Produk: batubara

  • Golkar Sebut Survei Celios Soal Kinerja Bahlil Menyesatkan dan Tidak Objektif

    Golkar Sebut Survei Celios Soal Kinerja Bahlil Menyesatkan dan Tidak Objektif

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham mengkritik keras hasil survei Center of Economic and Law Studies (Celios) yang menilai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebagai salah satu menteri berkinerja terburuk dalam 100 hari pertama Kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

    Menurut Idrus, survei tersebut menyesatkan dan tidak objektif. “Jadi tidak hanya mengkritisi tetapi menyesalkan (survei Celios) karena menyesatkan,” ujar Idrus di kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Neli Murni, Jakarta Barat, Rabu (22/1/2025).

    Idrus menegaskan survei Celios tersebut hanya menilai kinerja Menteri Bahlil dari sektor tertentu tanpa mempertimbangkan cakupan tugas Kementerian ESDM yang luas. Termasuk, pencapaian-pencapaian Menteri Bahlil dalam 100 hari kerja di kabinet Merah Putih.

    “Kalau kita bicara tentang ruang lingkup kerja daripada ESDM, di situ ada banyak Dirjen. Jadi ada Dirjen Minerba, yang mineral dan batubara, ada Dirjen migas, minyak dan gas, ada kelistrikan, ada energi baru terbarukan dan konservasi energi, ada badan geologi, dan ada pengembangan sumber daya manusia,” jelas dia.

    Idrus mengingatkan bahwa kebijakan besar seperti implementasi energi baru terbarukan sesuai Paris Agreement memerlukan proses bertahap dan tidak bisa dilakukan secara instan.

    “Nah untuk menerapkan ini kan tidak membalik tangan begitu saja karena ada implikasi yang ditimbulkan dari ini. Misalkan terkait dengan batubara dan lain-lain sebagainya, ini kan ada implikasi yang sangat luar biasa,” tegas Idrus. 

    Golkar, kata dia, memandang survei Celios tidak komprehensif dan tidak menyeluruh, melainkan parsial dan tidak terintegrasi. Dia meminta agar survei seperti ini lebih komprehensif dan mempertimbangkan aspek yang lebih luas sebelum memberikan penilaian terhadap kinerja. 

    “Sekali lagi kami mengatakan bahwa ini tidak cukup dan kalau dilakukan pasti sangat subjektif dan saya kira perlu diskusi lebih jauh mengenai survei Celios ini,” pungkas Idrus.

  • Penambang Nikel Tercekik 4 Kebijakan Baru Pemerintah di Awal 2025

    Penambang Nikel Tercekik 4 Kebijakan Baru Pemerintah di Awal 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menjerit karena empat kebijakan baru pemerintah yang ditetapkan pada awal 2025 ini.

    Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey dalam rapat pleno bersama Baleg DPR RI terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Mineral dan Batubara (Minerba), Rabu (22/11/2025).

    Dia mengatakan, kebijakan pertama yang membuat pengusaha menjerit adalah penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) 12%. Meidy menyebut para penambang di APNI sudah melakukan penambang secara puluhan tahun dan memiliki pengalaman serta finansial, tetapi baru pada 2025 merasa kesulitan dengan kenaikan PPN.

    “Di awal tahun kami dibuka dengan PPN 12% yang sangat berdampak kepada pertambangan. Karena alat berat itu masuk dalam barang mewah yang akhirnya harga alat berat itu sudah naik,” kata Meidy.

    Kebijakan kedua yang membuat menjerit adalah terkait dengan penerapan BBM biosolar B40. Meidy mengatakan implementasi campuran bahan bakar nabati berbasis sawit tersebut akan menyebabkan kenaikan biaya produksi bahan bakar.

    “Minggu kedua di Januari kami didampak lagi dengan B40. Mau nggak mau kami cost produksi bertambah,” jelasnya.

    Kebijakan ketiga, yakni pembaruan aturan mengenai devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA). Masa simpan DHE diperpanjang dari minimal 3 bulan menjadi 1 tahun. 

    “Di minggu ketiga, barusan ini kami ditambah lagi dengan DHE hasil ekspor 100% 1 tahun. Cost-nya makin bertambah,” ujar Meidi.

    Sementara kebijakan keempat adalah mengenai royalti untuk nikel yang akan ditingkatkan oleh pemerintah dari yang sebelumnya 10% menjadi 15%. Meidy menilai kebijakan ini akan mengurangi keuntungan dari penambang.

    “Kemarin kami dapat isu lagi royalti yang tadi saya sebut 10% akan naik 15%,” katanya.

    Lebih lanjut, Meidy mengatakan, selain dengan kebijakan dari pemerintah, harga nikel dunia yang mengacu pada London Metal Exchange (LME) juga sedang mengalami tren penurunan. Oleh karena itu, hal ini mengurangi pendapatan penambang dan menambah beban.

    Imbas berbagai aspek kebijakan itu, Meidy mengaku beberapa perusahaan yang sudah mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) memilih untuk tidak melakukan penambangan.

    “Beberapa tambang yang dapat RKAB tidak mau produksi, Bapak-Ibu. Kenapa? Karena cost produksi naik, tapi penjualannya makin turun,” ujarnya.

  • MYOH targetkan volume batuan penutup 35 juta BCM pada 2025

    MYOH targetkan volume batuan penutup 35 juta BCM pada 2025

    Ilustrasi – Aktivitas jasa pertambangan batu bara Samindo Resources. ANTARA/HO-Samindo. ANTARA/HO-MYOH

    MYOH targetkan volume batuan penutup 35 juta BCM pada 2025
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Rabu, 22 Januari 2025 – 09:47 WIB

    Elshinta.com – PT Samindo Resources Tbk (MYOH), perusahaan penyedia jasa pertambangan batu bara terintegrasi, menargetkan dapat memproduksi volume batuan penutup (overburden) batu bara sebanyak 35 juta bank cubic meter (BCM) pada 2025.

    Volume overburden (OB) yang ditargetkan mencapai 35 juta BCM, dengan volume coal getting sebesar 6 juta ton tersebut, mencerminkan komitmen perseroan dalam memaksimalkan kapasitas produksi secara efisien, kata Corporate Secretary MYOH Ahmad Zaki di Jakarta, Selasa.

    “Target tersebut juga menjadi bukti kepercayaan klien kepada kami atas kinerja yang sangat baik di tahun 2024,” tambah Zaki.

    Zaki menyampaikan bahwa perseroan dengan optimisme tinggi untuk menjalankan Rencana Bisnis Strategis untuk tahun 2025, di tengah tantangan industri pertambangan yang dinamis. Pihaknya, lanjut Zaki, telah mempersiapkan diri dengan pendekatan operasional yang adaptif dan berkelanjutan.

    Meskipun menghadapi tantangan transisi energi global, tingginya permintaan batu bara dari China dan negara-negara ASEAN serta meningkatnya kebutuhan listrik hingga smelter diharapkan dapat meningkatkan produksi batu bara untuk tahun 2025. Seiring dengan optimisme tersebut, perseroan juga semakin fokus pada pengoptimalan kinerja operasional, katanya.

    Untuk mendukung rencana strategis tersebut, menurut Zaki, perseroan mengalokasikan belanja modal (capex) sebesar 13 juta dolar AS dengan beberapa inisiatif kunci meliputi optimalisasi penggunaan unit, dan manajemen suku cadang yang berkelanjutan. Pendekatan ini menunjukkan respons proaktif perseroan terhadap tantangan lingkungan dan regulasi yang semakin ketat dalam industri pertambangan.

    MYOH akan fokus pada tiga pilar utama yang menjadi fondasi strategi perseroan yakni, memastikan basis pendapatan yang stabil, pengembangan bisnis baru, dan peningkatan kompetensi organisasi.

    “Dengan pendekatan yang komprehensif dan adaptif, perseroan siap menghadapi tantangan industri dan terus menciptakan nilai berkelanjutan,” kata Zaki.

    Ahmad Zaki menambahkan bahwa strategi komprehensif ini akan mendorong pertumbuhan berkelanjutan Samindo Resources dan menjadikan sebagai mitra terpercaya dalam industri jasa pertambangan di Indonesia.

    “Kami tidak sekadar merespon pasar, tetapi proaktif membentuk masa depan industri pertambangan yang berkelanjutan,” katanya.

    Samindo Resources adalah perusahaan investment holding dengan fokus utama pada penyediaan jasa pertambangan batubara, termasuk pemindahan batuan penutup (overburden removal), produksi batubara (coal getting), pengangkutan batubara (coal hauling), pemetaan geologi dan pengeboran (geological mapping and drilling), serta jasa sewa kendaraan (light vehicle rent services).

    Semua kegiatan ini dijalankan melalui lima anak perusahaan, yaitu PT SIMS Jaya Kaltim, PT Trasindo Murni Perkasa, PT Samindo Utama Kaltim, PT Mintec Abadi, dan PT Transkon Jaya Tbk.

    Sumber : Antara

  • UU Minerba Tiba-Tiba Direvisi, Ternyata Gegara Ini

    UU Minerba Tiba-Tiba Direvisi, Ternyata Gegara Ini

    Jakarta CNBC Indonesia – Badan Legislatif (Baleg) DPR RI resmi menyepakati perubahan keempat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) sebagai usulan inisiatif DPR. Adapun, usulan revisi ini mengejutkan banyak pihak karena dinilai mendadak.

    Anggota Baleg DPR RI Bambang Haryadi menjelaskan bahwa revisi ini bertujuan untuk memperbaiki tata kelola pertambangan mineral dan batu bara.

    Salah satunya yaitu karena adanya pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) keagamaan secara prioritas. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024. Padahal, kebijakan ini tidak ada di dalam UU Minerba.

    “Ormas kan dulu skemanya belum ada sih, makanya diperbaiki skema pemberian itu. Kan pemberian langsung itu kan di undang-undangnya nggak ada, makanya diperbaiki sekalian,” ucap Bambang kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (22/1/2025).

    Menurut Bambang, revisi juga mencakup pasal-pasal terkait hilirisasi di sektor pertambangan, guna mendorong peningkatan nilai tambah dari mineral dan batu bara.

    Selain itu, DPR juga berencana memperluas pembagian WIUPK kepada sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia. Tujuannya, untuk membantu mengurangi beban Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang harus dibayarkan mahasiswa setiap semester.

    “Perguruan tinggi negeri untuk mengurangi biaya UKT lah. Ormas kan udah dikasih ormas keagamaan, nah perguruan tinggi UGM, Undip gitu-gitulah untuk biar mereka bisa mengelola dengan baik,” katanya.

    Meski begitu, Bambang menegaskan bahwa rencana revisi ini masih berada dalam tahap awal dan baru berupa usulan inisiatif dari DPR. Sehingga, masih banyak tahap yang harus dilewati.

    “Ini masih usul inisiatif, masih jauh. Nanti nunggu surpres (surat presiden) lah, baru mau diajukan ke Paripurna sebagai usul inisiatif. Setelah diparipurnakan baru ini dikirim ke pemerintah. Pemerintah setuju gak itu kan ntar baru ada daftar inventarisasi masalah,” ujar Bambang.

    Sebagaimana diketahui, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

    Beleid anyar itu salah satunya memberikan ruang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk bisa mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) di Indonesia.

    Beleid ini ditetapkan di Jakarta dan ditandatangani oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Mei 2024. Pemerintah menyisipkan pasal 83A yang mengatur tentang penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus atau WIUPK.

    “Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan,” bunyi Pasal 83A ayat 1, dikutip Jumat (31/5/2024).

    WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

    Dalam ayat 3 disebutkan bahwa IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri.

    Ayat 4 menyebutkan, kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.

    Sementara Ayat 5: Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan I atau afiliasinya. Adapun pada ayat 6 disebutkan bahwa penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.

    “Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada Badan Usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden,” isi ayat 7.

    (wia)

  • Kontroversi di Balik Mendadaknya Usulan Revisi UU Minerba

    Kontroversi di Balik Mendadaknya Usulan Revisi UU Minerba

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI resmi menyepakati perubahan keempat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) sebagai usul inisiatif DPR.

    Keputusan ini diambil setelah serangkaian rapat panjang yang berlangsung seharian penuh pada Senin (20/01/2025), sejak pukul 10.47 WIB pagi hingga akhirnya disepakati pada pukul 23.14 WIB Senin malam.

    Namun demikian, sebelum ditetapkan menjadi usulan inisiatif DPR, pembahasan revisi UU Minerba sempat diwarnai sejumlah kritik dari para anggota Baleg. Beberapa anggota mengungkapkan kekhawatirannya terkait transparansi dan partisipasi publik dalam proses penyusunannya.

    Misalnya saja, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Putra Nababan yang mempertanyakan proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Minerba tersebut. Pasalnya, ia baru menerima naskah akademik setebal 78 halaman, 30 menit sebelum rapat dimulai.

    Padahal, untuk memahami suatu isi naskah akademik, pihaknya membutuhkan waktu untuk membacanya terlebih dahulu.

    “Kayaknya kok gak mungkin kita bikin undang-undang tanpa membaca naskah akademik lalu dikirim 30 menit sebelumnya, panjangnya 78 halaman,” ujar Putra dalam Rapat Pleno RUU Minerba yang diselenggarakan Baleg DPR RI, Senin (20/01/2025).

    Ia lantas menyoroti minimnya keterlibatan publik dalam pembahasan revisi UU Minerba ini. Bahkan banyak pemangku kepentingan dari sektor pertambangan yang belum dilibatkan dalam proses penyusunan tersebut.

    “Kita kemanakan ini barang, karena saya lihat jadwalnya begitu padat sampai jam 19.00 WIB, bagaimana kita menjustifikasi stakeholder dari Minerba yang begitu banyak ya sehingga kita membypass dan melewati meaningful participation itu,” ujarnya.

    Putra sejatinya mendukung hilirisasi yang menjadi salah satu pokok pembahasan untuk masuk dalam revisi UU ini, mengingat program ini berdampak positif pada penciptaan lapangan kerja. Namun, ia menekankan bahwa prosesnya harus transparan.

    “Beberapa pasal sudah kita baca saya siap melakukan pendalaman juga bahkan siap juga untuk melanjutkan di Panja tapi mungkin please pimpinan dijelaskan ke kita dan masyarakat agar marwah dari Baleg ini terjaga,” kata dia.

    Selain Putra, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Benny K. Harman juga melontarkan kritik pedas terhadap proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

    Menurut dia, alih-alih untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, draf RUU Minerba justru memunculkan lebih banyak persoalan baru yang cukup kompleks.

    “Kalau saya baca sekilas rancangan undang-undang ini memang menimbulkan banyak masalah. Padahal maksud kita bikin undang-undang ini untuk mengunci masalah, kecuali kita memang sepakat memang itu maksudnya supaya masalah itu semakin banyak muncul,” ujar dia.

    Ia lantas menyoroti beberapa poin dalam RUU yang dinilai memerlukan penjelasan lebih rinci. Misalnya saja seperti keputusan pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

    “Ketentuan mengenai keputusan politik kita untuk memberikan izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi dengan skala prioritas lagi, itu kan harus ada penjelasannya apa tiba-tiba kita mengambil keputusan seperti ini,” kata dia.

    Kemudian, ia juga menyoroti mengenai mekanisme pemberian IUP melalui lelang dan mekanisme prioritas. Ia mempertanyakan apakah ada batasan terkait luas wilayah dan waktu dalam pemberian IUP untuk mineral logam.

    “Kemudian yang ketiga misalnya ke ormas-ormas keagamaan atau perguruan tinggi tadi apakah kemudian mereka dibatasi tidak boleh mengalihkan tidak boleh menjual itu kepada pihak ketiga,” katanya.

    Selain itu, Koalisi masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas tata kelola energi dan Sumber Daya Alam (SDA), yang beranggotakan 31 organisasi masyarakat sipil di tingkat nasional dan daerah, menyebut bahwa proses penyusunan RUU ini sangat kilat dan tidak transparan.

    Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho menilai bahwa apabila proses ini tetap dilanjutkan, maka bisa dikatakan akan lebih ugal-ugalan dari DPR periode sebelumnya.

    Apalagi, agenda yang muncul di publik, Rapat Penyusunan, Rapat Panitia Kerja (Panja), dan Pengambilan Keputusan Penyusunan RUU Minerba akan ditargetkan rampung dalam satu hari saja.

    “Jika kita memperhatikan jalannya Rapat Baleg pagi ini, sejumlah anggota Baleg bahkan mengakui baru dapat Naskah Akademis (NA) 30 menit sebelum rapat. Seolah-olah ada upaya memaksakan agar segera dilakukan Revisi UU Minerba. Pertanyaannya Revisi UU Minerba yang kilat ini untuk siapa?” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (20/01/2025).

    Namun demikian, ternyata proses ini masih berlangsung hingga kini. Adapun yang diputuskan Baleg pada Senin lalu yaitu keputusan untuk menjadikan revisi UU Minerba ini sebagai usul inisiatif DPR, untuk dibahas selanjutnya dengan pemerintah.

    Lantas, poin-poin apa saja dalam revisi UU Minerba yang menjadi kontroversi? Berlanjut ke halaman berikutnya.

    Pasal-Pasal Bermasalah

    Aryanto kemudian memerinci sejumlah pasal yang diusulkan dalam penyusunan RUU ini yang sangat bermasalah, diantaranya yakni:

    1. Pasal 51 ayat (1) dimana Wilayah Usaha Pertamnangan (WIUP) Mineral logam diberikan kepada Badan Usaha, koperasi, atau Perusahaan perseorangan dengan cara Lelang atau dengan cara pemberian prioritas.

    2. Pasal 51A ayat (1) WIUP Mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.

    3. Pasal 51B ayat (1) WIUP Mineral logam dalam rangka hilirisasi dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas.

    4. Pasal 75 ayat (2) Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta atau badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.

    “Kami menduga, Penyusunan Rancangan UU Minerba untuk memuluskan upaya mekanisme pemberian izin untuk badan usaha milik Ormas. Ditambah pula dengan Badan Usaha milik Perguruan Tinggi (PT) dan UMKM – menggunakan banyak kalimat – atau diberikan secara Prioritas,” ujarnya.

    Ia menilai bahwa hal ini merupakan bentuk lain dari “jor-joran” izin tambang yang membahayakan bagi keberlanjutan, baik di batu bara maupun mineral.

    Selain itu, ini menunjukkan Pemerintah mengakui bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara bertentangan dengan UU, sehingga perlu mengubah UU Minerba.

    Dalam konteks pemberian WIUP secara prioritas kepada perguruan tinggi (PT) misalnya. Menurut Aryanto, seharusnya perguruan tinggi fokus pada penyiapan SDM, pengetahuan, dan kapasitas yang mendukung hilirisasi industri pertambangan yang mendukung percepatan transisi energi.

    Dalam konteks hilirisasi, PT bisa bermain peran dalam mendukung adanya Transfer of Knowledge dari Investor, membuat lab-lab yang mendukung industri, dan menghasilkan banyak paten. “Bukan malah membuat badan usaha milik PT!” ungkap Aryanto.

    Sementara, Peneliti Indonesia Parliamentary Center (IPC), Arif Adiputro menilai bahwa secara formil dalam pembentukan Undang-Undang (UU) berdasarkan Pasal 23 UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) dijelaskan UU yang masuk kumulatif terbuka seharusnya mengakomodir putusan MK di luar putusan MK tidak bisa dibahas, jika mau dibahas harus ditetapkan dalam Prolegnas prioritas tahunan.

    “Dalam hal ini DPR gagal memahami dalam proses pembentukan UU dan melanggar konstitusi. Selain itu, dengan disahkan UU Minerba dalam waktu singkat tanpa mempertimbangkan masukan masyarakat DPR dinilai tidak belajar dari problem sebelumnya mengenai meaning full participation atau partisipasi bermakna,” ujarnya.

    Padahal di UU PPP dijelaskan bahwasanya UU yang masuk kumulatif terbuka maupun yang masuk Prolegnas harus melibatkan partisipasi masyarakat dalam penyusunannya.

    Menurut dia, konsekuensi dari pengesahan UU minerba yang terburu-buru akan mengakibatkan kurangnya legitimasi dari masyarakat dan menimbulkan konflik di kemudian hari. Kemudian implementasi dari undang-undang tersebut tidak berjalan optimal.

    Lalu, seperti apa proses revisi UU Minerba hingga akhirnysa disahkan sebagai Undang-Undang? Bersambung di halaman berikutnya.

    Proses Revisi UU Minerba

    Anggota Baleg DPR RI Bambang Haryadi menjelaskan bahwa seluruh fraksi di DPR telah menyetujui rancangan perubahan tersebut untuk diusulkan sebagai usul inisiatif DPR dan dibawa pada rapat paripurna DPR terdekat. Berdasarkan agenda DPR RI, rapat paripurna juga dijadwalkan berlangsung pada Selasa (21/01/2025). Namun kemarin tidak ada pembahasan terkait Revisi UU Minerba di rapat paripurna DPR.

    “Semua fraksi sepakat untuk diusulkan menjadi usul inisiatif DPR di Paripurna terdekat,” kata Bambang kepada CNBC Indonesia, Selasa (21/01/2025).

    Menurut Bambang, setelah disetujui pada rapat paripurna, rancangan perubahan UU Minerba secara resmi akan menjadi usul inisiatif DPR. Selanjutnya, pimpinan DPR akan mengirimkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut kepada pemerintah untuk segera ditindaklanjuti.

    Berikutnya, apabila pemerintah dalam hal ini Presiden menyetujui, maka pemerintah akan mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) yang berisi penunjukan perwakilan pemerintah untuk membahas RUU bersama DPR, disertai dengan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

    Kemudian, setelah Surpres dan DIM diterima oleh DPR, dokumen tersebut akan dibawa ke rapat Badan Musyawarah (Bamus). Lalu, di sana akan ditentukan yang nantinya bertugas membahas RUU, apakah di Baleg atau di komisi terkait.

    “Dan selanjutnya Surpres tersebut dibacakan di Paripurna dan sekaligus diumumkan Alat Kelengkapan yang disepakati di Bamus untuk membahas RUU tersebut,” katanya.

    Pages

  • Berlaku 1 Maret 2025, Devisa Hasil Ekspor Wajib Disimpan Setahun – Halaman all

    Berlaku 1 Maret 2025, Devisa Hasil Ekspor Wajib Disimpan Setahun – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismai

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor Dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, Dan/Atau Pengolahan Sumber Daya Alam.

    Melalui revisi tersebut eksportir nantinya harus menyimpan devisa hasil ekspor sebesar 100 Persen selama 1 tahun.

    “Terhadap kebijakan ini, pemerintah akan segera merevisi PP Nomor 36 dan akan diperlakukan per 1 Maret tahun ini,” kata Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (21/1/2025).

    Dalam menerapkan kebijakan ini kata Airlangga, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan, dan bea cukai akan mempersiapkan sistemnya dalam menampung DHE selama setahun. Pemerintah akan melakukan sosialisasi mengenai kebijakan baru tersebut.

    “Baik BI, OJK, perbankan, bea cukai akan mempersiapkan sistem, dan oleh karena itu nanti kami akan juga memberikan sosialisasi kepada para stakeholder,” katanya.

    Ia menambahkan kebijakan baru tersebut  akan berlaku untuk sektor mineral, batu bara, perikanan dan perkebunan.

    “Nah ini diberikan kepada sektor mineral batubara, serta sumber daya alam lain termasuk kelapa sawit. Kemudian sektor minyak bumi dan gas alam itu tidak diikutkan,” katanya.

    Kebijakan tersebut bertujuan agar para pelaku ekspor menyimpan DHE di dalam negeri sehingga memperkuat stabilitas rupiah. Kebijakan tersebut juga kata Airlangga sudah diberlakukan oleh negara lain seperti Malaysia dan Thailand.

    “Ya tentu kita comparable dengan negara lain apakah itu Malaysia atau Thailand,” pungkasnya. (*)

  • Perekonomian Indonesia 2025 Tetap Solid Meski Dibayangi Ketidakpastian Global

    Perekonomian Indonesia 2025 Tetap Solid Meski Dibayangi Ketidakpastian Global

    Jakarta, Beritasatu.com – PT Insight Investments Management memandang tahun 2025 sebagai masa penuh tantangan sekaligus peluang bagi perekonomian Indonesia.

    Chief Investment Officer PT Insight Investments Management Camar Remoa menegaskan, bahwa perekonomian Indonesia akan tetap solid pada 2025 meski tetap dibayangi ketidakpastian global.

    “Jika dilihat dari faktor pendorong dan faktor risiko, ada beberapa hal penting untuk diperhatikan ketika melihat outlook ekonomi 2025,” tutur Camar dalam keterangan resminya, Senin (20/1/2025).

    Dari sisi faktor pendorong, Camar memperkirakan konsumsi domestik masih akan terjaga seiring dengan beberapa upaya stimulus pemerintah, baik melalui stimulus langsung ke masyarakat seperti kenaikan UMP maupun program prioritas pemerintahan baru yang mendukung ketahanan ekonomi nasional. Kenaikan investasi dalam negeri juga diproyeksikan akan mendapatkan momentum pada tahun 2025.

    “Lalu, terdapat juga potensi pengalihan basis produksi China ke Indonesia akibat pengenaan tarif dari Amerika Serikat,” lanjut Camar. 

    Namun, dari faktor risiko tetap perlu diperhatikan. Camar menjelaskan bahwa ketidakpastian kebijakan Pemerintah AS (Trump 2.0) membuat volatilitas pasar meningkat.

    “Dari faktor risiko, kita melihat adanya ketidakpastian kebijakan Pemerintah AS, Trump 2.0, yang membuat volatilitas pasar meningkat. Kemudian ada juga potensi kenaikan inflasi global yang disebabkan retaliasi tarif akibat perang dagang. Selain itu, turunnya harga komoditas energi yakni minyak mentah dan batubara, berpotensi menekan pendapatan negara (batubara),” jelas Camar.

    “Namun disisi lain, penurunan impor minyak mentah dapat membantu penguatan rupiah dan penurunan subsidi energi dalam pengeluaran negara,” ujarnya.

    Outlook Pasar Obligasi & Saham

    Dalam pasar obligasi, 3 hal yang selalu menjadi fokus utama kami adalah potensi supply penerbitan SBN, potensi permintaan pasar SBN serta valuasi dan strategi.

    Berdasarkan APBN 2025 indikasi penerbitan SBN di tahun 2025 di prediksikan lebih besar dibandingkan realisasi penerbitan SBN di tahun 2024. Hal ini dikarenakan adanya jatuh tempo SBN di tahun 2025 sebesar Rp 757 triliun termasuk jatuh tempo SBN yang dimiliki oleh BI sebesar Rp 104 triliun.

    Walaupun demikian kami memperkirakan penerbitan SBN akan tetap terkendali berkat beberapa langkah strategis, seperti kesepakatan skema debt switching antara Kemenkeu dan BI, potensi pinjaman dan penerbitan global bonds yang lebih besar di tengah suku bunga yang lebih rendah, pemanfaatan dana SAL pemerintah, serta pre-funding yang telah dilakukan oleh pemerintah sebesar Rp 86,6 triliun. 

    Selain itu, PT Insight Investments Management juga melihat bahwa dukungan investor domestik ke pasar obligasi masih akan kuat di tahun 2025 terutama dari investor ritel dan institusi non-bank. Posisi kepemilikan SBN oleh investor asing yang masih relatif rendah diharapkan dapat kembali ke pasar obligasi indonesia.

    Karena secara valuasi, indonesia masih memberikan real yield yang atraktif dan menarik dengan fundamental yang baik. Sehingga, kami memproyeksikan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun diperkirakan berada dalam kisaran 6,30%-6,80% pada akhir tahun 2025.

    “Pasar obligasi Indonesia masih kompetitif dengan valuasi 10Y Govt Bonds pada range 6,30%-6,80% (lihat fig.1),” jelas Camar.

    Valuasi 10Y Bonds Indonesia. (TradingEconomics, Bloomberg and Insight’s Research per Desember 2024)

    “Meski demikian, ke depan kami melihat masih terdapat ketidakpastian dari sisi domestik maupun global. Sehingga strategi kami memadukan short term bonds dengan long term bonds. Kami berfokus pada obligasi korporasi berkualitas yang memberikan pengembalian yang atraktif, disertai diversifikasi sektor untuk mengurangi risiko kredit. Sementara kami melakukan trading untuk porsi obligasi pemerintah untuk mencari capital gain,serta menjaga likuiditas” lanjutnya. 

    Pada tahun 2025, penerbitan obligasi korporasi diperkirakan mencapai Rp145 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh jatuh tempo obligasi korporasi yang lebih besar dibandingkan tahun 2024, serta meningkatnya kebutuhan pendanaan untuk belanja modal dan modal kerja yang sempat tertunda sebelumnya. Selain itu, tren penurunan suku bunga diprediksi akan mendorong emiten untuk lebih agresif menerbitkan obligasi dengan tenor panjang.

    Kemudian, pada pasar saham, Camar menjelaskan bahwa Saat ini, IHSG menawarkan valuasi menarik dengan price-to-earnings (P/E) ratio sebesar 16,5x yang berada di bawah rata-rata lima tahun terakhir (lihat Gambar 2). Hal ini dikarenakan terjadinya koreksi IHSG akibat keluarnya dana asing selama 3 bulan terakhir di penghujung 2024, namun disisi lain perusahaan masih mencatatkan pertumbuhan laba bersih selama tahun 2024.

    Historikal valuasi IHSG 5 tahun terakhir. (Bloomberg & Insight Research)

    Saat ini, IHSG menawarkan valuasi menarik dengan price-to-earnings (P/E) ratio sebesar 16,5x yang berada di bawah rata-rata lima tahun terakhir.  Apabila diteliti lebih dalam menggunakan IDX80 untuk merepresentasikan saham dengan kapitalisasi pasar yang besar, maka saat ini IDX80 berada pada level P/E sebesar 12,4x. Level ini tergolong kompetitif jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan.

    “Selain itu, rendahnya kepemilikan institusi domestik yang hanya sebesar 4,44% (per 30 Desember 2024) dibandingkan level pre-covid sebesar 12,3% (per 31 Desember 2019) sehingga terdapat peluang untuk peningkatan permintaan dari investor domestik, terutama dengan proyeksi penurunan suku bunga kedepan,” jelas Camar.

    Komparasi P/E saham antar negara.

    Camar juga menjelaskan bahwa terdapat tiga sektor unggulan yang dapat dijadikan pilihan dalam berinvestasi pada tahun 2025 .

    Sektor Financials tetap menjadi pilihan utama karena valuasinya yang menarik dengan ekspektasi penurunan suku bunga yang dapat meningkatkan margin perbankan, serta pertumbuhan kredit yang positif seiring dengan pemulihan belanja modal (capex) perusahaan guna mendukung program pemerintah yang baru.

    Sektor Consumer Staples juga dipandang menjanjikan, didukung oleh pemulihan daya beli masyarakat yang didorong oleh kebijakan perlindungan sosial dari pemerintahan baru. Sementara itu, Sektor Telecomunication menjadi pilihan yang menarik dengan adanya konsolidasi pasar sehingga diharapkan dapat menumbuhkan pendapatan baik dari layanan mobile service maupun non-mobile service, seiring ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang stabil.

    Sektor pilihan 2025. (Insight Research)

    Diversifikasi Investasi melalui Reksa Dana 

    Di tengah volatilitas pasar, PT Insight Investments Management  tetap melihat potensi besar untuk berinvestasi di pasar domestik Indonesia, terutama melalui produk reksa dana yang menawarkan diversifikasi dan potensi pertumbuhan jangka panjang.

    Dengan keunggulan diversifikasi, produk reksa dana menawarkan potensi pertumbuhan jangka panjang sekaligus mitigasi risiko di tengah volatilitas pasar.

    Strategi pengelolaan aktif yang diterapkan PT Insight Investments Management memungkinkan portofolio reksa dana untuk beradaptasi dengan cepat terhadap kondisi pasar dan perubahan kebijakan ekonomi. Strategi ini memungkinkan manajer untuk mengalokasikan portofolio secara dinamis, mengurangi risiko, atau memanfaatkan peluang pasar.

    “Reksa dana adalah instrumen investasi yang cocok untuk investor dengan berbagai profil risiko, terutama dalam menghadapi ketidakpastian tinggi. Dengan pendekatan yang terukur, investor dapat memanfaatkan peluang pertumbuhan tanpa harus terpapar langsung pada fluktuasi pasar global,” jelas Camar.

    Reksa dana saham seperti Insight Wealth (I-Wealth) dan Indeks Insight Sri Kehati Likuid menjadi pilihan tepat bagi investor yang ingin memanfaatkan potensi pertumbuhan pasar saham domestik, khususnya dengan valuasi IHSG yang menarik dan katalis positif berupa penurunan suku bunga.

    Sementara itu, bagi investor yang mencari peluang di kala penurunan suku bunga, produk pendapatan tetap seperti Reksa Dana Insight Government Fund menawarkan potensi imbal hasil optimal di tengah volatilitas pasar obligasi, didukung oleh strategi pengelolaan aktif PT Insight Investments Management. 

    Sepanjang 2024, PT Insight Investments Management telah mencatatkan performa cemerlang pada sejumlah reksa dana unggulannya. Salah satunya adalah Reksa Dana I-Hajj Syariah Fund, yang menjadi produk teratas dengan kontribusi signifikan.

    Produk ini memiliki keunikan karena sebagian Nilai Aktiva Bersihnya (NAB) disisihkan sebagai Infaq untuk membantu memberangkatkan individu kurang mampu namun berkontribusi positif di masyarakat ke Tanah Suci. PT Insight Investments Management dengan bangga merayakan pencapaian luar biasa produk Reksa Dana I-Hajj Syariah Fund, yang pada 13 Januari 2025 menandai 20 tahun perjalanannya sejak diluncurkan pada 2005.

    Tidak hanya itu, selain I-Hajj, produk I-Renewable dan I-Money juga mencatatkan kinerja memuaskan pada 2024, memberikan imbal hasil yang kompetitif sekaligus dampak sosial positif.

    Sebagai catatan, sepanjang tahun 2024, PT Insight Investments Management telah membantu lebih dari 16.000 orang di 35 provinsi melalui program-program yang berfokus pada pendidikan, sosial kemanusiaan, pemberdayaan ekonomi, keberlanjutan lingkungan dan energi terbarukan.

    Seperti pembuatan sumur air bersih yang telah dinikmati oleh 350 penerima manfaat di 4 wilayah serta ada lebih dari 5.000 penerima manfaat pencegahan stunting.

    Tidak berhenti di situ, berkat peran investor, PT Insight Investments Management telah mencetak lebih dari 900 anak muda dari pelatihan advokasi lingkungan, pemberian beasiswa untuk lebih dari 200 orang, 100 masyarakat rentan yang menerima pelatihan UMKM, serta 3.000 masyarakat yang terbantu kebutuhan pokoknya.

    Sebagai manajer investasi dengan fokus pada dampak sosial, PT Insight Investments Management terus berkomitmen untuk menciptakan nilai tambah bagi para investor dan masyarakat luas.

    Dengan berinvestasi pada produk-produk reksa dana PT Insight Investments Management, investor tidak hanya mendapatkan keuntungan finansial, tetapi juga berkontribusi dalam mendorong perubahan positif di masyarakat.

  • Baleg Setujui Revisi UU Pertambangan dan Minerba Jadi Usul Inisiatif di Rapat Paripurna DPR – Halaman all

    Baleg Setujui Revisi UU Pertambangan dan Minerba Jadi Usul Inisiatif di Rapat Paripurna DPR – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyepakati penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara.

    Kesepakatan itu diambil dalam rapat pleno Pengambilan keputusan atas hasil Penyusunan RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

    Rapat dipimpin Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, yang digelar Senin (20/1/2025) malam.

    “Kami meminta persetujuan, apakah hasil penyusunan RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara dapat diproses lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan?” tanya Bob kepada peserta rapat.

    “Setuju,” jawab peserta rapat.

    Adapun setelah ini, hasil penyusunan RUU Pertambangan dan Minerba akan dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi usul inisiatif DPR RI.

    Satu di antara poin penting yang diusulkan dalam revisi ini adalah memberikan kesempatan kepada perguruan tinggi dan usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk turut mengelola tambang, seperti halnya organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

    Usulan ini tercantum dalam Pasal 51A ayat (1) RUU Minerba, yang menyatakan bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi secara prioritas.

    Pemberian izin tersebut mempertimbangkan luas WIUP, akreditasi perguruan tinggi minimal B, serta kontribusi dalam meningkatkan akses pendidikan.

    Sementara itu, Pasal 51B mengatur pemberian WIUP mineral logam untuk badan usaha swasta dan UMKM. Aturan ini bertujuan mendukung hilirisasi, peningkatan nilai tambah, dan pemenuhan rantai pasok dalam negeri maupun global.

    Poin-poin Revisi Pasal 51A dan 51B
    Pasal 51A 

    (1) WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas. 
    (2) Pemberian dengan cara prioritas mempertimbangkan: a. Luas WIUP mineral logam; b. Akreditasi perguruan tinggi dengan status minimal B; c. Peningkatan akses dan layanan pendidikan. 
    (3) Ketentuan lebih lanjut diatur melalui Peraturan Pemerintah.

    Pasal 51B

    (1) WIUP mineral logam dalam rangka hilirisasi dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas. 
    (2) Pemberian dengan cara prioritas mempertimbangkan: a. Luas WIUP mineral logam; b. Peningkatan tenaga kerja dalam negeri; c. Jumlah investasi; d. Peningkatan nilai tambah dan pemenuhan rantai pasok dalam negeri atau global. 
    (3) Ketentuan lebih lanjut diatur melalui Peraturan Pemerintah.

  • Kontroversi di Balik Mendadaknya Usulan Revisi UU Minerba

    UU Minerba Direvisi Tiba-Tiba, Koalisi Masyarakat Sipil Buka Suara

    Jakarta, CNBC Indonesia – Langkah Badan Legislatif (Baleg) DPR RI yang mendadak melakukan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) pada Senin (20/1/2025) mengejutkan berbagai pihak.

    Koalisi masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas tata kelola energi dan Sumber Daya Alam (SDA), yang beranggotakan 31 organisasi masyarakat sipil di tingkat nasional dan daerah, menyebut bahwa proses penyusunan RUU ini sangat kilat dan tidak transparan.

    Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho menilai apabila proses ini dilanjutkan, maka bisa dikatakan lebih ugal-ugalan dari DPR periode sebelumnya.

    Apalagi, agenda yang muncul di publik, Rapat Penyusunan, Rapat Panitia Kerja (Panja), dan Pengambilan Keputusan Penyusunan RUU Minerba akan ditargetkan rampung dalam satu hari saja.

    “Jika kita memperhatikan jalannya Rapat Baleg pagi ini, sejumlah anggota Baleg bahkan mengakui baru dapat Naskah Akademis (NA) 30 menit sebelum rapat. Seolah-olah ada upaya memaksakan agar segera dilakukan Revisi UU

    Minerba. Pertanyaannya Revisi UU Minerba yang kilat ini untuk siapa?,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (20/1/2025).

    Pasal-Pasal Bermasalah

    Aryanto kemudian memerinci sejumlah pasal yang diusulkan dalam penyusunan RUU ini yang sangat bermasalah, diantaranya yakni:

    1. Pasal 51 ayat (1) dimana Wilayah Usaha Pertamnangan (WIUP) Mineral logam diberikan kepada Badan Usaha, koperasi, atau Perusahaan perseorangan dengan cara Lelang atau dengan cara pemberian prioritas.

    2. Pasal 51A ayat (1) WIUP Mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.

    3. Pasal 51B ayat (1) WIUP Mineral logam dalam rangka hilirisasi dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas.

    4. Pasal 75 ayat (2) Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta atau badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.

    “Kami menduga, Penyusunan Rancangan UU Minerba untuk memuluskan upaya mekanisme pemberian izin untuk badan usaha milik Ormas. Ditambah pula dengan Badan Usaha milik Perguruan Tinggi (PT) dan UMKM – menggunakan banyak kalimat – atau diberikan secara Prioritas,” ujarnya.

    Ia menilai bahwa hal ini merupakan bentuk lain dari “jor-joran” izin tambang yang membahayakan bagi keberlanjutan, baik di batu bara maupun mineral. Selain itu, ini menunjukkan Pemerintah mengakui bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara bertentangan dengan UU, sehingga perlu mengubah UU Minerba.

    Dalam konteks pemberian WIUP secara prioritas kepada perguruan tinggi (PT) misalnya. Menurut Aryanto seharusnya, PT fokus pada penyiapan SDM, pengetahuan, dan kapasitas yang mendukung hilirisasi industri pertambangan yang mendukung percepatan transisi energi.

    Dalam konteks hilirisasi, PT bisa bermain peran dalam mendukung adanya Transfer of Knowledge dari Investor, membuat lab-lab yang mendukung industri, dan menghasilkan banyak paten. “Bukan malah membuat badan usaha milik PT!” ungkap Aryanto.

    Sementara, Peneliti Indonesia Parliamentary Center (IPC), Arif Adiputro menilai bahwa secara formil dalam pembentukan Undang-Undang (UU) berdasarkan Pasal 23 UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) dijelaskan UU yang masuk kumulatif terbuka seharusnya mengakomodir putusan MK di luar putusan MK tidak bisa dibahas, jika mau dibahas harus ditetapkan dalam Prolegnas prioritas tahunan.

    “Dalam hal ini DPR gagal memahami dalam proses pembentukan UU dan melanggar konstitusi. Selain itu, dengan disahkan UU Minerba dalam waktu singkat tanpa mempertimbangkan masukan masyarakat DPR dinilai tidak belajar dari problem sebelumnya mengenai meaning full participation atau partisipasi bermakna,” ujarnya.

    Padahal di UU PPP dijelaskan bahwasanya UU yang masuk kumulatif terbuka maupun yang masuk Prolegnas harus melibatkan partisipasi masyarakat dalam penyusunannya.

    Menurut dia, konsekuensi dari pengesahan UU minerba yang terburu-buru akan mengakibatkan kurangnya legitimasi dari masyarakat dan menimbulkan konflik di kemudian hari. Kemudian implementasi dari undang-undang tersebut tidak berjalan optimal.

    (pgr/pgr)

  • Outlook Ekonomi Indonesia 2025, Ini Hal yang Mesti Jadi Perhatian Bersama

    Outlook Ekonomi Indonesia 2025, Ini Hal yang Mesti Jadi Perhatian Bersama

    Jakarta: Kondisi ekonomi Indonesia tahun ini dianalisis, khususnya di tengah ketidakpastian global dan tantangan. Secara garis besar, kondisi ekonomi Indonesia dinilai mumpuni dalam menghadapi ‘badai’ tersebut.
     
    Chief Investment Officer Insight Investments Management Camar Remoa membeberkan analisis terkait kondisi ini. Dia menekankan bahwa ada beberapa hal yang mesti menjadi perhatian bersama, khususnya terkait faktor pendorong dan risiko ekonomi.
     
    “Jika dilihat dari faktor pendorong dan faktor risiko, ada beberapa hal penting untuk diperhatikan ketika melihat outlook ekonomi 2025,” kata Camar Remoa dalam keterangan yang dilansir Senin, 20 Januari 2025.

    Dari faktor pendorong, kata dia, konsumsi domestik diperkirakan masih terjaga. Penilaian terkait hal ini merujuk pada stimulus pemerintah, baik yang langsung seperti kenaikan upah dan melalui program prioritas.
     

    Menurut dia, stimulus itu mendukung ketahanan ekonomi nasional. Diperkuat dengan peningkatan investasi dalam negeri, yang diproyeksikan mendapat momentum tahun ini.
     
    “Lalu, terdapat juga potensi pengalihan basis produksi China ke Indonesia akibat pengenaan tarif dari Amerika Serikat,” lanjut Camar. 
     
    Meski demikian, dia mengingatkan soal faktor risiko yang tetap perlu diperhatikan. Camar menjelaskan bahwa ketidakpastian kebijakan Pemerintah AS (Trump 2.0) membuat volatilitas pasar meningkat.
     
    “Dari faktor risiko, kita melihat adanya ketidakpastian kebijakan Pemerintah AS, Trump 2.0, yang membuat volatilitas pasar meningkat. Kemudian ada juga potensi kenaikan inflasi global yang disebabkan retaliasi tarif akibat perang dagang,” jelas Camar.
     
    Selain itu, dia menyoroti turunnya harga komoditas energi yakni minyak mentah dan batubara. Kondisi tersebut berpotensi menekan pendapatan negara dari komoditas batubara.
     
    “Namun di sisi lain, penurunan impor minyak mentah dapat membantu penguatan rupiah dan penurunan subsidi energi dalam pengeluaran negara,” kata dia.
     
    Di sisi lain, Camar membeberkan ada 3 fokus utama pihaknya dalam menyongsong ekonomi Indonesia tahun ini. Menurut dia, ada 3 hal yang menjadi fokus utama pihaknya, yakni potensi suppy penerbitan surat berharga negara (SBN), potensi permintaan SBN, serta valuasi dan strategi.
     
    Camar menyebut penerbitan SBN tahun ini bakal tetap terkendali karena beberapa langkah strategis. Kemudian, dukungan investor domestik di pasar obligasi juga ikut menyokong stabilitas.
     
    Meski demikian, kata dia, masih terdapat ketidakpastian dari sisi domestik maupun global. Sehingga strategi yang ditempuk pihaknya, adalah memadukan short term bonds dengan long term bonds.
     
    “Kami berfokus pada obligasi korporasi berkualitas yang memberikan pengembalian yang atraktif, disertai diversifikasi sektor untuk mengurangi risiko kredit. Sementara kami melakukan trading untuk porsi obligasi pemerintah untuk mencari capital gain,serta menjaga likuiditas,” tegas Camar.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ADN)