Produk: batubara

  • PBNU Bolehkan Menyogok untuk Dapatkan Hak, Klaim Sesuai Fiqih

    PBNU Bolehkan Menyogok untuk Dapatkan Hak, Klaim Sesuai Fiqih

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) menyebut menyogok boleh saja. Asalkan dilakukan untuk mendapat hak.

    Itu diungkapkan Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla secara langsung. Saat Rapat Dengar Pendapat terkait pembahasan Rancangan Uundang-Undang (RUU) Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (22/1/2025).

    Menurutnya, menyogok untuk kebaikan sesuai hukum syariah.

    “Dalam Fiqih (ilmu yang mempelajari hukum-hukum Syariah) ada ketentuan, jadi menyogok itu kalau untuk meraih hak yang hak itu menurut sebagian ulama dibolehkan,” kata Ulil kala itu.

    Karenanya, kata Ulil, menyogok tidak dilarang sepenuhnya. Hanya untuk yang tidak baik.

    “Jadi yang dilarang adalah menyogok sesuatu yang batil,” kata Ulil.

    RUU Minerba diketahui baru saja disepakati menjadi usul inisiatif DPR RI, di Rapat Paripurna DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (23/1/2025).

    “Dapat disetujui menjadi rancangan undang-undang usul inisiatif DPR RI?” kata Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco yang dijawab setuju oleh anggota DPR RI yang hadir.

    “Untuk menyingkat waktu, apakah bisa disepakati pendapat fraksi-fraksi tersebut disampaikan secara tertulis kepada pimpinan dewan?” Tambah Dasco yang juga dijawab setuju oleh peserta rapat.

    RUU itu diketahui mengakomodir perguruan tinggi untuk mengelola tambang. Itu dibenarkan Dasco, walau kata dia ada mekanismenya.

    “Tetapi kemudian mungkin mekanisme pengerjaan dan lain-lainnya itu silakan nanti diatur, di dalam aturan yang ada sehingga kemudian memang pemberian-pemberian itu juga memberikan manfaat kepada universitas yang dimaksud,” jelas Dasco kepada jurnalis.

  • Kampus Kelola Tambang, Siapa Setuju? Siapa Menolak?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 Januari 2025

    Kampus Kelola Tambang, Siapa Setuju? Siapa Menolak? Nasional 25 Januari 2025

    Kampus Kelola Tambang, Siapa Setuju? Siapa Menolak?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Badan usaha milik perguruan tinggi menjadi salah satu pihak yang diusulkan mendapatkan Wilayah Izin Usaha Tambang (WIUP).
    Rencana ini tertuang dalam revisi UU Mineral dan Batubara yang sudah ditetapkan sebagai usul inisiatif dari DPR RI melalui rapat paripurna pada Kamis (23/1/2025).
    Pemberian pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi diusulkan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia.
    Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Indonesia, Budi Djatmiko, menyebut bahwa usul agar universitas diberikan hak untuk mengelola tambang datang dari lembaganya.
    Budi berkata, usulan itu pernah mereka sampaikan kepada Prabowo Subianto dan juga Joko Widodo. Budi membuat klaim, APTISI memberikan usulan pertama kepada Jokowi pada tahun 2016.
    “Dari Pak Jokowi tidak direspon, lalu saya usulkan kepada Pak Prabowo pada 2018,” kata Budi kepada BBC News Indonesia.
    Budi juga mengatakan bertemu berkali-kali dengan Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran untuk membicarakan usulan tersebut. Setidaknya, ada sekitar 15 pertemuan.
    Usulan universitas mengelola konsesi pertambangan dirumuskan dalam dokumen berjudul “Usulan APTISI: Peta Jalan Pendidikan Bahagia Menuju Indonesia Emas 2045”.
    Pada dokumen itu, Budi Djatmiko tertulis sebagai penyusun dokumen. Nama lain yang tertera adalah La Ode Masihu Kamaludin, yang ditulis penyunting. Kamaludin tercatat sebagai anggota dewan pakar pada Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran untuk Pilpres 2024.
    Dia sempat menjabat ketua Forum Rektor Indonesia pada 2013 dan pernah berkiprah sebagai anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan.
    Kamaludin berkata, dokumen usulan itu mereka terbitkan pada Agustus 2024—sekitar dua bulan sebelum pelantikan Prabowo-Gibran.
    Peta jalan yang disusun Budi dan Kamaludin memuat “permasalahan utama pendidikan” yang mereka klaim selama ini “bias perkotaan”.
    “Pada saat anak desa ke kota ambil jurusan industri, dia enggak akan kembali ke desanya karena desanya enggak ada industri,” kata Budi via telepon, Selasa (21/01).
    Dokumen usulan itu menyebut “pertambangan merupakan salah satu elemen dalam solusi permasalahan pendidikan”.
    Pada dokumen itu, mereka menulis “Indonesia memiliki kekayaan bahan terbaik di dunia”. Pada poin tersebut pula, mereka membuat klaim “sumber daya manusia dan teknologi Indonesia belum mampu mengelolanya dengan optimal”.
    Saat ini, RUU sudah diketok menjadi inisiatif DPR pada Kamis. Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan, revisi RUU Minerba didorong oleh dua alasan utama.
    Pertama, adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 4 Tahun 2009. MK telah mengeluarkan tiga putusan, yakni 59/PUU-XVIII/2020, 60/PUU-XVII/2020 (pengujian formal), dan 64/PUU-XVIII/2020 (pengujian materiil).
    Dalam putusan tersebut, MK menolak pengujian formal tetapi mengabulkan sebagian pengujian materiil, sehingga memerlukan penyesuaian terhadap UU Minerba.
    Kedua, untuk memperkuat keberpihakan negara terhadap masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA).
    Lalu, revisi ini bertujuan untuk membuka peluang lebih besar bagi masyarakat melalui ormas, perguruan tinggi, dan UKM dalam pengelolaan tambang.
    “Revisi ini adalah langkah afirmatif untuk memastikan SDA dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat,” kata dia.
    Merespons hal ini banyak bermunculan pro dan kontra dari berbagai kalangan. Delapan fraksi di DPR menyepakati pembahasan revisi UU Minerba.
    Salah satu pihak yang menolak keras adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Penolakan ini bahkan disampaikan oleh Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) soal revisi UU Minerba di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Jakarta, Kamis (23/1/2025).
    “Kami menolak dengan keras keterlibatan atau pemberian hak atau akses dalam rancangan undang-undang perubahan minerba kepada perguruan tinggi. Saya kira cukup sudah bangsa ini menceburkan ulama ke lahan-lahan kotor,” kata Mukri di hadapan jajaran Baleg DPR RI.
    Mukri tidak ingin pemberian izin kelola tambang ini memberangus pikiran kritis perguruan tinggi.
    Dia sangat mendesak agar usulan pemberian izin kelola tambang ke universitas dihapuskan dalam revisi UU Minerba.
    “Jika mereka tempat kita bertanya tentang intelektualitas, diceburkan, bagaimana dia akan kemudian menjadi bersih ketika menyampaikan pikiran, kalau telah tercemari oleh lumpur-lumpur tambang,” sambungnya.
    Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Herianto, secara tegas menolak usulan pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi yang diatur dalam revisi Undang-Undang Minerba.
    Menurutnya, fokus perguruan tinggi adalah mendidik dan mengajar, bukan terlibat dalam aktivitas bisnis seperti pengelolaan tambang.
    “Kami menolak keras. Kampus itu tujuannya untuk mendidik, bukan jadi tempat bisnis,” kata Herianto kepada Kompas.com, Jumat (23/1/2025).
    “Jika kampus diberi pengelolaan tambang, mahasiswa berpotensi menjadi obyek bisnis. Ini jelas di luar koridor tujuan pendidikan tinggi,” tegas Herianto.
    Forum Rektor Indonesia mendukung wacana agar perguruan tinggi dapat mengelola tambang yang diusulkan masuk dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
    Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia Didin Muhafidin menilai langkah ini sangat positif, asalkan perguruan itu telah memiliki status badan hukum (BHP) dan unit usaha sendiri.
    “Perguruan tinggi seperti ITB atau UGM, yang sudah profesional dan memiliki unit usaha, sebenarnya sudah biasa mendapat kontrak di sektor pertambangan,” ujar Didin kepada Kompas.com, Rabu (22/1/2025).
    “Jadi, syaratnya harus yang sudah BHP dan memiliki badan usaha mandiri,” ujar dia.
    Menurut Didin, melibatkan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang akan meningkatkan pendapatan lembaga, terutama bagi perguruan tinggi swasta besar yang memiliki yayasan dengan unit usaha.
     
    Pendapatan tambahan ini diharapkan dapat mengurangi beban mahasiswa, misalnya dengan menekan kenaikan SPP atau biaya operasional lainnya.
    “Jika yayasan mendapatkan tambahan pendapatan dari proyek tambang, tentu muaranya akan meringankan beban mahasiswa,” kata Didin.
    “SPP mungkin tidak perlu naik, beban lain juga tidak perlu naik, dan kesejahteraan pegawai bisa meningkat,” ujar rektor Universitas Al Ghifari itu.
    Sejumlah rektor universitas juga telah angkat bicara mengenai isu ini. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Sumaryanto mengaku siap jika mendapat perintah untuk mengelola tambang. 
    “UNY itu kan bagian yang tidak terpisahkan dari negara ya siap melaksanakan kalau “didhawuhi” (diperintah). Udah itu saja. Demi kemaslahatan umat,” ujar dia.
    Saat ini masih menunggu syarat dan regulasi dari pemerintah jika usulan perguruan tinggi mengelola tambang dijadikan kebijakan.
    Terkait peran di pertambangan, Sumaryanto mengungkapkan, UNY memiliki multi fakultas. Sehingga bisa berperan diberbagai bidang, mulai dari teknologi, Biologi hingga Fisika.
    “Kami kan multi, misalnya dari aspek teknologi punya Fakultas Teknik, dari aspek Biologi, Kimia, Fisika wonten (ada),” ucapnya.
    Sumaryanto menuturkan civitas akademika UNY siap jika diminta untuk terlibat dalam pengelolaan.
    “Insya allah (siap) ya dosen tendik mahasiswa, alumni dan mitra kerja,” pungkasnya.
    Sementara itu, Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. M Nasih, juga setuju dengan wacana perizinan pengelolaan tambang untuk perguruan tinggi. 
    Nasih menganggap, rencana memberikan
    izin tambang untuk perguruan tinggi
    tersebut merupakan sebuah niat baik dari Pemerintah.
    “Niatan ini kan sudah dapat satu, artinya pahalanya sudah satu. Kalau niatan baik ini direalisasikan tentu kami akan menyambut dengan baik,” kata Nasih, di Kampus B Unair.
    Pro dan kontra pun terjadi di lingkungan DPR. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Yasti Soepredjo khawatir adanya upaya pembungkaman sehingga pemerintah memberikan izin usaha kelola tambang kepada perguruan tinggi, organisasi masyarakat (ormas), dan usaha kecil menengah (UKM).
    Dengan begitu, pihak yang mendapat akses untuk mengelola tambang tersebut tidak lagi bersuara kencang kepada pemerintah.
    “Saya khawatir pemberian WIUP (wilayah izin usaha pertambangan) ini kepada ormas keagamaan dan perguruan tinggi adalah upaya pembungkaman. Apabila ormas bersuara kencang, perguruan tinggi bersuara kencang, itu bisa bernasib lain,” ujar Yasti di rapat Baleg DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/1/2025).
    Menurutnya, ada ribuan perguruan tinggi di Indonesia. Jumlah ormas di Indonesia juga banyak. Ia bertanya-tanya bagaimana pemerintah dapat memberikan izin usaha pertambangan kepada institusi tersebut.
    Oleh karenanya, ia juga mendorong agar pemberian izin usaha kelola tambang dilakukan secara selektif.
    “Bagaimana cara pemerintah memberikan IUP kepada ormas dan perguruan tinggi?. Harus selektif betul terhadap pemberian izin khusus ini,” tegasnya.
    Anggota DPR lain, yakni Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, juga menekankan pemberian konsesi tambang untuk perguruan tinggi perlu dikaji secara mendalam dan komprehensif.
    Ia menekankan pentingnya pertimbangan yang matang terkait usulan pemberian izin kelola tambang kepada perguruan tinggi.
    “Harus betul-betul dipikirkan manfaat dan mudaratnya, apakah lebih banyak ke kepentingan pendidikan atau bisnis?” ujar Lalu, saat dikonfirmasi oleh Kompas.com, kemarin.
    Kendati ada pihak yang kontra, ada pula yang mendukung usulan ini. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menilai, usul memberikan hak mengelola tambang bagi perguruan tinggi muncul agar kampus memiliki sumber penghasilan lain.
    Politikus Partai Gerindra ini berharap, pemberian izin kelola tambang ini bisa memberi manfaat yang baik kepada kampus.
    “Mungkin mekanisme pengerjaan dan lain-lainnya itu silakan nanti diatur di dalam aturan yang ada. Nah, sehingga kemudian memang pemberian-pemberian itu juga memberikan manfaat kepada universitas yang dimaksud,” kata Dasco.
    Di sisi lain, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Saintek) siap terlibat terkait usulan pemberian izin kelola tambang kepada perguruan tinggi.
    Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek, Togar M. Simatupang menilai usulan itu dapat membuat perguruan tinggi semakin dekat dengan sumber pendanaan.
    “Karena itu termasuk salah satu kebijakan dalam pendidikan tinggi yang dekat dengan apa, dekat dengan pendanaan, seperti itu kira-kira,” ujarnya.
    Sementara salah satu pihak kampus, Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB, Ridho Kresna Wattimena, mengungkapkan, ITB masih harus berpikir keras terkait pemberian izin kelola tambang.
    Sebab, usaha tambang adalah bisnis jangka panjang dan perlu modal besar.
    Dia menekankan proses pertambangan tidaklah cepat. Apabila kampus mendapat lahan kategori greenfield, maka harus menjalankan berbagai tahapan sebelum bisa menambang
    Tahapan yang dimaksud mulai dari penyelidikan umum, eksplorasi, membuat amdal, membuat studi kelayakan, kemudian membuat desain dan menambang.
    “Pengalaman teman-teman di industri, penyelidikan umum sampai eksplorasi (sekitar) 5 sampai 10 tahun, apakah perguruan tinggi memang diminta spend (mengeluarkan) uang 5 sampai 10 tahun sebelum bisa mendapatkan uang. Itu juga sesuatu yang berat untuk perguruan tinggi,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Puan Janji akan Libatkan Kampus dan Ahli dalam Revisi UU Minerba

    Puan Janji akan Libatkan Kampus dan Ahli dalam Revisi UU Minerba

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPR RI Puan Maharani memastikan akan adanya partisipasi bermakna (meaningful participation) dalam pembahasan revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba). 

    Dia meminta agar Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dapat menerima masukan-masukan dari luar parlemen, seperti kampus-kampus dan para ahli. Terkhusus mengenai pemberian izin usaha pertambangan (WIUP) ke kampus.

    “Nanti akan dilakukan participation meaningful, kita minta supaya teman-teman yang ada di Baleg membuka, mendapatkan masukan dari luar, dan menerima masukan,” katanya di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (4/1/2025).

    Maka demikian, lanjut Puan, pihaknya akan mengundang kampus-kampus dan narasumber-narasumber yang memang ahli, untuk memberikan masukannya.

    “Jadi enggak tiba-tiba. Itu yang sudah dibicarakan kemarin Bamus dan pembicaraan tersebut juga sudah kami sampaikan ke pemerintah, pembahasan ini kan tidak hanya DPR saja, tapi juga dengan pemerintah,” jelasnya.

    Cucu proklamator RI ini pun menyebut bahwa usulan revisi UU Minerba sejatinya sudah sesuai dengan mekanisme yang ada di DPR, yakni melalui rapat pimpinan (rapim) dan badan musyawarah (bamus).

    Sebelumnya, DPR RI resmi menyetujui usulan Badan Legislatif (Baleg) tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No 4/2009 tentang Mineral dan Batu bara (UU Minerba). Alhasil, RUU yang baru dibahas pada awal pekan ini resmi menjadi usulan inisiatif DPR.  

    Adapun, keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna pada hari ini, Kamis (23/1/2025), yang berlangsung mulai pukul 10.23 WIB dan berakhir pukul 10.45 WIB. Usulan dari masing-masing fraksi tak disampaikan secara lisan, melainkan tertulis.  

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, dia meminta masing-masing juru bicara, masing-masing fraksi partai untuk menyampaikan pendapat fraksinya secara bergiliran dan lewat penjelasan tertulis untuk mempersingkat waktu.  

    “Dan untuk menyingkat waktu apakah bisa disepakati pendapat fraksi-fraksi tersebut disampaikan secara tertulis kepada pimpinan dewan? Apakah dapat disetujui?” kata Dasco sambil mengetuk palu satu kali dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (23/1/2025).

  • Tanpa Sosialisasi, Pengamat Endus Modus Revisi Diam-diam RUU Minerba untuk Kepentingan Tertentu – Halaman all

    Tanpa Sosialisasi, Pengamat Endus Modus Revisi Diam-diam RUU Minerba untuk Kepentingan Tertentu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) melalui Kepala Divisi Media dan Publikasi, Bayu Yusya, mengendus dugaan revisi diam-diam RUU Minerba di DPR untuk kepentingan tertentu.

    Menurut dia, revisi RUU Minerba juga dilakukan secara tiba-tiba oleh Badan Legislasi DPR dan tidak dilakukan oleh Komisi XII yang membidangi pertambangan.

    Revisi RUU Minerba juga dilakukan tanpa sosialisasi, tidak ada transparansi serta tidak ada partisipasi publik di tahap penyusunan. 

    “Hal ini jelas modus untuk revisi diam-diam karena kepentingan tertentu,” ujarnya dikutip Jumat, 24 Januari 2025.

    “Secara material revisi UU Minerba ini tidak hanya berisi tentang pengaturan jaminan pemanfaatan ruang sesuai Putusan MK yang dulu.”

    Tapi hal itu malah melebar malah yng menjadi hal utama adalah pemberian IUP secara prioritas tidak hanya untuk BUMN, BUMD dan Ormas keagamaan tetapi juga untuk perguruan tinggi dan badan usaha swasta,” ujarnya. 

    Seperti diketahui, DPR RI melalui Badan Legislasi telah melakukan proses penyusunan RUU Pertambangan dan Mineral Batubara (Minerba), sebagai revisi dari UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan UU 3 Tahun 2020 dan Perppu Cipta Kerja. 

    Bayu Yusya juga memberikan beberapa catatan terkait RUU Pertambangan dan Minerba.

    Menurutnya, revisi UU Minerba tidak memenuhi syarat formil karena tidak melalui tahap perencanaan, RUU Minerba tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

    Jika menggunakan alasan kumulatif terbuka karena putusan Mahkamah Konstitusi juga tidak tepat. 

    “Pada Desember 2024 MK telah memutus judicial review terhadap UU Minerba terkait dengan pengaturan Ormas mendapatkan lokasi tambang. Pada judicial review tersebut diputus ditolak oleh MK.”

    “Artinya tidak ada masalah konstitusionalitas terhadap Ormas mendapat lokasi tambang,” kata Kepala Divisi Media dan Publikasi (Pushep) Bayu Yusya, kepada wartawan, Kamis (23/1/2025).

    Termasuk jika menggunakan Putusan MK tahun 2022 dan tahun 2020 hanya terkait dengan jaminan pemanfaatan ruang untuk wilayah usaha pertambangan. 

    Menurutnya tidak ada masalah konstitusionalitas terhadap UU Minerba sehingga revisi ini tidak memenuhi urgensi.

    Dalam revisi ini, terdapat beberapa poin penting yang diusulkan, salah satunya adalah memberikan kesempatan kepada perguruan tinggi dan usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk turut mengelola tambang, seperti halnya organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

    Usulan ini tercantum dalam Pasal 51A ayat (1) RUU Minerba, yang menyatakan bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi secara prioritas. 

    Pemberian izin tersebut mempertimbangkan luas WIUP, akreditasi perguruan tinggi minimal B, serta kontribusi dalam meningkatkan akses pendidikan.

    Sementara itu, Pasal 51B mengatur pemberian WIUP mineral logam untuk badan usaha swasta dan UMKM.

    Aturan ini bertujuan mendukung hilirisasi, peningkatan nilai tambah, dan pemenuhan rantai pasok dalam negeri maupun global.

    Poin-poin Revisi Pasal 51A dan 51B

    Pasal 51A 

    (1) WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas. 

    (2) Pemberian dengan cara prioritas mempertimbangkan: a. Luas WIUP mineral logam; b. Akreditasi perguruan tinggi dengan status minimal B; c. Peningkatan akses dan layanan pendidikan. 

    (3) Ketentuan lebih lanjut diatur melalui Peraturan Pemerintah.

    Pasal 51B 

    (1) WIUP mineral logam dalam rangka hilirisasi dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas. 

    (2) Pemberian dengan cara prioritas mempertimbangkan: a. Luas WIUP mineral logam; b. Peningkatan tenaga kerja dalam negeri; c. Jumlah investasi; d. Peningkatan nilai tambah dan pemenuhan rantai pasok dalam negeri atau global. 

    (3) Ketentuan lebih lanjut diatur melalui Peraturan Pemerintah.

  • Dukung ketahanan pangan, Polres Langkat tanam jagung di lahan perkebunan 

    Dukung ketahanan pangan, Polres Langkat tanam jagung di lahan perkebunan 

    Sumber foto: M Salim/elshinta.com.

    Dukung ketahanan pangan, Polres Langkat tanam jagung di lahan perkebunan 
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 22 Januari 2025 – 16:33 WIB

    Elshinta.com – Dalam upaya mendukung program ketahanan pangan nasional, Polres Langkat Polda Sumatera Utara, menggelar kegiatan penanaman jagung serentak 1 juta hektare di lahan perkebunan PT. Langkat Nusantara Kepong (LNK) Tanjung Beringin Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat, Selasa (21/1).

    Acara ini dimulai sekira pukul 09.30 WIB hingga dan berlangsung secara daring, melibatkan berbagai pihak di seluruh Indonesia. Di Kabupaten Langkat kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah pejabat Pemkab Langkat diantaranya Sekda Kabupaten Langkat Amril, Kapolres Langkat AKBP David Triyo  Prasojo, Kepala Badan Narkotika Nasional Kabupaten Langkat, AKBP Saharuddin Bangko, Kodim 0203/Lkt diwakili Pabung Mayor Inf Hassanudin, Yonif 8 Marinir diwakilkan Danki D Kapten (Mar) Calvin Sahusilawane dan seluruh PJU Polres Langkat.

    Hadir juga Camat Hinai Bahrum, Danramil 09/ Hinai Kapten Inf Gunawan Sakti Lubis, Kapolsek Hinai AKP T. C. Sihite, Ketua Bhayangkari Cabang Langkat Ayu David serta seluruh pengurus, Ketua Bhayangkari Ranting Hinai Emelia Carlos serta pengurus, Direktur Produksi PT LNK , Direktur HR & Ga PT LNK, Grup Manager Rayon Stabat PT LNK, seluruh Manager PT LNK Rayon Stabat, Seluruh Asisten Kebun PT LNK Tanjung Beringin.

    Kapolres Langkat, AKBP David Triyo Prasojo, menyampaikan, bahwa program ini merupakan langkah strategis dalam menjaga stabilitas ketahanan pangan di tengah tantangan global yang semakin kompleks.

    “Penanaman jagung secara serentak ini bukan hanya simbolis, tetapi juga komitmen bersama dalam mendukung program pemerintah untuk menjamin ketersediaan pangan yang berkelanjutan,” ujarnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, M Salim, Rabu (22/1). 

    Selain itu, kegiatan ini menjadi bukti nyata sinergi lintas sektor yang melibatkan TNI, Polri, pemerintah daerah, serta lembaga peradilan, demi mendukung terwujudnya ketahanan pangan yang tangguh di Kabupaten Langkat dan wilayah lainnya.

    Penanaman jagung sebagai salah satu komoditas utama diharapkan mampu meningkatkan produksi pangan nasional sekaligus memberdayakan masyarakat di sektor pertanian. Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, program ini diharapkan menjadi langkah awal menuju swasembada pangan yang lebih kuat. Program ini mencerminkan semangat gotong royong bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan pangan global.

    Informasi yang diterima pelaksanaan kegiatan penanaman jagung secara serentak dalam rangka Ketahanan Pangan tahun 2025 di wilayah hukum Polres Langkat. Total lahan  87,46 hektare. Dengan rincian Polsek Pangkalan Brandan lahan 65,76 hektare. PT Anugerah Langkat Makmur 34 hektare, PT. Perkebunan Inti Sawit Subur 27.76 hektare, PT. Perkebunan Karetia 4 hektare. Polsek Stabat total lahan 1,8 hektare, PT. Gergas Utama 1 hektare, PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) Gohor Lama  0,8 hektare. Polsek Hinai lahan 2 hektare di PT. LNK Tanjung Beringin 2 hektare. Polsek Secanggang total ahan 3 hektare di PT. Buana Estate 

    Polsek Padang Tualang total lahan 1 hektare di PTPN-2 Sawit Seberang. Polsek Tanjung Pura total lahan 0,2 hektare di lahan Samsul Bahri Batubara. Polsek Gebang total lahan 0,6 hektare di lahan PT. Swangi. Polsek Pangkalan Susu total ahan 6 hektare di lahan PT. Jaya Baru Pertama 3 hektare. PT. Mazdah 3 hektare. Polsek Besitang total lahan di PT. Putri Hijau 3 hektare, Polsek Kuala total lahan 0,6 hektare di PT. Ukindo Blankahan Estate, Polsek Salapian total lahan 0,5 hektare di lahan PT. LNK Maryke dan Polsek Bahoro total lahan PT. PP Lonsum 2 hektare dan PT. Amal Tani 1 hektare. 

    Sumber : Radio Elshinta

  • Utak Atik Asupan Anggaran dan Kebijakan Program Makan Bergizi Gratis

    Utak Atik Asupan Anggaran dan Kebijakan Program Makan Bergizi Gratis

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah terus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai program sosial. Salah satu inisiatif yang tengah menjadi sorotan adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Program ini tidak hanya bertujuan untuk mengatasi masalah gizi buruk, tetapi juga sebagai upaya mendorong kesetaraan dan kesehatan masyarakat secara menyeluruh. 

    Namun, keberhasilan program ini membutuhkan lebih dari sekadar pendistribusian manfaat kepada penerima. Stimulan tambahan dari sisi kebijakan dan ekonomi juga diperlukan mengingat program andalan Presiden Prabowo Subianto itu menyasar hingga 82,9 juta jiwa penerima manfaat sehingga membutuhkan biaya yang besar

    Jumlah Anak yang Menerima Makan Bergizi Gratis

    Kawasan

    Jumlah Anak Penerima Manfaat

    Asia Selatan

    125 juta anak

    Amerika Latin-Karibia

    80 juta anak

    Asia Timur Pasifik

    57 juta anak

    Eropa-Asia Tengah

    55 juta anak

    Afrika Sub-Sahara

    53 juta anak

    Amerika Utara

    29 juta anak

    Timur Tengah-Afrika Utara

    19 juta anak

    Sumber: World Food Programme, Indonesia Baik (diolah)

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara meyakini bahwa stimulan yang dimaksud termasuk melalui potensi penurunan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sektor pendukungnya. 

    Menurutnya, langkah Presiden Prabowo Subianto yang resmi mengumumkan pemberlakuan kenaikan PPN sebesar 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025 untuk barang-barang mewah masih belum cukup.

    Penyebabnya, dia menyebut bahwa amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dengan tujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, menjaga inflasi rendah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi juga bisa menurunkan pungutan negara untuk masyarakat itu. 

    “Idealnya PPN bisa diturunkan di tarif 8—9% persen dan tentu untuk menggantikan penerimaan PPN yang tarifnya turun ke barang umum maka ada beberapa opsi yang bisa dipilih,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (23/1/2025).

    Bhima menilai pemerintah bisa mulai merancang pajak kekayaan dengan fokus agar total harta orang super kaya dipungut hingga 2% dengan estimasi pendapatan Negara hingga Rp81,6 triliun sekali apabila menerapkan pajak harta atau kekayaan. 

    Apalagi, kata Bhima, Indonesia yang tengah berproses untuk bergabung di Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan sudah lebih dulu menjadi anggota BRICS serta G20 sebenarnya perlu mendorong pemberlakuan pajak kekayaan.

    Nantinya, dia mengatakan bahwa pajak kekayaan bisa menggunakan revisi UU HPP sebagai jalur masuk menerapkan aturan tersebut setelah paska reses DPR telah selesai. 

    Kedua, Bhima melanjutkan pemerintah dapat menarik pajak karbon yang diamanatkan UU HPP bisa dijalankan pada tahun ini. Khususnya, dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan diberlakukan ke salah satu potensi pemasukan Negara, yakni PLTU batubara. Maka, hasil pajak karbon dengan potensi Rp69 triliun dapat digunakan.

    Ketiga, pemerintah juga  bisa menarik pajak produksi batubara di luar tarif royalti yang lebih tinggi. Pendapatan Pajak batubara nantinya bisa diringankan pemerintah dalam pembiayaan infrastruktur energi, membiayai mitigasi iklim sampai untuk MBG. 

    Lalu, Bhima meyakini bahwa perlu untuk tutup kebocoran pajak di sektor sawit dan tambang. Di sektor sawit kan potensi pajak nya dari sisi penegakan kepatuhan bisa tembus Rp300 triliun.

    Terakhir, evaluasi seluruh insentif pajak yang tidak tepat sasaran. Misalnya perusahaan smelter nikel yang laba nya besar sekali tidak perlu dikasih tax holiday. 

    Meski begitu, Bhima pun menyampaikan bahwa penurunan tarif PPN 8—9% yang memberikan dampak signifikan. Khususnya, membantu menurunkan biaya-biaya program MBG.

    Penurunan tarif ini menjadi 8% atau 9% dapat memberikan stimulus signifikan bagi pelaku usaha untuk berkontribusi lebih besar dalam mendukung program makan bergizi gratis. 

    “Misalnya vendor dapur MBG meski bahan pokoknya seperti beras dikecualikan dari PPN, tetapi barang jasa operasional lainnya menjadi objek PPN. Contohnya pembelian kendaraan bermotor untuk logistik MBG juga kena PPN. Bensinnya kena PPN,” tandas Bhima.

    Jumlah SPPG Tahap Awal yang Beroperasi

     

    No

    Wilayah

    Jumlah SPPG

    1

    Jakarta

    5 titik

    2

    Jawa Tengah

    40 titik

    3

    Jawa Timur

    32 titik

    4

    Jawa Barat

    58 titik

    5

    Banten

    3 titik

    6

    Yogyakarta

    3 titik

    7

    Aceh

    6 titik

    8

    Bali

    1 titik

    9

    Gorontalo

    1 titik

    10

    Kalimantan Selatan

    2 titik

    11

    Kalimantan Timur

    1 titik

    12

    Kalimantan Utara

    1 titik

    13

    Kepulauan Riau

    8 titik

    14

    Lampung

    4 titik

    15

    Maluku

    2 titik

    16

    Maluku Utara

    2 titik

    17

    Nusa Tenggara Timur

    1 titik

    18

    Papua Barat

    2 titik

    19

    Papua Selatan

    1 titik

    20

    Riau

    3 titik

    21

    Sulawesi Barat

    1 titik

    22

    Sulawesi Utara

    1 titik

    23

    Sulawesi Selatan

    8 titik

    24

    Sulawesi Tenggara

    2 titik

    25

    Sumatra Barat

    1 titik

    26

    Sumatra Utara

    1 titik

    Total

    26 Provinsi

    190 titik

    Sumber: Data Bahan Gizi Nasional (BGN) 5 Januari 2025

     

    Sementara itu, Kepala Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menyebut bahwa kontribusi tambahan pendapatan dari kenaikan PPN yang hanya menyasar barang mewah terhadap total anggaran negara relatif kecil.

    Dia menyampaikan bahwa belanja negara dalam APBN 2025 ditetapkan sebesar Rp3.621,3 triliun, dengan pendapatan negara sebesar Rp2.996,9 triliun. Dengan demikian, tambahan pendapatan dari kenaikan PPN barang mewah tidak signifikan dalam menopang program sebesar Rp71 triliun. 

    Selain itu, program “Makan Bergizi Gratis” telah dianggarkan dalam APBN 2025 sebelum keputusan kenaikan PPN ini. Hal ini menunjukkan bahwa pendanaan program tersebut tidak secara langsung bergantung pada kenaikan tarif PPN barang mewah.

    Tarif PPN umum sebesar 11% yang berlaku sejak 2022 tetap dipertahankan untuk barang dan jasa selain barang mewah. Hal ini bertujuan untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat. 

    Menurutnya, dengan tidak menaikkan PPN untuk barang dan jasa umum, pemerintah berupaya mencegah inflasi yang dapat menggerus daya beli, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah yang menjadi sasaran program MBG.

    “Namun, disayangkan, tantangan utama dalam program ini bukan hanya terkait tarif PPN, tetapi juga efektivitas penyaluran anggaran, infrastruktur pendukung, dan mekanisme distribusi yang efisien. Kenaikan PPN barang mewah mungkin memberikan tambahan pendapatan, tetapi tanpa manajemen yang baik, program ini berisiko tidak mencapai target yang diharapkan,” pungkas Rizal. 

    Utak Atik Kebijakan 

    Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu menegaskan bahwa mengutak-atik kebijakan tak semudah membalik telapak tangan. Termasuk menurunkan PPN hingga di angka 8—9%.

    Apalagi, kata Mari, saat ini dalam meningkatkan pendapatan negara, maka pemerintah memang bakal gencar dalam memperbaiki administrasi pajak, mengurangi penghindaran pajak, hingga meningkatkan kepatuhan. 

    “Jadi saya pikir step pertamanya adalah tingkatkan kepatuhan, dan kedua data. Dengan adanya data sehingga kami bisa mendesain kebijakan yang lebih tepat,” ujarnya kepada Bisnis.

    Dia menekankan bahwa pemerintah pun memahami ada banyak ceruk penerimaan Negara, tetapi langkah bijak yang perlu dilakukan adalah mempelajari perubahan kebijakan dengan mengkaji berdasarkan data komprehensif yang telah dikumpulkan. 

    “Kami mesti pelajari perubahan kebijakan itu, menurut kami bisa dilakukan nanti kalau kami sudah punya datanya. Jadi pertama, kepatuhan dulu, setelah berjalan, maka dengan transformasi digital, kami bisa profiling, siapa saja yang bayar pajak dan profiling itu seperti apa, baru kita bisa desain kebijakan yang lebih tepat,” imbuhnya.

    Mari melihat dari laporan Bank Dunia pada Desember lalu, ada temuan bahwa tax gap atau selisih antara penerimaan dan dana yang benar-benar diperoleh mencapai 6,4% dari PDB. Ini setara dengan Rp 1.500 triliun, dengan rincian 3,7% dari gap kepatuhan dan 2,7% karena kebijakan.

    Oleh sebab itu, dia melanjutkan bahwa saat ini langkah yang telah dilakukan pemerintah, yakni modernisasi melalui sistem administrasi Coretax untuk melayani administrasi perpajakan secara digital.

    Melalui sistem ini, harap Mari, wajib pajak dapat melakukan pendaftaran, pelaporan, dan pembayaran pajak secara elektronik dimulai dari pajak pertambahan nilai (PPN). 

    “Jadi posisi kita dari segi sequencing, percuma kita melakukan perubahan rate atau perubahan tax base, kalau kepatuhannya tidak dilaksanakan,” tandas Mari.

    Racik Solusi, Anggaran Perlu Naik? 

    Di sisi lain, sejumlah pihak pun meracik solusi dalam menyikapi program yang membutuhkan dana besar itu, tak perlu secara harfiah untuk naik, tetapi ada banyak jalan menuju Roma.

    Misalnya, Gubernur Jawa Timur terpilih Khofifah Indar Parawansa menyarankan agar Presiden Prabowo Subianto juga turut mendorong peran APBD dalam pembiayaan program MBG. 

    Dia menilai bahwa sejauh ini program andalan orang nomor satu di Indonesia itu lebih berkutat dalam mengorek kantung APBN yang diturunkan kepada Badan Gizi Nasional (BGN).

    “Tadi saya matur ke Pak Presiden, ada juknis dari BGN. Juknis BGN itu APBN. Padahal sharing APBD menurut saya juga penting,” ujarnya. 

    Ketua Umum Muslimat NU ini pun menilai bahwa APBD sebenarnya memiliki kemampuan fiskal yang sehat dalam menyokong program dengan anggaran Rp71 triliun dari APBN ini.

    Termasuk, kata Khofifah, Pemprov Jawa Timur yang memiliki ruang fiskal untuk memberikan bantuan pembiayaan bagi program yang dimulai pada Senin (6/1/2025) lalu itu.

    Bahkan, dia melanjutkan dengan bantuan APBD dari Jawa Timur saja penerima manfaat berpeluang untuk mendapatkan satu menu tambahan sebagai komposisi. Misalnya, menambahkan telur melalui pembiayaan APBD.

    Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani mengusulkan agar pembiayaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bisa didanai dari pendapatan hasil cukai rokok.  

    “Untuk [anggaran] Makan Bergizi Gratis, saya usul ambil dari cukai rokok saja. Sudah, selesai. Cukai rokok per tahun Rp150 triliun,” katanya. 

    Sebagai catatan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membukukan pendapatan negara dari bea dan cukai senilai Rp183,2 triliun per Agustus 2024. Secara perinci, kepabeanan dan cukai berasal dari penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai.

    Dari ketiga pos tersebut, penerimaan dari cukai merupakan sumber utama yang senilai Rp138,4 triliun. Utamanya, cukai hasil tembakau (CHT) atau rokok, yang mencapai Rp132,8 triliun, tumbuh 4,7% (year on year/YoY).

    Ide lain bermunculan, Ketua DPD Sultan B. Najamudin mengusulkan zakat untuk bisa dipergunakan sebagai tambahan dana anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dia berpandangan demikian lantaran menurutnya kultur budaya masyarakat Indonesia adalah orang yang dermawan dan gotong royong. 

    Maka demikian, katanya, kenapa tak manfaatkan saja hal tersebut dan dengan itu pun masyarakat umum jadi terlibat dalam program MBG.

    “Saya kemarin berpikir kenapa tidak ya zakat kita yang luar biasa besarnya juga kita mau libatkan kesana [ke MBG], itu salah satu contoh,” tandas Sultan.

    Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana pun menyambut positif agar APBD turut membiayai program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya hal ini bisa dilakukan untuk memperluas cakupan penerima manfaat.

    “Tentu saja bisa direalisasikan, dan sangat perlu untuk mempercepat implementasi program,” katanya kepada Bisnis melalui pesan singkat.

    Menurutnya ada 3 hal yang bisa dilakukan antara Pemerintah Daerah dengan BGN dalam program MBG ini.

    Pertama Pemda bisa menyiapkan infrastruktur, kedua Pemda melakukan pembinaan masyarakat untuk memasok bahan baku berbasis potensi sumber daya lokal. Kemudian beberapa dinas juga dapat bersama menyalurkan bantuan terutama untuk ibu hamil/menyusui dan anak balita.

    Namun menurutnya usulan penggunaan keterlibatan APBD dalam program masih baru dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Mengingat pemerintah menganggarakan alokasi kepada Badan Gizi Nasional (BGN) sebesar Rp 71 triliun di tahun 2025. Dadan menjelaskan ada tiga tahap yang akan dilakukan untuk memenuhi target penerima manfaat.

    “Januari – April melayani 3 juta penerima manfaat melalui 937 SPPG, April – Agustus melayani 6 juta melalui 2.000 SPPG, kemudian akhir Agustus – Desember melayani 15 – 17,4 juta (pemerima manfaat) melalui 5.000 SPPG,” tutur Dadan. 

    Di tengah itu, Presiden Prabowo Subianto menjanjikan bahwa pada akhir 2025 semua anak Indonesia akan mendapatkan manfaat dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Orang nomor satu di Indonesia itu mengaku bahwa pemerintah memiliki dana untuk menyokong program yang memakan anggaran hingga Rp71 triliun dari APBN itu. 

    “Ini proyek yang sangat besar, tidak ringan, fisiknya tidak ringan. Tapi saya jamin dananya ada. Saya jamin dananya ada untuk semua anak-anak Indonesia yang makan,” imbuhnya kepada wartawan usai meresmikan secara serentak 37 Proyek Strategis Ketenagalistrikan  di 18 Provinsi di PLTA Jatigede, Sumedang, Senin (20/1/2025).

  • Menko Airlangga Bicara Ketentuan Baru Devisa Hasil Ekspor Diperketat – Halaman all

    Menko Airlangga Bicara Ketentuan Baru Devisa Hasil Ekspor Diperketat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bicara soal aturan baru penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sebesar 100 persen.

    Lewat rancangan aturan baru itu, pengusaha sumber daya alam (SDA) dengan nilai ekspor minimal 250.000 dollar AS akan diwajibkan menyimpan seluruh atau 100 persen DHE-nya di sistem keuangan Indonesia untuk jangka waktu yang lebih lama, yakni satu tahun.

    Kewajiban ”parkir” DHE itu jauh lebih ketat daripada aturan yang berlaku dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023.

     

    Sejauh ini, eksportir SDA memang hanya wajib menempatkan minimal 30 persen DHE-nya di dalam negeri selama paling singkat tiga bulan.

    Kewajiban ”parkir” DHE itu jauh lebih ketat daripada aturan yang berlaku dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023. 

    Sejauh ini, eksportir SDA memang hanya wajib menempatkan minimal 30 persen DHE-nya di dalam negeri selama paling singkat tiga bulan.

    Dikutip dari Kompas.id, Airlangga menjelaskan, ketentuan penempatan DHE diperketat untuk mengantisipasi ekonomi global yang bakal semakin tidak pasti pasca-kepemimpinan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan meningkatnya gejolak geopolitik. 

    Berikut petikan wawancara Kompas dengan Airlangga di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (22/1/2025):

    Apa alasan pemerintah mengetatkan aturan wajib parkir DHE di dalam negeri hingga 100 persen dan dengan masa retensi satu tahun? 

    Kita bisa lihat, kinerja ekspor Indonesia selama 55 bulan berturut-turut itu positif. Investasi dari sektor andalan, seperti baja, kelapa sawit, dan batubara, juga mendominasi. Namun, peningkatan cadangan devisa kita tidak linier dengan kinerja ekspor.

    Sekarang kita menghadapi ketidakpastian global tinggi. Fluktuasi mata uang terhadap dollar AS akan lebih tinggi, salah satunya dipicu pelantikan Presiden AS Donald Trump. Trump mau memerangi inflasi, yang salah satu caranya dengan menaikkan suku bunga.

    Kita tidak ingin begitu situasi sudah kritis, baru kita meminta (devisa hasil ekspor) untuk masuk ke dalam negeri.

    Dengan situasi seperti itu, kita harus punya resiliensi sendiri. Untuk resilien, kita tidak bisa melulu bergantung pada operasi pasar yang bisa memakan biaya, menaikkan tingkat suku bunga, dan membuat likuiditas di pasar menjadi kering.

    Maka, mumpung situasi kita relatif aman dan baik, dengan cadangan devisa yang masih kuat, kita gelontorkan kebijakan ini. Ini, kan, juga amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD), bahwa seluruh SDA dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat.

    Mengapa langsung diberlakukan retensi 100 persen untuk satu tahun, ketimbang dinaikkan bertahap? Apakah aturan retensi DHE 30 persen selama tiga bulan sebelumnya kurang efektif?

    Dari kebijakan retensi DHE 30 persen, sebenarnya tingkat kepatuhan (compliance) perusahaan tinggi di 90 persen. Namun, kita ingin jumlah devisa yang masuk lebih besar. Daripada hanya mendapat margin yang tipis dari ketentuan 30 persen, lebih baik sekalian kita tetapkan 100 persen saja. 

    Di sisi lain, kebijakan seperti ini sebaiknya memang cukup satu kali saja (dibuat). Nanggung. Kalau bikin kebijakan nanggung itu namanya kita kebijakan tarik ulur. Kalau tarik ulur begitu, nanti pasti diulur-ulur (mundur).

    Intinya, kita tidak ingin begitu situasi sudah kritis, baru kita meminta (devisa hasil ekspor) untuk masuk ke dalam negeri. Kalau begitu, instrumen tidak siap, sistem tidak siap. Akan tetapi, kalau begini, ibaratnya kita sudah sedia payung sebelum hujan. 

    Berapa potensi tambahan cadangan devisa dan manfaat lain yang bisa didapat dari ketentuan baru ini? 

    Targetnya akan ada tambahan devisa yang masuk sekitar 90 miliar dollar AS. Paling tidak, kalau ada 90 miliar dollar AS yang masuk, kalau 15 persen dari situ saja bisa mengendap di sistem keuangan dalam negeri, jumlahnya akan cukup signifikan.

    Selama ini kita sudah memberikan banyak fasilitas untuk investasi perusahaan di sektor SDA. Kita berikan tax holiday, kita buka untuk investasi asing. Tentu sekarang kita berharap hasil ekspor itu bisa masuk ke dalam negeri dan memperkuat cadangan devisa kita.

    Ini juga akan memperkuat perbankan nasional. Mereka yang akan merasakan manfaat utamanya karena akan mendapat foreign exchange dari devisa yang dimasukkan. 

    Bayangkan, 90 miliar dollar AS yang awalnya berserakan di beberapa negara, kini semua harus masuk di perbankan nasional. Banknya juga tidak kita tentukan bank apa saja, jadi semua bank yang devisa. Mau BCA, Mandiri, UOB, semua boleh.

    Sektor apa saja yang akan dikenai aturan parkir DHE 100 persen? Ada perubahan dari sebelumnya? 

    Sektor yang terkait adalah yang melakukan ekspor di bidang SDA. Sektor manufaktur tidak (dikenai aturan) karena non-SDA. 

    Yang berkurang mungkin sektor minyak dan gas bumi, itu dikecualikan. Sisanya tetap sama, tidak berubah, misalnya tambang, perikanan, kakao, sawit, dan lain-lain. Untuk aturan threshold nilai ekspor juga tetap sama, yaitu 250.000 dollar AS.

    Pengusaha keberatan karena khawatir ketentuan baru ini bisa mengganggu operasionalisasi usaha. Apakah eksportir di sektor terkait sudah diajak bicara sebelum pemerintah mengambil keputusan?

    Kita sudah bicara dengan semua pengusaha. Jadi, dari asosiasi batubara kita sudah panggil Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI). Asosiasi nikel juga sudah kita panggil, demikian juga pemain di copper (tembaga), dan sawit. Kalau untuk sektor perikanan dan kakao, mereka nanti akan ikut.

    Biasa saja (kalau ada yang keberatan) karena mereka belum paham. Makanya, sosialisasi akan kita sampaikan. Kemarin sudah kita lakukan sosialisasi dengan stakeholder terkait, ke depan kita juga lakukan sosialisasi dengan stakeholder yang tidak terkait.

    Bagaimana menjamin operasionalisasi usaha eksportir tidak akan terganggu dengan ketentuan baru ini? 

    Kita akan menjaga supaya perusahaan tetap bisa bersaing, operasionalisasi berjalan, dan cost mereka tidak meningkat.

    Makanya, kita buatkan regulasi bahwa perusahaan bisa mengurangi retensi DHE itu untuk beberapa kebutuhan yang memerlukan dollar AS, yaitu untuk membayar pajak, dividen, dan royalti. Hal-hal itu jadi faktor pengurang retensi, jadi tidak akan mengganggu operasionalisasi perusahaan.

    Lalu, kalau butuh rupiah, silakan konversi DHE-nya ke rupiah. Itu juga akan jadi faktor pengurang retensi. 

    Misalnya untuk biaya administrasi, membeli bahan baku, dan kebutuhan lain yang membutuhkan rupiah. Itu diperbolehkan, jadi tidak mengganggu operasionalisasi. Tetapi cukup konversi kalau memang butuh. Kalau tidak butuh, jangan dikonversi.

    Berikutnya, kalau mereka mau tempatkan deposito DHE, akan diberikan fasilitas oleh perbankan.

    Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi pendapatan bunga deposito juga dibuat nol persen. Kalau untuk non-DHE, kan, tarif pajaknya dikenai 20 persen. 

    Bank Indonesia juga akan mempersiapkan fasilitas, misalnya SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) bisa diakses nantinya oleh perusahaan terkait. Intinya, pemerintah akan memberikan fasilitas yang jauh lebih baik daripada yang ditawarkan Singapura dan negara lain.

    Ada kekhawatiran ongkos tambahan yang mesti ditanggung pengusaha jika menyimpan DHE di dalam negeri atau jika mengonversinya ke dalam rupiah?

    Kalau konversi ke rupiah, dari sekarang pun pengusaha sudah harus melakukan konversi ke rupiah. Jadi, biaya itu tidak serta-merta muncul karena ada ketentuan DHE satu tahun. Ini business as usual saja.

    Selain itu, eksportir juga bisa memanfaatkan instrumen DHE-nya sebagai cash collateral atau agunan kredit. Kalau mau 100 persen dijaminkan bisa. Itu juga tidak akan berdampak di BMPK (batas maksimal pemberian kredit) perusahaan.

    Jadi, ini tidak akan memengaruhi gearing ratio perusahaan. Bagi perusahaan, ini tidak akan mengurangi debt to equity ratio dan tidak mengubah covenant (perjanjian kredit) perusahaan. 

    Kalau melihat fasilitas yang kita berikan, semestinya dunia usaha tidak terpengaruh. Pengaruhnya mungkin hanya secara psikologis. Biasanya mereka bisa parkir (DHE di negara lain), sekarang tidak bisa lagi.

    Tidak khawatir Indonesia dianggap melakukan kontrol devisa? 

    Ini namanya demi kepentingan nasional. Kalau kita bicara Presiden Donald Trump di AS, itu juga karena national interest. Masa Indonesia tidak punya national interest?

    Kita mau menempatkan Indonesia first. Kalau kita tidak pikirkan kepentingan nasional kita, tidak ada negara lain yang akan memikirkannya.

    Pertimbangan masa retensi satu tahun ini juga sudah berkaca dari best practice negara tetangga kita di ASEAN, seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam.

    Dari sisi proses politiknya, apakah ini arahan dari Presiden Prabowo?

    Ini memang sudah dipidatokan Pak Presiden sejak lama, bahwa SDA harus dikembalikan lagi kepada masyarakat agar Indonesia maju. Jangan hanya dinikmati oleh pengusaha yang relatif sedikit, tetapi tidak ada manfaat luas. 

    Kalau kita memperkuat devisa, membuat kegiatan ekonomi lebih stabil, itu kan manfaatnya untuk seluruh masyarakat. Dengan nilai DHE masuk full ke dalam negeri, hasil ekstraksi SDA masuk dulu ke Indonesia. 

    Dari mana datangnya usulan angka retensi 100 persen itu?

    Pak Presiden yang minta 100 persen, dan itu sudah di-benchmark dengan negara lain. Itu sudah dibahas juga dalam pertemuan Pak Presiden dengan Perdana Menteri Malaysia dan negara lain, kita mendapat masukan. 

    Apakah kebijakan ini masih akan dievaluasi lagi? 

    Tentu kita akan terus melakukan evaluasi. Kita lihat lagi penerapannya setelah enam bulan. Yang pasti, ketentuannya tidak akan dibuat lebih ketat lagi dari ini. Ini sudah paling ketat.

    SUMBER

  • Perguruan Tinggi Boleh Kelola Tambang, Menteri Satryo: Belum Dibahas Sama Sekali

    Perguruan Tinggi Boleh Kelola Tambang, Menteri Satryo: Belum Dibahas Sama Sekali

    loading…

    Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiksaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro. Foto/Dok SINDOnews

    JAKARTA – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiksaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro menegaskan pihaknya belum membahas wacana terkait izin perguruan tinggi mengelola tambang. Usulan ini tercantum dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara .

    “Belum dibahas sama sekali,” tegas Satryo secara singkat di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (23/1/2025).

    Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendiktisaintek Khairul Munadi menegaskan usulan keterlibatan kampus dalam pengelolaan tambang masih wacana.

    Dia mengatakan munculnya wacana kampus mengelola tambang karena ada muatan otonomi kampus sehingga kampus harus memiliki kemampuan finansial. “Nah, tapi itu (pengelolaan tambang) masih sangat early. Kita nggak bisa mengarah ke sana. Kan (keuangan kampus) dari dana filantropi, macam-macam ya, sumber-sumber keuangan perguruan tinggi,” ujar Khairul.

    Khairul menjelaskan bahwa untuk mengelola tambang, kampus memiliki sumber daya yang luar biasa. Meski begitu, banyak hal-hal lain yang harus dipertimbangkan seperti kesiapan teknologi, regulasi, dan sebagainya.

    “Tapi kalau dalam konteks sumber daya manusia, saya kira banyak sekali teman-teman perubahan tinggi yang berperan di mana-mana untuk konsultasi ataupun terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang lain,” pungkasnya.

    Seperti diketahui, usulan Perguruan Tinggi mengelola tambang ini tercantum dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

    Terdapat beberapa poin penting yang diusulkan, salah satunya adalah memberikan kesempatan kepada perguruan tinggi dan usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk turut mengelola tambang, seperti halnya organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

    Usulan ini tercantum dalam Pasal 51A ayat (1) RUU Minerba, yang menyatakan bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi secara prioritas.

  • DPR Usulkan 4 Poin Baru Masuk Dalam Revisi UU Minerba

    DPR Usulkan 4 Poin Baru Masuk Dalam Revisi UU Minerba

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menyetujui RUU Minerba sebagai usul inisiatif DPR. Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menyatakan bahwa rancangan tersebut sejalan dengan visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Ia menegaskan bahwa RUU Minerba memiliki semangat yang selaras dengan kebijakan strategis pemerintah saat ini.

    “Perjalanannya masih panjang, tetapi substansi RUU ini penting untuk mendukung percepatan hilirisasi sektor pertambangan,” ujar Bob Hasan pada Kamis (23/1/2025).

    Terdapat empat poin baru yang diusulkan masuk dalam revisi UU Minerba: Percepatan Hilirisasi Mineral dan Batubara, Aturan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk Ormas Keagamaan, Pemberian IUP kepada Perguruan Tinggi, Pemberian IUP untuk UMKM.

    RUU Minerba tersebut disepakati oleh seluruh fraksi di parlemen. Dari delapan fraksi yang ada, empat fraksi menyetujui dengan catatan, sementara empat lainnya menyatakan setuju tanpa catatan.

    Penetapan ini menandai langkah awal proses legislasi revisi UU Minerba yang akan dibahas lebih lanjut oleh DPR RI bersama pemerintah.

    Hari ini, Kamis (23/01/2025), Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menetapkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) sebagai usul inisiatif DPR RI.

    “Sekarang kita tanyakan, apakah RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dapat disetujui menjadi RUU usul inisiatif DPR RI?” tanya Dasco dalam Rapat Paripurna kedua pada Masa Persidangan Tahun 2025 yang berlangsung di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta.

  • Portofolio BNI di industri hilirisasi capai Rp60 triliun

    Portofolio BNI di industri hilirisasi capai Rp60 triliun

    BNI juga sudah punya eksposur di dalam hilirisasi, antara lain di hilirisasi terkait dengan sektor mineral, batubara, perkebunan, kehutanan. Jadi kami sudah punya portfolio yang kurang lebih Rp60 triliun di sini

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Royke Tumilaar menyatakan bahwa portofolio perseroan terkait industri hilirisasi tercatat sekitar Rp60 triliun, yang menunjukkan upaya perseroan untuk mendukung program hilirisasi pemerintah.

    “BNI juga sudah punya eksposur di dalam hilirisasi, antara lain di hilirisasi terkait dengan sektor mineral, batubara, perkebunan, kehutanan. Jadi kami sudah punya portfolio yang kurang lebih Rp60 triliun di sini,” kata Royke Tumilaar di Jakarta, Rabu.

    Ia mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik dan berkomitmen untuk mendukung program hilirisasi tersebut melalui berbagai inovasi dan layanan pembiayaan.

    Sementara terkait portofolio di sektor pembiayaan berkelanjutan, Direktur Risk Management BNI David Pirzada menyatakan bahwa portofolio pembiayaan berkelanjutan perseroan tercatat mencapai Rp190,5 triliun pada 2024, atau setara dengan 25 persen dari total kredit perusahaan.

    Dari jumlah tersebut, sebesar Rp73,4 triliun dialokasikan untuk pembiayaan hijau dan Rp117 triliun untuk pembiayaan UMKM.

    “BNI berkomitmen menjadi mitra strategis bagi para debitur dalam mendukung transisi hijau. Hal ini kami wujudkan melalui peningkatan pembiayaan Sustainability Linked Loan (SLL) yang hingga Desember 2024 mencapai Rp6 triliun,” ujarnya.

    Ia mengatakan bahwa pihaknya telah menerapkan manajemen risiko dalam menyalurkan pembiayaan melalui Climate Risk Stress Test (CRST) sesuai panduan Climate Risk Management System (CRMS) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    “Tahun 2024, penerapan CRST mencakup 50 persen portofolio kredit di enam sektor industri utama dan mortgage, sedangkan tahun ini akan meningkat hingga 100 persen dari portofolio kredit BNI,” ucap David Pirzada.

    Kinerja intermediasi BNI tumbuh positif dan seimbang pada 2024, seiring dengan pemulihan ekonomi nasional, dengan pembiayaan tumbuh 11,6 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp775,87 triliun dari Rp695,09 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

    Pertumbuhan kredit tersebut didukung oleh segmen korporasi yang naik 17,6 persen dan konsumer yang meningkat 14,5 persen. Perusahaan anak juga mencatatkan pertumbuhan kredit signifikan sebesar 79,7 persen yoy dengan profitabilitas yang tetap terjaga.

    Sementara tingkat kredit macet (non-performing loan/NPL), indikator risiko kredit (loan at risk/LAR), serta credit cost yang masing-masing turun menjadi 2 persen, 10,3 persen, serta 1,1 persen.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025