Produk: Batu Bara

  • Rencana Kenaikan Tarif Royalti, Aspebindo Minta 20% PNBP Minerba untuk Penghiliran

    Rencana Kenaikan Tarif Royalti, Aspebindo Minta 20% PNBP Minerba untuk Penghiliran

    Bisnis.com, JAKARTAAsosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (ASPEBINDO) mengusulkan agar 20% PNBP royalti mineral dan batu bara (minerba) yang masuk ke kas negara dialokasikan untuk percepatan hilirisasi.

    Hal ini diusulkan seiring dengan rencana pemerintah yang akan menaikkan tarif royalti minerba. Ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan pendapatan negara sekaligus mendorong industrialisasi hilir.

    Wakil Ketua Umum ASPEBINDO Fathul Nugroho mengatakan pemerintah agar mengalokasikan 20% dari PNBP royalti minerba untuk pengembangan industri hilir yang nilainya sekitar Rp28 triliun. 

    Menurutnya, alokasi ini diharapkan dapat mendanai pembangunan Infrastruktur pendukung seperti pembangunan smelter, kawasan industri hijau, dan jaringan energi terbarukan. Kemudian, riset dan inovasi teknologi pemurnian mineral serta reduksi emisi di sektor pertambangan.

    “Serta, pendidikan dan pelatihan SDM berkompetensi tinggi di bidang pengolahan mineral dan manajemen rantai pasok,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (24/3/2025).

    Dia menilai kenaikan royalti harus berbanding lurus dengan komitmen hilirisasi. Artinya, jangan sampai Indonesia hanya menjadi pengekspor bahan mentah, sedangkan nilai tambah dinikmati negara lain. 

    “Kami siap bersinergi dengan pemerintah untuk memastikan kenaikan royalti tidak membebani industri, melainkan menjadi investasi jangka panjang bagi kemandirian bangsa,” katanya. 

    Di sisi lain, Fathul berpendapat tarif royalti minerba Indonesia masih tetap kompetitif walaupun nanti mengalami kenaikan. Asalkan, kenaikan itu tidak lebih dari 2 kali lipat dibandingkan negara produsen utama lainnya, seperti Australia, China, India, Filipina, Chile, dan Amerika Serikat (AS).  

    Sebagai perbandingan, untuk tarif royalti batu bara di Indonesia ditetapkan berjenjang sesuai dengan range harga batu bara acuan (HBA) di mana 5% hingga 13,5% untuk izin usaha pertambangan (IUP) dan 13,5% hingga 28% untuk izin usaha pertambangan khusus (IUPK). 

    Rencananya, pemerintah akan menaikkan tarif sekitar 10% dari angka saat ini. Sementara, untuk kenaikan tarif royalti mineral bervariasi sesuai jenis komoditas. 

    Sebagai contoh, kenaikan royalti untuk komoditas bijih tembaga akan naik dari 5% menjadi 17% , nickel matte dari 2% menjadi 6,5%, dan feronikel dari 2% menjadi 7%. 

    Adapun tarif royalti batu bara Indonesia memang lebih tinggi dari negara lain seperti Australia yang sebesar 7% higga 15% tergantung jenis penambangan dan negara bagian, serta China sekitar 2% hingga 10%. 

    Namun, metode penambangan batu bara di Australia dan China banyak tipe underground mining yang berbiaya tinggi sekitar 20% dan 60% untuk masing-masing negara. 

    Sedangkan untuk komoditas seperti nikel, tarif royalti Indonesia tidak jauh berbeda dengan negara lain, seperti Australia 5% hingga 7,5% untuk nikel olahan. Lalu, Filipina memberlakukan tarif 5% untuk nikel ditambah pajak ekspor. 

    Sementara itu, Chile menerapkan sistem hybrid 1% ad valorem ditambah pajak laba progresif 8% – 26% untuk semua mineral non-tembaga termasuk nikel. Lalu AS memiliki 3% – 5% untuk nikel dan tergantung kebijakan negara bagian.  

    Oleh karena itu, Fathul menilai Indonesia berada pada posisi strategis dalam penentuan suplai dan harga komoditas dunia, baik batu bara dan nikel sebagai negara dengan cadangan terbesar di dunia. 

    “Hal ini sejalan dengan ambisi hilirisasi, dimana batubara dan mineral diolah mendapatkan nilai tambah sebelum diekspor,” tuturnya.

  • Indonesia Airlines Belum Bisa Terbang Hingga Proyek Besar Prabowo

    Indonesia Airlines Belum Bisa Terbang Hingga Proyek Besar Prabowo

    Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia Airlines, perusahaan penerbangan baru yang berkantor pusat di Singapura belum bisa beroperasi di Indonesia. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menegaskan, maskapai tersebut belum dapat terbang atau beroperasi di langit Tanah Air karena belum mengajukan izin.

    Sementara itu, Presiden RI Prabowo Subianto berencana untuk melanjutkan pengembangan proyek yang dinilai bisa menggantikan LPG sebagai bahan bakar. Proyek tersebut ialah gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME).

    Selengkapnya saksikan di Program Evening Up CNBC Indonesia, Senin (24/03/2025).

  • Royalti Nikel RI Tertinggi, ESDM: Indonesia sedang Membangun

    Royalti Nikel RI Tertinggi, ESDM: Indonesia sedang Membangun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menanggapi pernyataan pengusaha yang menyebut royalti nikel di Indonesia menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan negara lain.

    Dirjen Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan kenaikan tarif royalti minerba, khususnya nikel tidak bertujuan untuk memberatkan pengusaha. 

    Tri pun meminta para pengusaha untuk ikut mendukung wacana kenaikan tarif royalti minerba demi mengerek penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

    “Ini negara kita lagi mau membangun, butuh [dana] dan lain sebagainya. Mari bareng-bareng dukung kalau misalnya isu negara kita royalty-nya terlalu tinggi,” kata Tri di Kantor Kementerian ESDM, Senin (24/3/2025).

    Dia juga menyebut biaya untuk penambangan nikel di Tanah Air 40% lebih rendah dibanding negara lain. Oleh karena itu, wajar-wajar saja jika tarif royalti naik.

    Apalagi, Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. 

    “Wajar-wajar dan yang ada di Pasal 33 itu ya hanya [untuk kesejahteraan rakyat] Indonesia kan bumi air dan segala kekayaannya. Kalau yang di Australia ini kan pemilik tanah yang di dalamnya. Ini kan beda,” jelas Tri.

    Sebelumnya, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) membeberkan tarif royalti nikel di Indonesia menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan negara-negara penghasil nikel lainnya.  

    Sekjen APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan, pihaknya pun meminta pemerintah untuk kembali mempertimbangkan ulang rencana kenaikan tarif royalti tahun ini dari single tariff 10% menjadi progresif 14%—19% untuk bijih nikel. 

    “Saya coba banding-bandingkan dengan negara lain. Ternyata dari seluruh negara penghasil nikel, kita yang tertinggi, yang 10%. Belum tambah yang 14-19%,” kata Meidy, Senin (18/3/2025).  

    Dia menerangkan bahwa perbandingan tersebut baru menggunakan besaran tarif 10% sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2019 mengatur tarif atas jenis PNBP. Menurut Meidy, rencana kenaikan royalti dengan kisaran 14%—19% tidak realistis. 

    Terlebih industri saat ini dihadapkan berbagai kewajiban yang meningkatkan ongkos produksi, sementara harga nikel global terus mengalami penurunan. Beban royalti yang meningkat akan semakin menggerus margin usaha yang sudah tipis. 

    “Negara penghasil nikel, bahkan ada yang bayar royalti basisnya profit. Kayak pajak saja. Di beberapa negara seperti Amerika, Afrika, Eropa, dan negara-negara tetangga kita lebih rendah dibanding Indonesia,” jelasnya. 

    Dia menyebutkan, tarif royalti nikel di negara produsen di Asia seperti China besaran tarifnya hanya 2–10%, Jepang 1–1,2%, Filipina 5–9%, Vietnam 10%.  

    Kemudian, di Afrika seperti DRC (Congo) besaran tarif royalti nikel sebesar 3,5%, Afrika Selatan 0,5 -7%, dan Zambia besar tarif royalti nikel 5%. Di Eropa, Rusia misalnya, tarif yang dikenakan pun hanya 8%. 

  • Diincar Prabowo, Ini Daftar Sumber Pendapatan Baru Negara

    Diincar Prabowo, Ini Daftar Sumber Pendapatan Baru Negara

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah tengah merevisi peraturan terkait tarif royalti di sektor mineral dan batu bara (minerba). Hal ini dilakukan guna meningkatkan kontribusi penerimaan negara dari sektor tambang.

    Setidaknya terdapat beberapa komoditas tambang yang masuk dalam daftar revisi kenaikan tarif royalti. Mulai dari komoditas Batu bara, Timah, Emas, Perak, Tembaga, Nikel, hingga Platina.

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa pemerintah tengah melakukan pembahasan untuk meningkatkan pendapatan negara. Utamanya melalui optimalisasi royalti di sektor pertambangan.

    Menurut dia, selain rencana meningkatkan royalti pertambangan minerba, pemerintah juga tengah menggali potensi pendapatan negara dari jenis turunan mineral lainnya, yang selama ini belum menjadi bagian dari pendapatan negara.

    Hingga saat ini, Bahlil mengaku pembahasan perihal kenaikan tarif royalti sektor minerba hampir final. “Royalti baik dari bahan bakunya sampai dengan barang jadinya. Ini juga dalam rangka menunjang proses hilirisasi,” ungkapnya di Kompleks Istana Presiden, dikutip Senin (24/3/2025).

    Asal tahu saja, pemerintah tengah merevisi aturan terkait royalti dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor mineral dan batu bara (minerba). Hal ini tak lain untuk meningkatkan kontribusi sektor pertambangan untuk penerimaan negara.

    Setidaknya terdapat dua aturan yang tengah direvisi, antara lain Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PP No.15 tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.

    Lantas, berapa saja besaran rencana kenaikan tarif royalti tambang tersebut? Berikut bocoran dari dokumen usulan revisi royalti minerba yang diterima CNBC Indonesia:

    Batu bara:

    Saat ini berlaku tarif progresif sesuai Harga Batu Bara Acuan (HBA) dan tarif PNBP IUPK 14%-28%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti naik 1% untuk HBA lebih dari sama dengan US$ 90 per ton sampai tarif maksimum 13,5%. Lalu, tarif IUPK 14%-28% dengan perubahan rentang tarif (Revisi PP no.15/2022).

    Nikel:

    Bijih nikel: Saat ini berlaku single tarif bijih nikel 10%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif 14%-19%. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 40%-90% dari tarif yang berlaku saat ini.

    Nikel matte: Saat ini berlaku single tarif nikel matte 2% dan windfall profit ditambah 1%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif 4,5%-6,5% dan windfall profit dihapus. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 125%-225% dari tarif yang berlaku saat ini.

    Ferro nikel: Saat ini berlaku single tarif ferro nikel 2%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif 5%-7%. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 150%-250% dari tarif yang berlaku saat ini.

    Nikel pig iron (NPI): Saat ini berlaku single tarif nikel pig iron (NPI) 5%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif 5%-7%. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 0%-40% dari tarif yang berlaku saat ini.

    Tembaga:

    Bijih tembaga: Saat ini berlaku single tarif bijih tembaga 5%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif 10%-17%. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 100%-240% dari tarif yang berlaku saat ini.

    Konsentrat tembaga: Saat ini berlaku single tarif konsentrat tembaga 4%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif 7%-10%. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 100%-250% dari tarif yang berlaku saat ini.

    Katoda tembaga: Saat ini berlaku single tarif katoda tembaga 2%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif 4%-7%. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 100%-250% dari tarif yang berlaku saat ini.

    Emas:

    Saat ini berlaku tarif progresif mulai dari 3,75%-10%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif mulai dari 7%-16%.

    Perak:

    Saat ini berlaku single tarif 3,25%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti single tarif 5%.

    Platina:

    Saat ini berlaku single tarif 2%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti single tarif 3,75%.

    Timah:

    Logam timah: Saat ini berlaku single tarif 3%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif bersifat progresif mulai dari 3%-10%. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 0%-233% dari tarif yang berlaku saat ini.

    (pgr/pgr)

  • Prabowo Tiba-Tiba Incar Sumber Pendapatan Baru Negara dari Sektor Ini

    Prabowo Tiba-Tiba Incar Sumber Pendapatan Baru Negara dari Sektor Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah tengah berupaya menggenjot potensi berbagai sumber pendapatan negara dari sumber daya alam. Salah satunya dengan mengerek tarif royalti untuk hasil tambang mineral dan batu bara (minerba).

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa pemerintah tengah melakukan pembahasan untuk meningkatkan pendapatan negara. Utamanya melalui optimalisasi royalti di sektor pertambangan.

    “Tadi kita melakukan pembahasan untuk melakukan exercise beberapa sumber-sumber pendapatan negara baru, khususnya peningkatan royalti di sektor emas, nikel, dan beberapa komoditas lain, termasuk dalamnya adalah batu bara,” kata Bahlil di Kompleks Istana Presiden, dikutip Senin (24/3/2025).

    Menurut Bahlil, selain rencana meningkatkan royalti pertambangan minerba, pemerintah juga tengah menggali potensi pendapatan negara dari jenis turunan mineral lainnya, yang selama ini belum menjadi bagian dari pendapatan negara.

    Hingga saat ini, Bahlil mengaku pembahasan perihal kenaikan tarif royalti sektor minerba hampir final. “Royalti baik dari bahan bakunya sampai dengan barang jadinya. Ini juga dalam rangka menunjang proses hilirisasi,” ungkapnya.

    Asal tahu saja, pemerintah tengah merevisi aturan terkait royalti dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor mineral dan batu bara (minerba). Hal ini tak lain untuk meningkatkan kontribusi sektor pertambangan untuk penerimaan negara.

    Setidaknya terdapat dua aturan yang tengah direvisi, antara lain Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PP No.15 tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.

    Ada beberapa komoditas yang rencananya akan dinaikkan tarif royaltinya, antara lain batu bara, timah, tembaga, nikel, emas, perak, hingga platina.

    (pgr/pgr)

  • Duh! UNCTAD Sebut Perang Dagang Hambat Industrialisasi Negara Berkembang

    Duh! UNCTAD Sebut Perang Dagang Hambat Industrialisasi Negara Berkembang

    Bisnis.com, JAKARTA — United Nations Conference on Trade and Development alias UNCTAD mewanti-wanti kebijakan tarif impor tinggi yang memicu perang dagang seperti yang terjadi belakangan akan menghambat industrialisasi negara berkembang.

    Dalam laporan terbaru bertajuk UNCTAD Global Trade Update March 2024, lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu menyatakan peningkatan tarif menghambat negara-negara berkembang untuk mengekspor barang-barang bernilai tambah sehingga memperlambat proses industrialisasi dalam negeri.

    UNCTAD menegaskan bahwa tarif merupakan instrumen penting dalam kebijakan perdagangan internasional terutama untuk negara berkembang. Setidaknya, instrumen tarif bisa memberikan tiga manfaat penting bagi negara berkembang.

    Pertama, tarif berfungsi sebagai sumber pendapatan negara melalui pajak langsung. Dalam banyak kasus, UNCTAD mencatat tarif memberikan kontribusi yang signifikan terhadap anggaran pemerintah, membiayai layanan penting seperti infrastruktur, perawatan kesehatan, dan pendidikan.

    Kedua, tarif dapat bertindak sebagai instrumen kebijakan untuk mendukung industri yang baru berdiri. Dengan mengenakan bea masuk pada barang impor, industri dalam negeri bisa terlebih dahulu tumbuh sebelum bersaing secara langsung dengan pemain yang lebih mapan di pasar global.

    Ketiga, tarif memengaruhi akses pasar dan negosiasi perdagangan. UNCTAD mencatat negara-negara berkembang sering kali menggunakan sistem perjanjian perdagangan yang rumit dan skema akses pasar preferensial yang menentukan tarif saat mengekspor barang.

    Sebaliknya, banyak negara maju memberikan akses istimewa untuk ekspor dari negara-negara berkembang dan sektor-sektor tertentu—seperti pertanian dan pakaian—terus mengalami tarif tinggi. Akibatnya, kemampuan negara-negara berkembang untuk memperluas ekspor dan berintegrasi ke dalam rantai nilai global semakin terbatas.

    Di sisi lain, UNCTAD turut menyampaikan bahwa bea masuk yang tinggi turut dapat meningkatkan biaya bagi pelaku usaha dan konsumen sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi dan daya saing.

    UNCTAD melihat sudah menjadi pola umum bahwa barang olahan dikenai tarif tinggi, sementara bahan mentah dikenai tarif lebih rendah. Pola tersebut diyakini menghambat ekspor produk bernilai tambah dari negara berkembang sehingga menghambat upaya industrialisasi.

    “Dalam konteks ini, para pembuat kebijakan di negara-negara berkembang harus mencapai keseimbangan antara memanfaatkan tarif untuk pembangunan ekonomi dan berintegrasi ke dalam ekonomi global melalui liberalisasi perdagangan,” tulis UNCTAD dalam laporan tersebut.

    Lebih lanjut, UNCTAD melaporkan perdagangan barang mulai melambat pada kuartal IV/2024, sementara perdagangan jasa masih mempertahankan momentumnya yang kuat.

    Sementara itu, data awal pada kuartal I/2025, menunjukkan pertumbuhan yang baik pada barang maupun jasa. Hanya saja, sebagian besar pertumbuhan itu diyakini merupakan antisipasi awal kebijakan tarif yang diberlakukan pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump.

    Oleh sebab itu, UNCTAD mewanti-wanti eskalasi perang dagang akibat pergeseran kebijakan AS dapat meningkatkan ketidakseimbangan perdagangan global. Bahkan, ketidakpastian geopolitik akibat eskalasi perang dagang dikhawatirkan dapat memengaruhi pertumbuhan perdagangan global secara negatif.

    UNCTAD mencontohkan pemerintah AS menaikkan tarif untuk baja dan aluminium. Diperkirakan, peningkatan tarif itu akan berdampak signifikan pada rantai nilai global dan regional.

    Peningkatan tarif atas produk baja dan aluminium itu diyakini akan menyebabkan pergeseran dalam pola produksi dan pengadaan. Bagaimanapun, perusahaan dan pemerintah akan menyesuaikan diri dengan hambatan perdagangan baru dan berupaya mengurangi biaya tarif tersebut.

    Bahkan, pada bulan-bulan pertama 2025, sudah terjadi penurunan permintaan pengiriman peti kemas sebagaimana tercermin dari penurunan signifikan dalam Shanghai Containerized Freight Index (SCFI). Penurunan SCFI menunjukkan pelemahanan volume perdagangan, yang menandakan perlambatan dalam aktivitas ekonomi global.

    Selain itu, Indeks Baltic Dry yang melacak tarif pengiriman untuk komoditas curah seperti batu bara, bijih besi, dan biji-bijian juga masih berada di level yang relatif rendah dibandingkan 2024. UNCTAD meyakini fakta tersebut merupakan indikasi kuat akan terjadi kontraksi perdagangan global dan berkurangnya aktivitas ekonomi. 

    “Karena permintaan yang lebih rendah untuk pengiriman curah biasanya berkaitan dengan output industri yang lebih lemah dan pertumbuhan yang lebih lambat di sektor-sektor utama,” tulis laporan tersebut.

    UNCTAD pun menyimpulkan ke depan perlunya kebijakan yang lebih seimbang dan kerja sama multilateral yang lebih kuat untuk mendukung perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global.

  • Legislator PSI Sentil Pemprov DKI soal RDF Rorotan: Jangan Tunggu Ada Korban

    Legislator PSI Sentil Pemprov DKI soal RDF Rorotan: Jangan Tunggu Ada Korban

    Jakarta

    Sebanyak 11 anak terkena ISPA dan infeksi mata akibat uji coba RDF di Rorotan, Jakarta Utara. Anggota Komisi E DPRD DKI Elva Farhi Qolbina meminta pemerintah untuk memonitor dampak penyakit akibat uji coba tersebut secara intens usai ada 11 anak terkena ISPA.

    “Kami mendorong Dinas Kesehatan dan Dinas Lingkungan Hidup untuk aktif memonitor peningkatan kasus ISPA dan gangguan pernapasan di wilayah sekitar RDF Rorotan, jangan sampai ketika sudah muncul kasus seperti ini baru direspons,” ujar Elva kepada wartawan, Sabtu (22/3/2025).

    “Jangan juga kita mengulang kelalaian seperti yang dulu terjadi di Rusunawa Marunda, saat itu seorang anak mengalami kerusakan mata karena serpihan batu bara akan tetapi penanganan baru muncul setelah ada korban,” tambahnya.

    Elva juga meminta pemerintah memperketat kebijakan agar dampak uji coba RDF tersebut tidak merugikan masyarakat. Dia menyebut kebijakan itu tentu harus diperiksa secara serius.

    “Kedua, dalam konteks kebijakan, perlu diingat bahwa Pemprov punya tanggung jawab hukum untuk mencegah dampak lingkungan yang membahayakan kesehatan masyarakat,” kayanya.

    “Jika ada dugaan bahwa uji coba RDF Rorotan yang merupakan program Pemprov berdampak langsung terhadap warga, maka itu harus diperiksa secara serius dan transparan, jangan sampai warga menganggap disikapi setengah hati,” sambungnya.

    “Anak-anak yang kemarin dilaporkan terdampak ada 11 katanya kena ISPA dan tiga kena infeksi mata,” kata Asep.

    Gubernur Jakarta Pramono Anung berjanji akan bertanggung jawab terhadap kesehatan warganya. Dia memerintahkan Dinas Kesehatan dan jajaran lainnya untuk menyelesaikan.

    “Siapa pun yang terdampak karena commissioning kemarin, maka saya sudah meminta, memerintahkan kepada kepala dinas (kesehatan) nanti segera dikoordinasikan di dalam, untuk diselesaikan. Kami bertanggung jawab,” lanjutnya.

    (azh/dhn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • kinerja indeks manufaktur dan neraca dagang RI bagus

    kinerja indeks manufaktur dan neraca dagang RI bagus

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersiap mengikuti rapat yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (21/3/2025). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.c

    Sri Mulyani: kinerja indeks manufaktur dan neraca dagang RI bagus
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Sabtu, 22 Maret 2025 – 07:17 WIB

    Elshinta.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa kinerja indeks manufaktur atau Purchasing Manager Index (PMI) dan neraca perdagangan Indonesia masih menunjukkan performa yang bagus.

    Pernyataan Sri Mulyani itu menanggapi lembaga pemeringkat internasional Moody’s yang merilis perekonomian Indonesia tetap resilien didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil dan solid.

    “(Ekonomi) Indonesia bagus, nanti indikatornya kita sampaikan. PMI kita bagus, neraca perdagangan kita bagus, jadi kita bisa sampaikan nanti ya,” kata Sri Mulyani usai Sidang Kabinet Paripurna dan buka puasa bersama di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (21/3) malam.

    Saat ditanya lebih lanjut soal royalti pendapatan negara dari mineral dan batu bara, Sri Mulyani enggan menjawab.

    Hal itu karena pemerintah berencana menaikkan royalti dari usaha minerba yang kini masih dibahas oleh pemerintah melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia.

    “Nanti kalau sudah keluar PP-nya saja,” ujarnya.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, PMI manufaktur Indonesia per Februari 2025 berada pada angka 53,6 atau naik 1,7 poin dibandingkan bulan sebelumnya.

    PMI manufaktur yang berada di atas level 50 tersebut mencerminkan kondisi ekspansif. Capaian PMI pada Februari ini juga sekaligus merupakan yang tertinggi sejak 11 bulan terakhir.

    Kemudian, Badan Pusat Statistik (BPS) telah melaporkan kinerja neraca perdagangan Indonesia yang mengalami surplus sebesar 3,12 miliar dolar AS pada Februari 2025, meskipun turun sebesar 380 juta dolar AS secara bulanan dibandingkan Januari 2025.

    Sumber : Antara

  • Peringatan Ilmuwan: Sungai Langit Makin Berbahaya

    Peringatan Ilmuwan: Sungai Langit Makin Berbahaya

    Jakarta

    Sungai di langit atau sungai atmosfer, uap air yang panjang dan relatif sempit. Dalam penelitian terbaru, ilmuwan menyebut sungai langit makin intens dan berbahaya seiring perubahan iklim.

    Karena peristiwa cuaca ekstrem telah menghantam dunia dengan keras dalam beberapa tahun terakhir, istilah sungai langit telah beralih dari lingkaran ilmiah ke bahasa umum. Artinya, dikutip detikINET dari Associated Press, fenomena cuaca ekstrem yang berkaitan dengan sungai atmosfer makin sering terjadi.

    Menurut studi komprehensif tentang sungai atmosfer dalam edisi terbaru Journal of Climate, peristiwa hujan lebat dan angin jadi lebih besar, lebih basah, dan lebih sering terjadi dalam 45 tahun terakhir karena dunia yang menghangat.

    Sungai atmosfer mengambil air dari laut dan mengalir di langit, lalu menumpahkan hujan dalam jumlah sangat besar. Mereka telah meningkat di area yang biasa terdampak sebesar 6 hingga 9% sejak 1980, meningkat frekuensinya sebesar 2 hingga 6% dan sedikit lebih basah.

    Ilmuwan telah lama meramal perubahan iklim akibat pembakaran batu bara, minyak, dan gas membuat udara lebih hangat. Maka udara menahan lebih banyak uap air, yang berarti sungai atmosfer lebih besar dan lebih ganas akan muncul di masa depan, bahkan sudah dimulai saat ini.

    “Ini tidak berarti semuanya karena perubahan iklim. Tapi secara umum, hal itu sejalan dengan beberapa ekspektasi tentang bagaimana sungai atmosfer akan berubah dalam atmosfer yang menghangat,” kata penulis utama studi Lexi Henny, ilmuwan atmosfer di University of North Carolina.

    Apa yang telah terjadi masih kecil dibanding perubahan yang akan terjadi di dunia lebih hangat di masa depan. Sungai atmosfer memang dapat membawa hujan yang sangat dibutuhkan ke tempat-tempat yang dilanda kekeringan, tapi sering kali berbahaya jika deras dan berlangsung lama.

    Lebih dari setahun silam, serangkaian sungai atmosfer menyebabkan ratusan tanah longsor dan menewaskan beberapa orang di California. Pada tahun 1860-an, California harus memindahkan ibu kotanya dari Sacramento karena banjir sungai atmosfer.

    Kejadian semacam itu muncul di seluruh Amerika Serikat dan dunia, meskipun terkadang tidak dikenali sebagai sungai atmosfer. Sebuah sungai atmosfer di New England pada tahun 2023 membawa hujan setinggi 0,3 meter dan angin berkecepatan 50 mph. Sebuah sungai atmosfer tahun 2020 menumpahkan 99 inci salju di Alaska.

    Riset ini akan membantu para peneliti mengetahui apa yang akan terjadi terkait hujan dan salju lebat di masa mendatang.

    (fyk/rns)

  • Target Royalti PNBP Minerba, Airlangga dan Sri Mulyani Tunggu PP

    Target Royalti PNBP Minerba, Airlangga dan Sri Mulyani Tunggu PP

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengamini bahwa Pemerintah saat ini tengah merampungkan revisi dua peraturan pemerintah (PP) guna meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batu bara (minerba).

    Dia pun mengatakan bahwa saat ini pemerintah masih menunggu PP tersebut rampung sebelum dapat menyampaikan target royalti yang akan dipatok oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

    “Ya, tunggu PP, targetnya sudah ada, cuma kita tunggu PP-nya karena ada perubahan sedikit,” ujarnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (21/3/2025). 

    Senada, terkait pendapatan negara dari royalti, Sri Mulyani belum memberikan angka soal target yang akan dikejar secara pasti dan menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur hal tersebut.

    “Nanti kalau sudah keluar PP-nya aja,” singkat Sri Mulyani.

    Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pembahasan mengenai perubahan regulasi terkait penyesuaian tarif royalti tersebut akan segera selesai.

    “Perubahan sekarang sudah hampir final, dikit lagi,” ucap Bahlil kepada awak media usai mengikuti rapat yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (20/3/2025). 

    Bahlil menambahkan, pada rapat tersebut turut dibahas mengenai beberapa sumber pendapatan baru lainnya. Hal ini termasuk dengan peningkatan royalti pada beberapa komoditas unggulan mulai dari emas hingga batu bara.

    “Tadi kita melakukan pembahasan untuk melakukan exercise beberapa sumber-sumber pendapatan negara baru khususnya peningkatan royalti di sektor emas, nikel, dan beberapa komoditas lain termasuk di dalamnya adalah batu bara,” ujarnya. 

    Berkaitan dengan royalti, Bahlil mengatakan bahwa royalti ini dikenakan mulai dari bahan baku hingga barang jadi guna menunjang proses hilirisasi. Sementara untuk besarannya berkisar antara 1,5% hingga 3% bergantung pada kondisi harga komoditas di pasar global.

    “Tergantung dan itu fluktuatif ya. Kalau harganya naik kita naikkan kepada yang paling tinggi. Tapi kalau harganya lagi turun, kita juga tidak boleh mengenakan pajak yang besar pada pengusaha karena kita juga butuh pengusaha berkembang,” jelasnya.

    Menteri ESDM pun memastikan bahwa perusahaan-perusahaan besar, termasuk PT Freeport Indonesia juga akan dikenakan tarif royalti sesuai dengan aturan yang berlaku.

    “Sesuai aturan kan kita kenakan pajak yang paling tinggi,” tandas Bahlil.