Produk: Batu Bara

  • Sinyal Ekonomi RI Tertekan Tergambar dari Kinerja Ekspor dan Kontraksi PMI Manufaktur

    Sinyal Ekonomi RI Tertekan Tergambar dari Kinerja Ekspor dan Kontraksi PMI Manufaktur

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelambatan ekspor pada April 2025 dan diiringi PMI Manufaktur yang melambat menjadi sinyal ekonomi domestik menampakkan pelemahan. 

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede tidak menampik bahwa data ekspor yang anjlok 10,77% secara bulanan (month to month/MtM) dan kontraksi PMI Manufaktur ke level 47,4 pada Mei 2025 memang mencerminkan adanya tekanan lanjutan dari sisi eksternal maupun permintaan domestik yang lemah. 

    “Kedua indikator ini tidak bisa dipandang terpisah, karena saling mengonfirmasi pelemahan aktivitas industri yang ditopang oleh ekspor dan konsumsi,” ujarnya, Senin (2/6/2025). 

    Secara umum, kinerja ekspor Indonesia April 2025 mencapai US$20,74 miliar, lebih rendah dari Maret 2025 yang mencapai US$23,25 miliar atau turun 10,77% secara MtM. 

    Meskipun secara tahunan ekspor masih mencatat pertumbuhan 5,76% dan 7,17% untuk ekspor nonmigas, penurunan tajam secara bulanan (MtM) terjadi terutama pada komoditas unggulan seperti bahan bakar mineral (-6,23%), nikel dan turunannya (-21,28%), serta minyak nabati (-39,23%). 

    Josua melihat kondisi ini mencerminkan tekanan dari ketidakpastian perdagangan global, termasuk efek lanjutan dari tarif resiprokal yang diberlakukan AS di bawah kebijakan Trump, yang menurunkan ekspor Indonesia ke negara-negara utama seperti Jepang (-22,28% YoY) dan India (-19,07% YoY).

    Sementara itu, dari sisi PMI manufaktur, kontraksi dua bulan berturut-turut dan penurunan permintaan baru—terbesar sejak Agustus 2021—menunjukkan pelemahan permintaan domestik maupun ekspor.

    “Perusahaan manufaktur juga mulai menurunkan pembelian bahan baku dan mengurangi inventaris, tanda bahwa optimisme jangka pendek masih lemah,” lanjutnya. 

    Namun demikian, Josua tetap melihat peluang untuk rebound tetap terbuka. Terlebih, keyakinan pelaku industri terhadap prospek 12 bulan ke depan meningkat, yang tercermin dari kenaikan ketenagakerjaan lima kali dalam enam bulan terakhir.

    Senada, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal turut melihat bahwa untuk bulan-bulan yang akan datang, tren penurunan ekspor berpotensi masih terjadi karena kondisi manufaktur yang kontraksi dipengaruhi oleh faktor domestik dan global. 

    “Domestik ada pelemahan sisi permintaan, kami lihat indikasi pelemahan masih terus berlanjut, termasuk data-data yang dikeluarkan BPS hari ini, deflasi cukup tajam di luar kebiasaan. Begitu juga data lain yang berkaitan dengan permintaan, penjualan barang, termasuk barang ritel,” jelasnya. 

    Faisal melihat ekspor juga berpotensi mengalami tekanan dari sisi harga yang turun, termasuk ekspor komoditas andalan batu bara. Bahkan harga harga batu bara mencapai level terendah sejak Mei 2021. 

    Selain itu, potensi penurunan ekspor bakal terjadi sebagai konsekuensi dari pengenaan tarif oleh AS yang dihitung 90 hari atau mulai efektif pada Juli dan bergantung pada hasil negosiasi mendatang. 

    Sebelumnya, Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menyampaikan bahwa secara umum ekspor bulanan turun, utamanya akibat menurunnya nilai ekspor komoditas lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15) sebesar 6,23% secara bulanan (month to month/MtM) atau 24,06% secara tahunan (year on year/YoY). 

    Sebagai catatan, pada April 2025 harga komoditas di pasar internasional secara umum bervariasi. Penurunan harga komoditas energi didorong oleh penurunan harga minyak mentah dan batu bara.

    Sementara itu, impor mencapai US$20.585 juta atau sekitar US$20,59 miliar pada April 2025, meningkat dari Maret 2025 yang senilai US$18,92 miliar. 

    Alhasil, neraca perdagangan barang Indonesia pada April 2025 yang berasal dari selisih ekspor dan impor mencatatkan angka sebesar US$158,8 juta (pembulatan US$160 juta atau US$0,16 miliar).

  • Surplus Neraca Dagang Makin Tipis, Sri Mulyani Ungkap Gegara Ulah Trump

    Surplus Neraca Dagang Makin Tipis, Sri Mulyani Ungkap Gegara Ulah Trump

    Jakarta

    Surplus neraca perdagangan Indonesia makin menyusut pada April 2025. Nilai surplus menyusut tajam dibanding bulan-bulan sebelumnya, hanya sebesar US$ 160 juta.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan biang kerok surplus neraca dagang makin tipis adalah kebijakan protektif yang dilakukan Amerika Serikat (AS). Seperti diketahui, Presiden Donald Trump mematok tarif tinggi untuk impor komoditas ke Negeri Paman Sam. Menurutnya, dampak dari kebijakan Trump membuat kinerja ekspor menurun. Khususnya, ekspor ke Amerika Serikat.

    “Kebijakan yang dilakukan di Amerika Serikat dari bulan April kan dampaknya terlihat di bulan April dan Mei ini, kalau di bulan April masih diumumkan shipment sudah jalan, kita lihat bulan Mei-nya dampak di seluruh dunianya,” beber Sri Mulyani ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (2/6/2025).

    Sri Mulyani menggarisbawahi sejauh ini impor ke Amerika memang menurun setelah Trump mematok tarif impor tinggi. Ini artinya, beberapa ekspor produk dari berbagai negara yang butuh bahan baku dari Indonesia juga turun, alhasil ekspor Indonesia pun jadi makin turun.

    “Jadi ekspor ke Amerika turun, ekspor ke berbagai negara juga turun jadi memang akan terasa terlihat,” sebut Sri Mulyani.

    Sementara itu, Badan Pusat Statistik sendiri menyatakan surplus neraca dagang yang makin tipis terjadi karena adanya lonjakan impor, terutama di sektor nonmigas, yang tumbuh hampir 30% secara tahunan.

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengatakan surplus perdagangan bulan April ditopang oleh ekspor nonmigas senilai US$ 1,51 miliar, sementara neraca perdagangan migas defisit cukup dalam, mencapai US$ 1,35 miliar.

    “Surplus masih terjadi berkat ekspor bahan bakar mineral, minyak nabati, serta besi dan baja,” ujar Pudji di Kantor Pusat BPS, Jakarta Pusat, di hari yang sama.

    Dengan capaian ini, Indonesia membukukan surplus neraca perdagangan selama 60 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Namun, tren pelemahan nilai surplus ini menjadi sorotan karena kenaikan impor yang cukup agresif.

    Secara kumulatif, sepanjang Januari hingga April 2025, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus US$ 11,07 miliar. Surplus tersebut didorong oleh kinerja ekspor nonmigas senilai US$ 17,26 miliar, meskipun neraca migas tetap defisit US$ 6,19 miliar.

    Sementara itu, total ekspor pada April 2025 tercatat sebesar US$ 20,74 miliar, naik 5,76% dibanding April 2024. Komoditas utama penyumbang kenaikan berasal dari industri pengolahan seperti minyak kelapa sawit, logam dasar besi, kimia dasar organik, nikel, dan semikonduktor.

    Salah satu komoditas yang mencatat lonjakan signifikan adalah mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85) yang naik hingga 59,67%, menyumbang andil sebesar 3,01% terhadap total ekspor bulan April.

    Ekspor sepanjang Januari-April 2025 juga didominasi oleh besi dan baja, batu bara, serta CPO dan turunannya. Besi dan baja naik 6,62%, CPO tumbuh 20%, namun batu bara anjlok 19,74% akibat penurunan harga global yang menyentuh titik terendah sejak Mei 2021.

    Dari sisi negara tujuan, China, Amerika Serikat, dan India menjadi tiga pasar ekspor utama, menyumbang hampir 41% dari total ekspor nonmigas selama empat bulan pertama 2025. Nilai ekspor ke Tiongkok tercatat sebesar US$ 18,87 miliar.

    Namun, tekanan besar datang dari sisi impor. Nilai impor pada April 2025 mencapai US$ 20,59 miliar, melesat 21,84%dibanding April tahun lalu. Impor nonmigas tumbuh tajam 29,86% menjadi US$ 18,07 miliar, sementara impor migas justru turun 15,57% ke US$ 2,52 miliar.

    Secara kumulatif, total impor Indonesia dari Januari hingga April 2025 mencapai US$ 76,29 miliar, naik 6,27%dibanding periode yang sama tahun lalu. Negara asal impor terbesar masih dari China, Jepang, dan negara-negara ASEAN (di luar Thailand). Sementara impor dari Thailand dan Uni Eropa tercatat mengalami penurunan.

    (hal/ara)

  • Baru, Ini Cara Tentukan Proyeksi Permintaan Listrik di RUPTL 2025-2034

    Baru, Ini Cara Tentukan Proyeksi Permintaan Listrik di RUPTL 2025-2034

    Jakarta, CNBC Indonesia – PT PLN (Persero) menyampaikan pendekatan dalam penyusunan proyeksi permintaan listrik di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2025-2034 mengalami perubahan apabila dibandingkan dengan RUPTL sebelumnya.

    Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan bahwa proses penyusunan proyeksi permintaan listrik dulunya berfokus pada proyeksi aggregate demand. Namun, proyeksi ini seringkali meleset karena tidak memperhitungkan karakteristik dari tiap wilayah.

    “Ternyata pertumbuhan demand yang kita prediksi tinggi malah rendah. Pertumbuhan demand yang tadinya kita prediksi rendah ternyata malah tinggi. Kenapa bisa begitu? Karena ini berbasis pada agregat,” kata Darmawan dalam dalam acara Diseminasi RUKN dan RUPTL PLN 2025-2034 di kantor Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta, Senin (2/6/2025).

    Oleh sebab itu, setelah mendapat arahan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, PLN diminta untuk meninggalkan pendekatan agregat dan menyusun proyeksi secara lebih rinci.

    Ia lantas mencontohkan di Pulau Jawa, pertumbuhan permintaan listrik sebagian besar bersifat organik, berasal dari sektor rumah tangga. Namun, tambahan permintaan juga datang dari sektor data center dan investasi industri.

    Sementara di wilayah lain, pertumbuhan tinggi disebabkan oleh program hilirisasi. Meliputi hilirisasi di sektor minerba dan palm oil.

    “Maka di RUPTL 2025-2034 analisisnya sudah berbasis pada geospasial. Kalau mau bahasa romantik, we journey, perjalanan kita is true, tiga dimensi, space, time, and capacity. Romantik kan? Ada space, lokasi, ada waktunya kapan, dan kapasitasnya berapa,” kata Darmawan.

    Sebagaimana diketahui, di dalam RUPTL terbaru rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik hingga 2034 ditargetkan mencapai 69,5 Giga Watt (GW). Dari total kapasitas tersebut, sekitar 42,6 GW akan berasal dari pembangkit EBT, 10,3 GW dari sistem penyimpanan energi (storage), sedangkan 16,6 GW dari pembangkit berbasis energi fosil.

    Adapun rinciannya untuk kapasitas pembangkit EBT adalah sebagai berikut Surya: 17,1 GW, Air: 11,7 GW, Angin: 7,2 GW, Panas bumi: 5,2 GW, Bioenergi: 0,9 GW, Nuklir: 0,5 GW.

    Sementara itu, untuk kapasitas sistem penyimpanan energi mencakup PLTA pumped storage sebesar 4,3 GW dan baterai 6,0 GW. Kemudian, untuk pembangkit fosil masih akan dibangun sebesar 16,6 GW, terdiri dari gas 10,3 GW dan batu bara 6,3 GW.

    (wia)

  • PLTU Batu Bara Berkapasitas 3,2 Gigawatt Beroperasi Tahun Ini

    PLTU Batu Bara Berkapasitas 3,2 Gigawatt Beroperasi Tahun Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dengan kapasitas 3,2 gigawatt (GW) akan beroperasi tahun ini. 

    Direktur Jenderal Ketenagalistrikan ESDM Jisman P. Hutajulu mengatakan pembangkit berbahan bakar fosil itu sebagian telah masuk tahap commercial operation date (COD) dan sebagian lainnya dalam tahap konstruksi. 

    “Ini sudah COD di 2025 ini sekitar 3,2 gigawatt sudah COD dan sebagian besar sudah konstruksi, itu melanjutkan apa yang kita rencanakan di RUPTL sebelumnya,” ujar Jisman dalam Diseminasi RUKN dan RUPTL PLN, Senin (2/6/2025). 

    Dalam hal ini, Jisman menyebut pembangkit tersebut ada yang dioperasikan Independent Power Producer (IPP) dan PT PLN (Persero) yang telah terkontrak dengan offtaker melalui Power Purchase Agreement (PPA). 

    Dia menegaskan bahwa pemerintah masih akan mempertahankan PLTU batu bara seiring dengan pergeseran tren transisi energi global. Hal ini lantaran posisi Amerika Serikat (AS) yang keluar dari Paris Agreement terkait transisi energi. 

    Adapun, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN Tahun 2025-2034 energi listrik sebesar 16,6 GW berasal dari gas sebesar 10,3 GW dan batu bara sebesar 6,3 GW. 

    “Terkait fosil ini maka jawaban Pak Menteri ESDM [Bahlil Lahadalia] akan kami ulang bahwa PLTU batu bara bukan barang haram, kemudian batu bara banyak dihasilkan di Indonesia bahkan kita ekspor, jadi yang perlu kita perhatikan adalah emisinya tidak berdampak kepada masyarakat dan global,” tuturnya. 

    Kendati demikian, Indonesia terus mengembangkan energi baru terbarukan (EBT). Dalam RUPTL 2025-2034, pemerintah dan PLN akan menambah pembangkit listrik hingga 69,5 gigawatt (GW). 

    Adapun, 76% dari total kapasitas itu berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT). Komposisi pembangkit EBT mencapai 42,6 GW atau 61% dan storage 10,3 GW atau 15%. 

    Pembangkit EBT itu terdiri atas energi surya sebesar 17,1 GW; air 11,7 GW; angin 7,2 GW; panas bumi 5,2 GW; bioenergi 0,9 GW; dan nuklir 0,5 GW. Sementara itu, untuk storage, akan berasal dari PLTA pumped storage sebesar 4,3 GW dan baterai 6 GW. 

  • BPS: Nilai Ekspor CPO Naik 20% Januari-April 2025

    BPS: Nilai Ekspor CPO Naik 20% Januari-April 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor komoditas unggulan, yakni minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya mengalami kenaikan hingga 20% secara kumulatif sepanjang Januari—April 2025.

    Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan bahwa nilai ekspor komoditas nonmigas unggulan meningkat kecuali batu bara pada Januari—April 2025.

    Berdasarkan data BPS, nilai ekspor CPO dan turunannya mencapai US$7,05 miliar pada Januari—April 2025. Angkanya naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$5,87 miliar.

    “[Sepanjang Januari—April 2025] nilai ekspor besi dan baja naik 6,62% secara kumulatif, kemudian nilai ekspor batubara turun 19,74% secara kumulatif, dan nilai ekspor CPO dan turunannya naik 20,00% secara kumulatif,” kata Pudji dalam rilis BRS, Senin (2/6/2025).

    Data BPS menunjukkan, total volume ekspor CPO dan turunannya hanya mencapai 6,41 juta ton pada Januari—April 2025, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu di level 6,78 juta ton.

    Sementara itu, dari sisi harga CPO dan turunannya di tingkat global pada Januari—April 2025 adalah US$1.099,82 per ton. Nilainya naik 26,54% dari Januari—April 2024 yang hanya mencapai US$869,16 per ton.

    BPS juga mencatat nilai ekspor besi dan baja mengalami kenaikan sebesar 6,62% secara kumulatif pada Januari—April 2025. Nilainya naik dari US$8,26 miliar pada Januari—April 2024 menjadi US$8,81 miliar pada periode yang sama di tahun ini.

    Adapun, komoditas besi dan baja mencatatkan share 10,67% pada Januari—April 2025. Dari sisi lain, total volume besi dan baja naik 5,38% secara kumulatif dari 6,86 juta ton menjadi 7,23 juta ton.

    Kemudian, dari sisi harga besi dan baja di tingkat global adalah US$1.205,13 per ton pada Januari—April 2024 menjadi US$1.217,82 per ton pada Januari—April 2025, atau naik 1,05%.

    Di sisi lain, nilai ekspor batu bara justru turun 9,89% secara kumulatif, yakni dari US$10,18 miliar pada Januari—April 2024 menjadi US$8,17 miliar pada Januari—April 2025, sedangkan untuk kontribusi pada komoditas ini adalah 9,89%.

    Dari sisi volume, komoditas batu bara turun 5,79% dari 130 juta ton pada Januari—April 2024 menjadi 122,76 juta ton pada Januari—April 2025. Untuk rata-rata nilainya juga turun 14,92% dari US$78,2 per ton menjadi US$66,53 per ton.

    Secara keseluruhan, BPS mencatat total ketiga komoditas unggulan ini memberikan share sekitar 29,10% dari total ekspor nonmigas indonesia pada Januari—April 2025.

  • Penyumbang Surplus Neraca Dagang April 2025: Batu Bara & Besi Baja

    Penyumbang Surplus Neraca Dagang April 2025: Batu Bara & Besi Baja

    Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia mencatatkan surplus dalam 60 bulan beruntun pada April 2025, sejak Mei 2020. Surplus pada April 2025 mencapai US$ 150 juta.

    Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini mengatakan surplus pada April 2025 ini ditopang surplus pada komoditas nonmigas US$ 1,51 miliar.

    “Komoditas penyumbang surplus utama bahan bakar mineral lemak hewan dan nabati serta besi baja,” kata Pudji, dalam konferensi pers, Senin (2/6/2025).

    Dengan demikian, neraca perdagangan kumulatif bulan Januari hingga April 2025 mencatatkan surplus US$ 11,07 miliar. Surplus sepanjang Januari-April 2025 ini lebih ditopang oleh surplus komoditas nonmigas US$ 17,26 miliar, sementara komoditas migas masih defisit US$ 6,19 miliar.

    (haa/haa)

  • Ekonomi Timur Indonesia Bangkit, Pelindo Regional 4 Catat Kinerja Positif di Kuartal I 2025

    Ekonomi Timur Indonesia Bangkit, Pelindo Regional 4 Catat Kinerja Positif di Kuartal I 2025

    Liputan6.com, Makassar – PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 4 membukukan kinerja operasional yang menggembirakan sepanjang kuartal I 2025. Tiga indikator utama pelabuhan—arus penumpang, peti kemas, dan kapal mengalami pertumbuhan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Capaian ini menjadi sinyal kuat bahwa pemulihan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia terus menguat.

    Arus penumpang naik 20,87 persen menjadi 2.323.310 orang, didorong oleh meningkatnya mobilitas masyarakat dan perbaikan konektivitas antardaerah. Sementara arus peti kemas tumbuh 3,40 persen menjadi 786.924 TEUs, mencerminkan aktivitas perdagangan yang stabil. Kenaikan terbesar terjadi pada arus kapal yang melonjak 23,69 persen, mencapai 35.608 call kapal hingga April 2025.

    Executive Director Pelindo Regional 4, Abdul Azis, menyebutkan pencapaian ini merupakan hasil dari digitalisasi layanan, efisiensi operasional, serta sinergi dengan para mitra dan pemangku kepentingan.

    “Kinerja ini menunjukkan bahwa strategi yang kami jalankan berada di jalur yang tepat. Kami optimistis tren pertumbuhan ini akan terus berlanjut,” ujarnya.

    Sementara itu, Division Head Operasi Pelindo Regional 4, Yusida M. Palesang, menjelaskan bahwa peningkatan arus kapal terutama disebabkan oleh tingginya aktivitas tongkang batu bara di Balikpapan dan Samarinda, serta kapal roro dan curah di Pantoloan dan Makassar. Arus peti kemas terdorong oleh ekspor dari PT Meratus, throughput PT SPIL di Bitung, serta lonjakan pengiriman barang konsumsi dan hasil pertanian menjelang Lebaran di sejumlah pelabuhan utama.

    Arus penumpang pun terdorong oleh berlakunya sistem Centralized Ticketing Terminal (CTT) di Pelabuhan Bastiong, serta tingginya pergerakan penumpang saat libur Tahun Baru dan Idulfitri di Ambon, Makassar, dan Manokwari.

    Tak hanya fokus pada aspek operasional, Pelindo Regional 4 juga aktif menata persoalan sosial di Pelabuhan Makassar, khususnya terkait pedagang asongan dan buruh bagasi. Penataan dilakukan bersama KSOP, aparat keamanan, dan stakeholder lain, melalui sosialisasi larangan berjualan di area terminal, pengawasan akses pelabuhan, serta penataan distribusi buruh melalui sistem resmi.

    Perusahaan juga tengah melakukan pendataan untuk program pemberdayaan ekonomi alternatif bagi pelaku usaha informal di sekitar pelabuhan, sebagai bagian dari komitmen Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).

    “Pelabuhan bukan hanya ruang logistik, tapi juga ruang sosial. Karena itu, semua penataan kami lakukan dengan pendekatan yang humanis dan kolaboratif,” tegas Abdul Azis.

    Pelindo Regional 4 berkomitmen menciptakan pelabuhan yang tertib, aman, dan nyaman, sekaligus memperkuat perannya sebagai simpul penting konektivitas nasional dan lokomotif pertumbuhan ekonomi di timur Indonesia.

    Diperkirakan tujuh kapal akan beroperasi di Pelindo II atau Pelabuhan Ciwandan, Kota Cilegon, Banten, selama arus mudik Lebaran. Namun untuk kepastian jumlah kapalnya, baru di putuskan pada H-7 Lebaran atau pada Sabtu, 15 April 2023.

  • Tarif Baru PNBP Penjualan Batu Bara: Perusahaan Besar Turun, Kecil-Menengah Naik

    Tarif Baru PNBP Penjualan Batu Bara: Perusahaan Besar Turun, Kecil-Menengah Naik

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah telah menerapkan tarif baru penerimaan negara bukan pajak atau PNBP berupa hasil penjualan batu bara. Kini, tarif PNBP untuk perusahaan batu bara besar cenderung turun sementara perusahaan batu bara kecil-menengah naik.

    Perubahan tarif PNBP penjualan batu bara itu diterapkan dalam Pemerintah (PP) No 18/2025 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batubara. Beleid ini merupakan perubahan atas PP 15/2022.

    Jika dibandingkan antara beleid lama dan baru maka tampak bahwa ada kenaikan tarif PNBP batu bara yang produksi kecil dan harga rendah. Sebaliknya, ada penurunan tarif PNBP batu bara yang produksi besar dan mahal.

    Perbandingan Tarif PNBP Batu Bara yang Lama dan Baru:

    1. Sebelumnya di PP 15/2022 penjualan batu bara dengan harga batu bara acuan (HBA)

    2. Sebelumnya di PP 15/2022 penjualan batu bara dengan:

    -HBA ≥ US$70 per ton sampai dengan

    -HBA ≥ US$80 per ton sampai dengan

    -HBA ≥ US$90 per ton sampai dengan

    Kini di PP 18/2025, penjualan batu bara dengan:

    -HBA ≥ US$70 per ton sampai dengan

    3. Sebelumnya di PP 15/2022 penjualan batu bara dengan:

    -HBA ≥ US$100 per ton hanya satu tarif sebesar 28%.

    Kini di PP 18/2025, penjualan batu bara dengan:

    -HBA ≥ US$120 per ton sampai dengan

    -HBA ≥ US$140 per ton sampai dengan

    – HBA ≥ US$160 per ton sampai dengan

    – HBA ≥ US$180 per ton sampai tarifnya 28%.

  • Dukung Energi Bersih, Fasilitas Niaga LNG Pertama di Bali Diresmikan

    Dukung Energi Bersih, Fasilitas Niaga LNG Pertama di Bali Diresmikan

    Jakarta, Beritasatu.com – Fasilitas niaga Liquefied Natural Gas (LNG) pertama di Bali  telah resmi berdiri. Fasilitas ini didirikan oleh PT Wira Energi (WE), perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang niaga gas alam.

    Fasilitas ini dirancang sebagai pusat distribusi strategis LNG untuk sektor komersial dan industri di Bali, sekaligus memperkuat ketahanan energi berbasis produksi dalam negeri.

    Founder & CEO Wira Energi Wira Rahardja mengungkapkan, pembangunan fasilitas LNG di Meliling, Tabanan, Bali ini  merupakan perwujudan komitmen perusahaan dalam memperluas akses terhadap energi yang lebih bersih, efisien, dan berbasis produksi nasional.

    “Setelah memimpin pengembangan pabrik likuifaksi LNG pertama di Jawa, kami percaya bahwa penguatan infrastruktur distribusi di wilayah seperti Bali akan mempercepat transisi energi nasional. Ini baru permulaan,” ujar Wira dalam acara peresmian fasilitas LNG di Meliling, Tabanan, Bali, Jumat (30/5/2025).

    “Kami siap melanjutkan pengembangan LNG di titik-titik strategis lainnya di Indonesia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ketahanan energi, dan lingkungan yang lebih berkelanjutan,” kata Wira menambahkan.

    Wira mengakui, peresmian fasilitas LNG ini menjadi langkah konkret pihaknya dalam mendukung visi pemerintah Provinsi Bali menuju Net Zero Emission 2045 sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih.

    Selain itu, kata dia, peresmian fasilitas tersebut sejalan dengan kebijakan Bali yang mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil impor seperti LPG dan diesel.

    “Termasuk juga mendorong pemanfaatan energi bersih di berbagai sektor, termasuk pariwisata dan manufaktur,” tandas dia.

    Wira mengatakan, lebih dari 70% konsumsi LPG nasional saat ini masih berasal dari impor, padahal Indonesia merupakan salah satu produsen LNG terbesar di dunia.

    Dia menilai, beralih ke LNG dalam negeri merupakan langkah penting untuk mengurangi ketergantungan pada energi impor, menghemat devisa negara, dan memperkuat struktur ekonomi energi nasional agar lebih mandiri dan tangguh terhadap fluktuasi harga global.

    Pada kesempatan itu, Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Monitoring dan Evaluasi Infrastruktur Migas Anggawira memberikan apresiasi terhadap peresmian fasilitas niaga LNG tersebut.

    Menurut Anggawira, potensi gas bumi di Indonesia sangat besar dan Bali memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu wilayah yang mandiri dalam energi dan mampu mengembangkan energi hijau.

    “Potensi gas bumi di Indonesia ini luar biasa. Khususnya di Bali, terdapat peluang besar untuk menggali potensi tersebut agar wilayah ini memiliki ketahanan dan kemandirian energi berbasis gas bumi,” tutur Anggawira.

    Sementara Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas ESDM Laode Sulaeman mengungkapkan, target Net Zero Emission nasional pada tahun 2060 masih jauh dari capaian ideal.

    “Sampai saat ini kita baru mencapai sekitar 15% bauran energi terbarukan. Kita perlu menurunkan konsumsi bahan bakar minyak dan mendorong teknologi bersih pada pembangkit berbasis batu bara. Pemanfaatan gas bumi dalam negeri adalah jawaban yang tepat untuk menjembatani transisi tersebut,” pungkas Laode.

    Sebagai bahan bakar multifungsi, LNG dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan di Bali, mulai dari hotel, restoran, dan kafe; dapur komersial dan dapur pusat; boiler industri yang efisien dan rendah emisi; hingga pembangkit listrik, laundry komersial, dan rumah sakit.

    Wira Energi menghadirkan berbagai keunggulan LNG, termasuk harga yang lebih kompetitif, lebih ramah lingkungan dengan pengurangan emisi CO₂ sekitar 25 persen, serta lebih aman karena LNG berbasis metana yang lebih ringan dari udara dan tidak menumpuk jika terjadi kebocoran.

    Selain itu, fasilitas LNG WE menggunakan sistem tangki microbulk berkapasitas besar antara 1.000-10.000 liter yang ringkas, mudah dipasang, dan menghemat ruang, sehingga meminimalisasi gangguan operasional. Pengisian ulang dapat dilakukan langsung tanpa perlu mengganti tabung berat, dan tidak ada sisa residu seperti pada LPG.

    Dalam hal teknologi, Wira Energi juga mengintegrasikan sistem berbasis Internet of Things (IoT) yang memungkinkan pelanggan memantau konsumsi gas secara real-time, melihat sisa stok, dan menerima pengiriman ulang secara otomatis berdasarkan data pemakaian. Dengan sistem smart meter ini, pelanggan hanya membayar sesuai pemakaian aktual, tanpa perlu lagi menghitung berat tabung masuk dan keluar.

    Fasilitas LNG di Tabanan juga didukung oleh armada Mobile Refueling Unit (MRU) yang dirancang sesuai dengan kondisi jalan di Bali, menjamin pengiriman LNG ke berbagai lokasi pelanggan berjalan lancar. Sistem penyimpanan microbulk tersedia dalam berbagai ukuran sesuai kebutuhan, hemat ruang, mudah dirawat, dan tidak memerlukan daya listrik karena sistemnya sepenuhnya mekanis.
     

  • Pelajar Perlu Diberi Ruang Pendidikan Kritis Transisi Energi Bersih

    Pelajar Perlu Diberi Ruang Pendidikan Kritis Transisi Energi Bersih

    Jakarta, Beritasatu.com – Pelajar Indonesia perlu diberi ruang pendidikan yang kritis terkait transisi energi bersih yang berkeadilan dan inklusif. Untuk itu sekolah sebaiknya mendukung langkah kecil melalui pendekatan pembelajaran yang menjadi kunci dalam menghadapi krisis iklim global.

    Komunitas muda Renewable Energy Agent (RE-Agent) bersama organisasi masyarakat sipil Trend Asia menggagas program “RE–Agents Goes to School” di SMAN 3 Jakarta, untuk mengedukasi siswa mengenai energi terbarukan dan transisi energi yang berkeadilan.

    “Generasi Z adalah populasi terbesar saat ini. Mereka khususnya siswa SMP dan SMA harus diberi ruang untuk memahami isu energi bersih karena sangat dekat dengan realitas hidup mereka. Ini mengingat krisis iklim global kian nyata dengan meningkatnya suhu ekstrem dan perubahan cuaca yang drastis,” kata Ketua RE-Agent, Valensiya, pada keterangan resminya kepada wartawan, Jumat (30/5/2025).

    Menurutnya, pelibatan siswa dan anak muda penting karena mereka bisa menyuarakan kepentingan kelompok rentan yang paling terdampak krisis iklim dan hak atas hidup yang layak serta sehat. Ketika bicara dampak perubahan iklim, masyarakat marjinal yang paling rentan. Anak muda bisa menjadi jembatan agar hak mereka untuk hidup layak dan sehat terpenuhi,” tambahnya.

    Kepala SMAN 3 Jakarta Mukhlis menyambut baik inisiatif ini. Ia menilai pendidikan energi terbarukan adalah kesempatan langka yang harus dimaksimalkan oleh siswa. Kegiatan seperti ini dinilai penting guna memperluas wawasan siswa tentang transformasi energi bersih.

    “Ini menunjukkan komitmen kami untuk turut mendukung peralihan ke energi terbarukan. Ini langkah inovatif yang seharusnya diadopsi oleh lebih banyak institusi pendidikan di Indonesia. Sayangnya topik transisi energi masih belum banyak masuk ke dalam kurikulum sekolah,” ujarnya.

    Pendidikan soal transisi energi kini semakin relevan, mengingat kondisi iklim global yang kian mengkhawatirkan. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mencatat tahun 2024 sebagai tahun terpanas dalam sejarah, diperparah dengan fenomena El Nino yang terjadi sejak akhir 2023.

    Peningkatan suhu ini dipicu oleh tingginya emisi karbon dioksida (CO2) akibat dominasi penggunaan energi fosil, seperti batu bara dan gas. Dampaknya meliputi perubahan cuaca ekstrem, banjir di musim kemarau, dan kekeringan yang lebih intens.

    Namun, Indonesia dinilai belum sepenuhnya serius dalam mengatasi krisis ini. Juru Kampanye Energi Terbarukan Trend Asia, Beyrra Triasdian, mengkritisi Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang justru menambah kapasitas PLTU batu bara sebesar 6,3 GW dan PLTG sebesar 10,3 GW.

    “Ini membuat kita semakin tergantung pada energi fosil. Padahal, Indonesia punya potensi energi terbarukan hingga 3.686 GW, jauh lebih besar dan lebih murah, terutama dari tenaga surya dan angin,” ungkap Beyrra.

    Transformasi energi bukan hanya solusi bagi krisis iklim, tapi juga jalan menuju kemandirian energi dan peningkatan ekonomi masyarakat, terutama di daerah terpencil. Contohnya, PLTMh di Kampung Tangsi Jaya, Bandung Barat, yang memanfaatkan aliran Sungai Ciputri untuk mendukung koperasi pengolahan kopi.

    Di Blora, guru otomotif SMKN 1 Blora, Noer Chanief, menciptakan Omset Pintar, pembangkit listrik berbasis tenaga surya dan angin. Inovasi ini digunakan untuk menerangi jalan desa.

    “Di Blora, listrik itu kemewahan. Sejak 2014 kami berinovasi agar masyarakat bisa menikmati listrik tanpa emisi dan tanpa biaya,” kata Noer. Selain itu, ia juga membuat sepeda portabel penghasil listrik saat pandemi.

    Kesadaran masyarakat dalam mengembangkan energi terbarukan sesuai kebutuhan lokal menjadi aspek penting dari transisi energi yang adil dan inklusif. Oleh karena itu, pendidikan kritis soal energi tak hanya menyoal teknologi, tetapi juga nilai, prinsip, dan penerapan nyata di masyarakat.

    Guru geografi SMAN 3 Jakarta, Nadya Fidina Salam, menilai pendidikan energi terbarukan kini sangat mendesak. “Kesadaran ini harus dibangun dari sekolah. Guru bisa memulainya dengan metode sederhana seperti menghitung konsumsi listrik hingga kenaikan suhu bumi. Ini soal membangun pola hidup ramah lingkungan,” pungkas Nadya.