Produk: bawang putih

  • BPS catat inflasi tahunan Maret 2025 lebih rendah dari Maret 2024

    BPS catat inflasi tahunan Maret 2025 lebih rendah dari Maret 2024

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    BPS catat inflasi tahunan Maret 2025 lebih rendah dari Maret 2024
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 08 April 2025 – 17:07 WIB

    Elshinta.com – Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan bahwa tingkat inflasi tahunan pada Maret 2025 sebesar 1,03 persen year-on-year (yoy) tercatat lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi tahunan pada Maret 2024 yang mencapai 3,05 persen yoy.

    Namun, tingkat inflasi tahunan pada Maret 2025 masih lebih tinggi daripada Februari 2024 yang secara tahunan justru tercatat mengalami deflasi hingga 0,09 persen yoy.

    Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah menuturkan di Jakarta, Selasa, bahwa inflasi tahunan pada Maret 2025 terutama didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau.

    “Berdasarkan kelompok pengeluaran, inflasi tahunan ini utamanya didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan inflasi sebesar 2,07 persen dan memberikan andil inflasi sebesar 0,61 persen,” katanya.

    Ia mengatakan bahwa komoditas dengan andil inflasi terbesar pada kelompok tersebut adalah cabai rawit, bawang merah, dan minyak goreng.

    Selain sejumlah komoditas tersebut, ia menyatakan bahwa komoditas lain yang juga memberikan andil inflasi cukup besar adalah emas perhiasan (0,44 persen), tarif air minum PAM (0,14), dan nasi dengan lauk (0,04 persen).

    “Sementara itu, kelompok pengeluaran yang masih mengalami deflasi secara tahunan dan memberikan andil deflasi terdalam pada Maret 2025 adalah kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga dengan andil deflasi sebesar 0,74 persen,” ujar Habibullah.

    Dia menyampaikan bahwa deflasi tersebut disebabkan oleh deflasi tarif listrik, mengingat pelanggan pascabayar PLN masih menikmati diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk pembayaran pada Maret 2025 atas pemakaian listrik selama Februari 2025.

    Sedangkan menurut komponen, ia mengatakan bahwa inflasi tahunan terjadi pada komponen inti sebesar 2,48 persen yoy dan komponen harga bergejolak (volatile) sebesar 0,37 persen yoy.

    Habibullah menyatakan bahwa komponen inti memberikan andil inflasi terbesar, yakni 1,58 persen, dengan komoditas utama yang memberikan andil inflasi antara lain emas perhiasan, minyak goreng, kopi bubuk, dan nasi dengan lauk.

    Terkait komponen harga bergejolak, ia menuturkan bahwa komponen tersebut memberikan andil inflasi sebesar 0,06 persen dengan komoditas dominan yang memberikan andil inflasi adalah cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih.

    Sementara komponen harga diatur pemerintah tercatat mengalami deflasi. Ia menyatakan bahwa komponen tersebut mengalami deflasi tahunan sebesar 3,16 persen yoy dan memberikan andil deflasi sebesar 0,61 persen.

    “Komponen yang dominan memberikan andil deflasi adalah tarif listrik, tarif angkutan udara, dan bensin,” ujar M Habibullah. 

    Sumber : Antara

  • Tarif Trump: Kontradiksi Kapitalisme Amerika

    Tarif Trump: Kontradiksi Kapitalisme Amerika

    Jakarta

    Dalam The End of History and the Last Man (1992), Francis Fukuyama, filsuf modern Amerika menyatakan bahwa evolusi manusia berakhir semenjak hadir demokrasi liberal Barat, secara khusus demokrasi Amerika. Salah satu “anaknya” adalah sistem politik Indonesia pasca reformasi.

    Namun, demokrasi liberal tidak berdiri sendiri, ada dua saudara kandung, kapitalisme dan globalisasi, di mana bertiga mereka menjadi penanda selesainya evolusi sosial, budaya, politik, dan ekonomi umat manusia.

    Pemerintah Amerika menjadi Ketua dari dunia, “kepala suku” dari seluruh pemerintahan sejagat. Disebut sebagai “suku” karena masalah-masalah akhirnya diselesaikan dengan cara “adat” daripada hukum, dan dengan “cara adat”, artinya sesuka Kepala Sukunya.

    Disebut sebagai “ketua”, karena di Indonesia masa lalu, KUD bukanlah kepanjangan Koperasi Unit Desa, melainkan Ketua Untung Dulu. Bahkan, untung kemudian, dan untung di akhir, serta untung selamanya. Tidak ada manusia dengan kepentingan daging yang dapat lepas dari hasrat yang tempted tersebut.

    Amerika adalah penghela The True Capitalism. Tidak salah dengan kapitalisme, hanya mereka yang tidak menguasainya saja yang menyalah-salahkannya. Makanya, China juga tidak menjelekkan kapitalisme, meski mereka adalah anak dari Sosialisme Marx. Kapitalisme dan liberalisme adalah pasangan sejoli. Kapitalisme berjalan dengan menyenangkan jika ada liberalisme. Liberalisme tidak ada gunanya jika tidak ada kapitalisme di sampingnya.

    Itulah kredo Amerika, yang dipasarkan ke seluruh dunia. Namun, kapitalisme dan liberalisme adalah mahluk yang “serakah”, dan serakah tidak haram dalam kapitalisme, greed is good. Panggung dari Kapitalisme (+ Liberalisme) adalah Globaliasasi. Lembaga buatan Bretton Wood pada Juli1944, Bank Dunia (International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan IMF (International Monetary Fund), sudah lengkap dengan kehadiran dilengkapi dengan WTO (Badan (Liberalisasi) Perdagangan Dunia) pada 1 Januari 1995, yang embrionya diawali dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang dibuat 1947.

    Kontradiksi

    Amerika bercita-cita luhur, menjadi kota yang berdiri di atas bukit, menyinari seluruh dunia. Amerika adalah penolong dunia. Amerika membentuk penyelesaian Perang Dunia I pada tahun 1918, setelah menjadi bagian dari Sekutu untuk mengalahkan Blok Sentral. Juga pada Perang Dunia. Tanpa bantuan Amerika, Jerman tidak pernah dapat dikalahkan.

    Demikian juga Jepang, di Asia dan Pasifik. Setelah PD II Amerika menjadi Dewa Penolong Eropa dengan bantuan massif Marshall Plan-nya, dengan mentransfer $13,3 miliar (setara dengan $173,8 miliar pada tahun 2024) dalam program pemulihan ekonomi ke ekonomi Eropa Barat.

    Tapi, bagi Amerika, there is no such of free lunch. Investasi America membanjiri Eropa dan kemudian ke seluruh dunia. Perusahaan minyaknya mengusasai ladang-ladang minyak raksasa di penjuru bumi. Produknya menjadi pilihan sebagai produk terbaik.

    Sejak tahun 1950an ekonominya menguasai dunia, meski berjuang untuk melawan Blok Timur hingga kejatuhan Uni Soviet pada 1991. Premis Fukuyama benar: the end of history. Blok Timur, termasuk Rusia, sisa terbesar Soviet, memilih menjadi kapitalis. China, dengan ideologi komunisnya, juga memilih jalan kapitalis.

    Seharusnya Amerika berbahagia selamanya, seperti dongeng HC Andersen. Namun ternyata, KUD tidak berlaku seluruhnya. Ketua Untung Dulu, berlaku hanya untung di depan, di Tengah dan belakang. Kapitalisme punya hukum sendiri yang mungkin tidak pernah dibayangkan Amerika. Pertama, persaingan. Malangya, pada globalisasi, seperti kata Gary Hamel dalam Reinventing the Basis of Competition (1996), bahwa globalisasi bukanlah persaingan antar negara, melainkan perusahaan-perusahaan dari negara-negara tersebut.

    Liberalisme memungkinkan teknologi, pengetahuan, dan ketrampilan berpindah dari satu koloni ke koloni lain dengan sangat cepat. Pada tahun 1980an perusahaan-perusahaan di Jepang mulai mengambil alih dominasi Amerika bahkan di Amerika. Pada tahun 2000an perusahaan-perusahaan Korea menjadi pesaing kuat baru.

    Pada periode yang sama, China menjadi pemain dominan, bahkan di semua lini, termasuk berkenaan dengan pendapatan. Untuk memperoleh laba yang tinggi, sebagaimana kredo kapitalisme, maka perusahaan-perusahaan besar Amerika melakukan outsourcing produksinya ke China. Mulai dari Nike hingga Iphone.

    Tapi, China lebih cerdas dari kita, bahkan lebih cerdas dibanding Amerika. Mereka bukan saja “menggerojok” Amerika dengan produk elektronik, mesin, mobil, tekstil dan produk tekstil, bahkan hingga buah, sayur, bawang putih, hingga ikan dan udang. Masyarakat Amerika menikmati produk berukualitas dan murah.

    Di balik itu, kedayasaingan industri modern dan pertanian Amerika semakin terdesak oleh China. Amerika mungkin masih digdaya di pesawat tebang, peralatan militer, kedelai, jagung, dan gandum.

    Namun, sebagian besar lain mudah terdesak. Aturan main yang sebelumnya menguntungkan Amerika, kini, secara fair, menguntungkan semua pelaku dari setiap negara. Sebelumnya Amerika menjadi juara karena teknologi, pengetahuan, dan ketrampilannya jauh lebih maju, kini jarak tersebut makin dekat, bahkan ada yang sudah melewati.

    Strategi melakukan standarisasi lokasi eksport tidak menjadi solusi. Pelabuhan-pelabuhan di China sudah memenuhi persyaratan Amerika. Mulai dari Shanghai, Ningbo-Zhoushan, Shenzhen, Qingdao, Guangzhou, hingga Hongkong. Apalagi standarisasi manajemen seperti ISO hingga Malcolm Baldrige. Semuanya dipenuhi. Termasuk standar etika dan anti-korupsi. Belum lagi negara-negara Eropa Barat yang dengan cepat mengejar ketertinggalannya, seperti Jerman, Inggris, dan Belanda. Balapan kapitalisme yang diperkenalkan Amerika sebagai standar balapan dunia sudah tidak lagi menguntungkan Amerika.

    Memang, mereka nasih punya Meta (grup facebook) dan Alphabet (grup google) serta Microsoft, hingga Amazon, ditambah kluster industri digital di California dan sekitarnya, termasuk Dell, Intel, AMD, NVIDIA, dan sejenisnya. Juga industri keuangan, konsultan, dan jasa lainny. Namun, bagi Amerika, tidak cukup kemenangan ditentukan oleh beberapa kluster saja. Amerika harus menang di semua kluster kapitalisme. Itulah kredo Amerika yang diyakini Trump.

    Tapi, menggunakan “cara kapitalisme” ternyata tidak cukup, karena sudah terjadi kontradiksi kapitalisme Amerika. Sistem yang mereka buat dan diekspor ke seluruh dunia, menjadi backfire bagi dirinya sendiri. Donald Trump berfikir keras untuk menguasai dunia selain dengan cara kapitalisme. Inilah yang dilakukan hari ini.

    Strategi Trump, Strategi Baru Amerika

    Hari ini Amerika, di bawah Trump, hendak membuat Amerika sehebat dulu. Kebijakan besarnya sangat jelas MAGA: Making America Great Again. Strategi pertama adalah strategi tarif. Trump menerapkan tarif berlapis.

    Pertama, tarif dasar 10%yang berlaku untuk semua impor dari semua negara. Kedua, tarif tambahan (timbal balik) untuk negara tertentu, yang dihitung berdasarkan setengah dari tarif yang negara tersebut kenakan pada AS.

    Ketiga, tarif eksisting (jika ada), misalnya China sudah memiliki tarif sebelumnya, yang tetap berlaku dan ditambahkan ke tarif baru. China akan dikenakan tarif berlapis sebesar tarif eksisting 20% dan 34%, sehingga total tarifnya mencapai 54%. Indonesia dikenakan tarif sebesar 32% yang akan berlaku mulai tanggal 9 April 2025. Vietnam dikenakan tarif sebesar 46%

    Kebijakan publik yang diajarkan hari ini adalah bagaimana mengatur domestik dan hubungan internasional. Satu hal yang jarang, atau bahkan tidak pernah diajarkan, adalah memahami pikiran negara lain. Nampaknya policy makers Indonesia tidak memikirkan itu. Model dan modal berfikir kita adalah hubungan baik dengan Amerika, dan kita menikmati berbagai fasilitas yang mereka berikan.

    Ketika “badai” datang, baru kita sepertinya “plonga-plongo”. Indonesia jelas bukan musuh Amerika, dan Amerika pun tidak pernah memusuhi Indonesia. Hanya, Amerika tidak bisa secara membuat kebijakan untuk dunia secara asmiterik, apalagi itu untuk memenuhi kepentingannya sendiri.

    Vietnam langsung menge-nol-kan bea masuk produk AS, dan meningkatkan impor dari AS, untuk menyeimbangkan defisit transaksi keduanya. Amerika akan melakukan hal yang sama, mengenolkan tarif buat Vietnam. Apalagi Vietnam adalah proksi industri Amerika terhadap China. Mereka telah menggantikan China sebagai produsen produk yang diperlukan AS dan melakukan eskport langsung ke AS.

    Bagaimana Indonesia? Indonesia punya ekspor tekstil dan produk tekstil, alas kaki, minyak sawit, karet, furnitur, udang dan produk-produk perikanan laut. Pada Februari 2025, ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat (AS) mencapai11,35%dari total ekspor nonmigas. Persentase yang signifikan. Jika total ekspor 20204 mencapai US$264,7 miliar, maka setidaknya total ekspor ke AS pada tahun 2025, dengan asumsi sama, US $ 30 miliar, bahkan lebih. Atau, setidaknya 19,42% dari Cadangan devisa RI yang US $154,5 miliar.

    Pertanyannya adalah bagaimana respons kebijakan kita. Dari ilmu kebijakan publik, disarankan tiga respon kebijakan. Pertama, dan yang paling penting, adalah memanfaatkan kebijakan Amerika. Meskipun Trump dapat mengklaim mereka juga comply kepada aturan WTO, sebenarnya mereka juga tidak comply.

    Namun, karena kekuatan dan kekuasaannya, maka kebijakan impos tarif tersebut tidak dapat dihalangi. Indonesia dapat menggunakan kebijakan Amerika untuk membuat kebijakan yang sama. Istilahnya, riding the wave. Terutama kepada negara-negara selain Amerika yang merugikan neraca perdagangan dan industri dalam negeri. Mungkin juga kita perlu merevisi UU 6/2023 tentang Cipta Kerja, dan sejumlah kebijakan ekstra liberalisasi kita.

    Kedua, buka keran impor dari Amerika, khususnya untuk produk yang selama ini diembargo, termasuk alutsista atau persenjataan militer. Dengan demikian, meskipun mereka tetap mengembargo, kita telah memberikan kebijakan resiprokal, dan mereka tidak dapat menolak resirokalitas tersebut, karena tidak bersifat eksepsionalitas.

    Buka juga keran untuk impor produk yang diperlukan Indonesia ke depan, mulai dari super konduktor hingga pusat-pusat data, dengan tarif nol persen. Kementerian investasi perlu bekerjasama dengan BIN dan Lemhannas untuk memastikan produk masa depan tersebut segera bisa diakuisisi.

    Ketiga, mengembangkan kebijakan keseimbangan geopolitik, dari keterdekatan berlebihan dengan kekuatan-kekuatan anti AS, termasuk BRICS, menjadi keseimbangan. Amerika, dalam jangka waktu panjang akan tetap menjadi kekuatan inovasi dunia, pasar yang kuat, dan sumber pertahanan militer yang selalu adidaya. Kebijakan Trump pun, dalam waktu setahun ke depan, akan nampak manfaatnya bagi Amerika, yaitu kebangkitan produktivitas domestik mereka.

    Saat ini mungkin tidak mudah bagi Trump, namun jika ia mampu bertahan dan membuktikan MAGA-nya, ia akan diterima. Tidak berbeda dengan Roosevelt di tahun 1933, dengan kebijakan New Deal-nya, dengan motto “3 Rs”: Relief, Recovery, dan Reform, yang kontroversal. Keberhasilan menyelamatkan Amerika, membuatnya dipilih menjadi Presiden melampaui masa jabatan yang dibolehkan konstitusi (1933 – 1945).

    Pembelajaran

    Kebijakan Trump membuat setiap negara “jantungan”. Saya tidak begitu sepakat dengan para senior yang mengatakan “Ini sudah biasa, tidak usah terkejut, toh mereka yang rugi”. Mengirimkan delegasi ke AS, dipimpin oleh Prof. Bambang Brojonegoro, Mantan Menristek, Menkeu, dan Kepala Bappenas, adalah baik.

    Harapan kita adalah, mereka tidak melakukan pertemuan dengan gagasan yang standar, yang biasa. Karena, dalam kondisi luar biasa, cara-cara lama tidak banyak nilainya. Parajuru runding perlu dibekali dengan gagasan yang out of the box, yang membuat Indonesia mempunyai possi riding the wave. Tentu saja, gagasan tersebut harus merupakan gagasan dari Presiden sebagai CEO Republik Indonesia, atau setidaknya gagasan yang disetujui Presiden. Artinya, Tim Krisis yang dipimpin langsung oleh Presiden perlu mindset tersebut.

    Pembelajaran selanjutnya, bahwa kebijakan publik yang diajarkan di kelas-kelas, termasuk di negara maju, sudah tidak cukup lagi dalam merespon perubahan terkini. Kebijakan publik sebagai praktek dalam dunia dengan terra incognita-nya, adalah kebijakan publik yang beyond public policy.

    Kini waktunya bagi para akademisi dan praktisi untuk belajar kembali untuk membangun kekuatan baru. Kejadian impos kebijakan tarif yang ekstrem dari Pemerintahan Trump adalah pelajaran besar bagi kita para policy makers, seperti nasihat Marshall Goldsmith, bahwa What Got You Here Won’t Get You There (2014). Kemampuan-kemampuan yang membuat Indonesia sampai menjadi hari ini, tidak cukup untuk membawa Indonesia ke masa depan. Kita perlu learning government, kita perlu menjadi the learning nation.

    Riant Nugroho, Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI)

    (hns/hns)

  • Pasca Lebaran, Harga Kebutuhan Pokok di Bandung Barat Turun!

    Pasca Lebaran, Harga Kebutuhan Pokok di Bandung Barat Turun!

    JABAR EKSPRES – Sejumlah kebutuhan pokok masyarakat satu pekan pasca Hari Raya Idulfitri di Kabupaten Bandung Barat (KBB) menunjukan tren penurunan. Sejumlah komoditas mengalami penurunan harga mulai dari cabai, daging ayam, daging sapi, kentang, telur, bawang, minyak goreng dan beras.

    Penurunan harga kebutuhan pokok ini disambut positif oleh para konsumen, meski para pedagang mengaku pasokan dari petani dan distributor belum sepenuhnya kembali normal.

    “Harga sejumlah komoditas mulai turun di H+3 lebaran. Tapi nggak sepenuhnya turun ke harga normal, bertahap,” ungkap salah satu pedagang bahan pokok di Pasar Tradisional Tagog Padalarang, Bandung Barat, Deden, 32 tahun, kepada wartawan, Selasa (8/4/2025).

    Penurunan paling signifikan menurut Deden, pada komoditas cabai rawit merah yang sebelumnya sempat tembus Rp120.000 per kilogram, menjadi Rp100.000 per kilogram.

    Penurunan harga tidak hanya terjadi pada satu jenis cabai rawit saja. Cabai keriting merah dan cabai tanjung yang sebelumnya dibanderol Rp90.000 per kilogram, kini bisa didapatkan dengan harga Rp60.000 per kilogram.

    BACA JUGA:Pasca Lebaran, Harga Cabai Rawit Merah Sentuh Rp 140 ribu

    Deden berharap turunnya harga tersebut dapat membawa angin segar bagi para konsumen yang sempat mengeluhkan lonjakan harga selama bulan Ramadan hingga Lebaran 2025.

    Ia menambahkan, selain berbagai jenis cabai, sejumlah sayuran penting lainnya juga menunjukkan tren serupa. Salah satunya kentang, sebelumnya harga komoditas itu dibanderol dengan harga Rp22.000 per kilogram menjadi Rp20.000 per kilogram.

    “Naik karena stok sedikit, sekarang normal lagi. Selain kentang wortel juga turun dari Rp22.000 menjadi Rp20.000 per kilogram,” tambahnya.

    Deden menilai penyebab utama naiknya harga sebelum Lebaran, karena pasokan yang terbatas, sementara permintaan meningkat tajam.

    Kini, setelah para petani dan distributor kembali beraktivitas normal, pasokan pun mulai stabil sehingga harga bisa turun perlahan. Namun, menurutnya tidak semua komoditas mengikuti tren penurunan, bawang merah dan bawang putih masih bertahan di harga tinggi sejak H-7 Lebaran.

    Kedua bahan pokok itu, lanjut dia, masih dijual dengan harga sekitar Rp50.000 per kilogram.

    “Bawang masih mahal, belum ada penurunan. Tapi ya mudah-mudahan minggu depan bisa turun juga,” jelasnya.

  • Harga Bahan Pokok di Boyolali Terjaga Stabil selama Lebaran

    Harga Bahan Pokok di Boyolali Terjaga Stabil selama Lebaran

    BOYOLALI – Harga bahan pokok di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, terjaga stabil selama momentum Lebaran 2025 karena lancarnya pasokan. 

    Salah satu pedagang bahan pokok Partini mengatakan hampir seluruh jenis bahan pokok tidak mengalami kenaikan. 

    “Cuma telur ayam saja yang naik harga, dari Rp27.000/kg sebelum Lebaran sekarang menjadi Rp30.000/kg,” katanya di Boyolali, Jateng, Antara, Sabtu, 5 April. 

    Kenaikan terjadi secara bertahap. Meski demikian, kondisi tersebut tidak mengurangi antusiasme masyarakat untuk tetap membeli telur. 

    “Soalnya kan buat bikin opor, jadi kebutuhan telur ayam tetap tinggi,” katanya. 

    Meski demikian, sebagai pedagang sekaligus pengguna mengingat ia memiliki usaha katering, ia berharap agar harga telur ayam kembali turun. 

    “Kebetulan kalau setelah Lebaran begini pesanan untuk halal bihalal banyak. Kebanyakan ya menu daging ayam dan telur,” katanya. 

    Untuk daging ayam, dikatakannya, stabil di harga Rp37.000/kg. Beberapa komoditas pokok lain yang harganya juga relatif stabil, di antaranya beras premium Rp15.000/kg dan gula pasir Rp18.000/kg.

    Sedangkan beberapa komoditas yang stabil tinggi di antaranya cabai rawit merah Rp90.000/kg, cabai merah besar Rp70.000/kg, dan cabai keriting Rp70.000/kg.

    Selanjutnya, harga bawang merah Rp50.000/kg dan bawang putih Rp47.000/kg.

    Salah satu konsumen Purwani mengatakan senang karena harga tidak banyak mengalami kenaikan.

    “Saya juga cabai nggak beli, cukup panen dari kebun depan rumah. Jadi ya lumayan irit,” katanya.

  • 5 Kebijakan Indonesia Ini Jadi Alasan AS Naikkan Tarif Jadi 32 Persen

    5 Kebijakan Indonesia Ini Jadi Alasan AS Naikkan Tarif Jadi 32 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyoroti pentingnya klarifikasi terhadap lima kebijakan pemerintah Indonesia yang dinilai merugikan kepentingan Amerika Serikat (AS). Hal ini membuat negeri Paman Sam itu menerapkan tarif 32 persen untuk Indonesia.

    Kelima isu ini sebelumnya disampaikan dalam laporan tahunan National Trade Estimate (NTE) 2025 yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR).

    “Kelima kebijakan tersebut perlu diperiksa kembali secara komprehensif. Pemerintah harus memastikan apakah tuduhan tersebut benar dan bagaimana dampaknya terhadap hubungan dagang bilateral Indonesia-AS,” ujar Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Novyan Bakrie dalam keterangan resminya, Sabtu (5/4/2025).

    Berikut lima kebijakan yang menjadi sorotan AS:

    Perubahan Tarif Impor Barang Kiriman
    AS menyoroti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman yang telah direvisi menjadi PMK 96 Tahun 2023. Perubahan ini dianggap berpotensi mempersulit akses barang dari AS ke pasar Indonesia.Proses Penilaian Pajak yang Dinilai Rumit
    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) disebut AS menjalankan proses audit yang rumit dan tidak transparan. Kekhawatiran lainnya mencakup denda yang tinggi untuk kesalahan administratif, serta proses sengketa yang memakan waktu dan minim preseden hukum.Pengenaan PPh Pasal 22 atas Barang Impor
    PMK Nomor 41 Tahun 2022 memperluas cakupan barang impor yang dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22. Pengusaha AS khawatir proses klaim pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak bisa memakan waktu bertahun-tahun.Cukai Lebih Tinggi untuk Minuman Beralkohol Impor
    Cukai untuk minuman beralkohol asal luar negeri disebut lebih tinggi dibanding produk dalam negeri. Untuk kadar alkohol 5%-20%, perbedaannya mencapai 24%, sedangkan kadar 20%-55% bisa mencapai 52%.Revisi Perpres tentang Neraca Komoditas
    AS mempersoalkan perluasan lisensi impor dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2024, yang awalnya mencakup lima komoditas strategis seperti gula dan beras, kini meluas ke 19 produk, termasuk bawang putih (2025), serta apel, anggur, dan jeruk (2026).

    Anindya menyatakan bahwa klarifikasi dari pihak Indonesia sangat penting untuk mencegah salah tafsir dan menjaga hubungan baik kedua negara. 

    “Pemerintah Indonesia perlu menyampaikan posisi resminya, didukung data dan argumentasi yang kuat. Kadin mendukung pembentukan tim klarifikasi dan negosiasi khusus untuk merespons laporan USTR secara langsung,” tegasnya terkait tarif 32 persen AS untuk Indonesia.

    Ia juga menegaskan bahwa Kadin siap membantu proses diplomasi ekonomi ini melalui jalur komunikasi dengan mitra dagang seperti US Chamber of Commerce dan AmCham Indonesia.

    “Kita tidak bisa diam jika ada tuduhan sepihak. Namun kita juga tidak bisa reaktif. Pendekatan yang terukur dan diplomatis tetap menjadi pilihan terbaik,” pungkas Anindya terkait tarif 32 persen AS untuk Indonesia.

  • Harga pangan Jumat, cabai rawit Rp92.600/kg, bawang merah Rp47.000/kg

    Harga pangan Jumat, cabai rawit Rp92.600/kg, bawang merah Rp47.000/kg

    Ilustrasi – Seorang pedagang menyortir cabai rawit di Pasar Mardika, Kota Ambon, Provinsi Maluku. (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

    Harga pangan Jumat, cabai rawit Rp92.600/kg, bawang merah Rp47.000/kg
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Jumat, 04 April 2025 – 13:51 WIB

    Elshinta.com – Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional Bank Indonesia mencatat sejumlah komoditas pangan secara umum yakni cabai rawit merah di harga Rp92.600 per kilogram (kg) dan bawang merah di harga Rp47.000 per kg. Berdasarkan data dari PIHPS, dilansir di Jakarta, Jumat pukul 10.30 WIB selain cabai rawit merah dan telur ayam ras, tercatat harga pangan di tingkat pedagang eceran secara nasional lainnya, yakni bawang putih di harga Rp45.800 per kg.

    Selain itu beras kualitas bawah I di harga Rp13.450 per kg; beras kualitas bawah II Rp13.850 per kg; beras kualitas medium I Rp14.350 per kg; begitu pun beras kualitas medium II di harga Rp13.950 per kg. Lalu, beras kualitas super I di harga Rp16.000 per kg; dan beras kualitas super II Rp15.400 per kg.

    Selanjutnya, PIHPS mencatat harga cabai merah besar mencapai Rp52.600 per kg; cabai merah keriting Rp52.850 per kg; dan cabai rawit hijau Rp40.800 per kg. Kemudian, daging ayam ras di harga Rp36.750 per kg, daging sapi kualitas I Rp132.000 per kg, daging sapi kualitas II di harga Rp122.250 per kg.

    Harga komoditas berikutnya yakni gula pasir kualitas premium tercatat Rp19.450 per kg; gula pasir lokal Rp18.650 per kg. Sementara itu, minyak goreng curah di harga Rp19.350 per liter, minyak goreng kemasan bermerek I di harga Rp22.100 per liter, serta minyak goreng kemasan bermerek II di harga Rp20.600 per liter.

    Selain itu, PIHPS juga mencatat harga komoditas telur ayam ras mencapai Rp29.550 per kg.

    Sumber : Antara

  • Harga Pangan Hari Ini Bikin Kaget! Cabai Rawit Tembus Rp92.600 per Kg, Ini Daftar Lengkapnya!

    Harga Pangan Hari Ini Bikin Kaget! Cabai Rawit Tembus Rp92.600 per Kg, Ini Daftar Lengkapnya!

    Jakarta: Setelah euforia Lebaran mereda dan aktivitas kembali normal, banyak orang mulai memikirkan isi dapur. 
     
    Tapi, pas lihat harga pangan di pasaran, kamu mungkin bakal bilang: “Wah, segini sekarang harga cabai?!”
     
    Ya, harga pangan hari ini bikin banyak orang geleng-geleng kepala. Beberapa komoditas utama seperti cabai rawit merah dan bawang merah mengalami kenaikan yang cukup signifikan. 

    Penasaran seberapa tinggi lonjakannya? Yuk, simak daftar lengkapnya seperti dikutip dari Antara, Jumat, 4 April 2025.
     

    Harga pangan nasional hari ini
    Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional Bank Indonesia, berikut ini adalah harga pangan di tingkat pedagang eceran secara nasional:

    Harga cabai dan bawang

    Cabai rawit merah: Rp92.600 per kg
    Cabai merah besar: Rp52.600 per kg
    Cabai merah keriting: Rp52.850 per kg
    Cabai rawit hijau: Rp40.800 per kg
    Bawang merah: Rp47.000 per kg
    Bawang putih: Rp45.800 per kg

    Harga beras 

    Beras kualitas bawah I: Rp13.450 per kg
    Beras kualitas bawah II: Rp13.850 per kg
    Beras kualitas medium I: Rp14.350 per kg
    Beras kualitas medium II: Rp13.950 per kg
    Beras kualitas super I: Rp16.000 per kg
    Beras kualitas super II: Rp15.400 per kg

    Harga daging dan telur

    Daging ayam ras: Rp36.750 per kg
    Daging sapi kualitas I: Rp132.000 per kg
    Daging sapi kualitas II: Rp122.250 per kg
    Telur ayam ras: Rp29.550 per kg

    Harga minyak goreng dan gula

    Minyak goreng curah: Rp19.350 per liter
    Minyak goreng kemasan merek I: Rp22.100 per liter
    Minyak goreng kemasan merek II: Rp20.600 per liter
    Gula pasir lokal: Rp18.650 per kg
    Gula pasir premium: Rp19.450 per kg
     

    Tips hemat belanja saat harga naik

    Bandingkan harga di pasar dan ritel modern. 
    Belanja sesuai kebutuhan.
    Buat daftar belanja mingguan. 
    Gunakan aplikasi belanja

    Harga pangan memang bisa naik-turun, tapi dengan perencanaan yang cermat, kamu tetap bisa menjaga isi dapur tetap aman dan hemat. Jangan lupa cek update harga tiap minggu supaya dompet nggak kebobolan!
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Daftar Harga Pangan Hari Ini, Cabai Rawit Rp91 Ribu/Kg

    Daftar Harga Pangan Hari Ini, Cabai Rawit Rp91 Ribu/Kg

    Jakarta: Harga pangan di tingkat pedagang eceran nasional mengalami fluktuasi.
     
    Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional yang dikelola oleh Bank Indonesia yang dilansir Antara pada Kamis, 3 April 2025 beberapa komoditas pangan menunjukkan kenaikan, sementara lainnya tetap stabil.

    Harga Pangan Terkini
    Berikut adalah daftar harga pangan per Kamis, pukul 09.00 WIB, berdasarkan data PIHPS:

    Sayuran dan bumbu dapur

    Cabai rawit merah: Rp91.600 per kg
    Cabai merah besar: Rp52.100 per kg
    Cabai merah keriting: Rp53.600 per kg
    Cabai rawit hijau: Rp31.500 per kg
    Bawang merah: Rp48.650 per kg
    Bawang putih: Rp45.550 per kg
     

    Beras

    Beras kualitas bawah I: Rp13.100 per kg
    Beras kualitas bawah II: Rp12.550 per kg
    Beras kualitas medium I: Rp14.300 per kg
    Beras kualitas medium II: Rp13.750 per kg
    Beras kualitas super I: Rp15.850 per kg
    Beras kualitas super II: Rp14.950 per kg

    Daging dan telur

    Daging ayam ras: Rp34.800 per kg
    Daging sapi kualitas I: Rp136.650 per kg
    Daging sapi kualitas II: Rp122.100 per kg
    Telur ayam ras: Rp26.650 per kg

    Gula dan minyak goreng

    Gula pasir kualitas premium: Rp19.700 per kg
    Gula pasir lokal: Rp17.800 per kg
    Minyak goreng curah: Rp19.250 per liter
    Minyak goreng kemasan bermerek I: Rp20.100 per liter
    Minyak goreng kemasan bermerek II: Rp18.650 per liter

    Apa yang bisa dilakukan konsumen?

    Jika harga pangan terus meningkat, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan oleh masyarakat, antara lain:

    Berbelanja bijak, dengan membandingkan harga di berbagai pasar atau memanfaatkan promo di supermarket.
    Menggunakan alternatif bahan pangan, seperti mengganti cabai rawit merah dengan cabai rawit hijau yang lebih murah.
    Membeli dalam jumlah besar dan menyimpan dengan baik, terutama untuk bahan pangan yang bisa diawetkan seperti beras dan gula.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Harga pangan Kamis, cabai rawit Rp91.600/kg, bawang merah Rp48.650/kg

    Harga pangan Kamis, cabai rawit Rp91.600/kg, bawang merah Rp48.650/kg

    Ilustrasi – Pedagang melayani pembeli di Pasar Botania, Batam, Kepulauan Riau. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/aww.

    Harga pangan Kamis, cabai rawit Rp91.600/kg, bawang merah Rp48.650/kg
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Kamis, 03 April 2025 – 11:13 WIB

    Elshinta.com – Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional yang dikelola Bank Indonesia mencatat sejumlah komoditas pangan secara umum, cabai rawit merah di harga Rp91.600 per kilogram (kg) dan bawang merah di harga Rp48.650 per kg. Berdasarkan data dari PIHPS, dilansir di Jakarta, Kamis pukul 09.00 WIB selain cabai rawit merah dan telur ayam ras, tercatat harga pangan di tingkat pedagang eceran secara nasional lainnya, yakni bawang putih di harga Rp45.550 per kg.

    Selain itu beras kualitas bawah I di harga Rp13.100 per kg, beras kualitas bawah II Rp12.550 per kg; beras kualitas medium I Rp14.300 per kg, begitu pun beras kualitas medium II di harga Rp13.750 per kg. Lalu, beras kualitas super I di harga Rp15.850 per kg, dan beras kualitas super II Rp14.950 per kg.

    Selanjutnya, PIHPS mencatat harga cabai merah besar mencapai Rp52.100 per kg, cabai merah keriting Rp53.600 per kg, dan cabai rawit hijau Rp31.500 per kg. Kemudian, daging ayam ras di harga Rp34.800 per kg, daging sapi kualitas I Rp136.650 per kg, daging sapi kualitas II di harga Rp122.100 per kg.

    Harga komoditas berikutnya yakni gula pasir kualitas premium tercatat Rp19.700 per kg, dan  gula pasir lokal Rp17.800 per kg. Sementara itu, minyak goreng curah di harga Rp19.250 per liter, minyak goreng kemasan bermerek I di harga Rp20.100 per liter, serta minyak goreng kemasan bermerek II di harga Rp18.650 per liter.

    Selain itu, PIHPS juga mencatat harga komoditas telur ayam ras mencapai Rp26.650 per kg.

    Sumber : Antara

  • Ketersediaan Pangan di Jabar saat Libur Lebaran Surplus

    Ketersediaan Pangan di Jabar saat Libur Lebaran Surplus

    Bisnis.com,BANDUNG — Ketersediaan pangan pokok masyarakat di Jawa Barat selama momen Libur Lebaran tercukupi, bahkan surplus. 

    Hal itu terlihat dalam data Neraca Pangan Provinsi Jabar, dari 12 komoditas pangan strategis hampir seluruhnya surplus. 

    Dari 12 komoditas strategis tersebut, hanya tiga komoditas yang sempat mengalami defisit, yaitu daging sapi atau kerbau, bawang putih, dan minyak goreng. Namun karena defisitnya relatif rendah bisa dipenuhi dari sumber lain hingga akhirnya surplus. 

    Daging sapi, misalnya, defisit sebanyak 3 ton, bawang putih defisit 9 ton, dan minyak goreng defisit 44 ton. 

    Namun kekurangan tersebut bisa dipenuhi dengan mendatangkan komoditas bersumber dari impor dan dari luar Provinsi Jabar. 

    Neraca pangan adalah gambaran kondisi pemenuhan kebutuhan dan ketersediaan pangan yang ada di Jawa Barat. Data neraca pangan didapat dari kabupaten/kota setiap tanggal 15 bulan berikutnya. 

    Ke-12 komoditas pangan strategis itu adalah bawang merah, bawang putih, beras, cabai besar, cabai rawit, dan daging ayam ras. Selain itu, daging sapi/kerbau, gula pasir, jagung, kedelai, minyak goreng, dan telur ayam ras. 

    Dari data Neraca Pangan Jawa Barat bulan Februari 2025, ke-12 komoditas pangan strategis tersebut surplus antara 1 hingga 87 ton, kecuali beras dan jagung yang surplus sebanyak 500.000 ton. 

    Untuk perkembangan harga pangan strategis relatif stabil bahkan ada beberapa yang turun. Akan tetapi ada beberapa komditas yang mengalami kenaikan relatif tinggi bila dibandingkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). 

    Komoditas yang mengalami kenaikan itu cabai merah keriting lebih dari 58 persen, dan cabai rawit merah lebih dari 100 persen kenaikannya. Dalam neraca, kondisi perkembangan harga tersebut terpantau hingga Jumat (28/3/2025).