Produk: Batu Bara

  • ESDM Bekukan 190 Izin Tambang, PNBP Sektor Minerba Bisa Terdampak?

    ESDM Bekukan 190 Izin Tambang, PNBP Sektor Minerba Bisa Terdampak?

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pemasok Energi, Batu Bara, dan Mineral Indonesia (Aspebindo) menilai pembekuan izin tambang terhadap 190 perusahaan tidak akan berdampak signifikan terhadap target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor minerba. 

    Wakil Ketua Umum Aspebindo Fathul Nugroho mengatakan pihaknya telah mengarahkan pelaku usaha pemilik izin tambang minerba untuk segera menyelesaikan jaminan reklamasi dan pascatambangnya. 

    “Kami meyakini bahwa dampak pembekuan izin ini terhadap kinerja pertambangan nasional dan PNBP akan terbatas dan bersifat sementara, sambil menunggu pemenuhan kewajiban dari pihak terkait,” kata Fathul kepada Bisnis, dikutip Sabtu (11/10/2025). 

    Meski demikian, dia mengaku akan memantau lebih lanjut dampak terhadap pasokan bahan baku ke smelter agar dapat segera dimitigasi. 

    Pihaknya mendukung langkah penegakan sanksi administratif tertinggi yang dilakukan oleh Kementerian ESDM terkait pembekuan izin operasi terhadap 190 perusahaan izin usaha pertambangan (IUP) yang belum memenuhi kewajiban Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pascatambang. 

    Pemberian waktu dan kesempatan yang telah diberikan pemerintah dinilai menjadi bagian dari perbaikan menyeluruh terhadap good corporate and mining practice di industri secara luas.

    “Tindakan ini dipandang sebagai bagian penting dari penegakan tata kelola pertambangan yang baik Good Mining Practice dan upaya perbaikan praktik perusahaan yang bertanggung jawab,” ujarnya.

    Adapun, penegakan administrasi ini didasarkan pada Peraturan Menteri ESDM No 17/2025 yang sering disebut sebagai Permen RKAB, di mana Pasal 5 secara tegas mewajibkan baik IUP Eksplorasi maupun IUP Operasi Produksi untuk menempatkan Jaminan Reklamasi sebagai syarat mutlak untuk memperoleh persetujuan RKAB.

    Pembekuan izin pada 190 IUP yang dilakukan oleh Kementerian ESDM saat ini merupakan tahap lanjutan setelah mekanisme Surat Peringatan (SP) 1, SP 2, dan SP 3 telah ditempuh. 

    “Kami menilai bahwa Pemerintah telah memberikan waktu dan kesempatan melalui mekanisme peringatan, dan ini harus disikapi serius. Ini adalah bagian dari penegakan disiplin administrasi dan komitmen kita bersama terhadap keberlanjutan lingkungan,” pungkasnya. 

    Dalam kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Tri Winarno mengatakan, hingga saat ini, perusahaan yang sudah membayar jaminan reklamasi sebanyak 10-15 perusahaan. 

    “Enggak banyak sih, tapi mungkin sekitar 10-15 perusahaan. Kita enggak hitung secara [jumlah nilai pembayaran], tetapi lebih kepada ketaatan. Sanksinya udah dicabut,” ujarnya, ditanya terpisah. 

    Dia mengaku tidak memahami alasan perusahaan enggan membayarkan jaminan reklamasi ataupun tidak taat dengan aturan tersebut. 

    “Kita sudah menyampaikan peringatan 1-3 kalau enggak, ya sudah kita hentikan, kita beri waktu 60 hari, kalau enggak ngurus ya kita cabut. Tetapi kewajiban terhadap reklamasi pascatambang tetap nempel di dia. Oh, harus bayar. 60 hari itu sejak surat dikeluarkan,” pungkasnya. 

  • Asing Disebut Tak Minat Proyek DME Indonesia, Kementerian ESDM Bilang Begini

    Asing Disebut Tak Minat Proyek DME Indonesia, Kementerian ESDM Bilang Begini

    JAKARTA – Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tri Winarno buka suara terkait pernyataan Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan yang menyebut belum ada investor asing yang menyatakan komitmen resmi untuk masuk ke proyek tersebut.

    Tr Winarno mengatakan, sejatinya sudah ada satu investor asing yang telah melakukan pembicaraan dengan Kementerian ESDM terkait proyek gasifikasi batu bara ini.

    “Yang jelas sudah pernah ada ngobrol dan arahnya positif,” ujar Tri dikutip Jumat, 10 Oktober.

    Tri menyebut, investasi tersebut masih terkendala permasalahan pendanaan. Selain itu, terdapat pihak ketiga dan tidak melibatkan negara.

    “Katanya waktu itu ada pihak ketiga, tidak melibatkan negara. Nah, kelanjutannya kita sedang (berproses),” lanjut Tri.

    Kendati demikian, dirinyai tidak mengungkapkan nama perusahaan asing tersebut.

    Tri juga tidak mengelak jika sejatinya proyek ini belum memilki investor baru setelah ditinggal Air Product.

    Sebelumnya, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan mengatakan belum ada investor asing yang menyatakan komitmen resmi untuk masuk ke proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) di Indonesia.

    Adapun sebelumnya perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat (AS), Air Products and Chemicals mundur dari proyek DME tersebut.

    “Untuk DME, kami belum mendengar yang very clear perusahaan mana lagi yang akan masuk ke Indonesia,” ujar Nurul saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa, 7 Oktober.

    Menurut Nurul, Indonesia memiliki kepentingan terhadap proyek DME karena melimpahnya cadangan batu bara di dalam negeri. Nurul bilang, dengan konversi batu bara menjadi gas, maka sebagian kebutuhan impor energi bisa kurangi.

    Sekadar informasi, DME merupakan proyek yang digadang-gadang sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan impor elpiji dan mendorong kemandirian energi nasional.

  • Video: Logam Tanah Jarang Jadi Senjata Negara Adi Kuasa

    Video: Logam Tanah Jarang Jadi Senjata Negara Adi Kuasa

    Jakarta, CNBC Indonesia –Sekarang ada babak baru dalam perebutan sumber daya strategis, bukan lagi minyak, bukan batu bara, kini giliran logam tanah jarang atau rare earth elements yang jadi rebutan.

    Simak informasi selengkapnyadalam program Nation Hub CNBC Indonesia, Jumat (09/10/2025)

  • KPK Bidik WN India Guna Usut Kasus Izin Tambang di Kutai Kartanegara

    KPK Bidik WN India Guna Usut Kasus Izin Tambang di Kutai Kartanegara

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan warga negara asal India bernama Sankalp Jaithalia, Kamis (9/10/2025). Namun keberadanya masih dicari oleh penyidik. 

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan Sankalp diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan gratifikasi batu bara di lingkungan pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. 

    “Sampai dengan saat ini penyidik juga masih terus mencari keberadaan yang bersangkutan termasuk juga penyidik mencari keberadaan dari tim pengacaranya,” kata Budi, Kamis (9/10/2025).

    Budi mengatakan kehadiran Sankalp dibutuhkan untuk memberikan keterangan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan gratifikasi metrik ton batu bara di wilayah Kutai Kertanegara ini.

    Lembaga antirasuah akan mendalami terkait dengan pengelolaan tambang yang dilakukan oleh Sankalp ataupun perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan WN India tersebut.

    “Dalam pengelolaan tambang itu juga penyidik tentu akan mendalami bagaimana pembayaran-pembayaran PNBB-nya,” tuturnya.

    Budi menyebut korupsi tidak hanya terjadi di sektor pembiayaan, tapi dapat dilakukan di sektor penerimaan. Oleh karenanya, penyidik akan menelusuri kepatuhan pembayaran atau penyetoran PNBB dari pihak-pihak terkait atau para pengelola tambang.

    Perlu diketahui  bahwa perkara ini menyeret mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari (RW). Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pada 2017.

    Satu tahun kemudian, Majelis hakim pengadilan tipikor Jakarta Pusat telah memvonis Rita 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan dan dicabut hak politiknya 5 tahun. Sebab, hakim mengungkapkan bahwa Rita terbukti menerima Rp110 miliar terkait izin proyek tambang.

  • KPK Cari Keberadaan WN India Sankalp Jaithalia Terkait Kasus Rita Widyasari
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Oktober 2025

    KPK Cari Keberadaan WN India Sankalp Jaithalia Terkait Kasus Rita Widyasari Nasional 9 Oktober 2025

    KPK Cari Keberadaan WN India Sankalp Jaithalia Terkait Kasus Rita Widyasari
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencari keberadaan Warga Negara Asing (WNA) asal India, Sankalp Jaithalia, terkait kasus gratifikasi Metric Ton Batu Bara di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari (RW).
    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, hari ini penyidik memanggil Sankalp Jaithalia sebagai saksi terkait perkara tersebut.
    “Sampai dengan saat ini penyidik juga masih terus mencari keberadaan yang bersangkutan, termasuk juga penyidik mencari keberadaan dari tim pengacaranya,” kata Budi, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (9/10/2025).
    Budi mengatakan, keterangan Sankalp Jaithalia dalam perkara Rita Widyasari sangat dibutuhkan penyidik, khususnya terkait pengelolaan tambang di perusahaan milik WNA India tersebut dan mekanisme pembayaran pajaknya.
    “Apakah sudah dilakukan secara patuh atau belum, sehingga ini juga kaitannya dengan penerimaan negara bukan pajak dari sektor tambang,” ujar dia.
    Budi menuturkan, kasus korupsi di sektor anggaran tidak hanya sebatas pembiayaan pengadaan barang dan jasa, melainkan juga ke pos-pos penerimaan.
    “Sehingga dalam perkara dugaan gratifikasi metrik ton batu bara ini, KPK juga akan menelusuri kepatuhan pembayaran atau penyetoran PNBP dari pihak-pihak terkait atau para pengelola tambang,” ucap dia.
    Rita Widyasari merupakan terpidana kasus penerimaan gratifikasi dan suap senilai Rp 110 miliar terkait perizinan kelapa sawit di Kutai Kartanegara.
    Dia divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 6 Juli 2018.
    Kini, Rita tengah menjalani vonis 10 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor dan dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung (MA).
    Mahkamah Agung diketahui menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Rita Widyasari pada 16 Juni 2021.
    Sehingga, anak kedua dari Bupati Kukar periode 2001-2010, Syaukani Hasan Rais, ini harus tetap menjalani vonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
    Tak berhenti sampai di situ, Rita yang juga terseret dalam kasus suap penyidik KPK, Stephanus Robin Pattuju, mengaku pernah memberikan uang sebesar Rp 60,5 juta kepada Robin.
    Namun, dalam kesaksiannya, Rita mengaku memberikan uang tersebut di luar kesepakatan Rp 10 miliar untuk mengurus pengembalian aset dan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terkait perkara suap dan gratifikasi tahun 2017.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Terbitkan Aturan Baru Tambang, Ada Soal LTJ-Mineral Radioaktif

    Prabowo Terbitkan Aturan Baru Tambang, Ada Soal LTJ-Mineral Radioaktif

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah resmi menerbitkan aturan baru di sektor pertambangan mineral dan batu bara. Regulasi ini memperluas cakupan pengelolaan tambang, sekaligus mengatur soal logam tanah jarang (LTJ) dan mineral radioaktif.

    Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

    Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 11 September 2025, dan berlaku sejak tanggal diundangkan, juga 11 September 2025.

    Berikut poin penting pada PP No.39 tahun 2025 yang mengatur soal LTJ dan mineral radioaktif:

    Mineral Radioaktif

    Pada PP No.39 tahun 2025 ini diatur terkait pengusahaan dan pemanfaatan mineral radioaktif. Hal ini tertuang pada perubahan Pasal 18. Berikut bunyinya:

    (1) Pengusahaan dan Pemanfaatan Mineral radioaktif dilaksanakan terhadap Mineral radioaktif yang diperoleh dari:

    a. WIUP Mineral radioaktif; atau

    b. Mineral ikutan radioaktif dari produk Pengolahan dan/atau Pemurnian.

    (2) Mineral radioaktif yang berasal dari Mineral ikutan radioaktif dari produk Pengolahan dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat digunakan sebagai sumber energi baru.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Mineral radioaktif sebagai sumber energi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

    Pada peraturan sebelumnya, hanya disebutkan bahwa “Pengusahaan dan pemanfaatan mineral radioaktif dalam WIUP Mineral radioaktif dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

    Logam Tanah Jarang

    Pada PP No.39 tahun 2025 ini juga disisipkan ketentuan baru mengenai pemanfaatan komoditas logam tanah jarang. Hal ini tertuang pada Pasal 18A.

    Komoditas logam tanah jarang ini diutamakan untuk pengembangan industri prioritas di dalam negeri. Ketentuan lebih lanjut akan diatur pada Peraturan Menteri.

    Berikut bunyi lengkap Pasal 18A:

    (1) Pengusahaan dan Pemanfaatan komoditas logam tanah jarang diperoleh dari:

    a. WIUP Mineral logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b; atau

    b. Mineral ikutan produk Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral logam.

    (2) Komoditas logam tanah jarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk pengembangan industri prioritas di dalam negeri.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan komoditas logam tanah jarang untuk industri prioritas di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

    (wia)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Optimalkan Potensi Warga Binaan, Lapas Tuban Kerjasama Pemanfaatan FABA

    Optimalkan Potensi Warga Binaan, Lapas Tuban Kerjasama Pemanfaatan FABA

    Tuban (beritajatim.com) – Lapas Kelas IIB Tuban bersama Disnakerin dan PLN Nusantara Power UP Tanjung Awar-Awar Tuban menggelar penandatanganan perjanjian kerja sama dalam rangka mengoptimalkan potensi dan SDM Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dalam bidang pemberdayaan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).

    Kalapas IIB Tuban, Irwanto Dwi Yhana Putra menyampaikan program ini merupakan akselerasi dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan RI yang menginisiasi dan dipusatkan di Nusa Kambangan.

    “Melalui kegiatan ini, menteri berharap kota/kabupaten yang memiliki Lapas atau Rutan yang berdekatan dengan PLTU dapat kerja sama,” ucap Irwanto Dwi Yhana.

    Adapun dalam program ini pihaknya menyiapkan sedikitnya 20 WBP berdasarkan asesmen minat dan bakatnya yang akan disesuaikan dengan keterampilan bidang pelatihannya. Serta, menjadi modal saat berwirausaha kala sudah bebas.

    “Kami bersyukur dan terima kasih kepada Pemkab Tuban mengarahkan dan membimbing kami. Serta kami ucapkan terima kasih kepada PLN NP yang mendukung program ini,” imbuhnya.

    Sementara itu, Sekda Tuban, Budi Wiyana menyampaikan bahwa penandatanganan kegiatan ini merupakan kolaborasi Pemkab melalui Disnakerin, tujuannya untuk memberdayakan WBP melalui keahlian dan keterampilan yang dapat dimanfaatkan ketika mereka sudah bebas dan terjun kembali ke masyarakat.

    “Wujudnya melalui pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) yang merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batu bara pada fasilitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tuban,” ujar Sekda Tuban. Rabu (08/10/2025).

    Lanjut, FABA ini nantinya dapat digunakan dan dimanfaatkan, secara ekonomi bisa dibuat paving atau bahan lainnya. Sehingga, ekosistem inilah, melalui Disnakerin ada standarisasi dalam proses melatih dan pangsa pasar. “Harapannya tidak hanya produksi saja, namun juga bagaimana pemasarannya ke depan,” terang Budi sapanya.

    Lanjut, pihaknya juga berharap ada sinergi dengan instansi terkait seperti Dinas PU atau pihak desa dengan proyek pembuatan jalan lingkungan desa serta pihak-pihak lainnya.

    Di tempat yang sama, Senior Manajer PLN Nusantara Power Unit Pelaksana Tanjung Awar-Awar, Yunan Kurniawan menyebut, program ini kolaborasi lintas sektor melalui TJSL perusahaan yang harapannya bukan hanya sebatas charity saja. “Kedepan program pemberdayaan yang berkelanjutan dan bisa menciptakan WBP mandiri,” tutur Yunan sapanya.

    Sehingga, strategi kerja sama ini akan mendorong tujuan yang baik. Serta pihaknya memastikan selama PLN NP UP Tanjung Awar-Awar masih beroperasi, bahan baku FABA untuk produksi paving ini masih tersedia dan mencukupi. [dya/kun]

  • Terungkap! Alasan Koperasi Bisa Kelola Tambang hingga 2.500 Hektare

    Terungkap! Alasan Koperasi Bisa Kelola Tambang hingga 2.500 Hektare

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koperasi (Kemenkop) mengungkapkan alasan di balik Peraturan Pemerintah (PP) No.39/2025 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba yang memungkinkan badan usaha koperasi bisa mengelola tambang hingga seluas 2.500 hektare.

    Menteri Koperasi (Menkop) Ferry Juliantono menyampaikan bahwa hal ini merupakan perwujudan prinsip bahwa koperasi memiliki kesempatan yang sama dengan badan usaha lainnya untuk mengembangkan bisnis mereka.

    “Kita akan buktikan koperasi bisa masuk ke sektor-sektor yang selama ini dianggap koperasi tidak mampu. Koperasi akan mampu masuk ke sektor-sektor yang besar,” kata Ferry saat ditemui di sela-sela acara Investor Daily Summit di Jakarta, Rabu (8/10/2025).

    Dia lantas menyebut bahwa koperasi nantinya dapat memiliki lini usaha di pelbagai sektor seperti perbankan, pabrik, kapal modern, dan lain sebagainya.

    Ketika ditanya perihal kriteria koperasi yang bakal menerima izin pengelolaan tambang tersebut, Ferry berujar bahwa hal itu akan diatur baik oleh Kemenkop maupun Kementerian ESDM.

    Menurutnya, masing-masing kementerian terkait akan memiliki peraturan hingga petunjuk teknis sendiri yang lebih terperinci dari PP tersebut.

    “Tapi ini kesempatan sejarah, baru pertama kali koperasi boleh mengelola tambang mineral seluas 2.500 hektare,” ujar Ferry.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Pasal 17 ayat (4) PP No.39/2025 menyatakan bahwa pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam dan batu bara dilakukan dengan cara pemberian prioritas.

    Koperasi berada dalam kluster pemberian WIUP yang sama dengan badan usaha kecil dan menengah serta badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.

    Dalam perubahan aturan ini, terdapat beberapa pasal baru yang disisipkan di antara Pasal 26 dan Pasal 27 yang berkaitan dengan koperasi.

    Berdasarkan Pasal 26A, pemberian prioritas tersebut salah satunya dilakukan melalui verifikasi kriteria dan persyaratan administratif, teknis, dan atau pernyataan komitmen, serta persetujuan dari menteri.

    Khusus koperasi, verifikasi terhadap legalitas dan kriteria keanggotaan koperasi yang akan menerima pemberian prioritas WIUP akan dilakukan oleh menteri penyelenggara urusan pemerintahan di bidang koperasi. Hal ini termakub dalam pasal 26C.

    Di samping itu, Pasal 26 E mengatur bahwa persetujuan menteri tersebut diterbitkan melalui sistem OSS (online single submission).

    Terkait luas WIUP mineral logam atau batu bara yang dapat diberikan kepada koperasi, Pasal 26F menyatakan paling luas sebesar 2.500 hektare. Jumlah tersebut sama dengan ketentuan yang berlaku bagi badan usaha kecil dan menengah.

  • Menkop Susun Kriteria Koperasi Pengelola Tambang hingga 2.500 Ha

    Menkop Susun Kriteria Koperasi Pengelola Tambang hingga 2.500 Ha

    Jakarta

    Koperasi kini diberi wewenang untuk menggarap tambang mineral dan batu bara (minerba). Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba.

    Menteri Koperasi, Ferry Juliantono, menjelaskan aturan ini memberikan wewenang bagi koperasi untuk masuk ke sektor-sektor minerba. Namun, kriteria koperasi yang dapat mengelola tambang masih dalam proses penyusunan.

    “Kriterianya secara teknis nanti Kementerian Koperasi akan buat aturan, tapi secara teknis juga nanti di Kementerian ESDM juga ada,” ungkap Ferry saat ditemui wartawan di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (8/10/2025).

    Meski begitu, Ferry menyebut PP ini menjadi kesempatan bersejarah bagi koperasi. Menurutnya, momentum ini menjadi yang pertama sepanjang sejarah Indonesia. Ia pun menyebut sudah ada beberapa koperasi yang telah mengajukan izin pengelolaan tambang.

    “Sudah ada beberapa saya dengar dari daerah yang mengajukan ke kami,” jelasnya.

    Ferry menambahkan, Kementerian Koperasi sendiri kemungkinan akan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) untuk aturan ini. Namun, ia tak menyebut rinci verifikasi dan kriteria koperasi yang boleh mengelola tambang.

    “Iya, nanti lagi kita bahas. Belum, baru kemarin terbitnya. Ya mungkin (bentuknya) Permen, ada petunjuk teknisnya,” pungkasnya.

    Untuk diketahui, koperasi kini diberi wewenang untuk mengelola tambang minerba dengan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) maksimal seluas 2.500 hektar. Dalam pasal 26F pada beleid tersebut menyatakan luas WIUP mineral logam atau WIUP batubara untuk koperasi dan badan usaha kecil dan menengah diberikan paling luas sebesar 2.500 hektare.

    Kemudian pada pasal 26 C yang menyebutkan, verifikasi kriteria administratif terhadap legalitas dan kriteria keanggotaan koperasi bagi pemberian prioritas kepada koperasi, dilakukan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi terhadap koperasi. Usai melalui verifikasi, Menteri menerbitkan persetujuan pemberian WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara dengan cara prioritas melalui Sistem OSS.

    “Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat, khususnya di wilayah dengan potensi tambang,” ucap Ferry dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/10/2025).

    (rrd/rrd)

  • Bocoran Menkop: Sejumlah Koperasi Sudah Ajukan Izin Kelola Tambang

    Bocoran Menkop: Sejumlah Koperasi Sudah Ajukan Izin Kelola Tambang

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koperasi (Menkop) Ferry Juliantono menyebut sejumlah koperasi di daerah telah mengajukan izin pengelolaan tambang mineral dan batu bara (minerba).

    Dia menyampaikan bahwa hal itu seiring dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No.39/2025 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, kendati belum menyebutkan jumlah koperasi yang telah mengajukan izin tersebut.

    “Sudah ada beberapa saya dengar dari daerah yang mengajukan [izin pengelolaan tambang] ke kami,” kata Ferry saat ditemui di sela-sela acara Investor Daily Summit di Jakarta, Rabu (8/10/2025).

    Dia melanjutkan, pengelolaan tambang tersebut nantinya tidak akan dibatasi berdasarkan wilayah kerja, sehingga koperasi mana pun dapat mengajukan perizinan.

    Meski begitu, Ferry menyebut bahwa kriteria tertentu tetap berlaku. Hal ini akan diatur lebih lanjut dalam aturan yang diterbitkan oleh Kemenkop maupun pemangku kepentingan terkait seperti Kementerian ESDM.

    Dengan adanya peraturan ini, dia menilai bahwa koperasi akan memiliki kesempatan yang sama dengan badan usaha lainnya dalam mengembangkan bisnis mereka. Bahkan, dia sesumbar bahwa dalam waktu yang akan datang, koperasi juga dapat memiliki lini bisnis lainnya.

    “Kita akan menunjukkan koperasi bisa masuk ke sektor-sektor yang selama ini dianggap koperasi tidak mampu. Koperasi mampu masuk ke sektor-sektor yang besar. Bisa punya bank, bisa punya pabrik, bisa punya kapal modern, bisa punya tambang, bisa punya segala macam,” ujar Ferry.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Pasal 17 ayat (4) PP No.39/2025 menyatakan bahwa pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam dan batu bara dilakukan dengan cara pemberian prioritas.

    Koperasi berada dalam kluster pemberian WIUP yang sama dengan badan usaha kecil dan menengah serta badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.

    Dalam perubahan aturan ini, terdapat beberapa pasal baru yang disisipkan di antara Pasal 26 dan Pasal 27 yang berkaitan dengan koperasi.

    Berdasarkan Pasal 26A, pemberian prioritas tersebut salah satunya dilakukan melalui verifikasi kriteria dan persyaratan administratif, teknis, dan atau pernyataan komitmen, serta persetujuan dari menteri.

    Khusus koperasi, verifikasi terhadap legalitas dan kriteria keanggotaan koperasi yang akan menerima pemberian prioritas WIUP akan dilakukan oleh menteri penyelenggara urusan pemerintahan di bidang koperasi. Hal ini termakub dalam pasal 26C.

    Di samping itu, Pasal 26 E mengatur bahwa persetujuan menteri tersebut diterbitkan melalui sistem OSS (online single submission).

    Terkait luas WIUP mineral logam atau batu bara yang dapat diberikan kepada koperasi, Pasal 26F menyatakan paling luas sebesar 2.500 hektare. Jumlah tersebut sama dengan ketentuan yang berlaku bagi badan usaha kecil dan menengah.