Produk: Beras

  • Airlangga Akui PMI Manufaktur Masih Kontraksi Akibat Daya Beli Lemah

    Airlangga Akui PMI Manufaktur Masih Kontraksi Akibat Daya Beli Lemah

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara terkait masih terkontraksinya Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia  pada Oktober 2024 di level 49,2. 

    Airlangga menyebutkan sektor manufaktur masih bertengger di bawah angka 50—yang menunjukkan kontraksi atau penurunan aktivitas—akibat kondisi daya beli masyarakat yang mempengaruhi permintaan. 

    “Kami melihat dari segi domestik itu terjadi pelemahan konsumen,” ujarnya kepada media massa di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (1/11/2024). 

    Pasalnya, permintaan yang turun dari masyarakat membuat stok barang meningkat dan produksi barang baru menjadi turun. 

    Dirinya berharap kondisi daya beli masyarakat ini dapat segera pulih sehingga permintaan naik dan pabrik ataupun industri dapat terus melakukan produksi. 

    Airlangga menuturkan pemerintah terus mencapi potensi baik dari pasar domestik maupun pasar ekspor agar barang-barang tersebut dapat terserap. 

    “Kalau konsumsinya recover kita juga berharap industrinya juga bisa akan terdorong,” tuturnya. 

    Pernyataan Airlangga tersebut sejalan dengan informasi S&P Global terbaru bahwa operasional manufaktur Indonesia masih mengalami penurunan dari sisi produksi, permintaan baru, dan ketenagakerjaan. 

    Economics Director S&P Global Market Intelligence Paul Smith mengatakan hal tersebut dikarenakan aktivitas pasar yang belum bergairah karena ketidakpastian geopolitik yang menyebabkan klien waspada dan tidak bergerak.

    Kondisi pasar yang lesu membuat penumpukan pekerjaan baru turun karena perusahaan mampu menyelesaikan pekerjaan, sedangkan stok barang jadi meningkat. 

    Sementara dari data inflasi yang kerap dikaitkan dengan daya beli masyarakat, mulai mencatatkan terjadi inflasi setelah liam bulan mengalami deflasi bulanan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya inflasi sebesar 1,71% secara tahunan atau year on year (YoY) dan sebesar 0,08% secara bulanan atau month to month (MtM). 

    Di mana secara bulanan, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan andil inflasi 0,06%. Komoditas penyumbang utama inflasi pada kelompok ini adalah emas perhiasan.

    Sementara penyumbang utama inflasi Oktober 2024 secara tahunan adalah kelompok kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil inflasi 0,67%. Komoditas penyumbang utama inflasi pada kelompok ini adalah beras, Sigaret Kretek Mesin (SKM), kopi bubuk, minyak goreng, dan bawang merah.

  • Penampakan Gunawan ‘Sadbor’ di Kantor Polisi

    Penampakan Gunawan ‘Sadbor’ di Kantor Polisi

    Jakarta

    Content creator dengan ratusan ribu pengikut yang dikenal dengan joget khas ‘Beras Habis Live Solusinya’, Gunawan, ditangkap. Begini penampakannya.

    Dilansir detikJabar, Jumat (1/11/2024), pantauan di Mapolres Sukabumi, terlihat pria yang juga dikenal dengan persona ‘Sadbor’ itu tidak mengucap satu kata pun saat ditanya awak media. Gunawan terlihat mengenakan kaus ungu.

    Gunawan tampak ditemani seseorang yang mengenakan topi diduga masih tim joget yang kerap muncul di live TikTok miliknya. Gunawan ‘Sadbor’ dan sejumlah timnya masih menjalani pemeriksaan.

    “Masih dalam penyelidikan, dugaan yang kita kantongi terlibat promosi judi online,” Kasat Reskrim Polres Sukabumi AKP Ali Jupri.

    “Yang bersangkutan masih dalam pemeriksaan di Unit Tipidter,” sambungnya.

    Kabar soal penangkapan Gunawan mulanya dibenarkan oleh Kapolres Sukabumi AKBP Samian. Samian menyebut Gunawan saat ini tengah diperiksa.

    (whn/idh)

  • Bulog Papua: Penyaluran bantuan pangan beras mencapai 41 persen

    Bulog Papua: Penyaluran bantuan pangan beras mencapai 41 persen

    Jadi angka 41 persen ini, karena kami baru menyalurkan bantuan pangan beras untuk alokasi Agustus, dan untuk Oktober 2024 belum sepenuhnya direalisasikan.Jayapura (ANTARA) – Perusahaan Umum (Perum) Bulog Kantor Papua dan Papua Barat menyebut penyaluran bantuan pangan beras ke enam provinsi di Tanah Papua telah mencapai 41 persen, dan hingga kini masih terus berjalan.

    Kepala Bulog Papua dan Papua Barat Ahmad Mustari, di Jayapura, Jumat, mengatakan penyaluran bantuan pangan ke enam provinsi tersebut untuk alokasi selama tiga bulan, yakni Agustus, Oktober, dan Desember 2024 dan hingga kini masih terus berjalan.

    “Jadi angka 41 persen ini, karena kami baru menyalurkan bantuan pangan beras untuk alokasi Agustus, dan untuk Oktober 2024 belum sepenuhnya direalisasikan,” katanya.

    Menurut Ahmad, dalam penyaluran bantuan pangan ke wilayah Provinsi Papua Pegunungan dan Papua Tengah memang masih terkendala, karena pihaknya menggunakan sarana transportasi udara yaitu dengan menggunakan pesawat kecil.

    “Sehingga untuk menyalurkan bantuan pangan ke wilayah pegunungan seperti Kabupaten Puncak dan Kabupaten Deiyai belum berjalan optimal,” ujarnya lagi.

    Meski demikian, pihaknya akan terus berupaya untuk menyalurkan bantuan pangan kepada masyarakat di wilayah pegunungan hingga akhir tahun ini.

    Dia menambahkan, Perum Bulog Papua dan Papua Barat mencatat alokasi bantuan pangan pada Agustus telah mencapai 7.000 ton dan bulan Oktober sudah di angka hampir 2.000 ton.

    “Kami berharap hingga Desember 2024 semua bantuan pangan bisa direalisasikan,” katanya pula.

    Dia mengatakan lagi, hingga 12 September 2024 distribusi beras untuk Penerima Bantuan Pangan telah mencapai realisasi sebesar 4,257 juta kilogram atau sekitar 53,97 persen dari target distribusi.
    Baca juga: Bulog Sorsel siap salurkan bantuan pangan beras untuk dua kabupaten
    Baca juga: Bulog-Kodim Merauke salurkan bantuan beras di Distrik Ilwayab

    Pewarta: Ardiles Leloltery
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2024

  • Tomat dan emas perhiasan sumbang inflasi tertinggi di NTB

    Tomat dan emas perhiasan sumbang inflasi tertinggi di NTB

    emas perhiasan menyumbang inflasi sebesar 0,07 persen. Sedangkan, komoditas tomat menyumbang inflasi hingga 0,17 persenMataram (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka inflasi bulan ke bulan di Nusa Tenggara Barat tercatat sebesar 0,09 persen pada Oktober 2024.

    Kepala BPS Nusa Tenggara Barat Wahyudin mengatakan pembentuk inflasi tertinggi adalah tomat dan emas perhiasan.

    “Sekarang harga emas lagi naik Rp1,5 juta per gram,” ujar Wahyudin di Mataram, Jumat.

    Harga emas Antam yang dipantau melalui laman Logam Mulia bertengger pada angka Rp1,45 juta per gram pada 1 Oktober 2024.

    Kemudian, harga emas bergerak naik mencapai Rp1,56 juta per gram pada 31 Oktober 2024. Itu adalah harga emas tertinggi dalam lima tahun terakhir.

    Sepanjang Oktober 2024, harga emas Antam telah naik sebesar 7,92 persen atau sekitar Rp115 ribu per gram.

    Kepala BPS Nusa Tenggara Barat Wahyudin menuturkan komoditas emas perhiasan menyumbang inflasi sebesar 0,07 persen. Sedangkan, komoditas tomat menyumbang inflasi hingga 0,17 persen.

    Musim pancaroba atau peralihan kemarau ke hujan membuat banyak tanaman tomat mati yang membuat pasokan menurun. Harga tomat di pasar tradisional, seperti Pasar Kebon Roek di Kota Mataram hari ini menembus harga Rp20 ribu per kilogram.

    Selain tomat dan emas perhiasan, komoditas yang juga menyumbang inflasi di Nusa Tenggara Barat adalah beras sebesar 0,06 persen, bawang merah 0,03 persen, dan sigaret kretek tangan 0,03 persen.

    Adapun komoditas yang memberikan andil terhadap deflasi adalah ikan layang atau ikan benggol sebesar 0,08 persen, udang basah 0,04 persen, ikan tongkol 0,04 persen, pisang 0,03 persen, dan cabai rawit 0,03 persen.

    Baca juga: BPS beri sinyal ekonomi daerah tumbuh melambat di NTB

    Baca juga: Pisang jadi penyumbang inflasi di NTB

    Baca juga: BPS: Impor NTB Agustus 2024 meningkat 59,28 persen

    Baca juga: Penjualan kapal dongkrak nilai ekspor non tambang di NTB

    Pewarta: Sugiharto Purnama
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2024

  • Kementan dukung restorasi air dan iklim demi swasembada pangan

    Kementan dukung restorasi air dan iklim demi swasembada pangan

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Pertanian (Kementan) mendukung restorasi sumber daya air dan iklim untuk memperkuat ketahanan pangan serta mendukung pencapaian swasembada pangan di Indonesia.

    “Kementan mendukung restorasi air melalui teknologi pertanian cerdas iklim, seperti sensor tanah, irigasi tetes, dan pemantauan cuaca berbasis satelit,” kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

    Mentan menyampaikan hal itu dalam sambutannya pada Simposium Nasional Restorasi Sumber Daya Air dan Iklim untuk Kemandirian Pangan di Bandung, yang dibacakan oleh Kepala Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Kementan Fadjry Djufry.

    Kementan terus mendukung upaya restorasi sumber daya air dan iklim guna memperkuat ketahanan pangan nasional, pasalnya ketersediaan air dan iklim yang stabil menjadi kunci untuk mencapai kemandirian pangan.

    “Teknologi ini membantu petani membuat keputusan yang tepat, memperkuat kemampuan petani, serta memberi akses informasi iklim akurat lewat aplikasi digital,” ujarnya.

    Mentan menegaskan pentingnya restorasi sumber daya air dan iklim sebagai salah satu solusi mendukung ketahanan pangan berkelanjutan.

    “Pada 2024 ini, Kementerian Pertanian telah mencapai beberapa hasil signifikan, terutama di bidang pengelolaan air dan perubahan iklim dengan melakukan terobosan solusi cepat peningkatan produksi padi,” tuturnya.

    Disebutkan bahwa terobosan melalui program Perluasan Areal Tanam (PAT) dengan pompanisasi, optimalisasi lahan rawa dan tumpang sisip padi gogo serta cetak sawah telah berhasil meningkatkan produksi beras dalam tiga bulan terakhir.

    “Data proyeksi BPS (Badan Pusat Statistik) menyebutkan terjadi kenaikan produksi beras pada Agustus sebesar 2,84 juta ton, September 2,87 juta ton, dan Oktober 2,59 juta ton, jika dibandingkan dengan tahun 2023 pada bulan yang sama,” lanjutnya.

    Menurut Mentan, hal ini menunjukkan bahwa peran restorasi sumber daya air menjadi vital dalam mendukung program Presiden Prabowo Subianto dalam pidato pertamanya bahwa Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu sesingkat-singkatnya.

    Atas dasar itu, Kementan bersama Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (Perhimpi) dan IPB University menyelenggarakan simposium nasional yang untuk strategi restorasi sumber daya air dan iklim, guna mendukung kemandirian pangan Indonesia.

    “Melalui kegiatan ini, para akademisi, praktisi, dan pemangku kepentingan terkait, dapat berdiskusi dan bertukar informasi mengenai tantangan dan solusi dalam menghadapi krisis pangan akibat perubahan iklim,” terangnya.

    Dalam dukungannya pada program utama Kementerian Pertanian, Perhimpi melalui berbagai anggotanya yang berasal dari BSIP, Badan Informasi Geospasial, dan lembaga-lembaga lainnya yang terkait, telah melahirkan SNI 9230:2023 tentang Spesifikasi Informasi Geospasial – Zona Indikatif Pengembangan Infrastruktur Panen Air Pertanian.

    Melalui SNI ini, dapat dihasilkan informasi zona indikatif dari lahan-lahan yang memerlukan optimalisasi air dan berpotensi untuk dibangun infrastruktur panen air seperti embung, dam parit, long storage, irigasi pompa, sumur dangkal atau pun sumur bor.

    Sehingga pada lahan tersebut dapat terjadi peningkatan indeks pertanaman yang berujung pada peningkatan produksi padi nasional.

    Sejak berdiri pada 45 tahun yang lalu, Perhimpi telah memberikan kontribusi dalam berbagai hal untuk mendukung program dan kebijakan pembangunan nasional dalam konteks iklim dan cuaca.

    “Perhimpi berperan secara aktif melalui anggota yang tersebar pada berbagai instansi dan lembaga pemerintah serta swasta yang tersebar di seluruh Indonesia,” terangnya.

    Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Penasehat Perhimpi sekaligus akademisi IPB University Yonny Koesmaryono menjelaskan pentingnya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian yang perlu terus dioptimalkan.

    Baca juga: Kementan inventarisasi lahan sapi di Sulawesi dukung investasi Vietnam

    Baca juga: Kementan jalin komitmen pasokan 2 juta sapi hidup untuk makan bergizi

    “Intensifikasi seperti di lahan marjinal dilakukan melalui pompanisasi, laju penurunan lahan terus terjadi sehingga harus dijaga keseimbangan melalui ekstensifikasi dengan perluasan atau pencetakan lahan,” jelasnya.

    Yonny juga menekankan perlunya sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan perguruan tinggi dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

    Menurutnya, sinergi antara pemerintah, akademisi dan pemerintah daerah harus terjalin dengan baik. Inovasi perlu terus dilakukan, termasuk dalam penyiapan sumber daya manusia pertanian.

    “Program Presiden Prabowo selama lima tahun ke depan, kita harus gerak cepat hingga tercapai swasembada, dan kita pernah mencapai swasembada, pengalaman itu bisa menjadi modal,” kata Yonny.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2024

  • Produksi beras Januari-Oktober 2024 di Lebak surplus 26 bulan 

    Produksi beras Januari-Oktober 2024 di Lebak surplus 26 bulan 

    Lebak (ANTARA) –

    Produksi beras periode Januari sampai Oktober 2024 di Kabupaten Lebak, Banten surplus 308.588 ton dan mencukupi selama 26 bulan ke depan dengan penduduk 1,4 juta jiwa.

     

    Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Lebak Deni Iskandar di Lebak, Jumat, mengatakan selama ini kebutuhan konsumsi pangan di daerah itu relatif terpenuhi ketersediaan beras, bahkan surplus sampai 26 bulan ke depan.

     

    Produksi beras dari Januari sampai Oktober 2024 sebanyak 415.867 ton,dan kebutuhan konsumsi masyarakat Kabupaten Lebak 143.038 ton per tahun atau rata-rata 11.920 ton per bulan.

     

    Sedangkan, beras yang terserap dari Januari sampai Oktober 2024 sebanyak 107.279 ton, sehingga surplus 308.588 ton dan mencukupi 26 bulan ke depan dengan penduduk 1,4 juta jiwa.

     

    “Kami mengapresiasi kerja keras petani di tengah kemarau itu produksi beras surplus melalui pompanisasi,” katanya.

     

    Ia juga mengatakan produksi palawija dapat menyumbangkan kedaulatan pangan masyarakat dari Januari – awal November 2024 sebanyak 25.967 ton terdiri dari jagung 17.524 ton, kacang hijau 67 ton, kedelai 326 ton, kacang tanah 686 ton,ubi kayu 5.625 ton,ubi jalar 1.738 ton.

     

    Produksi pangan tersebut, selain dapat memenuhi ketersediaan pangan

    dipastikan dapat menggulirkan perputaran uang hingga miliaran rupiah di tingkat pedesaan sehingga dapat menyumbangkan pertumbuhan ekonomi masyarakat pedesaan.

     

     

    Pewarta: Mansyur suryana
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2024

  • BPS catat harga gabah dan beras turun tipis pada Oktober 2024

    BPS catat harga gabah dan beras turun tipis pada Oktober 2024

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan harga gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) di tingkat petani dan penggilingan mengalami penurunan ringan pada Oktober 2024 dibandingkan bulan sebelumnya.

    Demikian juga dengan harga beras yang menurun, baik di tingkat penggilingan, grosir, maupun eceran, dibandingkan bulan lalu.

    Dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar mengatakan bahwa selama Oktober 2024, rata-rata harga GKP di tingkat petani adalah Rp6.422,00 per kg atau turun 0,85 persen, dan di tingkat penggilingan Rp6.571,00 per kg atau turun 0,92 persen dibandingkan harga gabah kualitas yang sama pada bulan sebelumnya.

    Rata-rata harga GKG di tingkat petani Rp7.089,00 per kg atau turun 0,07 persen dan di tingkat penggilingan Rp7.212,00 per kg atau turun 0,11 persen.

    Untuk rata-rata harga beras pada Oktober 2024 mengalami penurunan sebesar 0,34 persen secara bulanan, dan turun 3,08 persen secara tahunan.

    BPS mencatat rata-rata harga beras di penggilingan pada Oktober 2024 adalah Rp12.724 per kg, sedangkan di tingkat grosir mencapai Rp13.563 per kg, dan di tingkat eceran Rp14.643 per kg.

    “Harga beras yang kami sampaikan adalah rata-rata harga beras yang mencakup berbagai jenis kualitas beras dan mencakup seluruh wilayah di Indonesia,” kata Amalia.

    Baca juga: Perpadi: Anomali harga gabah indikasi produksi padi lokal berlimpah

    Harga rata-rata beras pada berbagai kualitas beras juga turun. Rata-rata harga beras kualitas premium di penggilingan pada Oktober 2024 adalah Rp12.996,00 per kg, atau turun sebesar 0,11 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

    Sedangkan beras kualitas medium di penggilingan sebesar Rp12.555,00 per kg atau turun sebesar 0,42 persen, beras kualitas sub medium sebesar Rp12.365,00 atau turun sebesar 0,82 persen, dan rata-rata harga beras pecah di penggilingan sebesar Rp12.763,00 per kg atau naik sebesar 3,24 persen.

    BPS melaporkan indeks harga beras grosir mencatat deflasi bulanan sebesar 0,35 persen, namun mengalami inflasi tahunan sebesar 1,86 persen. Indeks harga beras eceran menunjukkan deflasi bulanan 0,08 persen, tetapi mengalami inflasi secara tahunan mencapai 3,83 persen.

    Baca juga: BPS catat inflasi tahunan pada Oktober 2024 sebesar 1,71 persen

    Pewarta: Shofi Ayudiana
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2024

  • Akhiri Tren Deflasi, Indonesia Catat Inflasi 1,71% di Oktober 2024 – Page 3

    Akhiri Tren Deflasi, Indonesia Catat Inflasi 1,71% di Oktober 2024 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Oktober 2024 terjadi inflasi sebesar 1,71 persen year on year dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,01.

    “Secara year on year terjadi inflasi sebesar 1,71 persen, dan secara tahun kalender terjadi inflasi sebesar 0,82 persen,” kata Plt. Kepala Badan Pusat Statistik Amalia A. Widyasanti dalam konferensi pers BPS, Jumat (1/11/2024).

    Amalia mengatakan, inflasi pada Oktober 2024 mengakhiri tren deflasi yang terjadi sejak Mei 2024 hingga September 2024. Adapun kelompok pengeluaran penyumbang inflasi terbesar perawatan pribadi dan jasa lainnya inflasi 0,94 persen dan memberi andil inflasi 0,06 persen.

    BPS mencatat komoditas dominan yang mendorong inflasi pada kelompok ini adalah emas perhiasan yang beri andil 0,06 persen. Sementara itu, ada komoditas lain yang memberikan andil inflasi, antara lain daging ayam ras dengan andil inflasi 0,04 persen, bawang merah andil inflasi 0,03 persen, tomat dan nasi dengan lauk dengan andil inflasi masing-masing 0,02 persen.

    Selanjutnya, kopi bubuk, minyak goreng, Sigaret Kretek Mesin dan beras memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,01 persen.

    Lebih lanjut, Amalia menyebut bahwa inflasi bulanan ini didorong oleh inflasi komponen inti, yang mengalami inflasi sebesar 0,22 persen dengan andil inflasi sebesar 0,14 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen inti adalah emas perhiasan, nasi dengan lauk, kopi bubuk, dan minyak goreng.

    Sementara komponen diatur Pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,25 persen, dengan andil deflasi sebesar 0,05 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi adalah bensin dan tarif angkutan udara.

    Untuk komponen bergejolak juga mengalami deflasi sebesar 0,11 persen dengan andil deflasi sebesar 0,01 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi komponen bergejolak adalah cabai merah, cabai rawit, dan ikan segar.

  • Kreativitas Ros yang mengubah goni jadi karya bernilai tinggi

    Kreativitas Ros yang mengubah goni jadi karya bernilai tinggi

    Bandung (ANTARA) – Goni selama ini banyak digunakan sebagai bahan baku karung wadah berbagai komoditas seperti beras, kopi, gula pasir, atau biji-bijian. Namun di tangan Neneng Rosita, serat alami ini menjadi beragam kriya yang cantik dan bernilai ekonomi tinggi.

    Serat goni itu oleh  Rosita diolah menjadi tas, sepatu, sandal, ransel, aksesori, hingga dekorasi rumah (home decor) dengan sentuhan seni dan kearifan lokal. Selain itu, lewat penggunaan aksen kain nusantara seperti batik, eceng gondok, batu, hingga manik kayu, yang menunjukkan keanggunan sekaligus dukungan terhadap keberlanjutan lingkungan.

    Ros, sapaan Neneng Rosita, menceritakan awalnya dia terinspirasi dari cerita orang tuanya mengenai kelam dan menyedihkannya kehidupan di bawah penjajahan Jepang. Kala itu, selain pangan yang susah, sandang pun sulit sehingga harus menggunakan goni sebagai bahan pakaian.

    Berangkat dari kisah pada masa lalu, Ros memutuskan membuat karya-karya yang unik dan eksklusif dari bahan goni sejak 2016. Ide datang dari dia sendiri dan dikembangkan secara autodidak. Karya Ros dengan jenama Arcisu itu bercirikan unik dengan sentuhan kreativitas tinggi.

    Seiring perjalanan waktu, akhirnya Ros bisa memasarkan produknya tidak hanya Indonesia, bahkan menembus pasar Amerika Serikat, Korea Selatan, Uzbekistan, Timur Tengah, Hungaria, Italia (Milan). Produknya juga menjadi salah satu suvenir yang dipilih pada KTT-G20 pada 2022 di Bali.

    Bahkan, usahanya ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga sedikitnya beromzet Rp60 juta sebulan dan memberikan lapangan pekerjaan pada masyarakat sekitar, termasuk pekerja yang memiliki keterbatasan fisik.

    Iwan Hermawan, penderita strok (stroke) sebagian, turut berkarya sebagai pengrajin. Ia berkarya bukan hanya rentang waktu hitungan bulanan. Sudah 5 tahun lamanya Iwan belajar hingga bisa berkontribusi lebih dalam membantu usaha Neneng Rosita yang kini memiliki enam karyawan.

    Perjalanan Ros bisa sejauh ini dan mencapai hasil membanggakan karena selain aktif mengikuti pelatihan yang diselenggarakan pemerintah daerah, dia juga menerima bantuan pelatihan terkait pemasaran online dan bantuan permodalan dari berbagai pihak termasuk PT Pertamina.

    Pertamina disebutnya telah menjadi pembinanya sejak awal. Pada tahun 2016, ia diberi pinjaman modal Rp25 juta dengan cicilan Rp300 ribu per bulan.

    Ia juga rutin dilibatkan mengikuti pameran di Jakarta, Bandung, Bali, Makassar, bahkan sampai ke luar negeri seperti Houston (AS) dan Seoul (Korea Selatan) untuk memperkenalkan produknya sekaligus budaya Indonesia.

    Semula Ros tidak tahu apa-apa, tapi karena rajin ikut pelatihan-pelatihan, termasuk dari Pertamina, yang juga membantu permodalan, akhirnya memiliki pengetahuan bagaimana cara promosi online dan menjual di jagat maya.

    Satu hal yang melekat pada karya-karyanya, Ros senantiasa mempertahankan kekhasan produk di tengah persaingan yang makin sengit saat ini.  

    Neneng Rosita bersama karya-karyanya di gerainya di Bandung. ANTARA/Ricky Prayoga

    Kolaborasi

    Usaha yang selama ini Neneng Rosita geluti disebutkan Manager CSR & SMEPP Management PT Pertamina Patra Niaga Subholding C&T Retno Wahyuningsih sejalan dengan tujuan pihaknya dalam membantu perkembangan usaha rakyat dalam hal ini usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), untuk menggerakkan perekonomian bangsa.

    Komitmen BUMN itu memberikan pembinaan dan bantuan permodalan pada UMKM dalam program kemitraan, telah dimulai sejak 2003, dan makin intens pada 2020 demi membantu usaha kecil dan menengah yang terdampak pandemi COVID-19 agar bisa mandiri dan memastikan keberlanjutannya, bahkan sampai mengorbit ke pasar global.

    Tujuan Pertamina memberi bantuan dan pelatihan untuk membuka kesempatan usaha skala mikro, kecil, dan menengah mampu menembus pasar global sehingga nantinya bisa mandiri.

    Sampai saat ini, BUMN tersebut telah menyalurkan kepada lebih dari 60 ribu mitra binaan dengan total dana bantuan senilai Rp3,3 triliun, yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.

    Penyaluran bantuan itu tersebar di berbagai sektor yakni industri (8.213 usaha), jasa (9.130), perdagangan (23.584), perikanan (3.304), perkebunan (5.470), pertanian (7.938), peternakan (4.005), dan sektor lainnya (761).

    Hubungan BUMN itu dengan UMKM sebagai pendamping dan binaannya, merupakan kolaborasi positif guna menaikkan kelas usaha, dari semula berjangkauan pasar lokal menjadi regional, hingga internasional melalui dukungan sertifikasi, pembinaan, hingga permodalan.

    Menurut pengamat ekonomi Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti hal tersebut patut diapresiasi. Namun, alangkah lebih baik bila ada juga jalinan hubungan yang kuat antara BUMN dengan UMKM.

    Hal ini bertujuan sebagai jaring pengaman ketika terjadi instabilitas pasar, baik di level lokal atau internasional sehingga produk-produk UMKM tetap bisa terserap.

    “Kalau bisa ada juga UMKM yang lini bisnisnya tidak jauh. Jadi BUMN ini bisa jadi off-tacker (penampung produk), agar jika terjadi instabilitas pasar, BUMN bisa sebagai off-tacker-nya, kemudian secara perlahan melakukan ekskalasi lagi,” ujar Yayan.

    Setelah itu, diperlukan juga peta jalan yang jelas sebagai jalur pengembangan UMKM dari usaha kecil, menengah, hingga menjadi besar.

    Perlunya perhatian serius pada UMKM karena usaha skala ini merupakan soko guru perekonomian Indonesia, mengingat 80–90 persen dari perekonomian Indonesia digerakkan oleh UMKM.

    Karena itu, UMKM harus didukung penuh dan ada pembinaan berkelanjutan, seperti yang dilakukan Korea Selatan pada tahun 1960-an.

    Apa yang dilakukan Neneng Rosita dengan produk-produk dengan sentuhan kreativitas tinggi, menunjukkan pasar domestik dan mancanegara selalu terbuka menerima karya-karya pelaku UMKM.

    Jumlah UMKM yang mencapai lebih dari 64 juta unit usaha sejauh ini telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional dengan menyerap 97 persen tenaga kerja dan berkontribusi sebesar 61 persen terhadap PDB nasional. 

    Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama banyak pihak, termasuk BUMN, untuk berkolaborasi dalam pengembangan UMKM demi kemajuan Indonesia.

    Editor: Achmad Zaenal M

    Editor: Achmad Zaenal M
    Copyright © ANTARA 2024

  • Target Swasembada Pangan 4 Tahun, Ini Pesan dari Guru Besar UGM

    Target Swasembada Pangan 4 Tahun, Ini Pesan dari Guru Besar UGM

    Liputan6.com, Yogyakarta – Guru Besar bidang Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian UGM, Subejo, memberikan pandangannya soal target swasembada pangan pemerintahan Prabowo Subianto. Menurutnya mencapai target itu perlu kebijakan yang tepat karena sektor pertanian memiliki banyak tantangan. ”Target itu tentu tidak mudah dengan segala tantangan yang ada sekarang ini,” ujar Subejo, Selasa 29 Oktober 2024.

    Subejo menyebut tantangan pertama adalah masifnya konversi lahan atau alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian yang menjadi ancaman serius dalam upaya peningkatan produksi padi sebagai bahan pangan pokok masyarakat Indonesia. “Kondisi ini menjadi ironi mengingat kebutuhan cetak lahan sawah diprediksi terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan permintaan padi.”

    Subejo mengatakan bahwa target pemerintah mencapai swasembada pangan, harus diikuti dengan memiliki kebijakan dan program yang terintegrasi, mulai dari ekstensifikasi, intensifikasi, dan diversifikasi. Program ini harus melibatkan berbagai lembaga dan kementerian di tingkat pusat dan daerah. “Ekstensifikasi atau pembukaan lahan baru bisa dilakukan dengan skala yang terbatas supaya manageable, untuk daerah-daerah yang memiliki kesesuaian tinggi agar pengembangan komoditas pertanian dapat dilakukan,” kata Subejo.

    Intensifikasi di daerah basis produksi pangan adalah hal yang medesak sebab selama ini intensifikasi lahan basah masih kurang dari 200 persen yang artinya baru ditanami kurang dari dua kali dalam satu tahun. Ia yakin adanya dukungan sistem irigasi yang baik, akan sangat terbuka peluang untuk meningkatkan intensitas penanaman sampai dua kali. “Dan bahkan untuk daerah tertentu yang ketersediaan airnya memadai bisa tiga kali tanam dalam waktu satu tahun.”

    Permasalahan kedua, Subejo menyebut masalah klasik yaitu pasca panen yang membuat harga jeblok ketika panen raya tiba karena sistem distribusi logistik yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal mendesak yang harus dilakukan adalah pengembangan sistem informasi produksi dan distribusi pangan, termasuk hortikultura, yang melibatkan multi-stakeholders sehingga dapat terdata dengan rinci jumlah dan sebaran produk pertanian serta distribusinya. “Dengan sistem informasi, peluang distribusi produk lebih merata sehingga stabilitas harga dapat terjamin,” ujar Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerja Sama Fakultas Pertanian ini.

    Menurutnya, dorongan dari industri pengolahan yang bermanfaat sangat penting, saat produk mentah melimpah dan dapat diproses atau diawetkan yang tetap memiliki nilai ekonomi. Selain itu perlu mengatasi keterbatasan literasi finansial di kalangan petani karena usaha pertanian membutuhkan modal yang tidak sedikit. “Meskipun pemerintah sebetulnya memiliki program Kredit Usaha Rakyat (KUR), namun sayangnya program ini belum berjalan efektif di kalangan petani. Hal ini dikarenakan pola pikir konvensional petani yang masih menganggap KUR merepotkan dan kurang bermanfaat.”

    Subejo mengatakan pentingnya integrasi pembiayaan dengan sistem insentif bunga rendah bagi petani, contohnya melalui kredit BUMN, CSR korporasi, pembiayaan dari pemerintah daerah, atau pembiayaan dari dana desa. “Sebetulnya pemerintah memberikan edukasi literasi pembiayaan pada para petani melalui kelompok tani atau tokoh-tokoh petani serta mendekatkan layanan pembiayaan ke desa-desa,” jelasnya.

    Keterbatasan pemahaman teknologi di kalangan petani masih menjadi masalah tersendiri sehingga hasil produksi kurang maksimal. Salah satu bukti nyata adalah biaya produksi beras yang mencapai Rp 5.500/kg di Indonesia, hampir dua kali lipat dari biaya produksi di Vietnam yang hanya Rp 2.900/kg saja.

    Subejo menjelaskan sistem produksi pertanian di Indonesia termasuk dalam ekonomi berbiaya tinggi. Sehingga penting ada langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi produksi pertanian misalnya peningkatan dan pengorganisasian skala usaha atau konsolidasi lahan, mekanisasi pertanian, penyuluhan pertanian dan edukasi petani supaya konsisten menggunakan sumber daya lebih efisien. “Bisa juga dilakukan dengan mengintroduksi inovasi yang lebih efisien misalnya hemat air dan hemat pupuk,” jelasnya

    Permasalahan lainnya yang mayoritas petani alami adalah krisis manajemen, banyak petani menggunakan uang hasil panen untuk kebutuhan hidup harian tanpa persiapan matang untuk proses penggarapan lahan di musim tanam berikutnya. Menurutnya petani belum melakukan farm record sehingga tata kelola pertaniannya berubah-ubah dari waktu ke waktu dan sulit mengantisipasi resiko produksi.

    Ia menyatakan diversifikasi produk harus dipikirkan agar output yang dihasilkan tidak hanya bahan mentah namun dikombinasi dengan produk olahan atau produk sekunder. Ia menilai untuk mencapai swasembada pangan penting juga dalam mengelola kebijakan impor beras yang sering tidak menyentuh akar masalah krisis pangan di Indonesia.