Produk: Beras

  • OPINI : Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan

    OPINI : Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia terus memperkuat fondasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dengan menghadirkan paket kebijakan stimulus ekonomi terbaru.

    Dengan fokus pada aspek keadilan dan gotong royong, kebijakan ini dirancang dengan azas keberpihakan untuk menjaga daya beli masyarakat, mendukung sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM), dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

    Salah satu elemen utama dari kebijakan ini adalah penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% dari sebelumnya 11% menjadi 12%, sebagai salah satu amanat Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kebijakan ini mengedepankan perlindungan terhadap kelompok masyarakat kurang mampu dengan tetap memberikan pembebasan PPN untuk kebutuhan pokok, jasa pendidikan, kesehatan, dan sektor-sektor lain yang esensial. Langkah ini sejalan dengan azas keadilan, memastikan bahwa negara hadir untuk masyarakat yang membutuhkan, sementara mereka yang mampu berkontribusi lebih besar.

    Sementara azas keberpihakan dibuktikan pemerintah dengan memberikan insentif perpajakan, yang pada 2025 diproyeksikan sebesar Rp445,6 triliun, di mana proyeksi besaran insentif PPN nya saja sebesar Rp265,6 triliun. Dari jumlah tersebut sebagian besar merupakan pembebasan PPN untuk bahan makanan sebesar Rp77,1 triliun, pembebasan PPN untuk UMKM sebesar Rp61,2 triliun, pembebasan PPN untuk sektor transportasi sebesar Rp34,4 triliun, dan pembebasan PPN untuk sektor kesehatan dan pendidikan sebesar Rp30,8 triliun.

    Terhadap beberapa barang yang sangat diperlukan oleh masyarakat umum berupa tepung terigu, gula untuk industry, dan Minyak Kita, Pemerintah menanggung beban kenaikan 1% PPN tersebut, sehingga tarif PPN yang dibayarkan masyarakat tidak berubah, yakni tetap 11% seperti saat ini. Semua kebijakan itu merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membuktikan keberpihakan pemerintah kepada masyarakat.

    Azas yang tidak kalah pentingnya adalah azas gotong royong, di antaranya tercermin dari kebijakan Pemerintah mengenakan PPN bagi barang dan jasa yang selama ini diberikan fasilitas pembebasan tetapi sebenarnya dikonsumsi masyarakat mampu, antara lain untuk kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP keatas, dan pendidikan berstandar internasional yang berbayar mahal.

    Menjaga Daya Beli

    Dalam rangka membantu masyarakat yang kurang mampu atas dampak kenaikan tarif PPN, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk memberikan stimulus tambahan untuk perlindungan sosial sekaligus memastikan daya beli masyarakat tetap terjaga. Bantuan pangan berupa beras 10 kg per bulan selama Januari—Februari 2025 diberikan kepada 16 juta penerima manfaat. Diskon listrik 50% untuk pelanggan dengan daya hingga 2200 VA juga akan diterapkan dalam periode yang sama.

    Selain itu, untuk pembelian rumah dengan harga jual hingga Rp5 miliar di tahun 2025, Pemerintah memberikan diskon PPN 100% di semester pertama 2025 serta diskon PPN sebesar 50% di paruh kedua 2025, atas Rp2 milyar pertama dari harga rumah tersebut. Kebijakan ini diberikan tidak hanya untuk rumah tangga kurang mampu tetapi juga untuk masyarakat kelas menengah yang selama ini juga telah menikmati kurang lebih setengah dari insentif PPN.

    Paket ini diyakini efektif dalam menjaga stabilitas konsumsi domestik, daya beli, dan tingkat inflasi. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa meskipun tarif PPN naik menjadi 11%, pasar tenaga kerja tetap tumbuh, dan daya beli masyarakat tidak terganggu.

    Selain itu, paket stimulus ini mencakup insentif pajak bagi sektor padat karya, seperti keringanan PPh Pasal 21 untuk pekerja berpenghasilan hingga Rp10 juta per bulan. Industri padat karya mendapat subsidi bunga sebesar 5% untuk revitalisasi mesin, yang bertujuan meningkatkan produktivitas dan daya saing. Program ini juga dilengkapi dengan bantuan 50% biaya Jaminan Kecelakaan Kerja selama 6 bulan.

    Pemerintah memperpanjang masa berlaku tarif PPh Final 0,5% hingga 2025 disamping tetap memberikan pembebasan sepenuhnya PPh bagi Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun. Kebijakan ini memberikan ruang bernapas bagi pelaku usaha kecil untuk semakin tumbuh dan berkontribusi dalam perekonomian nasional.

    Di sisi lain, sektor kendaraan listrik dan hybrid turut menjadi fokus dengan berbagai insentif, seperti PPN DTP dan pembebasan Bea Masuk. Langkah ini mendukung agenda transisi energi bersih sekaligus menciptakan lapangan kerja baru di sektor otomotif hijau.

    Dalam jangka panjang, kebijakan ini dirancang untuk memperkuat ruang fiskal Indonesia. Dengan penerapan tarif PPN 12%, penerimaan negara diharapkan meningkat, memungkinkan pemerintah untuk lebih optimal dalam mendukung pembiayaan Pembangunan sehingga tercipta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

    Langkah ini menempatkan Indonesia dalam jalur yang lebih sejajar dengan negara-negara lain di dunia, di mana tarif PPN rata-rata lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Namun, kebijakan ini tidak hanya tentang meningkatkan pendapatan. Ini adalah bagian dari upaya menyeluruh untuk membangun sistem perpajakan yang lebih adil, resilient, transparan, dan berkeadilan.

    Paket kebijakan stimulus ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan masyarakat, daya saing usaha, dan keberlanjutan fiskal. Dengan pendekatan yang inklusif dan berkeadilan, kebijakan ini tidak hanya menjawab tantangan ekonomi saat ini tetapi juga mempersiapkan fondasi yang kokoh untuk pertumbuhan di masa depan. Melalui gotong royong dan kolaborasi seluruh elemen bangsa, Indonesia dapat mewujudkan visi kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.

  • Mendag Pastikan Harga dan Pasokan Kebutuhan Pokok Jelang Nataru Masih Normal

    Mendag Pastikan Harga dan Pasokan Kebutuhan Pokok Jelang Nataru Masih Normal

    Bekasi, Beritasatu.com – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memastikan harga dan pasokan bahan pokok dalam kondisi stabil dan aman sepekan menjelang Natal dan Tahun Baru 2025 (Nataru). Menurut dia, meski terjadi kenaikan harga, tetapi masih berada di bawah harga eceran tertinggi (HET).

    Budi mengatakan, harga dan pasokan kebutuhan pokok secara nasional masih normal. Hal itu berdasarkan hasil pantauan Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP).

    “Jadi Nataru sebenarnya kebutuhan pokok normal, harga-harga juga normal. Jadi kemarin kami ke Medan ya ke Sukarame terus berdasarkan pantauan kita juga relatif normal,” ujarnya di Cikarang Barat, Rabu (18/12/2024).

    Budi menyebut, kenaikan harga yang terjadi beberapa hari terakhir menjelang Nataru karena keterlambatan pasokan ketersediaan sejumlah barang pokok.

    “Kalau ada misalnya, cabai naik, tetapi dia masih di bawah harga HET. Jadi harga acuannya itu kan Rp 55.000. Jadi harganya sekarang sekitar Rp 40.000, tetapi masih di bawah,” ungkapnya terkait harga dan pasokan kebutuhan pokok menjelang Nataru.

    Budi mengungkap, saat melakukan sidak di Kota Medan beberapa waktu lalu, harga telur ayam masih kisaran Rp 28.000 per kilogram (kg), sedangkan harga Minyakita Rp 15.700 per kg, serta harga daging dan beras juga masih terbilang normal.

    “Jadi secara umum normal ya, telur kemarin malah harga cuma Rp 28.000,” tegasnya.

    Guna menjaga stabilitas pasokan dan harga kebutuhan pokok, Budi mengatakan, pihaknya akan terus melakukan pengawasan serta memastikan pasokan ketersediaan bahan pokok dalam kondisi aman mendekati Nataru.

    “Ya mudah-mudahan ya Nataru ini. Jadi semua cabai pun masih normal karena masih di bawah acuan. Jadi mudah-mudahan ini kan sudah mendekati Natal, tetapi kemarin kita cek juga masih normal. Nah, besok dalam waktu dekat akan kami cek ke Bandung ke tempat lain. Jadi insyaallah tidak ada masalah ya,” pungkasnya terkait harga dan pasokan kebutuhan pokok menjelang Nataru.

  • Omon-omon Prabowo PPN 12% Cuma untuk Barang Mewah, Nyatanya…

    Omon-omon Prabowo PPN 12% Cuma untuk Barang Mewah, Nyatanya…

    Bisnis.com, JAKARTA — Pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% hanya untuk barang mewah berakhir jauh panggang dari api. Nyatanya, pernyataan Kepala Negara tersebut sekadar ‘omon-omon’ belaka.

    Pernyataan Prabowo yang dimaksud, yaitu ketika dia menyebut kenaikan tarif PPN dari 11% ke 12% di 2025 hanya berlaku untuk barang dan jasa berkategori mewah. Hal itu diungkakan langsung oleh Prabowo di Istana Merdeka, Jumat (6/12/2024).

    Keputusan ini, kata Prabowo, diambil usai menerima audiensi pimpinan DPR. Parlemen meminta Prabowo memberlakukan PPN 12% untuk barang/jasa mewah saja. 

    “PPN adalah undang-undang, ya kita akan kita laksanakan, tapi selektif. Hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo saat memberikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (6/12/2024).

    Menurutnya, pemerintah harus membantu rakyat kecil. Bahkan pengecualian PPN kepada masyarakat kecil sudah diterapkan sejak 2023. Pun ingin mengerek tarif PPN, hal ini hanya untuk barang mewah saja. 

    “Kalaupun naik hanya untuk barang mewah,” tegasnya. 

    Dengan pengecualian ini, maka detail barang yang dikenakan bebas PPN 12% akan mengacu kepada kepada Peraturan Pemerintah sebagai payung hukum.

    Sehari sebelumnya, DPR dalam rapat paripurna menyampaikan kepada pemerintah agar kebijakan tarif PPN lebih tinggi di 2025 itu tidak menyulitkan masyarakat. Hal itu disampaikan oleh Ketua DPR Puan Maharani serta Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

    Puan, yang merupakan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), mengingatkan bahwa pemerintah berhak mengevaluasi kebijakan tarif PPN menjadi 12% pada 2025, mengingat kondisi ekonomi masyarakat saat ini tidak terlalu baik. 

    Seperti diketahui, kenaikan tarif PPN menjadi 12% merupakan amanat dari Undang-undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada 2021 lalu. 

    Kendati sudah menjadi amanat UU HPP, Puan berharap pemerintah bisa mendengarkan dulu aspirasi seluruh masyarakat sebelum memutuskan hal yang sangat krusial itu. 

    “Walaupun memang itu sudah ditentukan dalam undang-undang, pemerintah juga berhak untuk kemudian mengevaluasi. Karena kita juga harus melihat bagaimana aspirasi masyarakat dan bagaimana situasi ekonomi saat ini,” ujarnya kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

    Senada dengan Puan, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad tidak menampik bahwa kebijakan tarif PPN 12% sudah menjadi amanat UU HPP. Sebelumnya, tarif PPN sudah lebih dulu naik ke 11% pada 2022. 

    Dasco menyampaikan bahwa perlu menunggu langkah dari pemerintah apabila akan langsung menaikkan tarif PPN di awal tahun depan. 

    “Harapan kita tadi sama-sama sudah dengar aspirasi dari anggota DPR bahwa kenaikan PPN 12% itu tidak menyulitkan rakyat,” ujar Ketua Harian Partai Gerindra itu. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, pemerintah juga beberapa kali didapati menyampaikan bahwa tarif PPN 12% tidak berlaku untuk bahan pokok penting. Padahal, sedari dulu, bahan pokok penting memang selalu bebas PPN.

    Pengunjung beraktivitas di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (9/12/2024). Bank Indonesia (BI) mencatat Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) November 2024 naik menjadi 125,19, menunjukkan keyakinan kondisi ekonomi masyarakat secara luas. JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani Perbesar

    PPN Tetap Naik 12% 

    Adapun selang sembilan hari pernyataan Prabowo di Istana, pemerintah secara resmi mengumumkan perincian PPN 12%, barang dan jasa yang kena tarif pajak baru, serta paket stimulus ekonomi pemerintah sejalan dengan naiknya tarif PPN.

    Dalam pemberitaan Bisnis, pemerintah menegaskan tarif PPN 12% tidak hanya akan dikenakan untuk barang/jasa yang bersifat mewah pada 1 Januari 2025. Barang-barang umum yang biasa konsumsi masyarakat, seperti pakaian, alat-alat rumah tangga, hingga kosmetik nyatanya akan dikenakan PPN 12%.

    Sebagai kompensasi kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025, pemerintah menggelontorkan beragam insentif kepada masyarakat. 

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku kebijakan insentif fiskal tersebut dikeluarkan agar kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% tidak memberi dampak negatif ke masyarakat.

    “Paket ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha—utamanya UMKM dan padat karya, menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, dan ujungnya untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).

    Mantan ketua umum Partai Golkar itu menegaskan penerimaan perpajakan juga sangat diperlukan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sehingga PPN harus tetap naik.

    Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Morgiarso menjelaskan barang/jasa yang dibebaskan dari tarif PPN 12% diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 49/2024 dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 59/2020.

    Selain itu, diputuskan ada tambahan tiga barang strategis yang tarif PPN-nya ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 1% yaitu MinyakKita, tepung terigu, dan gula industri. Artinya, tiga barang tersebut kena PPN 11%.

    “Nah, di luar itu sebenarnya secara legalnya kan tetap kena PPN 12%. Artinya ada tambahan 1% dari yang ada sekarang, kan gitu,” jelas Susi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, dikutip Rabu (18/12/2024).

    Singkatnya, secara umum barang/jasa yang telah menjadi kebutuhan umum seperti pakaian, sepatu, kosmetik, jajanan, hingga layanan streaming online (Netflix, Spotify, dan sejenisnya) akan tetap kena PPN 12%

    Susi juga tidak menampik ada perluasan enam barang/jasa yang akan dikenakan PPN meski sebelumnya sudah dibebaskan. Barang/jasa tersebut dikenai PPN karena bersifat mewah.

    Barang/jasa yang dimaksud, yaitu beras premium, buah-buahan premium, daging premium (wagyu, daging kobe), ikan mahal (salmon premium, tuna premium), udang dan krustasea premium (king crab), jasa pendidikan premium, jasa pelayanan kesehatan medis premium, serta listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 volt ampere (va).

    Sebelumnya, barang/jasa tersebut termasuk yang dibebaskan PPN karena masuk kategori bahan makan, listrik, dan jasa sektor pendidikan/kesehatan seperti yang diatur PP 49/2024 dan Perpres 59/2020.

    Susi menjelaskan Kementerian Keuangan sedang menyusun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang nantinya merincikan kriteria hingga kategori enam barang/jasa premium itu yang akan dikenakan PPN 12%.

    “Nanti masih harus menunggu teknis detilnya kan di PMK,” ujarnya.

    Berikut Barang/Jasa yang Bebas PPN

    Bahan makanan (daging, ikan, beras, cabai, gula pasir, telur ayam ras, dan bawang—kecuali yang bersifat premium yang nanti dirincikan dalam PMK);
    Jasa pendidikan;
    Jasa pelayanan kesehatan medis;
    Jasa pelayanan sosial;
    Jasa angkutan umum;
    Jasa keuangan;
    Jasa persewaan rumah susun dan umum.

    Berikut Daftar Barang Mewah Kena PPN 12%

    Beras premiumBuah-buahan premium;
    Daging premium (wagyu, daging kobe);
    Ikan mahal (salmon premium, tuna premium);
    Udang dan krustasea premium (king crab);
    PPN atas jasa pendidikan premium;
    PPN atas jasa pelayanan kesehatan medis premium;
    Pengenaan PPN untuk listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 volt ampere (va).

  • Jelang Nataru Pemkab Langkat gelar pasar murah  

    Jelang Nataru Pemkab Langkat gelar pasar murah  

    Sumber foto: M Salim/elshinta.com.

    Jelang Nataru Pemkab Langkat gelar pasar murah  
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 18 Desember 2024 – 13:35 WIB

    Elshinta.com – Dalam rangka menjaga stabilitas harga dan menekan inflasi menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), Pemerintah Kabupaten Langkat menggelar pasar murah di tiga kecamatan selama tiga hari. Program ini merupakan bentuk konkret komitmen Pj. Bupati Langkat Faisal Hasrimy dalam meringankan beban masyarakat, terutama dalam memenuhi kebutuhan pokok dengan harga terjangkau menjelang natal dan tahun baru (nataru).

    “Kegiatan pasar murah ini bukan hanya tentang distribusi barang dengan harga yang lebih rendah, tetapi juga upaya nyata pemerintah untuk hadir di tengah masyarakat. Ini adalah bentuk kepedulian kami terhadap kondisi ekonomi warga, khususnya di saat kebutuhan pokok cenderung meningkat,” ujar Faisal Hasrimy.

    Program pasar murah dilaksanakan secara bertahap di tiga lokasi berbeda. Setiap titik dipilih berdasarkan analisis kebutuhan masyarakat dan tingkat kerentanan terhadap fluktuasi harga bahan pokok. Desa Mangga, Kecamatan Stabat. Pada Senin, 9 Desember 2024, pasar murah digelar di Desa Mangga, Dusun Slipit. Warga desa mendapatkan akses langsung ke kebutuhan pokok seperti beras medium sebanyak 1 ton, minyak goreng 480 liter, telur 300 papan, dan gula pasir 500 kg. Beras medium 5 kg Rp62.000, gula pasir: Rp16.000/kg, minyak goreng Rp15.000/liter, telur ayam Rp48.000/papan.

    Program serupa dilaksanakan di Desa Suka Damai Timur. Komoditas yang disalurkan terdiri dari beras sebanyak 750 kilogram, minyak goreng 480 liter, telur 300 papan, dan gula pasir 500 kg. Warga setempat menyambut antusias kegiatan ini, mengapresiasi harga yang jauh lebih terjangkau dibanding harga pasar.

    Desa Purwobinangun, Kecamatan Sei Bingai. Pada Rabu, 11 Desember 2024, giliran Desa Purwobinangun yang menjadi lokasi Pasar Murah. Komoditas yang didistribusikan meliputi beras medium sebanyak 1 ton, minyak goreng 480 liter, telur 300 papan, dan gula pasir 500 kg.

    Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Langkat Ikhsan Aprija, yang bertindak sebagai pelaksana kegiatan, menjelaskan bahwa pasar murah merupakan bagian dari program stabilisasi harga kebutuhan pokok dan barang penting yang diinisiasi oleh pemerintah. Kegiatan ini juga melibatkan perangkat desa setempat, seperti kepala desa dan kepala dusun, untuk memastikan pelaksanaannya berjalan lancar.

    “Sinergi antara pemerintah daerah dan masyarakat menjadi kunci kesuksesan pasar murah ini. Kami berharap program ini dapat meringankan beban warga, terutama menjelang momen-momen penting seperti HBKN,” ungkap Ikhsan seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, M Salim, Rabu (18/12). 

    Tingginya partisipasi masyarakat di setiap lokasi menunjukkan keberhasilan program ini. Salah seorang warga Desa Mangga, Siti, menyampaikan rasa syukurnya atas kehadiran pasar murah. “Harga kebutuhan pokok semakin mahal, tapi melalui pasar murah ini, kami bisa membeli barang dengan harga terjangkau. Ini sangat membantu,” ujarnya.

    Pj. Bupati Langkat Faisal Hasrimy menegaskan komitmennya untuk terus mendukung program-program yang bersifat pro-rakyat. “Langkah ini tidak akan berhenti di sini. Ke depan, kita akan memperluas jangkauan pasar murah agar lebih banyak warga yang merasakan manfaatnya. Pemerintah hadir untuk memastikan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga,” pungkasnya.

    Program pasar murah ini diharapkan dapat menjadi solusi konkret atas tantangan ekonomi yang dihadapi masyarakat Langkat, sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah daerah aktif mengambil langkah nyata dalam memastikan kebutuhan pokok tersedia dengan harga yang stabil.

    Sumber : Radio Elshinta

  • PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

    PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

    Jakarta (ANTARA) – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen resmi dilanjutkan oleh Pemerintah. Tarif ini bakal berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Bersamaan dengan itu, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak.

    Namun, reaksi publik menyangsikan keputusan Pemerintah yang dianggap makin menekan kemampuan ekonomi rakyat. Publik masih belum berhenti meminta Pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPN 12 persen.

    Penjelasan PPN 12 persen

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.

    Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.

    Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam definisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Untuk jasa, mencakup jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum pun termasuk yang mendapat fasilitas pembebasan PPN.

    Sementara itu, terdapat tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen, tetapi kenaikan tarif 1 persen ditanggung oleh Pemerintah karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas itu adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.

    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.

    Terkait barang mewah, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.

    Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, Pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu — atau yang disebut oleh Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, Pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.

    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.

    Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.

    Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.

    Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

    Paket stimulus ekonomi

    Paket stimulus disiapkan untuk meredam efek kenaikan tarif PPN.

    Untuk merespons risiko daya beli masyarakat, Pemerintah menyediakan tiga stimulus untuk mendukung rumah tangga, yakni bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan yang akan dibagikan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP untuk tiga komoditas, dan diskon sebesar 50 persen untuk listrik di bawah 2.200 VA.

    Untuk memitigasi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Pemerintah memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai manfaat dan masa klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk enam bulan masa penerimaan manfaat (dari sebelumnya 45 persen pada tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya) dengan masa klaim diperpanjang menjadi enam bulan setelah terkena PHK.

    Program JKP juga menyediakan akses informasi pasar kerja serta pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.

    Untuk risiko kerentanan pengusaha, disiapkan stimulus untuk UMKM, yakni perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

    Paket stimulus ekonomi berikutnya menyasar industri padat karya. Terdapat insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.

    Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik dan hibrida berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) completely knocked down (CKD), PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU. Juga, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hibrida.

    Terakhir, paket stimulus menyasar sektor properti, dengan memperpanjang insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.

    Dampak terhadap ekonomi

    Salah satu dampak yang disorot dari kebijakan tarif PPN 12 persen adalah potensi inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy).

    Celios juga menghitung kenaikan PPN bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tak terlalu signifikan. Berdasarkan proyeksi Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, efek PPN terhadap inflasi berkisar 0,2 persen.

    Dari sisi Pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyebut risiko kenaikan inflasi itu telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun.

    Namun, efektivitas dari paket stimulus yang disiapkan Pemerintah banyak dipertanyakan. Salah satu komentar datang dari Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menyebut keuntungan stimulus bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah.

    Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pasalnya, kinerja permintaan maupun industri sudah terlanjur melemah. Meski ada insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri ini sudah telanjur terpuruk, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan industri alas kaki.

    Di sisi lain, juga ada sejumlah optimisme terhadap kebijakan tarif PPN 12 persen.

    Contohnya, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai paket stimulus bersifat inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Tetapi, dia turut mewanti-wanti soal terbatasnya durasi dan jangkauan tiap insentif.

    Kemudian, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat insentif diskon listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi. Dia meminta Pemerintah memastikan pemberian diskon tarif listrik pada awal tahun depan agar tepat sasaran.

    Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah melakukan evaluasi secara hati-hati agar efek kebijakan tidak hanya bersifat sementara, tetapi berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.

    Bila hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus tersebut.

    Secara keseluruhan, paket stimulus Pemerintah dinilai bersifat temporer. Terlebih, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang telah ada sebelumnya.

    Direktur Celios Bhima Yudhistira menyerukan agar Pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif PPN. Menurutnya, memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.

    Editor: Slamet Hadi Purnomo
    Copyright © ANTARA 2024

  • Pemerintah Bebaskan PPN 12 Persen untuk Sejumlah Sektor Penting, Apa Saja? – Halaman all

    Pemerintah Bebaskan PPN 12 Persen untuk Sejumlah Sektor Penting, Apa Saja? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah sektor yang menjadi bahan dan jasa pokok masyarakat tak kena imbas kenaikan tarif PPN 12 persen yang akan mulai berlaku Januari 2025 mendatang.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN 12 persen ini tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau kebutuhan pokok penting lainnya yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020.

    “Tarif PPN 12 persen ini tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting yang rinciannya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020. Bahan pokok ini justru diberikan fasilitas bebas PPN,” kata Airlangga Hartarto, Rabu (18/12/2024).

    Adapun kebutuhan pokok masyarakat yang dimaksud di antaranya seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi sampai pada sektor jasa penting.

    “Termasuk jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air,” tutur Airlangga.

    Bahkan, kata Airlangga, pemerintah juga memiliki sejumlah kebijakan baru yang dapat mengantisipasi dan menjaga kesejahteraan masyarakat yakni berupa diskop tarif listrik hingga 50 persen per 1 Januari 2025. 

    “Khususnya untuk pelanggan listrik di bawah 2.200 Volt Amphere (VA), seperti 1.300 VA, 900 Va. Diskon tarif listrik 50 persen diberikan selama 2 bulan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga,” tutur Airlangga.

    PPN 12 Persen untuk Barang Mewah

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan kebijakan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang berlaku mulai 2025 nanti akan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang, namun bersifat selektif, yaitu hanya untuk barang mewah.

    Hal itu disampaikannya dalam pernyataannya, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (6/12/2024).

    Ia mengatakan, kenaikan PPN ini hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah, sementara perlindungan terhadap rakyat tetap menjadi prioritas pemerintah.

    “PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan, tapi selektif hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo.

    Prabowo mengatakan bahwa sesungguhnya sejak akhir tahun 2023, pemerintah tidak memungut PPN secara penuh terhadap barang-barang yang seharusnya dikenakan pajak. 

    Hal ini adalah bentuk upaya keberpihakan kepada masyarakat, terutama kalangan bawah.

    “Untuk rakyat yang lain, kita tetap lindungi, sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil. Jadi kalaupun naik, itu hanya untuk barang mewah,” ujarnya.

    Seperti diketahui, ketentuan PPN 12 persen diperintahkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

    Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun usai bertemu dengan Prabowo di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/12), bersama unsur DPR lainnya, mengatakan adanya usulan penghitungan PPN dengan tarif berbeda, di mana barang-barang, seperti kebutuhan pokok, kemungkinan dikenakan pajak lebih rendah.

    Ia menegaskan bahwa barang-barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa perbankan, serta pelayanan umum akan tetap bebas dari PPN, sesuai kebijakan yang berlaku saat ini.

    “PPN akan tetap berjalan sesuai jadwal waktu amanat di undang-undang yaitu 1 Januari 2025 tetapi kemudian akan diterapkan secara selektif kepada beberapa komoditas, baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang mewah sehingga pemerintah hanya memberikan beban itu kepada konsumen pembeli barang mewah,” ujar Misbakhun.

    Lebih lanjut, Misbakhun menjelaskan bahwa pemerintah juga berencana untuk menerapkan struktur PPN yang tidak seragam. Meski demikian, kebijakan tersebut saat ini masih dilakukan pengkajian mendalam.

    “Ini nanti akan masih dipelajari. Masyarakat tidak perlu khawatir karena ruang lingkup mengenai kebutuhan barang pokok, kemudian jasa pendidikan, jasa kesehatan, kemudian jasa perbankan, yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pelayanan umum, jasa pemerintahan tetap tidak dikenakan PPN,” ungkap Misbakhun.

     

     

  • Ekonom nilai perlu perkuat lini bisnis sebelum bentuk “holding” UMKM

    Ekonom nilai perlu perkuat lini bisnis sebelum bentuk “holding” UMKM

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan pemerintah perlu memperkuat sinergi lini bisnis UMKM sebelum membentuk holding bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah tersebut.

    “(Kuncinya adalah) sinergi dari sisi lini bisnisnya karena kan bisnisnya kan bisa apa saja gitu ya, jangan sampai nanti tercampur-campur lini bisnis yang tidak ada hubungannya gitu,” ucap Mohammad Faisal di Jakarta, Rabu.

    Ia menuturkan bahwa sebaiknya holding tersebut terdiri dari satu lini bisnis, sehingga pemerintah perlu mendetailkan desain holding tersebut serta menentukan pelaku usaha mana saja yang akan ditargetkan untuk bergabung, apakah pelaku usaha nano, mikro, kecil, atau menengah.

    Untuk itu, ia mengatakan bahwa lini bisnis UMKM di Indonesia perlu didata secara lebih menyeluruh dan akurat, terutama para pelaku usaha nano dan mikro.

    “Mereka (pelaku usaha nano dan mikro) tipikalnya kan dinamis, gampang berubah. Jadi besok mau jualan buah, besok mau jualan beras, gampang sekali berubah,” kata Faisal.

    Selain itu, ia menyatakan bahwa pemerintah perlu meningkatkan kemitraan antara UMKM dengan industri maupun perusahaan besar lainnya untuk memperluas akses pasar domestik dan merambah ke pasar ekspor.

    “Nah kalau holding-nya mau diarahkan ke situ, itu bagus menurut saya, jadi kalau (usaha) menengahnya nanti kalau di holding mau dimitrakan kuat dengan industri tertentu ini targetnya ekspor gitu,” ujarnya.

    Faisal pun berharap pembentukan holding tersebut tidak hanya akan mengarusutamakan dan mengumpulkan aset UMKM, tapi juga memberikan manfaat bagi para anggotanya, misalnya produksi yang semakin efisien atau adanya penambahan modal.

    “Sebetulnya satu pertimbangannya yang utama adalah tujuan daripada holding tersebut. Tujuan daripada holding-nya apa? Apakah hanya mengarusutamakan saja? Tapi, yang perlu dilihat, sebetulnya bukan hanya mengarusutamakan saja, tapi ada manfaat yang diperoleh dari masing-masing unit,” imbuhnya.

    Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengatakan di Jakarta, Selasa (10/12), bahwa pihaknya akan membuat UMKM holding yang bertujuan untuk menghubungkan pengusaha UMKM dengan industri besar.

    Ia juga melihat bahwa kesempatan bahwa UMKM mampu berkembang lebih jauh lewat holding tersebut.

    Kementerian UMKM akan memberikan dukungan melalui pelatihan produksi, akses pembiayaan, perencanaan bisnis hingga disiapkan rantai pasok serta investor sehingga dalam ekosistem holding ini menjadi sebuah kesatuan yang tidak lagi terpecah atau terpisah satu sama lain.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Guido Merung
    Copyright © ANTARA 2024

  • Zulhas Pamer Inpres Irigasi hingga Perpres Pupuk Subsidi Rampung Dua Bulan

    Zulhas Pamer Inpres Irigasi hingga Perpres Pupuk Subsidi Rampung Dua Bulan

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan pihaknya telah merampungkan sederet kebijakan mulai dari Instruksi Presiden (Inpres) tentang irigasi hingga Peraturan Presiden (Perpres) tata kelola pupuk subsidi.

    Zulhas menjelaskan sederet kebijakan itu telah rampung selama dua bulan pascadilantik Presiden Prabowo Subianto untuk menjadi Menko Pangan.

    “Inpres irigasi sudah selesai, saya sudah paraf, sudah selesai. [Soal diteken Presiden Prabowo] itu mungkin waktunya saja. Tapi sudah mulai berjalan, karena semua kementerian sudah teken, sudah bisa. [Perpres tata kelola] pupuk [subisidi] juga sudah,” kata Zulhas di Graha Mandiri, Jakarta, Rabu (18/12/2024).

    Zulhas juga mengeklaim Kemenko Pangan telah menghasilkan perpres neraca komoditas, revisi peraturan pemerintah (PP) terkait irigasi, dan Inpres tentang penyuluh pertanian.

    Kemudian, penetapan tujuh komoditi dalam neraca komoditas. Di mana, empat dari komoditi tersebut tidak lagi impor pada 2025, yakni beras, gula konsumsi, garam konsumsi, dan jagung pakan.

    Lalu, revisi PP mangrove, revisi Perpres tentang perdagangan karbon, Perpres dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tentang Perhutanan Sosial, program optimalisasi 78.000 hektare eks tambak udang di Pulau Jawa, serta pilot project Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Adapun hari ini, Rabu (18/12/2024), Menko Zulhas baru saja melantik delapan pejabat eselon I yang diharapkan dapat mencapai tujuan utama swasembada pangan pada 2027.

    “Indonesia harus dapat mencapai swasembada pangan pada 2027,” ujarnya.

    Sesuai arahan Presiden Prabowo, swasembada pangan adalah salah satu langkah utama guna menghadapi tantangan global, juga sebagai antisipasi situasi krisis global, dimana negara-negara lain akan mengutamakan kepentingan domestik.

    Zulhas pun mengakui bahwa swasembada pangan pada 2027 merupakan sebuah tantangan yang berat. Namun, langkah yang diperlukan adalah penyatuan visi dan misi semua stakeholder terkait.

    Untuk menghadapi tantangan itu, kata Zulhas, seluruh pejabat dituntut untuk mampu berinovasi, bekerja cerdas untuk mendorong percepatan kinerja organisasi yang pada akhirnya akan membantu menjaga kestabilan ekonomi Indonesia melalui ketahanan, dan swasembada pangan.

    “Jadi kami kerja terus, walaupun baru hari ini [eselon I dilantik], bukan berarti baru hari ini kami baru bekerja. Selama mulai dilantik kami terus maraton,” ujarnya.

    Zulhas juga menyatakan bahwa pekan depan Kemenko Pangan akan mengadakan rapat di sejumlah wilayah di Tanah Air.

    Berikut daftar pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Pangan yang dilantik:

    1. Dr. Ir. Kasan, M.M. sebagai Sekretaris Kementerian Koordinator

    2. Tatang Yuliono, S.Sos., M.M. sebagai Deputi Bidang Koordinasi Tata Niaga dan Distribusi Pangan

    3. Widiastuti, S.E., M.Si. sebagai Deputi Bidang Koordinasi Usaha Pangan dan Pertanian

    4. Dr. Ir. Nani Hendiarti, M.Sc. sebagai Deputi Bidang Koordinasi Keterjangkauan dan Keamanan Pangan

    5. Dandy Satria Iswara, S.Ip., M.Si. sebagai Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim

    6. Bara Khrisna Hasibuan, BA., MPA. Sebagai Staf Ahli Bidang Transformasi Digital dan Antar Lembaga

    7. Dr. Prayudi Syamsuri sebagai Staf Ahli Bidang Manajemen Konektivitas

    8. Dr. Ir. Sugeng Santoso, M.T., QRGP., CGRE. sebagai Staf Ahli Bidang Ekonomi Maritim

  • Polemik Kenaikan Tarif PPN 12%, Kebijakan Tepat atau Hasrat Sesaat?

    Polemik Kenaikan Tarif PPN 12%, Kebijakan Tepat atau Hasrat Sesaat?

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memastikan tetap akan mengerek tarif PPN menjadi 12%. Tarif itu efektif mulai berlaku pada awal Januari 2025. Keputusan pemerintah untuk tetap menaikan tarif PPN 12% itu terjadi di tengah polemik penurunan daya beli dan tren stagnasi pertumbuhan ekonomi yang selalu di kisaran 5%.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, misalnya, mengemukakan bahwa keputusan pemerintah untuk tetap menaikan tarif PPN menjadi 12% telah dibahas dengan cukup matang. Pemerintah, kata dia, bahkan berencana untuk memilih dan memilah barang yang akan dikenakan PPN. Khusus bahan kebutuhan pokok alias sembako, pemerintah tidak akan bebas PPN.

    Pernyataan Sri Mulyani itu sejatinya tidak ada yang baru. Apalagi, jika mengacu kepada UU No.42/2009 tentang PPN maupun UU No.7/2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias HPP, barang kebutuhan pokok seperti beras dan tetek bengeknya memang tidak dikenakan tarif atau tarifnya 0%. Artinya, tanpa pernyataan tidak akan dikenakan tarif 12%, sembako sudah sepantasnya tidak kena PPN.

    Soal PPN, memang menjadi persoalan pelik dari tahun ke tahun. PPN secara prinsip dikenakan kepada barang kena pajak alias BKP dan jasa kena pajak (JKP). Jadi setiap barang atau jasa yang masuk kategori BKP atau JKP wajib dikenakan PPN. Di berbagai negara, Vietnam misalnya, hampir semua barang kena PPN. Hanya saja di Indonesia, ada kecenderungan untuk barang atau kategori tertentu, memperoleh pembebasan pajak alias tax exemption. 

    Berbagai praktik pengecualian hingga pembebasan pajak itu seperti bumerang karena memicu gap dan ketidakelastisan dalam pemungutan pajak. Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), menunjukkan bahwa selama 4 tahun terakhir, potensi kehilangan penerimaan akibat berbagai kebijakan pembebasan pajak maupun insentif perpajakan mencapai 1,59% hingga 1,73% produk domestik bruto.

    Pada tahun 2023, misalnya, pemerintah mengestimasi total belanja pajak mencapai Rp362,5 triliun atau tumbuh sekitar 6% dibandingkan dengan estimasi tahun sebelumnya yang di angka Rp341,1 triliun. Strukutur belanja pajak mayoritas juga digunakan untuk menyusubsidi kegiatan konsumsi yang tercermin dari tingginya belanja pajak PPN dan PPnBM. Porsinya mencapai 58% atau di angka Rp210,2 triliun.

    Sementara itu, stimulus fiskal yang dikeluarkan untuk kegiatan produktif seperti tax holiday, tax allowance atau insentif di jenis pajak penghasilan atau PPh hanya di angka Rp129,8 triliun atau 35,8% dari total estimasi belanja pajak tahun 2023. Menariknya, pemerintah memproyeksikan estimasi belanja pajak akan terus mengalami kenaikan di angka 1,77% – 1,83% dari PDB pada tahun 2024-2025.

    Jumlah belanja pajak yang semakin melonjak itu memiliki konsekuensi baik struktur penerimaan pajak maupun terhadap daya pungut pajak yang kian melemah. Indikasi lemahnya kinerja pemungutan pajak itu tercermin dari rendahnya tax ratio alias rasio pajak. Rasio pajak Indonesia, saat ini hanya di kisaran 10%-11% dari PDB. Angka itu akan turun cukup dramatis, jika indikator yang dihitung hanya penerimaan pajak non migas.

    Pada tahun 2023, penerimaan pajak non migas pemerintah hanya di angka 8,4% dari PDB. Angka ini sekaligus menunjukkan bahwa, pemerintah hanya mampu memungut 8,4% penerimaan pajak dari keseluruhan aktivitas ekonomi selama tahun lalu. Jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan rata-rata tax ratio negara OECD di angka 34%.  

    Soal PPN, ada sejumlah simulasi untuk mengukur apakah kebijakan yang berlaku saat ini efektif atau tidak. Tentu saja, simulasi tersebut mengesampingkan kenaikan tarif PPN 12% yang sejatinya tidak terlalu berdampak signifikan untuk memperbaiki struktur dan daya pungut penerimaan pajak.

    Daya pungut PPN bisa diukur dari VAT Ratio, skema ini dihitung berdasarkan realisasi penerimaan PPN dengan PDB. Jika pada tahun 2023 lalu PDB Rp20.892,4 triliun dan realisasi PPN di angka 3,6%. Selain itu, efektif atau tidaknya daya pungut PPN juga bisa diukur menggunakan VAT gross collection ratio. Caranya dengan membandingkan antara penerimaan PPN dengan tarif PPN yang dikalikan konsumsi rumah tangga.

    Jika tarif PPN yang berlaku pada tahun 2023 sebesar 11% dan konsumsi rumah tangga di angka Rp11.109,6 triliun, maka akan diperoleh angka estimasi ideal penerimaan PPN sebesar Rp1.222,05 triliun. Artinya jika penerimaan PPN pada tahun 2023 sebesar Rp764,34 triliun yang merepresentasikan 61,7% total potensi penerimaan PPN. Ada gap penerimaan sebesar Rp467,7 triliun.

    Simulasi lain bisa menggunakan skema atau model VAT efficiency ratio, yang dihitung dengan membandingkan penerimaan PPN dengan tarif PPN plus PDB. Penerimaan PPN pada tahun 2023 di angka Rp764,34 triliun, sementara itu jika tarif PPN 2023 yakni 11% dikenakan kepada PDB sebesar Rp20.892,4 triliun, potensi ideal penerimaan PPN di angka Rp2.298,1 triliun.

    Artinya, jika menggunakan skema ini, penerimaan PPN 2023 sebesar Rp764,34 triliun, hanya merepresentasikan 33,2% dari total potensi penerimaan PPN atau terjadi gap di kisaran Rp1.533,7 triliun. Dengan gap PPN yang sangat lebar, efektivitas kenaikan tarif PPN menjadi tanda tanya besar, apakah itu sebuah kebijakan tepat atau hanya demi hasrat mengeruk penerimaan sesaat?

  • Beras Premium Jadi Sasaran PPN 12%, Pakar: Itu Bukan Barang Mewah

    Beras Premium Jadi Sasaran PPN 12%, Pakar: Itu Bukan Barang Mewah

    Bisnis.com, JAKARTA — Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyoroti beras premium yang masuk ke dalam daftar harga barang mewah yang dikenakan tarif pajak pertambahan nilai alias PPN 12% pada awal 2025.

    Seperti diketahui, pemerintah memutuskan untuk mengenakan PPN 12% untuk barang-barang mewah seperti beras premium, daging wagyu, hingga biaya sekolah standar internasional.

    “Harusnya enggak [kena PPN 12%]. Saya kaget kenapa beras premium kena, padahal beras non-premium yang dijual di pasar lebih mahal,” kata Andreas saat dihubungi Bisnis, Selasa (17/12/2024).

    Dia menyebut pengenaan pajak untuk beras di pasar akan lebih sulit dibandingkan beras premium. “Memang persoalannya, kalau kita menjual beras di pasar agak susah dipajakin, kalau beras premium kan gampang di produsen,” tuturnya.

    Andreas menyebut kenaikan PPN ini semakin memberatkan masyarakat. “Beras premium disebut barang mewah, barang mewahnya siapa? Sekarang masyarakat di desa banyak yang beli beras dalam kemasan. Beras dalam kemasan itu kan beras premium bukan medium,” ujarnya.

    Padahal, kata Andreas, saat ini beras premium atau beras dalam kemasan juga dikonsumsi masyarakat, sebab harganya yang seringkali lebih murah dibandingkan beras yang dijual di pasar atau toko kelontong kecil.

    “Kalau di toko kecil itu dijual dalam bentuk literan, Rp10.000–Rp12.000 per liter, kalau dikonversi ke per kilogram lebih mahal dibanding beras premium,” tuturnya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pengenaan PPN 12% untuk barang-barang mewah sesuai dengan masukan dari berbagai pihak dan mengacu azas gotong royong, yang mana masyarakat yang mampu membantu dan membayar, sementara yang tidak mampu dibantu dan dilindungi.

    Ini artinya, harga barang maupun jasa yang tergolong premium yang sebelumnya tidak dikenakan PPN, mulai 2025 akan terkena tarif PPN 12%. 

    Berikut adalah Daftar Barang Mewah yang Kena PPN 12%:

    Beras premium
    Buah-buahan premium
    Daging premium (wagyu, daging kobe)
    Ikan mahal (salmon premium, tuna premium)
    Udang dan krustasea premium (king crab)
    PPN atas jasa pendidikan premium
    PPN atas jasa pelayanan kesehatan medis premium
    Pengenaan PPN untuk listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 volt ampere (va)