Produk: bayi tabung

  • Kisah Kelahiran Bayi Tertua di Dunia, Embrionya Disimpan Sejak Tahun 1994

    Kisah Kelahiran Bayi Tertua di Dunia, Embrionya Disimpan Sejak Tahun 1994

    Jakarta

    Seorang bayi disebut sebagai ‘bayi tertua di di dunia’. Bukan tanpa alasan, bayi bernama Thaddeus Daniel Pierce berasal dari embrio yang telah dibekukan selama lebih dari tiga dekade. Dia lahir pada 26 Juli 2025.

    Dikutip dari laman MIT Technology Review, kisah ini bermula di awal tahun 1990-an ketika Linda Archerd, yang kini berusia 62 tahun mencoba dan gagal untuk hamil selama 6 tahun. Dia memutuskan untuk mencoba bayi tabung atau In Vitro Fertilization (IVF), sebuah teknologi yang relatif baru saat itu.

    Dia dan suaminya saat itu melakukan proses bayi tabung pada Mei 1994 dan berhasil menciptakan empat embrio. Salah satu embrio ditanamkan dalam tubuh Linda yang kemudian mengandung adik Thaddeus yang kini berusia 30 tahun.

    Kemudian, tiga embrio lainnya disimpan dalam penyimpanan jangka panjang, sebelum diadopsi untuk embrio. Pada awalnya dia berencana menggunakan embrio-embrio itu sendiri.

    “Saya selalu sangat menginginkan bayi lagi,” kata Linda. “Saya menyebut mereka tiga harapan kecil saya.” tambahnya.

    Setelah bercerai dengan suaminya, Linda mendapat hak asuh atas embrio yang tersisa. Dia masih berharap suatu hari nanti bisa menggunakannya, mungkin dengan pasangan lain.

    Keadaan berubah ketika dia mulai menopause. Dia tidak ingin membuang embrio atau menyumbangkannya untuk penelitian. Dia juga tidak mau menyumbangkannya ke keluarga lain secara anonim.

    “Itu DNA saya, itu berasal dari saya … dan (dia) saudara kandung putri saya,” katanya.

    Adopsi Embrio

    Linda akhirnya mengetahui tentang adanya adopsi embrio, jenis donasi embrio di mana baik pendonor ataupun penerima memiliki hak untuk menentukan siapa yang akan menempatkan embrio atau mengadopsinya. Proses ini diawasi oleh sebuah lembaga yang meyakini bahwa embrio secara moral setara dengan manusia yang lahir.

    Ada beberapa lembaga yang menawarkan layanan adopsi ini di AS, tapi tidak semuanya menerima embrio yang sudah disimpan dalam waktu lama. Hal ini karena sebagian karena embrio tersebut dibekukan dan disimpan dengan cara kuno yang tidak lazim, sebagian lagi karena embrio yang sudah tua dianggap lebih kecil kemungkinan untuk bertahan hidup setelah dicairkan dan dipindahkan untuk berkembang menjadi bayi.

    “Banyak tempat bahkan tidak mau menerima informasi saya,” kata Linda.

    Kemudian ia menemukan program Snowflakes yang dikelola oleh agensi Nightlight Christian Adoptions. Agensi tersebut bersedia menerima embrionya, tetapi mereka membutuhkan rekam medis Linda sejak embrio tersebut dibuat, serta catatan laboratorium embrio tersebut.

    Dia memiliki preferensi agar embrionya diadopsi oleh pasangan kulit putih yang sudah menikah dan beragama Kristen. Butuh waktu lama untuk menemukan kecocokan. Sebagian besar orang tua angkat yang mendaftar di klinik fertilitas tidak mau menerima embrio tersebut.

    Di sisi lain, Lindsey dan Tim Pierce, yang akhirnya mengadopsi embrio Linda telah berusaha untuk memiliki bayi selama tujuh tahun. Ketika pasangan itu mempertimbangkan kriteria embrio yang mungkin mereka terima.

    “Kami mencentang apa saja,” kata Tim. Begitulah akhirnya mereka dicocokkan dengan embrio Linda.

    “Kami pikir itu aneh,” kata Lindsey. “Kami tidak tahu mereka sudah membekukan embrio selama itu,” tambahnya.

    Bayi ‘Tertua’ Lahir

    Ketiga embrio tersebut berhasil bertahan. Kemudian satu dari dua embrio berhenti tumbuh dan dua lainnya dipindahkan ke rahim Lindsey pada 14 November. Kemudian, satu embrio berkembang menjadi janin.

    Setelah bayinya lahir, Linda sangat ingin bertemu dengannya. Dia membandingkan Thaddeus dengan foto anak perempuannya yang masih bayi.

    “Hal pertama yang saya perhatikan ketika Lindsey mengirimkan foto-fotonya adalah betapa miripnya dia dengan putri saya saat masih bayi,” kata Linda.

    Sementara, Lindsey tidak berniat memecahkan rekor karena kelahiran bayinya.

    “Kami tidak berniat memecahkan rekor apa pun, kami hanya ingin punya bayi,” katanya.

    baca jugaa

    Halaman 2 dari 3

    (elk/kna)

  • Cerita di Balik Kelahiran Bayi ‘Tertua’ Berusia 31 Tahun, Embrionya dari 1994

    Cerita di Balik Kelahiran Bayi ‘Tertua’ Berusia 31 Tahun, Embrionya dari 1994

    Jakarta

    Sebuah kelahiran yang luar biasa dilaporkan terjadi di Amerika Serikat. Seorang bayi bernama Thaddeus Daniel Pierce, lahir dari sebuah embrio yang telah dibekukan sejak tahun 1994. Dengan usia embrio yang mencapai lebih dari 30 tahun, Thaddeus dijuluki sebagai “bayi tertua di dunia.”

    Ia dilahirkan pada 26 Juli lalu oleh pasangan Lindsey dan Tim Pierce, yang mengadopsi embrio tersebut dari Linda Archerd (62). Kisah di balik kelahiran ini pun menjadi sorotan banyak pihak.

    Kisah di Balik Embrio Berusia Tiga Dekade

    Diberitakan The Guardian, di awal tahun 1990-an, Linda Archerd dan suaminya mencoba program bayi tabung (IVF) setelah kesulitan memiliki anak. Pada tahun 1994, program itu menghasilkan empat embrio.

    Satu embrio ditransfer ke rahim Linda dan berhasil melahirkan seorang putri, yang kini berusia 30 tahun dan sudah memiliki anak. Tiga embrio lainnya dibekukan dan disimpan.

    Setelah bercerai, Linda mendapatkan hak asuh atas embrio yang tersisa. Ia memutuskan untuk memberikan embrio tersebut melalui program “adopsi embrio,” donor dan penerima dapat saling menyetujui. Dia memiliki preferensi agar embrionya diadopsi oleh pasangan kulit putih yang sudah menikah dan beragama Kristen, kriteria yang cocok dengan keluarga Pierce.

    Proses Kelahiran Bayi Tertua

    Lindsey Pierce mengaku tidak menyangka embrio yang mereka terima akan memecahkan rekor.

    “Kami tidak berniat memecahkan rekor apa pun. Kami hanya ingin memiliki bayi,” kata Lindsey.

    Meskipun Lindsey dan Tim sempat menghadapi persalinan yang sulit, mereka kini bersyukur atas kehadiran Thaddeus. Mereka merasa kagum dengan bayinya yang tenang dan berharga.

    Linda, sebagai donor embrio, merasakan ikatan emosional yang kuat.

    “Hal pertama yang saya sadari saat Lindsey mengirim fotonya adalah betapa miripnya dia dengan putri saya saat masih bayi. Saya membandingkan foto-foto kami dan tidak ada keraguan bahwa mereka adalah saudara kandung,” ucap Linda.

    Proses transfer embrio dilakukan di sebuah klinik yang dipimpin oleh John Gordon, seorang ahli endokrinologi reproduksi. Gordon mengatakan kliniknya memiliki prinsip untuk memberikan kesempatan hidup bagi setiap embrio.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

  • Cerita Wanita Kena Kanker Ovarium Stadium 4, Sudah Menyebar ke 7 Organnya

    Cerita Wanita Kena Kanker Ovarium Stadium 4, Sudah Menyebar ke 7 Organnya

    Jakarta

    Seorang wanita berusia 50 tahun dari New York, Altese-Isidori, menjalani hidup sehat dan merasa baik-baik saja. Namun, di dalam tubuhnya, bahaya mematikan sedang tumbuh. Tanpa disadarinya, kanker ovarium telah menyebar hingga ke organ-organ lain, dan ia baru mengetahuinya setelah mendesak dokter untuk melakukan tes yang dianggap ‘tidak perlu’.

    Keputusan ini terbukti menjadi penyelamat hidupnya. Alih-alih mendapatkan hasil yang melegakan, ia didiagnosis mengidap kanker ovarium stadium 4B, stadium paling lanjut yang sudah menyebar ke organ-organ lain. Kondisi ini akhirnya memaksa dokter mengangkat tujuh organ dari tubuhnya.

    Tubuhnya ‘Dipenuhi’ Kanker

    Bercerita kepada NYPost, Altese-Isidori awalnya tidak pernah memikirkan kesehatan ovariumnya sampai seorang dokter menyarankan sonogram transvaginal rutin setiap enam bulan. Meski dokter lain menganggap tes itu tidak penting karena ia tidak memiliki gejala, Altese-Isidori tetap melakukannya setiap tahun.

    Pada Oktober lalu, dokter menemukan kista besar di ovariumnya. Hasil tes darah Ova1 dan tes kedua sebulan kemudian menunjukkan hasil negatif, namun kista itu tetap ada. Karena ukurannya yang besar, dokter menyarankan untuk mengangkat ovariumnya.

    Namun, saat di meja operasi, sang dokter terkejut. “Ketika beliau masuk, beliau bisa melihat bahwa saya dipenuhi kanker,” kata Altese-Isidori.

    Kanker Menyerang 7 Organnnya

    Dokter mendiagnosisnya dengan kanker ovarium stadium 4B, yang telah menyebar jauh ke organ-organ lain, termasuk usus besar dan hati. Untuk menyelamatkan nyawanya, dokter bedah Dr Dennis Chi harus melakukan operasi besar.

    Dokter mengangkat tujuh organnya: limpa, usus buntu, kantung empedu, rahim, ovarium, tuba falopi, dan lapisan perut. Sebagian hati dan usus besarnya berhasil diselamatkan, namun ia membutuhkan kantung kolostomi.

    Setelah 18 hari dirawat di rumah sakit, ia menjalani enam sesi kemoterapi. Meski sempat merasa lelah dan kehilangan rambut, ia tidak mengalami efek terburuk yang ia bayangkan. Dengan semangat yang kuat dan dorongan dari sang dokter, ia perlahan pulih.

    Setelah menjalani operasi untuk melepas kantung kolostominya, Altese-Isidori menerima kabar terbaik: hasil tes CA 125, yang mengukur protein kanker ovarium, kembali normal.

    “Saya secara teknis sudah sembuh,” ujarnya.

    Kini, ia mendedikasikan diri untuk meningkatkan kesadaran akan kanker ovarium. Ia mendesak para wanita untuk aktif melakukan skrining dini. Meskipun ia tidak merasakan gejala apa pun, ia mengingatkan bahwa seringkali ada tanda-tanda yang sangat halus, itulah mengapa kanker dijuluki “pembunuh senyap”.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Mitos atau Fakta: Ikut Program Bayi Tabung Berisiko Kena Kanker”
    [Gambas:Video 20detik]
    (kna/kna)

  • Bio Farma Resmi Produksi Obat Antikoagulan Halal

    Bio Farma Resmi Produksi Obat Antikoagulan Halal

    Jakarta

    PT Bio Farma (Persero) meraih Sertifikat Halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk produk Enoxaparin Sodium. Langkah ini menjadi tonggak penting dalam menghadirkan obat antikoagulan halal pertama di Indonesia, sekaligus memperluas akses layanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan.

    Enoxaparin Sodium merupakan obat yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi pembekuan darah (tromboemboli), termasuk penyakit jantung koroner, sindrom antifosfolipid (APS) pada ibu hamil, hingga mendukung keberhasilan program bayi tabung (In Vitro Fertilization/IVF). Selama ini, produk serupa di pasaran berbahan dasar porcine (non-halal), sehingga menjadi kendala bagi sebagian masyarakat.

    Sejak 2022, Bio Farma mengembangkan Enoxaparin Sodium berbahan baku ovine (domba) yang terjamin halal. Kehadiran obat ini menjadi jawaban atas kebutuhan terapi antikoagulan dengan jaminan halal, sekaligus mendukung kemandirian industri farmasi nasional.

    Ketua Komite Kerja dari Komite Halal Bio Farma, Erman Tritama, menegaskan sertifikasi ini menunjukkan komitmen BUMN farmasi tersebut dalam menghadirkan produk yang aman, efektif, dan sesuai prinsip syariah.

    “Sertifikasi halal ini bukan hanya bentuk kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga jawaban atas harapan masyarakat yang membutuhkan terapi antikoagulan dengan jaminan halal. Kami bangga menjadi pelopor Enoxaparin Sodium halal yang terbukti aman dan efektif berdasarkan hasil penelitian di Indonesia,” ujar Erman, Minggu (17/8/2025).

    Ia menambahkan, selain sertifikasi halal, Enoxaparin Sodium produksi Bio Farma juga merupakan satu-satunya di Indonesia yang terbukti aman dan efektif melalui uji klinis bersama tiga rumah sakit besar nasional. “Hal ini memastikan pasien mendapatkan kualitas terapi yang optimal dengan standar keamanan yang tinggi,” kata Erman.

    Pencapaian ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo yang menekankan peningkatan layanan kesehatan berkualitas dan terjangkau, serta kemandirian farmasi nasional. Dengan langkah ini, Bio Farma menegaskan peran strategis BUMN dalam menjaga ketahanan kesehatan, mengurangi ketergantungan impor, dan menyediakan obat strategis yang sesuai kebutuhan medis sekaligus halal.

    (rrd/rrd)

  • Bio Farma raih sertifikat halal untuk Enoxaparin Sodium

    Bio Farma raih sertifikat halal untuk Enoxaparin Sodium

    Kota Bandung (ANTARA) – PT Bio Farma (Persero) meraih sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk produk Enoxaparin Sodium, yang merupakan obat yang digunakan mencegah dan mengatasi pembekuan darah.

    Ketua Komite Kerja dari Komite Halal Bio Farma, Erman Tritama, mengatakan sertifikasi ini merupakan wujud komitmen BUMN farmasi dalam menghadirkan produk berkualitas yang sesuai regulasi dan prinsip syariah.

    “Sertifikasi halal ini bukan hanya bentuk kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga jawaban atas harapan masyarakat yang membutuhkan terapi antikoagulan dengan jaminan halal,” kata Erman di Bandung, Kamis.

    Erman menerangkan Enoxaparin Sodium merupakan obat terapi yang digunakan antara lain pada penyakit jantung koroner, sindrom antifosfolipid (APS) pada ibu hamil, serta membantu keberhasilan program bayi tabung.

    Selama ini, kata dia, produk serupa di pasaran umumnya berbahan baku porcine (non-halal) sehingga menjadi kendala bagi sebagian masyarakat.

    “Kami bangga menjadi pelopor Enoxaparin Sodium halal yang terbukti aman dan efektif berdasarkan hasil penelitian di Indonesia,” ujar dia.

    Sejak 2022, Bio Farma mengembangkan Enoxaparin Sodium berbahan baku ovine (domba) yang terjamin halal.

    Ia mengatakan produk ini diharapkan menjadi solusi bagi kebutuhan terapi antikoagulan yang aman, efektif, dan sesuai prinsip syariah, sekaligus mendukung kemandirian industri farmasi nasional.

    Erman menambahkan, selain mendapatkan sertifikasi halal dari BPJPH, Enoxaparin Sodium produksi Bio Farma merupakan satu-satunya di Indonesia yang terbukti aman dan efektif melalui uji klinis bersama tiga rumah sakit besar nasional.

    “Hal ini memastikan pasien mendapatkan kualitasterapi yang optimal dengan standar keamanan yang tinggi,” katanya.

    Pencapaian ini, lanjut dia, sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo yang menekankan peningkatan layanan kesehatan berkualitas dan terjangkau, serta kemandirian farmasi nasional.

    Bio Farma berencana memperluas distribusi Enoxaparin Sodium halal ke seluruh fasilitas layanan kesehatan di Indonesia, termasuk untuk pasien jantung koroner, ibu hamil dengan sindrom antifosfolipid, dan peserta program bayi tabung.

    “Langkah ini menegaskan peran strategis BUMN dalam menjaga ketahanan kesehatan, mengurangi ketergantungan impor, serta memastikan masyarakat mendapat akses obat strategis sesuai kebutuhan medis dan prinsip halal,” kata Erman.

    Pewarta: Rubby Jovan Primananda
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Anaknya Dituding Hasil Perselingkuhan dari Ruben Onsu, Sarwendah Ungkap Proses Dapat Momongan

    Anaknya Dituding Hasil Perselingkuhan dari Ruben Onsu, Sarwendah Ungkap Proses Dapat Momongan

    GELORA.CO – Penyanyi Sarwendah Tan alias Sarwendah murka tatkala anak pertamanya disebut anak hasil perselingkuhan.

    Kabar kurang menyenangkan datang dari Sarwendah dan mantan suaminya, presenter Ruben Onsu.

    Putri pertama mereka TPO alias T dituding bukan darah daging dari Ruben Onsu melainkan hasil perselingkuhan Sarwendah dengan pria lain.

    Tudingan miris itu pertama kali dilayangkan oleh akun TikTok bernama @vina.run yang disetiap unggahannya selalu menampilkan wajah anak Sarwendah dan Ruben Onsu disertai narasi bahwa T adalah anak hasil hubungan Sarwendah dengan pria lain.

    Tak terima dengan tudingan miring yang dialamatkan kepada anaknya, Sarwendah pun buka suara.

    Wanita yang pernah tergabung dalam girlband Cherrybelle di tahun 2011 itu lantas menerangkan usahanya dengan Ruben Onsu mendapatkan momongan di awal pernikahan mereka.

    Seperti diketahui Sarwendah dan Ruben Onsu menikah pada tahun 2013 sedangkan T lahir pada bulan Juni tahun 2015.

    Sarwendah mengatakan di tahun 2014 lalu dirinya dan Ruben Onsu sempat berikhtiar dengan melakukan program bayi tabung di salah satu rumah sakit di Jakarta.

    “Prosesnya panjangnya gimana, dokter bolak-baliknya gimana, kalau misalkan proses bayi tabung ada dokter yang melakukan, nggak mungkin (T) anak orang lain, sedangkan itu (proses) yang memilih dokter,” ucap Sarwendah dikutip dari kanal YouTube pribadinya, Minggu (3/8/2025).

    “Udah prosesnya panjang, sempat gagal, dan akhirnya baru jadi, itu kan perjuangannya juga panjang,” tambah pelantun tembang Kau Bukanlah Segalanya itu.

    Sarwendah mengatakan tudingan miring terhadap putrinya itu sangat berpengaruh bagi kondisi psikisnya kini.

    Terlebih belum lama ini ayah Sarwendah, Hendrik Lo baru saja meninggal dunia tepatnya pada Sabtu, 19 Juli 2025 lalu.

    “Kalau dibilang sekarang baik-baik aja, ya belum baik-baik aja, maksudnya kondisi aku, Mami, satu keluarga belum baik-baik saja, apalagi kan Yeye (ayah Sarwendah) baru 14 hari meninggal, terus ada berita kayak gini lagi, jadi agak bingung gitu,” tandasnya.

    Wanita yang pernah menempuh pendidikan di Malaysia hingga Beijing itu pun menyayangkan berita-berita miring yang terus-menerus menghampirinya.

    “Kenapa sih beritanya kok nggak berhenti-berhenti, sampai aku bingung gimana ya caranya, kadang ada waktunya capek gitu lho.”

    “Diem terus, tapi kadang ada waktunya capek gitu lho, capeknya adalah ‘bisa nggak sih aku dikasih break (istirahat) bentar gitu lho’, belum kelar ini tapi masih ada berita yang lain, dan menyangkut anak pula,” ucap mantan istri presenter acara TV Brownis itu.

    Mendapati berita kali ini menyasar anaknya, wanita yang dinyatakan resmi bercerai dari Ruben Onsu secara verstek pada 24 September 2024 itu pun harus bertindak.

    “Mau gimana ya, menyangkut anak, mau diem nggak bisa, kalau misal aku sendiri yang dikatain aku memilihnya diem, aku memilihnya tutup mata, tutup kuping, tetep nggak ada pa-apa.”

    “Kalau ini kan menyangkut anak dan apa yang dia (akun TikTok) itu omongin nggak bener,” tegas ibu tiga anak itu.

    Sarwendah Tempuh Langkah Hukum

    Bukan kali ini saja Sarwendah mendapati berita miring tentang dirinya.

    Sebelumnya, Sarwendah pernah diisukan memiliki hubungan spesial dengan putra angkatnya B.

    Sosok B adalah anak laki-laki asal Nusa Tenggara Timur yang kemudian diangkat anak oleh Ruben Onsu dan Sarwendah di tahun 2019 lalu.

    Melalui kuasa hukumnya, Chris Sam Siwu, Sarwendah telah mengambil langkah hukum tegas bagi oknum-oknum yang kerap memfitnah keluarganya.

    “Ada lagi fitnah-fitnah, dulu pernah kita lakukan somasi terbuka terhadap akun-akun yang memfitnah klien kami dengan anaknya.”

    “Sekarang ada lagi, langsung ditujukan kepada anaknya kembali, bukan ke B (anak angkat), tetapi ke T (anak pertama),” beber kuasa hukum Sarwendah dikutip dari YouTube Cumi-cumi.

    Banyaknya fitnah yang tersebar itu kabarnya membuat Sarwendah terpukul.

    “Ini pukulan berat lagi akhirnya buat klien kami.”

    “Klien sekarang ini juga sudah ambil ancang-ancang untuk lapor polisi.”

    “Jadi tidak lagi kita akan lakukan somasi terbuka, tapi kami akan lakukan langsung laporan terhadap akun yang memfitnah klien kami,” tambahnya.

    Namun hingga kini sang kuasa hukum belum mengetahui apa motif di balik fitnah-fitnah yang diterima oleh kliennya.

    “Semua isinya adalah fitnah. Jadi apa yang mereka lakukan saya nggak tahu tujuannya apa.”

    “Nggak tahu motifnya apa, tapi biar nanti pihak kepolisian setelah kami laporkan yang akan melihat kalau memang akun ini siap hadir untuk mempertanggungjawabkan,” pungkasnya.

  • Bayi ‘Tertua’ di Dunia Lahir dari Embrio yang Dibekukan Selama 30 Tahun

    Bayi ‘Tertua’ di Dunia Lahir dari Embrio yang Dibekukan Selama 30 Tahun

    Jakarta

    Seorang bayi di Ohio, Amerika Serikat (AS), disebut sebagai ‘bayi tertua’ di dunia. Ia merupakan bayi yang lahir dari proses bayi tabung atau In Vitro Fertilization (IVF) dari pasangan Lindsey dan Tim Pierce.

    Bayi bernama Thaddeus Daniel Pierce yang lahir pada 26 Juli 2025 ini ternyata berasal dari embrio yang telah dibekukan selama lebih dari tiga dekade. Saat itu, kedua orang tuanya masih di usia sekolah.

    Bahkan, bayi ini sudah memiliki adik perempuan berusia 30 tahun, yang kini sudah menjadi ibu dari anak berusia 10 tahun.

    “Kami tidak berpikir akan memecahkan rekor apapun. Kami hanya menginginkan seorang bayi,” kata Lindsay yang dikutip dari The Sun.

    Embrio Thaddeus diciptakan bersama tiga embrio lainnya selama program bayi tabung (IVF), pada tahun 1990-an untuk Lindsey Archerd dan suaminya saat itu. Salah satu embrio ditanamkan dalam tubuh Lindsey yang kemudian mengandung seorang putri yang kini berusia 30 tahun.

    Embrio yang tersisa disimpan di dalam penyimpanan jangka panjang, sebelum diadopsi untuk embrio, saat Lindsey dan pasangannya berpisah. Adopsi embrio lebih umum di AS, terutama di Christian clinics, untuk membantu keluarga yang kesulitan untuk hamil.

    Setelah tujuh tahun mencoba memiliki bayi, Lindsey dan Tim mendaftar program yang sama. Kemudian, mereka ditawarkan embrio Thaddeus ini.

    “Kami mengalami persalinan yang sulit, tetapi kami berdua baik-baik saja sekarang,” tutur Lindsey.

    “Dia sangat tenang. Kami takjub memiliki bayi yang berharga ini,” tambahnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “MA Alabama Putuskan Embrio Beku Dianggap Anak”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/kna)

  • Rekor Dunia! Bayi Lahir dari Embrio yang Dibekukan 31 Tahun

    Rekor Dunia! Bayi Lahir dari Embrio yang Dibekukan 31 Tahun

    Jakarta

    Seorang bayi laki-laki telah lahir dari embrio yang dibekukan selama lebih dari 30 tahun. Kelahiran ini dilaporkan memecahkan rekor dunia baru.

    Pasangan suami istri di Ohio, Amerika Serikat, yakni Lindsey, 35, dan Tim Pierce, 34, menyambut kelahiran putra mereka, Thaddeus Daniel Pierce, pada Sabtu (26/07). Kepada jurnal MIT Technology Review, Pierce mengatakan bahwa keluarganya mengira “ini seperti sesuatu dari film sains fiksi.”

    Para ahli meyakini peristiwa tersebut memecahkan rekor pembekuan embrio terlama yang menghasilkan kelahiran seorang bayi hidup.

    Pemegang rekor sebelumnya adalah kelahiran sepasang bayi kembar pada 2022 dari embrio yang dibekukan pada 1992.

    Keluarga Pierce telah mencoba untuk memiliki anak selama tujuh tahun sampai akhirnya mereka memutuskan untuk mengadopsi embrio yang dibuat Linda Archerd, 62, dengan suaminya pada 1994 melalui program bayi tabung (IVF).

    Saat itu, Archerd awalnya menghasilkan empat embrio. Satu embrio menjadi putrinya yang kini berusia 30 tahun, dan tiga lainnya disimpan.

    Meskipun Archerd kemudian berpisah dari suaminya, ia tidak ingin membuang embrio-embrio tersebut. Dia menyumbangkannya untuk penelitian, atau memberikannya kepada keluarga lain secara anonim.

    Archerd membayar ribuan dolar per tahun untuk penyimpanan embrio sampai ia menemukan sebuah lembaga adopsi embrio Kristen, Nightlight Christian Adoptions, yang menjalankan program bernama Snowflakes.

    Program yang digunakan Archerd memungkinkan dirinya dan para donor lain untuk memilih pasangan suami istri yang menginginkan anak. Artinya, Archerd bisa menyeleksi pasutri yang dia inginkan berdasarkan agama, ras, dan kebangsaan.

    Preferensi Archerd adalah pasangan kulit putih yang sudah menikah, beragama Kristen, dan tinggal di AS karena ia tidak ingin “pergi ke luar negeri”, ujarnya kepada MIT Technology Review.

    Archerd akhirnya memilih pasangan suami istri Lindsey dan Tim Pierce.

    Rejoice Fertility, klinik bayi tabung di Tennessee tempat pasangan Pierce menjalani prosedur tersebut, mengatakan bahwa tujuan mereka adalah mentransfer embrio apa pun yang diterima, tanpa memandang usia atau kondisi.

    Lindsey Pierce mengatakan bahwa ia dan suaminya tidak bermaksud untuk “memecahkan rekor”, tetapi hanya “ingin memiliki bayi”.

    Archerd mengatakan kepada MIT Technology Review bahwa ia belum bertemu langsung dengan bayi Thaddeus, tetapi sudah dapat melihat kemiripannya dengan putrinya.

    (ita/ita)

  • Kasus Medis Aneh, Wanita Ini Tak Bisa Hamil gegara Alergi Sperma Suaminya

    Kasus Medis Aneh, Wanita Ini Tak Bisa Hamil gegara Alergi Sperma Suaminya

    Jakarta

    Seorang wanita di Lithuania mengaku selalu gagal untuk memiliki anak. Mereka mencoba program bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) sebanyak dua kali, tetapi tidak berhasil.

    Wanita 29 tahun itu juga telah menjalani pemeriksaan ginekologi. Tetapi, masih juga tidak menemukan penyebab yang membuatnya tidak bisa hamil.

    Dari hasil pemeriksaan, wanita tersebut memiliki riwayat asma dan sensitivitas terhadap alergen yang terhirup, seperti jamur, bulu kucing, dan debu. Ia pun mengunjungi fasilitas medis untuk memeriksa apakah alerginya itu mempengaruhi kesuburannya.

    Dari hasil tes darah, ditemukan bahwa wanita itu memiliki kadar eosinofil yang sangat tinggi. Itu merupakan sejenis sel darah putih yang melindungi tubuh dari alergi.

    Hasil tes kulit menunjukkan bahwa wanita tersebut juga sensitif terhadap tungau, serbuk sari dari gulma dan rumput, serta alergen dari serangga dan anjing.

    “Pasien juga sangat sensitif terhadap protein yang disebut alergen Canis familiaris 5 (Can f 5), yang ditemukan dalam bulu dan urine anjing. Kondisi ini juga dapat mengindikasikan sensitivitas terhadap jenis protein serupa yang ditemukan dalam air mani manusia,” tulis para dokter yang dikutip dari Live Science, Kamis (24/7/2025).

    Dalam wawancara dengan seorang ahli alergi, pasien mengkonfirmasi bahwa ia mengalami hidung tersumbat dan bersin setelah berhubungan seksual tanpa pengaman dengan pasangannya. Gejala-gejala ini sebelumnya diabaikan oleh spesialis lain selama konsultasi soal masalah kehamilannya.

    Dokter kemudian melakukan tes alergi lebih lanjut menggunakan sampel air mani yang dikumpulkan dari pasangan wanita tersebut. Respons alergi pasien mengkonfirmasi kecurigaan dokter bahwa ia memiliki alergi terhadap plasma air mani manusia.

    Plasma mani merupakan komponen cairan air mani yang membawa sel sperma. Sensitivitas terhadap air mani ini merupakan penyebab potensial infertilitas atau kesulitan untuk hamil pada wanita.

    Menurut laporan tersebut, alergi semacam itu dapat memicu peradangan pada organ reproduksi. Belum jelas apakah alergi tersebut juga menjadi penyebab sulitnya IVF, mengingat air mani tidak akan ada dalam embrio yang ditanamkan.

    Penanganan yang Dilakukan

    Dari hasil pemeriksaan, salah satu intervensi yang paling umum untuk alergi air mani adalah penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom. Tetapi, pasien masih ingin hamil dengan pasangannya, sehingga ia menolak strategi tersebut.

    Satu-satunya pengobatan yang dapat mengurangi sensitivitas terhadap air mani adalah memasukkan cairan ke dalam tubuh pasien dengan konsentrasi yang meningkat secara bertahap. Hal ini dilakukan untuk membangun toleransi mereka terhadap alergen.

    “Namun, pengobatan ini tidak tersedia di Lithuania,” tulis para dokter.

    Sebaliknya, mereka menyarankan agar wanita tersebut mengonsumsi obat antihistamin sebelum berhubungan seksual untuk mengurangi keparahan reaksi alerginya. Wanita itu mengikuti anjurannya, tapi tidak efektif.

    Dalam kunjungan tindak lanjut tiga tahun kemudian, wanita itu mengatakan masih belum bisa hamil. Terlebih lagi, gejala alergi baru kini muncul setelah kontak dengan air mani pasangannya.

    “Gejala alergi yang muncul berupa rasa terbakar pada vulva, kelopak mata bengkak, dan mata berair. Tidak ada perawatan lebih lanjut yang direkomendasikan,” terang dokter.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/kna)

  • Tingkat Kelahiran Korsel Terendah di Dunia, Tapi Klinik Fertilitas Laku Keras

    Tingkat Kelahiran Korsel Terendah di Dunia, Tapi Klinik Fertilitas Laku Keras

    Seoul

    Meskipun menghadapi tekanan finansial dan budaya selama menjalani program IVF di Korea Selatan, Jang Sae-ryeon tetap bermimpi untuk memiliki anak (Jang Sae-ryeon)

    Ketika Kim Mi-ae memulai program bayi tabung (IVF) pada November lalu, dia tahu itu akan menjadi ujian kesabaran yang berat sesuatu yang sudah dia alami saat hamil anak pertamanya tiga tahun lalu.

    Namun, yang mengejutkannya kali ini adalah antrean yang “gila” di klinik fertilitas.

    “Ketika saya datang pada Januari, rasanya seolah-olah semua orang telah membuat resolusi tahun baru untuk punya bayi! Bahkan dengan reservasi, saya menunggu lebih dari tiga jam,” kata warga Seoul berusia 36 tahun itu.

    Ketika Korea Selatan terus berjuang dengan tingkat kelahiran terendah di dunia, klinik kesuburan semakin diminati — titik terang dalam krisis demografis negara tersebut.

    Antara 2018 dan 2022, jumlah perawatan kesuburan yang dilakukan di negara tersebut meningkat hampir 50% menjadi 200.000. Tahun lalu, satu dari enam bayi di Seoul lahir dengan bantuan perawatan kesuburan.

    “Kita memiliki generasi muda yang terbiasa mengendalikan hidupnya,” kata Sarah Harper CBE, profesor Gerontologi di Universitas Oxford.

    Kontrol tersebut, tambahnya, dapat berupa perempuan lajang yang membekukan telurnya atau mencoba program bayi tabung ketika tidak dapat hamil.

    “Pada generasi sebelumnya, ada sikap menerima bahwa hamil atau tidak hamil adalah sesuatu yang kurang direncanakan. Kini perempuan Korea mengatakan, ‘Saya ingin merencanakan hidup saya.’”

    Ini adalah kabar baik bagi pemerintah Korea Selatan, yang berusaha mengangkat negara tersebut dari krisis demografis.

    Satu dari lima orang di Korea Selatan kini berusia 65 tahun atau lebih. Sebagai proporsi dari total populasi negara, belum pernah ada jumlah bayi sesedikit ini.

    Pada 2024, tingkat kelahiran di Korea Selatan naik untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun (Getty Images)

    Negara ini telah berulang kali memecahkan rekornya sendiri sebagai negara dengan tingkat kelahiran terendah di dunia:

    0,98 bayi per perempuan pada 2018;

    Jika tren ini berlanjut, para ahli memperingatkan bahwa populasi 50 juta orang dapat berkurang setengahnya dalam 60 tahun.

    Namun, baru-baru ini ada alasan untuk bersikap optimis dengan hati-hati: alih-alih mencapai rekor terendah lagi, tingkat kelahiran Korea Selatan naik sedikit menjadi 0,75 pada tahun 2024kenaikan pertama dalam sembilan tahun.

    “Ini adalah kenaikan kecil, tetapi tetap berarti,” kata Seulki Choi, seorang profesor di Sekolah Kebijakan Publik dan Manajemen Institut Pengembangan Korea.

    Masih terlalu dini untuk menentukan apakah ini awal dari pembalikan yang sangat dibutuhkan atau hanya fluktuasi sementara.

    Angka kelahiran Korea Selatan tetap jauh di bawah rata-rata global sebesar 2,2. Namun, banyak pihak seperti Choi tetap optimis dengan waspada.

    “Jika tren ini berlanjut, ini bisa menandakan pergeseran jangka panjang,” kata Choi. “Kita perlu memantau bagaimana sikap generasi muda terhadap pernikahan dan memiliki anak berubah.”

    Selama bertahun-tahun, memiliki anak bukanlah hal yang ada di pikiran Park Soo-in. Dia sibuk bekerja, sering kali baru pulang dari pekerjaannya di bidang periklanan pada pukul 04:00.

    “Saya bekerja di perusahaan dengan jam lembur yang tak ada habisnya, jadi itu bahkan bukan sesuatu yang bisa saya pertimbangkan secara realistis,” kata perempuan berusia 35 tahun itu.

    Segalanya mulai berubah setelah dia menikah dua tahun lalu. Dia mendapatkan pekerjaan baru dengan jam kerja yang lebih baikdan teman-temannya mulai memiliki keturunan.

    “Melihat dan berinteraksi dengan anak-anak mereka bikin saya merasa tidak terlalu tertekan, ” katanya. “Dan melihat suami saya mengambil inisiatif, melakukan riset tentang kehamilan dan persalinan, serta menunjukkan usaha yang nyata, bikin saya yakin bahwa kita bisa melakukannya.”

    Angka kelahiran di Korea Selatan mengalami peningkatan tipis pada 2024 (Getty Images)

    Ketika Park dan suaminya mengalami kesulitan untuk memiliki anak, mereka memutuskan untuk mencoba pengobatan kesuburan. Banyak orang lain juga melakukan hal yang sama, yang memperkuat proyeksi bahwa industri yang sedang berkembang ini dapat bernilai lebih dari US$2 miliar pada 2030.

    “Ini sebenarnya merupakan sinyal penting bagi pembuat kebijakan bahwa masih ada perempuan yang ingin memulai keluarga tetapi menghadapi hambatan untuk melakukannya,” kata Jennifer Sciubba, Presiden dan CEO Population Reference Bureau, sebuah organisasi nirlaba di Washington, DC.

    “Lebih dari segalanya, ini adalah tanda bahwa orang-orang tidak mampu memenuhi keinginan mereka untuk memiliki anak.”

    Sulitnya hamil hanyalah salah satu hambatan. Di balik krisis populasi Korea Selatan terdapat berbagai tekanan sosial dan finansial mulai dari norma patriarki yang menempatkan sebagian besar tanggung jawab pengasuhan anak pada perempuan hingga jam kerja yang panjang dan biaya pendidikan yang tinggi yang membuat banyak orang muda enggan memiliki anak.

    Bagi sebagian orang, impian tersebut hanya tertunda. Lebih dari setengah penduduk Korea Selatan mengatakan mereka ingin memiliki anak tetapi tidak mampu membiayainya, menurut laporan PBB. Saat perempuan Korea Selatan melahirkan anak pertama, usia rata-rata mereka adalah 33,6 tahun salah satu yang tertinggi di dunia.

    “Jika melihat ke belakang, mungkin lebih baik memulai lebih awal,” kata Park. “Tapi secara realistis sekarang terasa seperti waktu yang tepat. Di akhir usia 20-an, saya tidak memiliki kemampuan finansial untuk memikirkan pernikahan atau anak.”

    Hal yang sama berlaku bagi Kim, yang menghabiskan tiga tahun menabung untuk pernikahan dan empat tahun lagi untuk memiliki anak.

    “Orang-orang menghabiskan masa mudanya untuk belajar, mencari pekerjaan, dan menghabiskan uang untuk mempersiapkan hidup. Dan saat mereka siap untuk menetap, seringkali sudah terlambat,” katanya. “Tapi semakin lama menunda, semakin sulit [untuk hamil], baik secara fisik maupun emosional.”

    Bagi mereka yang memilih bayi tabung, proses mencoba hamil juga menjadi jauh lebih mahal.

    “Sulit untuk mengatakan berapa tepatnya biaya IVF karena sangat bervariasi tergantung pada orang dan siklusnya,” kata Kim. “Ini adalah pengeluaran besar dan tidak terduga yang benar-benar dapat mempengaruhi keuangan Anda.”

    Sebagai bagian dari upaya terkoordinasi untuk meningkatkan tingkat kelahiran, pemerintah Korea Selatan telah memperluas dukungan untuk perawatan kesuburan. Seoul kini memberikan subsidi hingga 2 juta won Korea ($1.460; Pound 1.100) untuk pembekuan sel telur dan 1,1 juta won untuk setiap perawatan bayi tabung

    Namun, meskipun ada subsidi pemerintah, Kim mengatakan dia menghabiskan lebih dari 2 juta won pada Januari untuk bayi tabung sebagian besar untuk biaya tambahan yang tidak ditanggung subsidi, seperti suplemen dan tes tambahan.

    Dan dengan kurang dari setengah siklus bayi tabung yang berhasil, biaya dapat menumpuk dengan cepat.

    Hal ini juga dialami oleh Jang Sae-ryeon di Provinsi Jeolla bagian barat daya. Perempuan berusia 37 tahun ini memulai pengobatan kesuburan dua tahun lalu dan telah menjalani lima siklus IVF, masing-masing menghabiskan sekitar 1,5 juta won.

    “Saya berharap semuanya berhasil setelah satu atau dua kali mencoba, tapi bagi kebanyakan orang, itu tidak terjadi,” katanya. “Tanpa uang, Anda tidak bisa melanjutkan. Itu kenyataannya. Dan menurut saya, itulah bagian yang paling membuat frustrasi.”

    Tantangan yang sama beratnya, kata mereka, adalah tekanan di tempat kerja saat berkomitmen pada jadwal bayi tabung yang padat.

    Meskipun perusahaan di Korea Selatan menawarkan beberapa hari cuti untuk perawatan kesuburan, mereka mengatakan bahwa dalam praktiknya sulit untuk memanfaatkannya. Kim mengatakan dia menjalani IVF untuk anak pertamanya tanpa mengambil cuti sama sekali. Jang, sementara itu, mengatakan rekan kerjanya meminta dia menunda perawatannya.

    “Hal itu membuat saya merasa bahwa IVF dan pekerjaan penuh waktu tidak bisa dipadukan,” kata Jang. “Jadi saya resign. Tapi setelah keluar, saya mengalami kesulitan finansial. Hal itu membuat saya harus resign lagi dan mencari pekerjaan baru.”

    Tekanan finansial dan budaya seperti itu mungkin telah meredam impian banyak orang Korea Selatan untuk memiliki anak, tetapi tidak bagi Jang.

    Dia masih menangis saat mengingat dua kehamilan di awal pernikahannya keduanya berakhir dengan keguguran.

    “Anda tahu, kan, orang bilang saat punya anak, Anda merasa cinta yang tak terbatas?” katanya. “Saya pikir memiliki anak yang mirip dengan kami berdua dan membangun keluarga bersama adalah salah satu bentuk kebahagiaan terbesar yang bisa dirasakan seseorang.”

    Lihat juga Video: 23 Ribu Bayi Lahir di Korea Selatan, Naik 11 Persen dari Tahun Lalu

    (nvc/nvc)