Produk: batubara

  • Arief Poyuono: Abrasi di Tangerang Tak Pernah Dinyatakan Bencana Alam

    Arief Poyuono: Abrasi di Tangerang Tak Pernah Dinyatakan Bencana Alam

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Elite Partai Gerindra, Arief Poyuono, menyoroti persoalan abrasi di Pantura Tangerang dan tanah musnah di Demak yang hingga kini tidak pernah dinyatakan sebagai bencana alam oleh pemerintah.

    Menurutnya, salah satu penyebab tanah musnah adalah bencana alam, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

    Namun, ia mempertanyakan mengapa sejak dulu hingga sekarang, abrasi di kawasan Pantai Utara Tangerang tidak pernah mendapatkan status bencana alam dari pemerintah.

    “Sampai sekarang, abrasi di Pantura Tangerang tidak pernah dinyatakan status bencana alam oleh Pemerintah. Sama dengan lahan musnah di Demak,” ujar Poyuono di X @bumnbersatu (30/1/2025).

    Lebih lanjut, Poyuono juga menyoroti kecenderungan investor, baik asing maupun lokal, serta pejabat negara yang lebih tertarik berinvestasi di sektor pertambangan dibandingkan dengan pengembangan properti.

    “Enga butuh buruh banyak, untung gede, kerjanya tinggal keruk-keruk tanah jual dapat duit,” cetusnya.

    Poyuono bilang, berbeda dengan properti, keuntungan di sektor tambang jauh lebih besar dan cepat.

    “Beda investasi pengembangan properti untung dikit jualnya lama. Jadi wajar enga yang tertarik di IKN,” Poyuono menuturkan.

    Sementara investasi properti lebih membutuhkan waktu lama untuk memperoleh hasil.

    Ia juga menyinggung pengusaha tambang asal Singapura, Dato’ Dr. Low Tuck Kwong, pemilik Bayan Resources, yang disebutnya bisa menikmati keuntungan besar tanpa perlu turun tangan langsung.

    “Pegawainya orang Indonesia keruk-keruk tanah dapat Batubara, ekspor bayarannya dari buyer di Bank Singapore,” tandasnya.

  • Respons Ketua DPR Soal Pemberian Izin Tambang Bagi Kampus: Kita Buka Ruang Aspirasi – Halaman all

    Respons Ketua DPR Soal Pemberian Izin Tambang Bagi Kampus: Kita Buka Ruang Aspirasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua DPR RI Puan Maharani merespons polemik yang timbul dari wacana pemberian izin pertambangan bagi kampus atau dunia pendidikan dalam revisi UU Pertambangan dan Minerba (mineral dan batubara). Puan memastikan bahwa DPR akan membuka ruang aspirasi terkait revisi UU Pertambangan dan Batubara.

    “DPR akan membuka ruang seluas-luasnya untuk mendengarkan aspirasi dari seluruh elemen masyarakat, apakah itu perguruan tinggi, kemudian masyarakat, untuk mendengar aspirasinya,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

    Dengan menyerap aspirasi, Puan berharap revisi UU tersebut tak hanya bermanfaat bagi kampus, tapi juga untuk masyarakat.

    Sebab itu, aspirasi yang akan diterima DPR akan menjadi bahan masukan dalam pembentukan dan pembahasan RUU Pertambangan dan Minerba.

    “Saling mendengarkan memberikan masukan, begitu juga DPR harus memberikan tanggapan apa yang kami bahas di DPR,” pungkas Ketua DPP PDIP itu.

    Diketahui, usulan ini tercantum dalam Pasal 51A ayat (1) RUU Minerba, yang menyatakan bahwa WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi secara prioritas. 

    Pemberian izin tersebut mempertimbangkan luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), akreditasi perguruan tinggi minimal B, serta kontribusi dalam meningkatkan akses pendidikan.

    Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Mukri Friatna menyampaikan penolakan terhadap draf RUU Minerba yang memperoleh perguruan tinggi menerima wilayah izin usaha pertambangan (WIUP).

    “Saya kira bapak, ibu yang terhormat di DPR berhentilah mengikuti jejak kejahatan Mulyono. Dia yang menghancurkan Republik ini,” kata Mukri di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2025) lalu.

    Dia mengajak DPR agar mengecek lokasi-lokasi yang menjadi tempat pertambangan selama ini.

    Sebab, kata Mukri, dalam beberapa kasus, masyarakat justru menjadi korban kriminalisasi dan ruang hidupnya terancam akibat pertambangan.

    “Mari kita turun ke kampung-kampung di mana lokasi-lokasi IUP itu ada. Di mana lokasi-lokasi kontrak karya itu ada,” ucapnya.

    Menurutnya, lingkungan yang sudah rusak akibat aktivitas pertambangan selama ini banyak yang belum direklamasi.

    “Supaya jernih kita, benar nggak ada kerusakan lingkungannya. Benar nggak ada tumpang tindihnya. Benar nggak ada penggusuran. Betul tidak ada kriminalisasinya. Dan berapa sebetulnya pendapatan yang kita dapatkan dari sektor tambang tersebut,” tegas Mukri.

  • Usulan Kampus Diberi Izin Tambang dalam RUU Minerba, Puan Maharani: Jangan Saling Curiga

    Usulan Kampus Diberi Izin Tambang dalam RUU Minerba, Puan Maharani: Jangan Saling Curiga

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua DPR Puan Maharani memberikan respons terkait pro dan kontra soal usulan memberikan izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi atau kampus, yang diatur dalam revisi Undang-Undang No 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Puan mengimbau agar semua pihak tidak terburu-buru saling mencurigai dan lebih mengedepankan diskusi konstruktif.

    “Ruang-ruang diskusi ini penting untuk mencegah terjadinya salah persepsi, kesalahpahaman, atau miskomunikasi. Jangan langsung kita awali dengan saling curiga. Mari kita bicarakan dan diskusikan bersama dulu setiap poinnya. Insya Allah nantinya akan ada jalan tengah atau titik temu yang menguntungkan perguruan tinggi dan masyarakat,” ujar Puan di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2024).

    Terkait kekhawatiran izin tambang untuk kampus bisa mengurangi daya kritis akademisi terhadap pemerintah, Puan menekankan pentingnya dialog terbuka untuk menghindari kesalahpahaman.

    “DPR akan membuka ruang seluas-luasnya untuk mendengarkan aspirasi dari semua elemen masyarakat, baik perguruan tinggi maupun masyarakat umum,” tambah Ketua DPP PDIP tersebut.

    Lebih lanjut, Puan menyampaikan harapannya agar revisi UU Minerba bisa memberikan manfaat bagi semua pihak, termasuk universitas dan masyarakat luas.

    “Kami berharap undang-undang ini tidak hanya bermanfaat untuk perguruan tinggi, tetapi juga untuk masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk membuka ruang saling mendengarkan. DPR akan menampung masukan dan memberikan tanggapan atas berbagai pandangan yang muncul dalam pembahasan UU ini,” pungkas Puan.

    Sebelumnya, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, menegaskan pihaknya belum melakukan pembahasan terkait usulan tersebut.

    “Kami belum ada pembahasan mengenai itu sama sekali,” kata Satryo di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (23/1/2025).

  • Wacana Pemberian Konsesi Tambang Perguruan Tinggi untuk Bungkam Kritik, Ketua DPR: Jangan Saling Curiga

    Wacana Pemberian Konsesi Tambang Perguruan Tinggi untuk Bungkam Kritik, Ketua DPR: Jangan Saling Curiga

    loading…

    Ketua DPR Puan Maharani merespons wacana pemberian konsesi tambang ke perguruan tinggi bakal menutup ruang kritis akademisi. Foto: Achmad Al Fiqri

    JAKARTA – Ketua DPR Puan Maharani merespons wacana pemberian konsesi tambang ke perguruan tinggi bakal menutup ruang kritis akademisi. Menurut dia, seluruh pihak tak perlu saling curiga mengenai Revisi Undang-Undang (RUU) Minerba.

    “Ya ruang-ruang ini yang kita buka supaya tidak terjadi salah persepsi atau salah komunikasi atau miskom, jadi jangan belum apa-apa kita saling curiga,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2025).

    Seluruh pihak perlu bicara dengan DPR. Dengan begitu, dia meyakini akan ada solusi yang dihasilkan atas perbedaan persepsi terkait RUU Minerba.

    “Kita sama-sama bicarakan bersama dulu, poin apa, yang nantinya semoga ada jalan tengah, titik temu supaya nantinya bermanfaat bagi masyarakat,” katanya

    Puan memastikan DPR terbuka bagi seluruh pihak yang ingin menyampaikan aspirasi perihal RUU Minerba. RUU Minerba sengaja dibuat agar masyarakat bisa merasakan manfaat.

    “Yang kami harapkan UU ini nantinya bukan hanya bermanfaat bagi universitas atau perguruan tinggi, tapi bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Puan.

    “Jadi membuka ruang untuk masyarakat apakah saling mendengarkan memberikan masukan, begitu juga DPR harus memberikan tanggapan apa yang kami bahas di DPR,” tambahnya.

    DPR mengesahkan RUU Minerba menjadi RUU usul inisiatif DPR. Salah satu poin penting dalam RUU ini adalah pemberian prioritas pengelolaan tambang kepada UMKM hingga perguruan tinggi atau kampus.

    “Apakah RUU tentang Perubahan Keempat atas UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dapat disetujui menjadi RUU inisiatif DPR? Setuju?” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad disambut setuju seluruh anggota DPR yang hadir pada sidang paripurna, Kamis (23/1/2025).

    (jon)

  • Kampus Dapat Izin Tambang di Revisi UU Minerba, Puan: Jangan Diawali dengan Saling Curiga

    Kampus Dapat Izin Tambang di Revisi UU Minerba, Puan: Jangan Diawali dengan Saling Curiga

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua DPR Puan Maharani menegaskan pihaknya akan membuka ruang atas masukan masyarakat dalam pembahasan revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba).

    Dia mengatakan, penerimaan aspirasi ini dimaksudkan untuk mencegah salah persepsi atau salah komunikasi antara semua pihak terkait dan masyarakat.

    “Jadi jangan belum apa-apa kita awali dengan saling curiga, marilah kita sama-sama bicarakan dan diskuskan bersama dulu poin-poin apa, hal-hal apa yang Insyaallah nantinya semoga ada jalan tengah atau titik temu,” katanya di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2025).

    Anak dari Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) ini berharap dengan adanya titik temu tersebut, revisi UU Minerba dapat bermanfaat bagi perguruan tinggi dan masyarakat. 

    “Jadi membuka ruang untuk saling mendengarkan apakah masyarakat memberikan masukan, begitu juga DPR harus memberikan tanggapan apa yang akan kami bahas di DPR,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Puan juga memastikan akan adanya partisipasi bermakna (meaningful participation) dalam pembahasan revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba). 

    Dia meminta agar Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dapat menerima masukan-masukan dari luar parlemen, seperti kampus-kampus dan para ahli. Terkhusus mengenai pemberian izin usaha pertambangan (WIUP) ke kampus. 

    “Nanti akan dilakukan participation meaningful, kita minta supaya teman-teman yang ada di Baleg membuka, mendapatkan masukan dari luar, dan menerima masukan,” katanya di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (4/1/2025).

    Untuk diketahui, DPR RI resmi menyetujui usulan Badan Legislatif (Baleg) tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No 4/2009 tentang Mineral dan Batu bara (UU Minerba). Alhasil, RUU yang baru dibahas pada awal pekan ini resmi menjadi usulan inisiatif DPR.  

  • Anggota DPR Minta Angkutan Pertambangan yang Gunakan Jalur Umum Ditindak Tegas  – Halaman all

    Anggota DPR Minta Angkutan Pertambangan yang Gunakan Jalur Umum Ditindak Tegas  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Edi Purwanto, meminta agar angkutan pertambangan yang menggunakan jalan umum ditindak tegas.

    Edi meminta agar hal tersebut diatur dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba).

    Dia menegaskan, penggunaan jalan umum oleh kendaraan tambang harus dihentikan tanpa pandang bulu dan tawar menawar.

    “Revisi UU Minerba harus memastikan pembangunan jalan khusus menjadi kewajiban yang tidak bisa ditawar dan kewajiban membangun jalan khusus benar-benar dijalankan,” kata Edi kepada Tribunnews.com, Rabu (29/1/2025).

    Menurut Edi, hal tersebut sejatinya sudah diatur dalam Pasal 92 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

    Dia menyebut bahwa UU tersebut sudah mewajibkan perusahaan tambang membangun jalan khusus untuk kegiatan operasionalnya. 

    Namun, implementasinya masih lemah, sehingga kendaraan tambang tetap diizinkan menggunakan jalan umum.

    “Penggunaan jalan umum ini jelas menimbulkan masalah. Selain merusak jalan yang tidak dirancang untuk kendaraan berat, situasi ini juga terbukti menimbulkan konflik sosial, dan membahayakan keselamatan masyarakat hingga menimbulkan banyak korban jiwa,” ujar Edi.

    Edi menegaskan bahwa revisi UU Minerba harus mengatur sanksi bagi perusahaan yang tidak mematuhi kewajiban tersebut.

    Dia mengusulkan agar revisi UU Minerba memberikan aturan yang konkret mengenai batas waktu pembangunan jalan khusus tambang oleh perusahaan, disertai dengan sanksi tegas apabila perusahaan tak memenuhi kewajiban.

    “Saya juga mengusulkan harus ada penekanan kaitan pembatasan ketat penggunaan jalan umum oleh kendaraan tambang, hanya dalam kondisi darurat dan dengan kompensasi yang jelas untuk perbaikan infrastruktur. Selain itu juga harus ada tim pengawasan terpadu oleh pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat untuk memastikan perusahaan tambang mematuhi aturan,” tegasnya.

    Sebab, kata Edi, penggunaan jalur umum oleh angkutan pertambangan telah mengakibatkan kerusakan masif pada infrastruktur, terutama jalan kabupaten dan provinsi.

    “Selain itu, polusi debu, kebisingan, dan peningkatan kecelakaan menjadi dampak lain yang dirasakan masyarakat. Kita harus melindungi masyarakat dari dampak negatif aktivitas tambang. Perusahaan tambang tidak boleh hanya fokus pada keuntungan tanpa memikirkan dampak sosial dan lingkungan,” ungkapnya.

     

  • Anggap Jaksa Tak Tersentuh Hukum, Pegiat Media Sosial Ferry Irwandi Desak UU Kejaksaan Direvisi – Halaman all

    Anggap Jaksa Tak Tersentuh Hukum, Pegiat Media Sosial Ferry Irwandi Desak UU Kejaksaan Direvisi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pendiri Malaka Project, Ferry Irwandi mengkritik Revisi Undang-Undang Kejaksaan tahun 2021 karena memunculkan kekhawatiran besar terhadap independensi hukum di Indonesia. 

    Ferry yang juga pegiat media sosial itu juga mengatakan, salah satu sorotan utama adalah pasal yang mengatur bahwa pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, hingga penahanan terhadap seorang jaksa hanya dapat dilakukan dengan izin Jaksa Agung. 

    Ia beranggapan, ketentuan ini memberikan imunitas yang berpotensi mengancam keadilan dan supremasi hukum.

    “Kita berbicara tentang sebuah lembaga yang semakin hari semakin overpower. Dengan ketentuan bahwa jaksa hanya dapat diproses hukum atas izin Jaksa Agung, ini memberikan hak imunitas yang sangat berbahaya,” ujar Ferry dalam keterangannya, Rabu (29/1/2025).

    Sejatinya kata Ferry, imunitas itu sebenarnya dapat diterima jika tujuannya untuk melindungi jaksa yang menjalankan tugasnya secara profesional. 

    Akan tetapi, bagaimana jika pelanggaran hukum dilakukan di luar tugas tersebut.

    “Ini yang menjadi masalah. Tidak ada mekanisme yang jelas untuk menangani jaksa yang terlibat tindak pidana di luar tugasnya,” tegasnya.

    Ferry pun mencontohkan kasus jaksa yang memeras terdakwa di Kejaksaan Negeri Batubara, Sumatra Utara, di mana hukuman hanya berupa mutasi tanpa konsekuensi pidana. 

    Tak hanya itu, vonis ringan terhadap Jaksa Pinangki dan lain sebagainya menurut dia juga menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan internal belum mampu menegakkan keadilan.

    “Ketika sebuah institusi memiliki hak imunitas yang terlalu besar tanpa pengawasan yang memadai, risiko manipulasi, korupsi, dan tirani semakin besar,” jelasnya.

    “Tanpa check and balance yang jelas, Kejaksaan bisa berubah menjadi lembaga super body yang tidak terkendali, dan ini akan sangat berbahaya bagi negara demokratis kita,” sambung Ferry.

    Tak hanya itu, Ferry juga menyoroti revisi Undang-Undang Kejaksaan tahun 2021 sebagai momen krusial di mana kekuasaan Kejaksaan justru semakin bertambah. Ia menilai beberapa pasal, termasuk Pasal 8 Ayat 5, sangat problematik. 

    “Kalau KPK atau Polri ingin memproses seorang jaksa, harus ada persetujuan Jaksa Agung. Ini berarti, seorang jaksa yang melanggar hukum berpotensi dilindungi oleh sistem yang ada,” katanya.

    Untuk mengatasi permasalahan ini, Ferry pun menyerukan perlunya revisi Undang-Undang Kejaksaan secara mendalam. 

    Ia menekankan pentingnya mekanisme pengawasan yang kuat untuk menjaga keseimbangan kekuasaan di tubuh Kejaksaan.

    “Check and balance adalah fondasi dasar dari negara demokrasi. Tanpa itu, kita membuka pintu lebar-lebar untuk tirani dan ketidakadilan. Revisi undang-undang ini harus menjadi prioritas untuk melindungi keadilan dan kepentingan publik,” pungkasnya.

  • Kemenperin Tunjuk Petrokimia Gresik Jadi Industri Percontohan Penggunaan Teknologi Dekarbonisasi – Halaman all

    Kemenperin Tunjuk Petrokimia Gresik Jadi Industri Percontohan Penggunaan Teknologi Dekarbonisasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjuk anggota holding Pupuk Indonesia, Petrokimia Gresik menjadi salah satu industri percontohan penggunaan teknologi Carbon Capture and Utilization (CCU) dalam rangka mengurangi emisi industri (dekarbonisasi).

    Hal ini merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman yang ditandatangani Petrokimia Gresik bersama Kemenperin dan Uwin Resource Regeneration Inc. (UWIN) di Jakarta, baru-baru ini.

    Direktur Utama Petrokimia Gresik, Dwi Satriyo Annurogo mengatakan pihaknya memiliki komitmen kuat untuk mengurangi emisi industri guna mendukung program Net Zero Emission (NZE) yang ditarget Pemerintah tahun 2050. 

    Upaya ini juga merupakan arahan dari Kementerian BUMN RI dalam rangka mendukung program Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang mendorong kehidupan harmonis dengan lingkungan dan alam.

    “Petrokimia Gresik telah lama menggencarkan program dekarbonisasi. Melalui serangkaian inisiatif yang terukur, upaya ini memastikan bahwa Petrokimia Gresik tidak hanya menerapkan prinsip-prinsip Sustainable Development Goals (SDGs) dalam kegiatan operasionalnya, tetapi juga patuh terhadap regulasi emisi yang berlaku,” ujar Dwi Satriyo dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Rabu(29/1/2025).

    Pada proyek dekarbonisasi ini, lanjut Dwi, Petrokimia Gresik menggunakan teknologi CCU yang telah terbukti mempercepat penurunan emisi karbon industri. Sementara UWIN merupakan perusahaan swasta manufaktur asal Taiwan yang memiliki teknologi penangkapan dan pemanfaatan karbon (Carbon Capture and Utilization).

    Dalam kerja sama ini, UWIN menyediakan mesin teknologi CCU, dan bertanggung jawab atas material yang digunakan atau dihasilkan dari mesin tersebut. Petrokimia Gresik sendiri bertugas menyediakan lahan untuk pemasangan mesin CCU. Selain itu juga melengkapi utilitas listrik, air bersih, dan sumber daya lainnya yang diperlukan selama proyek percontohan.

    Lebih lanjut Dwi Satriyo menjelaskan, Petrokimia Gresik juga memiliki Roadmap dekarbonisasi yang akan dijalankan perusahaan tahun 2025 hingga tahun 2030 mendatang. 

    Diantaranya transisi energi dari batubara beralih ke gas alam pada Furnace di Pabrik Phonska IV, peralihan penggunaan BBM ke bahan bakar gas pada proses pemanasan di Pabrik Asam Sulfat II, Co-Firing biomassa, Pabrik Hybrid Green Ammonia, Pabrik Soda Ash, dan lainnya.

    “Dekarbonisasi ini sekaligus menjadi upaya Petrokimia Gresik untuk mendukung Pupuk Indonesia menjadi leader dalam industri hijau. Kepedulian pada lingkungan saat ini menjadi instrumen penting untuk meningkatkan daya saing bisnis, khususnya di pasar internasional,” pungkas Dwi Satriyo. (*)

  • DPR Tekankan Pengelolaan Minerba Harus untuk Kemakmuran Rakyat

    DPR Tekankan Pengelolaan Minerba Harus untuk Kemakmuran Rakyat

    Jakarta (beritajatim.com) – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Reni Astuti, mengingatkan bahwa orientasi pengelolaan sumber daya mineral dan batubara (minerba) harus selalu berlandaskan pada kemakmuran rakyat, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

    Reni juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam untuk pembangunan ekonomi dan upaya pelestarian lingkungan. Hal ini bertujuan agar sektor minerba dapat berkontribusi secara berkelanjutan bagi kemajuan bangsa.

    “Pengelolaan minerba harus diawasi oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ini adalah prinsip dasar yang harus menjadi pegangan bagi semua pihak, baik pemerintah maupun pelaku usaha, dalam menjalankan kegiatan di sektor ini,” ujar anggota DPR dari Dapil Jawa Timur 1 (Surabaya–Sidoarjo) itu.

    Reni menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam monitoring dan evaluasi terhadap produktivitas izin usaha pertambangan (IUP) yang telah dikeluarkan. Ia menegaskan bahwa pengawasan ini sangat krusial untuk memastikan bahwa izin yang diberikan benar-benar membawa manfaat bagi rakyat, bukan justru menimbulkan kerusakan lingkungan atau masalah sosial.

    “Pemerintah harus aktif memonitor dan mengevaluasi produktivitas setiap izin usaha pertambangan. Langkah ini diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan di sektor minerba tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan negara,” tegasnya.

    DPR RI secara resmi mengesahkan Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) sebagai Rancangan Undang-Undang (RUU) Usul Inisiatif DPR pada Kamis (23/1/2025) lalu.

    Reni berharap, dengan pengesahan revisi RUU Minerba sebagai RUU Usul Inisiatif, DPR RI dapat mendorong pengelolaan sektor pertambangan yang lebih baik, transparan, dan bertanggung jawab, sejalan dengan amanat konstitusi.

    Reni Astuti memberikan catatan penting terkait proses pembahasan revisi RUU Minerba. Menurutnya, meaningful participation atau partisipasi bermakna harus dijunjung tinggi dalam setiap tahap pembahasan undang-undang.

    “Masukan dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat dan institusi yang hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Baleg, harus menjadi bahan pertimbangan utama dalam proses pembahasan. Jangan sampai aspirasi masyarakat diabaikan, karena ini menyangkut kepentingan strategis bangsa,” tegas politisi asal Surabaya itu.

    Dalam catatan RDP di Badan Legislasi DPR RI, sudah ada sejumlah lembaga dan organisasi masyarakat yang hadir untuk menyampaikan respon, masukan, dan sarannya. Di antaranya adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persatuan Umat Islam (PUI), Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Industri Mineral RI (DPP AMRI), Persatuan Gereja Indonesia (PGI), PB Aljam’iyatul Washliyah, ASPEBINDO, PB NU, PP Muhammadiyah, dan Asosiasi Penambang Nikel (APNI).

    Sebagai bagian dari catatan Fraksi PKS, Reni juga mengingatkan bahwa proses legislasi harus berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini, menurutnya, penting untuk memastikan bahwa produk hukum yang dihasilkan tidak cacat secara formil maupun materiil di kemudian hari.

    “Kita harus pastikan proses legislasi ini berjalan sesuai aturan. Jangan sampai kemudian malah dibatalkan oleh MK karena ada cacat dalam prosesnya,” ujar Reni. [hen/beq]

  • Sebut Jaksa Tak Tersentuh Hukum, Ferry Irwandi Minta UU Kejaksaan Direvisi

    Sebut Jaksa Tak Tersentuh Hukum, Ferry Irwandi Minta UU Kejaksaan Direvisi

    GELORA.CO – Pendiri Malaka Project, Ferry Irwandi mengkritik Revisi Undang-Undang Kejaksaan tahun 2021 karena memunculkan kekhawatiran besar terhadap independensi hukum di Indonesia. 

    Salah satu sorotan utama adalah pasal yang mengatur bahwa pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, hingga penahanan terhadap seorang jaksa hanya dapat dilakukan dengan izin Jaksa Agung. 

    Ketentuan ini dinilai memberikan imunitas yang berpotensi mengancam keadilan dan supremasi hukum.

    “Kita berbicara tentang sebuah lembaga yang semakin hari semakin overpower. Dengan ketentuan bahwa jaksa hanya dapat diproses hukum atas izin Jaksa Agung, ini memberikan hak imunitas yang sangat berbahaya,” ujar Ferry dalam keterangannya, Selasa 28 Januari 2025.

    Menurut Ferry, imunitas ini sebenarnya dapat diterima jika tujuannya untuk melindungi jaksa yang menjalankan tugasnya secara profesional. Namun, bagaimana jika pelanggaran hukum dilakukan di luar tugas tersebut.

    “Ini yang menjadi masalah. Tidak ada mekanisme yang jelas untuk menangani jaksa yang terlibat tindak pidana di luar tugasnya,” tegasnya.

    Kasus-kasus sebelumnya telah membuktikan adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan di tubuh Kejaksaan.

    Ferry menyebut contoh kasus jaksa yang memeras terdakwa di Kejaksaan Negeri Batubara, Sumatra Utara, di mana hukuman hanya berupa mutasi tanpa konsekuensi pidana.

    Belum lagi vonis ringan Jaksa Pinangki dan lain sebagainya yang menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan internal belum mampu menegakkan keadilan.

    “Ketika sebuah institusi memiliki hak imunitas yang terlalu besar tanpa pengawasan yang memadai, risiko manipulasi, korupsi, dan tirani semakin besar,” jelas pria yang pernah menantang dukun santet se-Indonesia itu.

    “Tanpa check and balance yang jelas, Kejaksaan bisa berubah menjadi lembaga super body yang tidak terkendali, dan ini akan sangat berbahaya bagi negara demokratis kita,” kata Ferry.

    Ferry juga menyoroti revisi Undang-Undang Kejaksaan tahun 2021 sebagai momen krusial di mana kekuasaan Kejaksaan justru semakin bertambah. Ia menilai beberapa pasal, termasuk Pasal 8 Ayat 5, sangat problematik.

    “Kalau KPK atau Polri ingin memproses seorang jaksa, harus ada persetujuan Jaksa Agung. Ini berarti, seorang jaksa yang melanggar hukum berpotensi dilindungi oleh sistem yang ada,” katanya.

    Untuk mengatasi permasalahan ini, pria kelahiran Jambi itu menyerukan perlunya revisi Undang-Undang Kejaksaan secara mendalam. Ia menekankan pentingnya mekanisme pengawasan yang kuat untuk menjaga keseimbangan kekuasaan di tubuh Kejaksaan.

    “Check and balance adalah fondasi dasar dari negara demokrasi. Tanpa itu, kita membuka pintu lebar-lebar untuk tirani dan ketidakadilan. Revisi undang-undang ini harus menjadi prioritas untuk melindungi keadilan dan kepentingan publik,” tandasnya.