat Kemitraan Perdagangan

    Silaturahmi Masyarakat Sulteng Asal Jatim, Khofifah: Momentum Perkuat Kemitraan Perdagangan

    Surabaya (beritajatim.com) – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menggelar Forum Silaturahim bersama masyarakat Sulteng asal Jatim dalam rangka penguatan pasar antar daerah yang digelar di Hotel Aston, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (17/10/2025) malam.

    Dalam kesempatan tersebut, Khofifah optimis bahwa Forum Silaturahim ini bukan sekadar membangun partnership berbasis pada ekonomi, namun juga pada kearifan lokal yang dimiliki kedua wilayah. Pasalnya, dalam forum ini juga akan dilakukan transformasi teknologi peternakan, pertanian hingga perdagangan.

    “Tidak sekadar transaksi dagangnya tetapi proses transformasi teknologi pertanian dan juga peternakan dari Jatim ke Sulteng,” ucap Gubernur Khofifah.

    Ia melanjutkan, forum ini sendiri adalah rute dari proses untuk memperkuat kemitraan perdagangan Jawa Timur dengan provinsi mitra. Serta, merupakan upaya bersama untuk mengembangkan jaringan pasar, memperkuat kerja sama antar daerah, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

    “Melalui kegiatan ini, kami ingin mendorong peluang kolaborasi yang lebih luas antara pelaku usaha Jatim dan Sulteng di berbagai sektor. Biasa dalam proses misi dagang, kita memberseiringi dengan pertemuan warga provinsi mitra asal Jatim,” jelasnya.

    Gubernur Khofifah memaparkan berdasarkan data Perdagangan Antar Wilayah Jawa Timur dengan Seluruh Provinsi 2023, Total Nilai Perdagangan Provinsi Jawa Timur dengan Provinsi Sulawesi Tengah sebesar Rp4,693 triliun. Yang mana nilai tersebut terdiri dari nilai bongkar (beli dari Sulawesi Tengah) sebesar Rp1,357 triliun dan nilai muat (jual ke Sulawesi Tengah) sebesar Rp3,336 triliun.

    “Dengan demikian, neraca perdagangan Provinsi Jawa Timur dengan Provinsi Sulawesi Tengah surplus sebesar Rp1,978 triliun,” jelasnya.

    Sementara untuk Misi Dagang Jatim-Sulteng sendiri sudah pernah dilakukan sebelumnya, tepatnya tanggal 23 Februari 2022. Dimana, berhasil menghasilkan nilai komitmen transaksi mencapai Rp104,91 miliar dengan 40 transaksi dagang.

    Untuk itu, kembali Gubernur Khofifah mengajak seluruh masyarakat Jatim di Sulteng agar dapat bersama-sama mengidentifikasi berbagai tranformasi teknologi yang berpotensi untuk dikembangkan.

    Seperti pada produksi sapi potong di Jatim yang tertinggi se-Indonesia. Gubernur Khofifah menyebut bahwa capaian tersebut merupakan hasil training Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari Kab. Malang besar kepada masyarakat baik jadi inseminator atau pengawas kebuntingan.

    “Ini merupakan cara kita mendapat bibit unggul dari sapi potong atau sapi perah,” ucapnya.

    Sedangkan di sektor pertanian, produksi padi Jatim tertinggi se-Indonesia. Bahkan, per 1 Oktober lalu, Badan Pusat Statistik sudah menyebut bahwa di tahun ini sampai dengan November 2025, tercatat 12 juta ton Gabah Kering Panen (GKP) diproduksi oleh Jawa Timur.

    “Jika normalnya satu hektare ada yang 5-6 ton per hektare, maka di Jatim standardnya sembilan ton ada yg bahkan 12 dan 14 ton per hektare,” tuturnya.

    Oleh sebab itu, kembali ia mengajak seluruh masyarakat yang hadir untuk memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik mungkin. Dimana, Transformasi dari teknologi pertanian dan peternakan termasuk di dalamnya UMKM.

    Di akhir, Khofifah tak lupa berpesan agar masyarakat Jatim di Sulteng dapat menjaga persaudaraan, perdamaian dan tetap membangun suasana harmonis.

    “Untuk itu saya minta kepada semua warga Sulteng asal Jatim agar jaga keguyupan dan kerukunan. Guyup disini artinya membangun soliditas di dalam satu entitas,” pesannya.

    Keguyup rukunan masyarakat Indonesia sendiri bahkan disebutnya berhasil membuat kagum dunia internasional. Khofifah mencontohkan di Afghanistan dan Palestina yang memiliki jumlah suku dan partai politik lebih sedikit dari Indonesia namun belum berhasil menjaga perdamaian negaranya.

    “Ini karena keguyuban dan kerukunan tidak terbangun dengan baik. Sementara kita dipersatukan disini bukan karena suku, tapi karena We are Indonesia,” ujarnya.

    “Jadi kalau misalnya Indonesia ini harus dirajut, dijahit dan dirakit, maka panjenengan semua yang antara lain punya tugas merajut persaudaraan, keguyuban dan kerukunan,” pungkas Khofifah.

    Sementara itu, Wakil Gubernur Sulteng dr. Reny Lamadjido dalam sambutannya mengucapkan terima kasih atas kunjungan Gubernur Khofifah beserta jajaran Pemprov Jatim ke Sulawesi Tengah. Ia meyakini bahwa pertemuan ini bukan hanya ajang silaturahmi tapi juga sebagai pengikat persaudaraan yang ada di Sulawesi Tengah.

    “Kami menyambut dengan tangan terbuka siapapun yang datang untuk berkarya dan berkontribusi. Dengan semangat Nosarara Nosabatutu, Kita Bersaudara, Kita Bersatu serta nilai-nilai yang menjadikan masyarakat Sulteng damai dan saling menghormati,” ucapnya.

    Untuk itu, ia juga berpesan kepada masyarakat Sulteng asal Jatim agar tetap menjadi duta persahabatan dimanapun berada.

    “Para warga Sulteng asal Jatim, tetaplah menjadi Duta Perdamaian, Duta Persaudaraan dan Duta Pembangunan yang menunjukkan dimanapun berada tetap membawa semangat Bhineka Tunggal Ika,” tutupnya.

    Dalam Forum silaturahmi yang berlangsung hangat dan penuh keakraban tersebut, turut dhadiri oleh masyarakat Jatim yang berdomisili di berbagai Kab/Kota di Sulteng. Selain itu dimeriahkan pula dengan pertunjukan Tari Remo dan Tari Jatilan. Hal ini, merupakan bentuk persembahan dari Pemprov Jatim kepada warga Sulteng asal Jatim yang rindu akan budaya dan nuansa khas kampung halaman.

    Di akhir acara, Gubernur Khofifah juga menyerahkan bantuan tali asih kepada paguyuban masyarakat Jatim di Sulteng sebesar Rp100 juta.

    Turut hadir dalam kesempatan tersebut, Ketua TP PKK Prov. Sulteng Sry Nirwanti Bahasoan, Wakil Walikota Palu Imelda Liliana Muhidin, Kepala Perangkat Daerah terkait dari kedua provinsi, jajaran pimpinan BUMD Jatim, serta ratusan masyarakat yang tergabung dalam paguyuban masyarakat Sulteng asal Jawa Timur. [tok/beq]

  • Sesalkan Narasi Negatif Trans7, Gus Thoriq: Santri Pioner Kerukunan Bangsa

    Sesalkan Narasi Negatif Trans7, Gus Thoriq: Santri Pioner Kerukunan Bangsa

    Malang (beritajatim.com) – Tayangan program “Xpose Uncensored” yang disiarkan Trans7 pada 13 Oktober 2025 menuai kritik tajam dari Inisiator sekaligus Pelopor Hari Santri Nasional, KH Thoriq Bin Ziyad.

    Ia menilai, program tersebut menampilkan narasi negatif yang mencoreng dunia pesantren di Indonesia.

    Menurut Gus Thoriq, sapaan akrabnya, sangat disayangkan stasiun televisi sebesar Trans7 menayangkan konten yang justru memunculkan citra buruk terhadap pesantren, terutama terhadap Pondok Pesantren Lirboyo.

    “Sangat disayangkan ada narasi negatif seperti itu. Santri Lirboyo kami rasa juga manusiawi, jika ada narasi yang tidak sesuai dengan pesantren mereka, pastinya akan bereaksi. Apalagi dalam tayangan program tersebut ada video Kiainya. Wajar apabila santri selaku anak didiknya bereaksi,” ungkap Gus Thoriq, Rabu (15/10/2025).

    Ia menegaskan, jika tayangan tersebut menampilkan framing negatif terhadap Pesantren Lirboyo, maka wajar jika para santri di seluruh Indonesia ikut bereaksi.

    “Harusnya kita jadi agen pemersatu, agen kerukunan di dunia. Kita harus jadi contoh bahwa keberagaman di Indonesia bisa rukun dan saling menguatkan. Jangan malah membuat framing negatif seolah-olah dunia pesantren kurang baik di mata publik,” tuturnya.

    Dugaan Ada Motif Politis

    Gus Thoriq menduga adanya unsur politis di balik munculnya tayangan tersebut, mengingat waktu penayangan yang berdekatan dengan peringatan Hari Santri Nasional pada 22 Oktober 2025.

    “Saya mencurigai ini ada masalah politis yang tidak produktif. Kenapa demikian, karena narasi negatif tayangan itu muncul jelang peringatan Hari Santri. Atau mungkin ada kaitan dengan momen robohnya pondok pesantren di Sidoarjo. Mari kita semua belajar bagaimana menjadi orang yang bermanfaat bagi negara ini,” ujarnya.

    Sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Salaf Babussalam, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Gus Thoriq juga mengingatkan agar media berhati-hati dalam menyampaikan informasi, terutama yang menyangkut lembaga pendidikan keagamaan.

    “Robohnya pondok itu terjadi karena banyak faktor. Jawa Timur memang jalur rawan gempa, jadi jangan saling menyalahkan. Kesalahan di satu pondok pesantren tidak bisa digeneralisasi. Banyak juga gedung lain yang pernah roboh, bahkan bukan pondok. Kadang faktor alam juga bisa terjadi,” bebernya.

    Pesan untuk Santri dan Media

    Terkait reaksi dari kalangan pesantren, Gus Thoriq mengimbau seluruh santri di Indonesia agar tetap menjaga sikap santun dan tidak mudah terpancing emosi.

    “Santri bukan kaum reaksioner, tapi menjadi identitas kelompok yang bermanfaat bagi manusia lain. Trans7 juga harus memikirkan banyak anak-anak Indonesia yang menuntut ilmu di pesantren. Mereka punya orangtua yang jelas akan marah apabila narasi kurang elok ditampilkan di publik,” tegasnya.

    Menjelang Hari Santri Nasional 22 Oktober 2025, Gus Thoriq menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kerukunan di tengah perbedaan.

    “Saat negara-negara di dunia dilanda konflik, resolusi yang cemerlang bagi bangsa ini adalah rukun. Tidak perlu membuat narasi negatif yang berpotensi memecah belah kerukunan bangsa. Seluruh ras di Indonesia harus bersatu dalam bingkai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Santri harus jadi pionir kerukunan umat manusia,” pungkasnya. (yog/ted)

  • Kopdes Merah Putih Akan Jualan Obat & Multivitamin Murah Produksi TNI

    Kopdes Merah Putih Akan Jualan Obat & Multivitamin Murah Produksi TNI

    Wakil Menteri Pertahanan, Donny Ermawan bersama Menteri Koperasi Ferry Juliantono, Wakil Menteri Kesehatan Dante saksono, Wakil Menteri Koperasi Farida Faricha, dan Wakil Panglima TNI Tandyo Budi melepas mobil truk bantuan yang membawa obat-obatan Produksi Pabrik Obat Pertahanan Negara Kepada Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) juga multivitamin dalam rangka mendukung program makan bergizi gratis di Lapangan Bhineka Tunggal Ika, Kemhan RI, Jakarta, Rabu (1/10/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

  • Empat Pilar Kebangsaan Acuan Lengkap Kehidupan Bernegara

    Empat Pilar Kebangsaan Acuan Lengkap Kehidupan Bernegara

    Jakarta: Empat Pilar Kebangsaan yang kita miliki merupakan acuan yang lengkap untuk menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara yang diamanahkan para pendahulu bangsa. 

    “Nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa kita, UUD 1945 sebagai aturan yang harus dipatuhi, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai wilayah hidup kita, dan Bhineka Tunggal Ika merupakan kekuatan yang kita miliki dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang kita jalani,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/9). 

    Pernyataan itu disampaikan Lestari pada acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di depan generasi muda dan masyarakat kota Medan di Yayasan Prananda Surya Paloh, di Medan, Sumatera Utara, Sabtu (20/9). 

    Menurut Lestari, menghadapi dinamika global dan disrupsi teknologi, dibutuhkan sebuah kesadaran bersama untuk berpegang teguh pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai fondasi kehidupan. 

    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, Empat Pilar Kebangsaan yang kita miliki itu ibarat game atau sebuah aplikasi. Pancasila itu, tambahnya, ibarat aplikasi utama yang ada di HP kita. 

    Sila-sila di dalamnya, sila 1 sampai 5 itu, jelas Rerie, adalah fitur-fitur yang membantu kita untuk memahami sekaligus berfungsi sebagai filter dalam kehidupan bernegara. 
     

    Nilai-nilai kearifan lokal Sumatera Utara seperti Marsiadapari (gotong royong), ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, juga harus terus dihidupkan untuk membangkitkan solidaritas dan toleransi, serta kepedulian di antara sesama anak bangsa. 

    Keutuhan wilayah NKRI, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, sejatinya ada di tangan setiap anak bangsa. 

    “Karena kita punya kekuatan yang bernama Bhineka Tunggal Ika, meski berbeda-beda kita tetap satu,” ujar Rerie.

    Sebelumnya, pada hari yang sama, Rerie membuka acara Lomba Cerdas Cermat Empat Pilar MPR RI Tahun 2025 Provinsi Sumatera Utara. 

    Pada kesempatan itu, Rerie berpesan kepada para peserta cerdas cermat agar menjadi insan yang qualified yaitu insan yang tahu kalau dia tahu dan harus tahu kalau dia tidak tahu. 

    Sehingga, tegas Rerie, insan yang qualified itu selalu berupaya untuk mencari tahu atau berkolaborasi dengan orang yang tahu agar mampu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.

    “Sebuah keberhasilan adalah jika mampu bersatu dan mampu memecahkan persoalan dengan pendekatan berbagai sudut pandang, karena itu persatuan bangsa menjadi suatu hal yang harus terus diwujudkan,” pungkasnya.

    Jakarta: Empat Pilar Kebangsaan yang kita miliki merupakan acuan yang lengkap untuk menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara yang diamanahkan para pendahulu bangsa. 
     
    “Nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa kita, UUD 1945 sebagai aturan yang harus dipatuhi, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai wilayah hidup kita, dan Bhineka Tunggal Ika merupakan kekuatan yang kita miliki dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang kita jalani,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/9). 
     
    Pernyataan itu disampaikan Lestari pada acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di depan generasi muda dan masyarakat kota Medan di Yayasan Prananda Surya Paloh, di Medan, Sumatera Utara, Sabtu (20/9). 

    Menurut Lestari, menghadapi dinamika global dan disrupsi teknologi, dibutuhkan sebuah kesadaran bersama untuk berpegang teguh pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai fondasi kehidupan. 
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, Empat Pilar Kebangsaan yang kita miliki itu ibarat game atau sebuah aplikasi. Pancasila itu, tambahnya, ibarat aplikasi utama yang ada di HP kita. 
     
    Sila-sila di dalamnya, sila 1 sampai 5 itu, jelas Rerie, adalah fitur-fitur yang membantu kita untuk memahami sekaligus berfungsi sebagai filter dalam kehidupan bernegara. 
     

     
    Nilai-nilai kearifan lokal Sumatera Utara seperti Marsiadapari (gotong royong), ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, juga harus terus dihidupkan untuk membangkitkan solidaritas dan toleransi, serta kepedulian di antara sesama anak bangsa. 
     
    Keutuhan wilayah NKRI, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, sejatinya ada di tangan setiap anak bangsa. 
     
    “Karena kita punya kekuatan yang bernama Bhineka Tunggal Ika, meski berbeda-beda kita tetap satu,” ujar Rerie.
     

     
    Sebelumnya, pada hari yang sama, Rerie membuka acara Lomba Cerdas Cermat Empat Pilar MPR RI Tahun 2025 Provinsi Sumatera Utara. 
     
    Pada kesempatan itu, Rerie berpesan kepada para peserta cerdas cermat agar menjadi insan yang qualified yaitu insan yang tahu kalau dia tahu dan harus tahu kalau dia tidak tahu. 
     
    Sehingga, tegas Rerie, insan yang qualified itu selalu berupaya untuk mencari tahu atau berkolaborasi dengan orang yang tahu agar mampu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.
     
    “Sebuah keberhasilan adalah jika mampu bersatu dan mampu memecahkan persoalan dengan pendekatan berbagai sudut pandang, karena itu persatuan bangsa menjadi suatu hal yang harus terus diwujudkan,” pungkasnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • Tantangan dan Solusi Membangun Ekosistem Filantropi Indonesia

    Tantangan dan Solusi Membangun Ekosistem Filantropi Indonesia

    Jakarta: Filantropi Indonesia Festival (FIFest) 2025 digelar sebagai wadah penguatan budaya filantropi. Dengan mengusung pendekatan strategis dan integratif, FIFest mendorong kontribusi nyata sektor filantropi dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) secara berkelanjutan dan berdampak luas.

    Dalam kegiatan ini, Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia, Rizal Algamar mengajak seluruh pihak untuk bisa bersama-sama melahirkan gagasan dan inisiatif baru yang dapat dierjemahkan menjadi aksi nyata bersama.

    “Berbagai rekomendasi dari FIFest 2025 ini akan kita rumuskan untuk ditindaklanjuti agar membangun budaya dan ekosistem filantropi yang kuat,” ujar Rizal Algamar di sesi diskusi FIFest bertema ‘Dari Tradisi Menuju Transformasi Sosial: Rekonstruksi Budaya Filantropi di Indonesia untuk Membangun Ekosistem Filantropi yang Berkelanjutan’, Kamis, 7 Agustus 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta. 

    Sementara itu, Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Filantropi Indonesia, Franciscus Welirang menambahkan bahwa FIFest sudah menajdi ajang dua tahunan sejak pertama kali digelar tahun 2016 silam. Menurutnya, dalam beberapa dekade terakhir, budaya kedermawanan di Indonesia terus tumbuh dan menjadi gaya hidup.

    “Seperti gotong royong, bersedekah, tidak lagi jadi tradisi namun bertransformasi menjadi kekuatan sosial,” ungkap Franciscus Welirang.

    Meski begitu, kegiatan filantropi tentunya memiliki tantangan tersendiri sehingga perlu adanya transformasi untuk menentukan arah yang tepat. 

    “Transformasi ini perlu dikawal bersama, untuk menentukan nilai dan arah filantropi di Indonesia. Tidak mudah berfilantropis, kegagalan dalam melaksanaan aktivitas, kecemburuan bisa terjadi. sehingga beberapa nilai juga sangat penting, seperti nilai kebersamaan, keterbukaan dalam komunikasi sosial. Perlu ekosistem hibrida yang memadukan nilai lokal dan agama dengan inovasi teknologi, praktik modern. Ini akan memperkuat lintas sektoral filantropi,” sambung Franciscus. 
     

     

    Tradisi dan budaya membentuk iklim filantropi Indonesia

    Di sesi ini, FIFest menghadirkan Amelia Fauzia selaku Co-Chair Dewan Pakar Perhimpunan Filantropi Indonesia dan Direktur Social Trust Fund (STF) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Dalam pemaparannya, Amelia membeberkan peran budaya yang membangun fondasi iklim filantropi di Indonesia. Menurutnya, budaya kedermawanan masyarakat Indonesia sejatinya lahir dari tradisi lokal seperti gotong royong, ajaran agama yang kuat, serta dipengaruhi kompleksitas permasalahan sosial-ekonomi.

    “Budaya filantropi lahir dari interaksi dinamis antara nilai-nilai agama, adat istiadat lokal, pengalaman sejarah, serta faktor sosial dan psikologis yang membentuk rasa empati dan kepedulian sosial,” kata Amelia.

    Setidaknya ada empat (4) pilar yang membentuk budaya filantropi di Indonesia. Yang pertama adalah ajaran agama seperti praktik zakat, sedekah, serta persepuluhan. Kedua tradisi yang mencakup praktik selamatan, arisan, dan urunan. Lalu yang ketiga adalah nilai sosial-psikologis lewat dorongan emosional dan rasa empati sesama. Terakhir yaitu nilai ke-Indonesiaan yang mengajarkan nilai gotong royong, Pancasila, serta Bhineka Tunggal Ika. 
     
    Filantropi Tradisional dan Institusional

    Amelia menjelaskan domain filantropi terbagi dua antara lain filantropi tradisional dan filantropi institusional. “Filantropi tradisional bersifat spontan dan berbasis empati, tidak terstruktur, serta tanpa strategi jangka panjang. Domain ini fokus pada bantuan langsung dan sesaat seperti memberi uang ke pengemis atau ikut gotong royong musiman,” terang Amelia. 

    Berbeda dengan tradisional, filantropi institusional justru dikelola secara profesional oleh NGO, yayasan, CSR, dan lain-lain serta terencana dan berbasis data. “Filantropi institusional berorientasi pada keadilan sosial dengan motivasi beragam termasuk altruistik, pragmatis, atau ideologis. Contohnya program pemberdayaan berbasis aset dan monitoring,”  sambung Amelia.
     
    Filantropi harus ditopang sistem

    Untuk menuju ekosistem filantropi yang inklusif dan transformatif, maka harus ada jembatan antara filantropi tradisional dengan institusional.

    “Tradisi dan institusi harus saling menopan dan mengisi. Maka tantangan kita ke depan adalah membangun jembatan antar domain ini. Seperti yang dijelaskan, budaya memiliki dua sisi,  baik yang mendukung maupun yang menghambat pembangunan yang berkelanjutan. Karena itu budaya saja tidak cukup, budaya harus ditopang oleh sistem,” pungkas Amelia. 

    Filantropi Indonesia Festival (FIFest) 2025 adalah platform katalitik yang mempertemukan pemangku kepentingan dari berbagai sektor untuk mendorong kemajuan filantropi Indonesia Indonesia melalui dialog, inovasi dan kolaborasi. 

    FIFest 2025 yang berlangsung dari tanggal 4-8 Agustus 2025 mengusung tema ‘Budaya dan Ekosistem Filantropi untuk Dampak yang Lebih Baik: Membuka Potensi Filantropi untuk SDGs dan Agenda Iklim’, dengan tujuan memperkuat peran strategis filantropi dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan secara inklusif dan berkelanjutan. 

    Jakarta: Filantropi Indonesia Festival (FIFest) 2025 digelar sebagai wadah penguatan budaya filantropi. Dengan mengusung pendekatan strategis dan integratif, FIFest mendorong kontribusi nyata sektor filantropi dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) secara berkelanjutan dan berdampak luas.
     
    Dalam kegiatan ini, Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia, Rizal Algamar mengajak seluruh pihak untuk bisa bersama-sama melahirkan gagasan dan inisiatif baru yang dapat dierjemahkan menjadi aksi nyata bersama.
     
    “Berbagai rekomendasi dari FIFest 2025 ini akan kita rumuskan untuk ditindaklanjuti agar membangun budaya dan ekosistem filantropi yang kuat,” ujar Rizal Algamar di sesi diskusi FIFest bertema ‘Dari Tradisi Menuju Transformasi Sosial: Rekonstruksi Budaya Filantropi di Indonesia untuk Membangun Ekosistem Filantropi yang Berkelanjutan’, Kamis, 7 Agustus 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta. 

    Sementara itu, Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Filantropi Indonesia, Franciscus Welirang menambahkan bahwa FIFest sudah menajdi ajang dua tahunan sejak pertama kali digelar tahun 2016 silam. Menurutnya, dalam beberapa dekade terakhir, budaya kedermawanan di Indonesia terus tumbuh dan menjadi gaya hidup.
     
    “Seperti gotong royong, bersedekah, tidak lagi jadi tradisi namun bertransformasi menjadi kekuatan sosial,” ungkap Franciscus Welirang.
     
    Meski begitu, kegiatan filantropi tentunya memiliki tantangan tersendiri sehingga perlu adanya transformasi untuk menentukan arah yang tepat. 
     
    “Transformasi ini perlu dikawal bersama, untuk menentukan nilai dan arah filantropi di Indonesia. Tidak mudah berfilantropis, kegagalan dalam melaksanaan aktivitas, kecemburuan bisa terjadi. sehingga beberapa nilai juga sangat penting, seperti nilai kebersamaan, keterbukaan dalam komunikasi sosial. Perlu ekosistem hibrida yang memadukan nilai lokal dan agama dengan inovasi teknologi, praktik modern. Ini akan memperkuat lintas sektoral filantropi,” sambung Franciscus. 
     

     

    Tradisi dan budaya membentuk iklim filantropi Indonesia

    Di sesi ini, FIFest menghadirkan Amelia Fauzia selaku Co-Chair Dewan Pakar Perhimpunan Filantropi Indonesia dan Direktur Social Trust Fund (STF) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
     
    Dalam pemaparannya, Amelia membeberkan peran budaya yang membangun fondasi iklim filantropi di Indonesia. Menurutnya, budaya kedermawanan masyarakat Indonesia sejatinya lahir dari tradisi lokal seperti gotong royong, ajaran agama yang kuat, serta dipengaruhi kompleksitas permasalahan sosial-ekonomi.
     
    “Budaya filantropi lahir dari interaksi dinamis antara nilai-nilai agama, adat istiadat lokal, pengalaman sejarah, serta faktor sosial dan psikologis yang membentuk rasa empati dan kepedulian sosial,” kata Amelia.
     
    Setidaknya ada empat (4) pilar yang membentuk budaya filantropi di Indonesia. Yang pertama adalah ajaran agama seperti praktik zakat, sedekah, serta persepuluhan. Kedua tradisi yang mencakup praktik selamatan, arisan, dan urunan. Lalu yang ketiga adalah nilai sosial-psikologis lewat dorongan emosional dan rasa empati sesama. Terakhir yaitu nilai ke-Indonesiaan yang mengajarkan nilai gotong royong, Pancasila, serta Bhineka Tunggal Ika. 
     

    Filantropi Tradisional dan Institusional

    Amelia menjelaskan domain filantropi terbagi dua antara lain filantropi tradisional dan filantropi institusional. “Filantropi tradisional bersifat spontan dan berbasis empati, tidak terstruktur, serta tanpa strategi jangka panjang. Domain ini fokus pada bantuan langsung dan sesaat seperti memberi uang ke pengemis atau ikut gotong royong musiman,” terang Amelia. 
     
    Berbeda dengan tradisional, filantropi institusional justru dikelola secara profesional oleh NGO, yayasan, CSR, dan lain-lain serta terencana dan berbasis data. “Filantropi institusional berorientasi pada keadilan sosial dengan motivasi beragam termasuk altruistik, pragmatis, atau ideologis. Contohnya program pemberdayaan berbasis aset dan monitoring,”  sambung Amelia.
     

    Filantropi harus ditopang sistem

    Untuk menuju ekosistem filantropi yang inklusif dan transformatif, maka harus ada jembatan antara filantropi tradisional dengan institusional.
     
    “Tradisi dan institusi harus saling menopan dan mengisi. Maka tantangan kita ke depan adalah membangun jembatan antar domain ini. Seperti yang dijelaskan, budaya memiliki dua sisi,  baik yang mendukung maupun yang menghambat pembangunan yang berkelanjutan. Karena itu budaya saja tidak cukup, budaya harus ditopang oleh sistem,” pungkas Amelia. 
     
    Filantropi Indonesia Festival (FIFest) 2025 adalah platform katalitik yang mempertemukan pemangku kepentingan dari berbagai sektor untuk mendorong kemajuan filantropi Indonesia Indonesia melalui dialog, inovasi dan kolaborasi. 
     
    FIFest 2025 yang berlangsung dari tanggal 4-8 Agustus 2025 mengusung tema ‘Budaya dan Ekosistem Filantropi untuk Dampak yang Lebih Baik: Membuka Potensi Filantropi untuk SDGs dan Agenda Iklim’, dengan tujuan memperkuat peran strategis filantropi dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan secara inklusif dan berkelanjutan. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (PRI)

  • Respons DPR Usai Fadli Zon Tetapkan 17 Oktober jadi Hari Kebudayaan

    Respons DPR Usai Fadli Zon Tetapkan 17 Oktober jadi Hari Kebudayaan

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi X DPR RI buka suara usai Menteri Kebudayaan, Fadli Zon soal penetapan Hari Kebudayaan pada 17 Oktober atau bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Prabowo Subianto.

    Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani tak merasa komisinya diloncati akibat tidak adanya informasi langsung karena tidak aturan yang mewajibkan menteri untuk memberitahu DPR soal gagasan yang berkepentingan rakyat.

    “Tetapi paling tidak sebagai mitra harusnya kami diinformasikan. Aturannya enggak ada, yang harus berkonsultasi dulu enggak ada. Tetapi sebagai mitra, kami setidaknya dikasih tahu dahulu jangan tahunya dari media,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025).

    Lebih lanjut, Lalu menduga penetapan Hari Kebudayaan pada 17 Oktober ini dikarenakan pada 1951 Presiden Soekarno bersama Sutan Sjahrir menetapkan dan mengeluarkan simbol Bhineka Tunggal Ika pada 17 Oktober.

    “Karena tanggal 17 Oktober tahun 1951, Bineka Tunggal Ika pertama kali disampaikan. Nah, tentu ini berkaitan dengan kebudayaan sehingga Pak Fadlizon, kemungkinan salah satu pertimbangannya itu,” ucapnya.

    Legislator PKB ini melanjutkan, penentuan pada 17 Oktober ini karena Menteri Kebudayaan dan seluruh jajaran mempertimbangan bahwa budaya Nusantara adalah salah satu fondasi kebhinekaan yang ada.

    Lebih jauh, Lalu juga menyoroti pemerintah perlu memprioritaskan kenudayaan pada tahun anggaran 2026. Pasalnya, dari laporan yang diterima Komisi X DPR, pagu indikatif soal ini terjun bebas dari tahun ini.

    “Pemerintah perlu kiranya memikirkan bahwa kebudayaan menjadi salah satu prioritas yang dianggarkan dalam rangka pelestarian budaya, kemajuan budaya di tahun 2026,” tutupnya.

    Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menetapkan Hari Kebudayaan jatuh pada 17 Oktober. Ketetapan itu tertuang dalam surat keputusan menteri (kepmen) yang diterbitkan oleh Fadli pekan lalu.   

    Berdasarkan salinan Keputusan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia No.162/M/2025 yang tersebar di sejumlah media, perayaan hari baru secara nasional itu ditetapkan berdasarkan 11 payung hukum dalam bentuk undang-undang (UU), peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (perpres), keputusan presiden (keppres) serta peraturan menteri.   

    Kepmen No.162/M/2025 itu memuat tiga butir keputusan dari Fadli Zon sebagai menteri. “Menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan,” demikian dikutip Bisnis dari butir kesatu Keputusan Menteri (Kepmen) itu. 

  • Perkuat Komitmen Pencegahan Korupsi, Mbak Wali Koordinasi Bersama KPK

    Perkuat Komitmen Pencegahan Korupsi, Mbak Wali Koordinasi Bersama KPK

    Kediri (beritajatim.com) – Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati menghadiri acara Koordinasi Perbaikan Tata Kelola Pemerintah Daerah Sektor Tertentu Melalui Indeks Pencegahan Korupsi Daerah (IPKD) dan Monitoring Controlling Surveillance For Prevention (MCSP). Acara berlangsung di Auditorium Bhineka Tunggal Ika, Lantai 16 Gedung Merah Putih KPK RI, Selasa (17/06/2025).

    Kegiatan ini, sesuai dengan pasal 6 huruf b Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK melaksanakan tugas koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi.

    Serta instansi yang bertugas melaksanakan pelayanan publik dalam rangka tindak pidana korupsi. Ini juga tindak lanjut dari penguatan komitmen anti korupsi pemerintah daerah pasca pelaksanaan Rapat Koordinasi Kepala Daerah pada Rabu, 19 Maret 2025 di D. I. Yogyakarta.

    “Forum ini bukan sekedar pertemuan administratif. Ini adalah ruang untuk memperkuat komitmen kita bersama dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, akuntabel, dan berorientasi pada pelayanan publik yang bermutu,” ujar Mbak Wali Kota Kediri Vinanda.

    Wali kota termuda ini berharap pada tahun 2025 pemenuhan MCPSP bukan hanya sekedar pemenuhan dokumen semata. Namun juga direalisasikan melalui kebijakan-kebijakan pencegahan korupsi yang pada akhirnya produk kebijakan pemerintah dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

    Melalui pertemuan ini, Pemkot Kediri ingin memastikan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi dan penguatan integritas tidak berhenti di atas kertas. Pemenuhan indikator-indikator MCSP ke depan harus terwujud dalam kebijakan yang berdampak langsung bagi masyarakat.

    “Kami berharap koordinasi pencegahan dan pemberantasan korupsi khususnya pada Pemkot Kediri bisa lebih optimal. Dengan adanya pemenuhan kelengkapan pada area intervensi yang telah ditetapkan oleh KPK maka akan mempermudah kita dalam upaya pencegahan korupsi,” ungkapnya.

    Mbak Wali menyadari bahwa membangun pemerintahan yang bersih tidak bisa dikerjakan sendiri. Oleh sebab itu, besar harapan KPK dapat terus mendampingi dan menguatkan langkah-langkah pencegahan korupsi yang tengah dibangun Pemkot Kediri. Termasuk meningkatkan kinerja para pelaksana di Pemkot Kediri untuk mewujudkan budaya kerja praktik-praktik baik di seluruh lini pemerintahan.

    “Dengan sinergi yang kuat antara eksekutif, legislatif, dan pengawasan internal kita mampu membangun fondasi pemerintahan yang tidak hanya patuh aturan. Tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dan kepercayaan publik. Mari kita kuatkan komitmen untuk jadi garda terdepan dalam memerangi korupsi,” pungkasnya.

    Turut hadir, Wakil Wali Kota Qowimuddin, Ketua DPRD Firdaus, Wakil Ketua DPRD Sudjono Teguh, Sekretaris Daerah Bagus Alit, Sekretaris DPRD Rahmat Hari Basuki, Inspektur Kota Kediri Mukhlis Isnaini, dan jajaran Kepala OPD terkait. [nm/ian]

  • Menhan Kumpulkan Jenderal Purnawirawan TNI dan Polri hingga Ahli Tata Negara, Ada Apa?

    Menhan Kumpulkan Jenderal Purnawirawan TNI dan Polri hingga Ahli Tata Negara, Ada Apa?

    GELORA.CO – Sejumlah jenderal purnawirawan TNI dan Polri mendatangi kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada Jumat pagi (13/6). Mereka datang atas undangan Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional (DPN). Beberapa nama besar seperti mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto turut hadir. 

    Berdasar pantauan JawaPos.com di lokasi pertemuan, Sjafrie menyambut langsung kedatangan Wiranto saat memasuki Aula Bhineka Tunggal Ika, Komplek Kantor Kemhan. Selain Wiranto, hadir mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Dudung Abdurachman, mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Siwi Sukma Adji, dan mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Ida Bagus Putu Dunia. 

    Selain itu, hadir pula beberapa jenderal purnawirawan Polri seperti Sutanto dan Bambang Hendarso Danuri. Di tempat yang sama, Sjafrie mengumpulkan akademisi dan tokoh-tokoh besar seperti Jimly Asshidiqie, Purnowo Yusgiantoro, Hikmahanto Juwana, Bambang Kesuwo, dan Refly Harun. 

    Sempat dibuka secara terbuka di hadapan awak media, pertemuan tersebut berlanjut secara tertutup. Dalam pembukaannya, Sjafrie sempat menyampaikan maksud dirinya mengumpulkan para jenderal purnawirawan TNI, Polri, dan para tokoh dengan maksud mengenalkan DPN. Dia juga hendak meminta pandangan para tokoh dengan latar belakang berbeda tersebut.

    ”Saya berterimakasih, pada pagi ini mengundang para tokoh nasional, para pakar, khususnya yang berlatar belakang tata negara pada kesempatan pagi hari ini atas izin bapak presiden Republik Indonesia, saya sebagai ketua harian Dewan Pertahanan Nasional bisa mendapatkan pandangan-pandangan dari bapak-bapak sekalian,” jelasnya. 

    Sampai berita ini dibuat pada pukul 10.45 WIB, pertemuan Menhan Sjafrie dengan para purnawirawan jenderal TNI, Polri, dan tokoh-tokoh tersebut masih berlangsung. Belum ada penjelasan secara resmi dan terperinci ihwal pertemuan tersebut. Termasuk soal topik dan tujuan diselenggarakannya pertemuan itu di Kantor Kemhan.