Produk: Batu Bara

  • Tambang Ilegal Terbongkar! Langsung Ditutup, 1.430 Ton Batu Bara Disita

    Tambang Ilegal Terbongkar! Langsung Ditutup, 1.430 Ton Batu Bara Disita

    Jakarta

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menutup tambang ilegal di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatra Selatan.

    Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Penegakan Hukum ESDM (Ditjen Gakkum) pada Kamis (11/12/2025), menutup tiga titik stockpile (tumpukan) batu bara ilegal di Desa Penyandingan, Desa Tanjung Lalang, dan Desa Tanjung Agung, yang selama ini digunakan sebagai lokasi penampungan dan pengumpulan batu bara hasil penambangan tanpa izin.

    Tambang ilegal yang ditutup ini berada di dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Bukit Asam.

    Direktur Jenderal Penegakan Hukum ESDM, Jeffri Huwae menegaskan penutupan penambangan liar dan pengamanan barang bukti merupakan prioritas utama Ditjen Gakkum.

    “Tugas kami menghentikan aktivitas pertambangan liar. Penyitaan batu bara dan barang bukti lain adalah bukti bahwa negara bertindak, bukan hanya mengimbau,” ujar Jeffri di Jakarta, dikutip dari keterangan tertulis Kementerian ESDM Jumat (12/12/2025).

    Dari hasil penindakan tersebut, penyidik mengamankan barang bukti batu bara 1.430 ton. Terdiri dari batu bara in situ (bukaan batu bara), stockpile, dan karungan.

    Turut diamankan pula satu unit ekskavator, satu kendaraan pengangkut, serta sejumlah berkas dokumen yang digunakan untuk menunjang operasi pertambangan ilegal tersebut.

    Aktivitas ilegal ini diperkirakan tidak hanya menimbulkan potensi kerugian negara tetapi juga kerusakan lingkungan.

    Modus Pelaku

    Dalam operasi ini, tim PPNS Iditjen Gakkum ESDM mengungkap modus yang digunakan para pelaku, yaitu membeli lahan milik masyarakat setempat untuk dijadikan dasar melakukan pertambangan tanpa izin.

    Masyarakat kemudian dijadikan alasan sekaligus tameng oleh para pelaku, seolah-olah kegiatan tersebut dilakukan atas nama warga setempat.

    Menanggapi dinamika tersebut, Jeffri tetap mengedepankan pendekatan dialog agar penegakan hukum berlangsung transparan dan dapat dipahami seluruh pihak.

    “Kami tegas dalam penegakan hukum, namun tetap menjaga komunikasi dengan masyarakat. Aktivitas ilegal harus berhenti, dan proses hukum akan berjalan sampai tuntas,” tambah Jeffri.

    Penutupan tambang ilegal di Muara Enim ini mendapatkan dukungan dari Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (POM TNI) Komando Daerah Militer (Kodam) II Sriwijaya, Komando Rayon Militer (Koramil) 404/05, Personil Kodam II Sriwijaya, dan PT Bukit Asam untuk pengamanan dan kelancaran operasi di lapangan.

    Sebagaimana diketahui, aktivitas penambangan ilegal memberi dampak serius bagi keberlangsungan lingkungan. Pembukaan lahan tanpa memperhatikan kaidah teknis pertambangan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di sekitar kawasan tambang dan meningkatkan kerentanan lahan terhadap erosi, gerakan tanah, hingga perubahan hidrologi.

    Penegakan hukum dan penutupan tambang ilegal tidak hanya menghentikan praktik pertambangan yang merugikan negara, namun dapat menjadi salah satu instrumen penting dalam mitigasi bencana. Untuk mendukung program ini, Kementerian ESDM menetapkan tarif denda administratif bagi pelanggaran kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan di kawasan hutan untuk komoditas strategis.

    Aturan ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 391.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Tarif Denda Administratif Pelanggaran Kegiatan Usaha Pertambangan di Kawasan Hutan untuk Komoditas Nikel, Bauksit, Timah, dan Batu bara.

    (shc/hns)

  • ESDM Tutup Tambang Liar di Muara Enim

    ESDM Tutup Tambang Liar di Muara Enim

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghentikan aktivitas pertambangan liar di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatra Selatan. 

    Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Penegakan Hukum ESDM (Ditjen Gakkum) menutup tiga titik stockpile (tumpukan) batu bara ilegal di Desa Penyandingan, Desa Tanjung Lalang, dan Desa Tanjung Agung. 

    Area tersebut selama ini digunakan sebagai lokasi penampungan dan pengumpulan batu bara hasil penambangan tanpa izin.

    Direktur Jenderal Penegakan Hukum ESDM Jeffri Huwae menegaskan bahwa penghentian aktivitas pertambangan liar dan pengamanan barang bukti merupakan prioritas utama Ditjen Gakkum. 

    “Tugas kami menghentikan aktivitas pertambangan liar. Penyitaan batubara dan barang bukti lain adalah bukti bahwa negara bertindak, bukan hanya mengimbau,” ujar Jeffri melalui keterangan resmi, Jumat (12/12/2025).

    Dari hasil penindakan tersebut, penyidik mengamankan barang bukti berupa batu bara dengan jumlah kurang lebih 1.430 ton. Jumlah itu terdiri dari batu bara in situ (bukaan batu bara), stockpile, dan karungan. 

    Selain itu, turut diamankan pula satu unit eskavator, satu kendaraan pengangkut, serta sejumlah berkas dokumen yang digunakan untuk menunjang operasi pertambangan ilegal tersebut. 

    Jeffri menyebut, aktivitas ilegal ini diperkirakan tidak hanya menimbulkan potensi kerugian negara tetapi juga kerusakan lingkungan. 

    Dalam operasi ini, tim PPNS Ditjen Gakkum ESDM mengungkap modus yang digunakan para pelaku, yaitu membeli lahan milik masyarakat setempat untuk dijadikan dasar melakukan pertambangan tanpa izin. Masyarakat kemudian dijadikan alasan sekaligus tameng oleh para pelaku, seolah-olah kegiatan tersebut dilakukan atas nama warga setempat.

    Menanggapi dinamika tersebut, Jeffri tetap mengedepankan pendekatan dialog agar penegakan hukum berlangsung transparan dan dapat dipahami seluruh pihak. 

    “Kami tegas dalam penegakan hukum, namun tetap menjaga komunikasi dengan masyarakat. Aktivitas ilegal harus berhenti, dan proses hukum akan berjalan sampai tuntas,” tambah Jeffri.

    Kegiatan penutupan tambang ilegal di Muara Enim ini mendapatkan dukungan dari Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (POM TNI) Komando Daerah Militer (Kodam) II Sriwijaya, Komando Rayon Militer (Koramil) 404/05, Personil Kodam II Sriwijaya, dan PT Bukit Asam untuk pengamanan dan kelancaran operasi di lapangan.

    Sebagaimana diketahui, aktivitas pertambangan ilegal memberi dampak serius bagi keberlangsungan lingkungan. Pembukaan lahan tanpa memperhatikan kaidah teknis pertambangan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di sekitar kawasan tambang dan meningkatkan kerentanan lahan terhadap erosi, gerakan tanah, hingga perubahan hidrologi.

    Penegakan hukum dan penutupan tambang ilegal tidak hanya menghentikan praktik pertambangan yang merugikan negara, namun dapat menjadi salah satu instrumen penting dalam mitigasi bencana.

    Untuk mendukung program ini, Kementerian ESDM menetapkan tarif denda administratif bagi pelanggaran kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan di kawasan hutan untuk komoditas strategis. 

    Aturan ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 391.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Tarif Denda Administratif Pelanggaran Kegiatan Usaha Pertambangan di Kawasan Hutan untuk Komoditas Nikel, Bauksit, Timah, dan Batu bara.

  • ESDM Tutup Tambang Liar di Muara Enim

    ESDM Tutup Tambang Liar di Muara Enim

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghentikan aktivitas pertambangan liar di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatra Selatan. 

    Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Penegakan Hukum ESDM (Ditjen Gakkum) menutup tiga titik stockpile (tumpukan) batu bara ilegal di Desa Penyandingan, Desa Tanjung Lalang, dan Desa Tanjung Agung. 

    Area tersebut selama ini digunakan sebagai lokasi penampungan dan pengumpulan batu bara hasil penambangan tanpa izin.

    Direktur Jenderal Penegakan Hukum ESDM Jeffri Huwae menegaskan bahwa penghentian aktivitas pertambangan liar dan pengamanan barang bukti merupakan prioritas utama Ditjen Gakkum. 

    “Tugas kami menghentikan aktivitas pertambangan liar. Penyitaan batubara dan barang bukti lain adalah bukti bahwa negara bertindak, bukan hanya mengimbau,” ujar Jeffri melalui keterangan resmi, Jumat (12/12/2025).

    Dari hasil penindakan tersebut, penyidik mengamankan barang bukti berupa batu bara dengan jumlah kurang lebih 1.430 ton. Jumlah itu terdiri dari batu bara in situ (bukaan batu bara), stockpile, dan karungan. 

    Selain itu, turut diamankan pula satu unit eskavator, satu kendaraan pengangkut, serta sejumlah berkas dokumen yang digunakan untuk menunjang operasi pertambangan ilegal tersebut. 

    Jeffri menyebut, aktivitas ilegal ini diperkirakan tidak hanya menimbulkan potensi kerugian negara tetapi juga kerusakan lingkungan. 

    Dalam operasi ini, tim PPNS Ditjen Gakkum ESDM mengungkap modus yang digunakan para pelaku, yaitu membeli lahan milik masyarakat setempat untuk dijadikan dasar melakukan pertambangan tanpa izin. Masyarakat kemudian dijadikan alasan sekaligus tameng oleh para pelaku, seolah-olah kegiatan tersebut dilakukan atas nama warga setempat.

    Menanggapi dinamika tersebut, Jeffri tetap mengedepankan pendekatan dialog agar penegakan hukum berlangsung transparan dan dapat dipahami seluruh pihak. 

    “Kami tegas dalam penegakan hukum, namun tetap menjaga komunikasi dengan masyarakat. Aktivitas ilegal harus berhenti, dan proses hukum akan berjalan sampai tuntas,” tambah Jeffri.

    Kegiatan penutupan tambang ilegal di Muara Enim ini mendapatkan dukungan dari Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (POM TNI) Komando Daerah Militer (Kodam) II Sriwijaya, Komando Rayon Militer (Koramil) 404/05, Personil Kodam II Sriwijaya, dan PT Bukit Asam untuk pengamanan dan kelancaran operasi di lapangan.

    Sebagaimana diketahui, aktivitas pertambangan ilegal memberi dampak serius bagi keberlangsungan lingkungan. Pembukaan lahan tanpa memperhatikan kaidah teknis pertambangan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di sekitar kawasan tambang dan meningkatkan kerentanan lahan terhadap erosi, gerakan tanah, hingga perubahan hidrologi.

    Penegakan hukum dan penutupan tambang ilegal tidak hanya menghentikan praktik pertambangan yang merugikan negara, namun dapat menjadi salah satu instrumen penting dalam mitigasi bencana.

    Untuk mendukung program ini, Kementerian ESDM menetapkan tarif denda administratif bagi pelanggaran kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan di kawasan hutan untuk komoditas strategis. 

    Aturan ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 391.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Tarif Denda Administratif Pelanggaran Kegiatan Usaha Pertambangan di Kawasan Hutan untuk Komoditas Nikel, Bauksit, Timah, dan Batu bara.

  • Tambang Ilegal Bakal Dibina, Pemerintah Siapkan Perpres Mineral Kritis

    Tambang Ilegal Bakal Dibina, Pemerintah Siapkan Perpres Mineral Kritis

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana membina pertambangan ilegal yang selama ini marak terjadi di Tanah Air. Terlebih, tambang emas ilegal dapat menghasilkan hingga 200 ton per tahun.

    Asisten Deputi Bidang Pengembangan Mineral dan Batu bara Kemenko Perekonomian Herry Permana menjelaskan, skema membina tambang ilegal itu bisa mencontoh pada yang terjadi pada sumur minyak dan gas bumi (migas).

    Dia menyebut, pemerintah kini telah menata sumur rakyat yang umumnya ilegal. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi.

    Melalui aturan baru tersebut, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dapat melakukan kerja sama pengolahan bagian wilayah kerja (WK), tata kelola, keamanan sosial, dan perlindungan investasi demi memberdayakan sumur ilegal itu. Alhasil, saat ini terdapat 45.095 sumur rakyat yang sudah diinventarisasi.

    “Kalau migas bisa harusnya minerba [mineral dan batu bara] bisa dong. Kita kasih waktu misalnya dari 20-38 provinsi terbit IPR [izin pertambangan rakyat], kita kasih waktu 4 tahun,” ucap Herry dalam acara Bisnis Indonesia Forum di Jakarta, Rabu (10/12/2025).

    Dia menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba) disebutkan bahwa jika ditemukan tambang rakyat yang belum memiliki IPR, maka menjadi prioritas.

    Menurutnya, pembinaan tambang rakyat ilegal menjadi penting. Sebab, di satu sisi, tambang ilegal itu menjadi lapangan kerja pada masyarakat sekitar.
    Oleh karena itu, jika tambang ilegal itu langsung diberantas, maka lapangan masyarakat juga terenggut.

    “Karena ini menyangkut rakyat, kalau untuk rakyat kan luasan IPR itu hanya 10 hektare maksimum, itu pun untuk koperasi. Kalau perorangan 5 hektare,” kata Herry.

    Dia juga mencontohkan, jika negara mampu membina tambang emas ilegal saja, hasilnya cukup signifikan. Menurutnya, emas yang dihasilkan dari tambang ilegal sebesar 100 ton per tahun bisa menjadi milik negara.

    Perpres Mineral Kritis dan Strategis

    Karena itu, pihaknya bersama kementerian/lembaga terkait tengah menyusun Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengelolaan mineral kritis dan strategis.

    “Oleh karena itu, tata kelola ini harus kita desain dengan baik. Saat ini, kami sedang menyusun Perpres terkait tata kelola mineral kritis dan strategis,” jelas Herry.

    Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kemenko Ekonomi Elen Setiadi menjelaskan, pihaknya bakal menggandeng kementerian/lembaga terkait untuk membahas aturan mengenai pengelolaan mineral kritis dan strategis tersebut.

    Menurutnya, aturan itu juga harus mampu mengintegrasikan sistem pada Kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertahanan, Kementerian Investasi dan Hilirisasi, hingga Kementerian Hukum.

    Dia menambahkan bahwa pembinaan tambang ilegal juga mampu melindungi pekerjaan masyarakat yang terlibat. Selain itu, penerimaan negara juga bakal terdongkrak.

    “Jadi, kalau ini berjalan dengan baik, pasti penerimaan ini berjalan dengan baik, masyarakat tadi pasti otomatis akan terbawa,” katanya.

    Kementerian ESDM mencatat ada 2.741 lokasi pertambangan tanpa izin (PETI) di Indonesia sepanjang 2022. Berbagai tambang tersebut bergerak di sejumlah komoditas, mulai dari batu bara, logam, dan non-logam.

    Tercatat, sebanyak 447 tambang ilegal berstatus di luar wilayah izin usaha pertambangan (WIUP). Sebanyak 132 tambang ilegal di dalam WIUP.

    Sementara itu, 2.132 tambang ilegal tidak diketahui datanya. Adapun, sebanyak 2.741 tambang ilegal itu tersebar di 28 provinsi pada 2021.

    Secara terperinci, tambang ilegal paling banyak berada di Jawa Timur, yakni 649. Sebanyak 562 tambang ilegal yang berlokasi di Sumatra Selatan.

    Kemudian, tambang ilegal yang berada di Jawa Barat dan Jambi masing-masing sebanyak 300 dan 178. Ada pula 159 tambang ilegal yang berada di Nusa Tenggara Timur.

    Sementara itu, tambang ilegal di Banten dan Kalimantan Barat berturut-turut sebanyak 148 dan 84. Di sisi lain, Kementerian ESDM tak mencatat keberadaan tambang ilegal di enam provinsi, yakni Aceh, Bali, Jakarta, Kalimantan Selatan, Riau, dan Sulawesi Selatan.

  • ESDM Buka Potensi Alihkan Subsidi LPG untuk Proyek DME Batu Bara

    ESDM Buka Potensi Alihkan Subsidi LPG untuk Proyek DME Batu Bara

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka potensi mengalihkan subsidi LPG untuk proyek hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).

    Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menuturkan, pihaknya saat ini masih menghitung harga pokok penjualan (HPP) untuk DME. Pemerintah pun membuka peluang untuk memberikan subsidi pada produk DME tersebut.

    “Kalau memang ada subsidi, itu merupakan pengalihan subsidi dari LPG yang ada pada saat ini,” ujar Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (12/12/2025).

    Adapun, proyek DME disebut menjadi keniscayaan demi mengurangi impor LPG. Proyek hilirisasi batu bara menjadi DME sejatinya sudah didengungkan sejak era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, rencana itu mandek usai PT Bukit Asam Tbk (PTBA) ditinggal investor utamanya dari Amerika Serikat (AS), Air Products & Chemical Inc.

    Dalam kesempatan terpisah, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, proyek DME dapat berjalan pada tahun depan. Menurutnya, hilirisasi batu bara kali ini telah dirampungkan konsep dan pra-feasibility study (pra-FS) nya oleh Satuan Tugas Hilirisasi.

    “Karena kita kan impor LPG, contoh konsumsi LPG kita 8,5 juta ton, kapasitas produksi dalam negeri itu hanya 1,3. Jadi kita impor sekitar 6,5 sampai 7 juta ton,” kata Bahlil kepada wartawan, Jumat (24/10/2025).

    Bahlil menuturkan, langkah ini menjadi strategi substitusi impor dengan memanfaatkan hilirisasi batu bara sebagai bahan baku DME. Terkait teknologi yang akan digunakan dalam proyek tersebut, Bahlil menyebut pemerintah masih mengkaji dua opsi utama.

    “Ini mitranya nanti dengan Danantara, teknologinya kan macam-macam ya, teknologi dari China, itu, bisa juga dari Eropa,” tuturnya.

    Terbaru, proyek DME kini memasuki tahap evaluasi oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

    CEO BPI Danantara Rosan Roeslani menekankan bahwa proyek DME termasuk dalam 18 proyek hilirisasi yang ditargetkan mulai berjalan pada 2026 sesuai arahan Presiden Ke-8 RI tersebut.

    “Kami juga memastikan dulu untuk teknologinya, teknologi yang kita utamakan adalah yang up to date juga dan paling efisien lah, karena kan DME ini dulu pernah dicoba jalankan, ya kan? Sempat groundbreaking malah, tapi kemudian berhenti,” ujarnya usai menghadiri rapat terbatas terkait hilirisasi di Istana Negara, Kamis (6/11/2025).

    Rosan mengatakan, evaluasi dilakukan secara komprehensif untuk memastikan proyek-proyek yang layak (feasible) dapat segera ditindaklanjuti. Dia menegaskan, aspek teknologi menjadi perhatian utama agar proyek dapat berjalan efisien dan berkelanjutan.

    “Nah hal itu yang kami kalau di Danantara tidak ada, tidak mau ada hal itu [proyek mangkrak] terjadi,” katanya.

    Menurut Rosan, evaluasi menyeluruh menjadi langkah penting agar proyek yang nantinya digarap tidak kembali mengalami hambatan seperti sebelumnya. Dia memastikan proses evaluasi akan menjadi dasar sebelum dilakukan peletakan batu pertama atau groundbreaking.

    Dari sisi pembiayaan, Danantara disebut tidak menemui kendala berarti. Rosan menegaskan lembaga yang dipimpinnya memiliki kapasitas pendanaan yang kuat dan siap berinvestasi langsung dalam proyek DME.

    “Saya enggak ingat angkanya, soalnya ada banyak angka-angkanya,” ujarnya.

  • DJP Agresif Panggil WP Jumbo, Ingin Ijon Pajak?

    DJP Agresif Panggil WP Jumbo, Ingin Ijon Pajak?

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak memiliki banyak opsi untuk memastikan defisit APBN akhir 2025 tak melampaui batas 3% terhadap PDB. Hal ini di tengah risiko shortfall penerimaan pajak yang diperkirakan semakin melebar. 

    Apabila mengacu pada data yang disampaikan pada konferensi pers APBN KiTa edisi November 2025, realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Oktober 2025 yakni Rp1.459 triliun atau baru 70,2% terhadap outlook laporan semester I/2025 Rp2.076,9 triliun. 

    Sementara itu, dari informasi yang dihimpun Bisnis, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto disebut memberikan instruksi kepada jajaran kepala kantor wilayah (kanwil) di bawahnya untuk mengejar target penerimaan hingga Rp2.005 triliun. Hal itu di tengah kemampuan kanwil untuk berkomitmen mengumpulkan Rp1.947,2 triliun. 

    Artinya, otoritas pajak memiliki waktu hanya kurang dari sebulan untuk mengumpulkan selisih senilai Rp57,8 triliun. 

    Menurut Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) Prianto Budi Saptono, kemampuan otoritas pajak untuk mengumpulkan sisa target penerimaan sangat bergantung kepada kapasitas masing-masing kantor pelayanan pajak (KPP). Sebab, setiap KPP memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tergantung dengan wajib pajak (WP) yang mereka layani. 

    “Jadi ada yang memang KPP punya wajib pajak lumayan bagus, karena industrinya lagi moncer. Akan tetapi di sisi lain, ada KPP yang memang wajib pajak dengan karakteristik yang lagi down,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (11/12/2025). 

    Prianto, yang juga berjibaku di Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), menceritakan bahwa sejumlah Kepala KPP beberapa kali pernah memanggil wajib pajak (WP) terutama pada kantor WP besar. Mereka rata-rata adalah BUMN yang ada di Jakarta. 

    Pemanggilan itu berdasarkan mutual relationship antara otoritas dan wajib pajak untuk memenuhi target penerimaan. WP besar bisa diberikan opsi untuk menyetorkan pajak mereka lebih dulu pada akhir tahun untuk kemudian dipindahbukukan dari tahun berikutnya. 

    “Itu praktik terjadi beberapa tahun lalu saya mendapatkannya dari wajib pajak yang cerita. Jadi dipanggil KPP kemudian ditanya mau menyumbang berapa, setor pajak tambahan berapa. Ada juga yang dipatok sekian, kalau begini otomatis akan berbeda-beda setiap KPP,” tuturnya. 

    Prianto mengatakan bahwa praktik ini mirip dengan ijon pajak. Praktik itu dilarang setidaknya saat Menkeu dijabat Sri Mulyani Indrawati, kendati tidak ada aturan sanksinya. 

    “Ada yang cerita, deposito di perusahaan cari dipindahkan ke setoran pajak nanti tahun berikutnya di awal-awal bisa di PBK [pindahbukukan] ke jenis pajak lainnya. Itu nanti mutual relationsip, bisa terjadi juga kembali ke kreativitas kepala kantor pelayanan pajak,” ucapnya. 

    Namun, apabila opsi dimaksud tidak berhasil, pemerintah setidaknya memiliki dua opsi untuk memastikan defisit APBN tidak semakin membengkak seiring pelebaran shortfall. Salah satu opsi yang sudah dikantongi pemerintah adalah penggunaan saldo anggaran lebih (SAL).

    Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Badan Anggaran (Banggar) DPR telah menyetujui rencana pemerintah untuk memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp85,6 triliun pada 2025. Wakil Ketua Banggar DPR Wihadi Wiyanto menyampaikan bahwa pemanfaatan SAL tersebut akan digunakan untuk mengurangi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), memenuhi kewajiban pemerintah, serta menutup belanja prioritas dan defisit anggaran. 

    “Silpa itu bisa digunakan, atau ternyata memang pajaknya terpenuhi keran utang dimungkinkan sesuai UU Perbendaharaan Negara. Ada cara lain, ya efisiensi lagi,” lanjut Prianto. 

    Ke depan, senjata pemerintah untuk mengumpulkan penerimaan pajak dengan target lebih tinggi yakni Rp2.357,7 triliun juga tidak banyak. Senjatanya masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya yakni memaksimalkan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi. 

    Apalagi, Menkeu Purbaya telah mengamanatkan kepada kementeriannya untuk tidak membuat pungutan pajak baru atau penaikan tarif. Hal itu kendati di tahun depan otoritas akan mulai memungut bea keluar untuk ekspor batu bara dan emas. 

    Dari sisi intensifikasi, Prianto menyebut otoritas bisa menggeser-geser WP dari pengurusannya di kantor pajak madya ke pratam apabila dinilai kurang potensial. Fiskus juga dinilai bisa menggunakan mekanisme SP2DK untuk pemeriksaan. 

    “Untuk ekstensifikasi, bisa menyisir wajib pajak yang belum masuk yaitu di underground economy, atau kebijakannya bisa diubah dengan sekarang membatasi wajib pajak badan yang masih menerapkan PPh final UMKM 0,5% dengan harapan mereka bayar lebih tinggi karena enggak bisa lagi [dapat insentif pajak 0,5%],” paparnya. 

    Di sisi lain, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan pihaknya tetap akan mengoptimalkan setoran penerimaan negara sampai dengan akhir tahun, yang tersisa persis sekitar 20 hari lagi sebelum tutup buku. Dia mengeklaim defisit APBN masih akan tetap aman. 

    “Kami akan optimalkan, harusnya sampai akhir tahun yang jelas defisitnya masih aman, jadi enggak usah, kami akan usahakan aman,” ujarnya usai ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (11/12/2025). 

    Purbaya tidak memerinci lebih lanjut apa strateginya dalam mengincar setoran pajak ratusan triliun untuk menutupi kekurangan penerimaan. Dia hanya menyebut otoritas akan menggali seluruh potensi penerimaan yang ada. 

    “Semua potensi akan kami gali,” terang mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu. 

  • Kejar Target, Dirjen Bimo Mulai Sisir Pajak dari Wajib Pajak Tajir

    Kejar Target, Dirjen Bimo Mulai Sisir Pajak dari Wajib Pajak Tajir

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memanggil sejumlah wajib pajak (WP) kaya terkait dengan kepatuhan perpajakan, Kamis (11/12/2025). 

    Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto menyebut pemanggilan WP kaya, atau high wealth individual (HWI), itu dalam rangka konsultasi berkaitan dengan data-data yang dinilai olehnya belum terkomunikasikan dengan baik.

    Dia menyinggung bahwa beberapa WP kaya belum mengetahui bahwa otoritas pajak bisa memantau kepatuhan mereka berdasarkan data dari instansi lain, yakni data kepemilikan manfaat atau beneficial ownership. 

    “Sekarang itu data luar biasa untuk benchmarking kepatuhan dari wajib pajak, terkadang wajib pajak mungkin merasa kami enggak punya akses terhadap data tersebut, sehingga di laporan SPT-nya itu tidak dimasukkan,” ungkapnya sebagaimana dikutip dari YouTube Pusdiklat Pajak, Kamis (11/12/2025). 

    Bimo menyampaikan bahwa harusnya kebijakan fiskal, yang salah satunya mencakup pajak, harusnya bisa menjadi penyeimbang guna menekan ketimpangan sosial dan penghasilan di Indonesia. Lulusan Taruna Nusantara itu menyebut harusnya hal itu menjadi kompas moral bagi masyarakat maupun penyelenggara negara. 

    Pada kesempatan yang sama, Bimo turut mengakui bahwa sektor mineral dan batu bara (minerba) serta sawit merupakan sektor yang sampai saat ini masih sulit dipajaki. 

    Menurut Bimo, kesulitan otoritas pajak untuk memungut setoran dari kedua sektor industri ekstraktif itu sudah dialami olehnya sejak awal berkarier di Ditjen Pajak pada 2002 lalu. 

    “Sejak 2002 saya bekerja di pajak itu selalu sektor strategis yang dikejar-kejar pajaknya dan enggak rampung-rampung sampai hari ini tuh sektor minerba dan sawit ” ujarnya di forum tersebut. 

    Dirjen Pajak yang pernah bekerja di Kemenko Maritim dan Investasi serta Kemenko Perekonomian itu mengakui, industri ekstraktif telah memanfaatkan kekayaan alam Indonesia. Akan tetapi, pemanfaatan sumber daya alam Indonesia itu justru menjauh dari prinsip pasal 33 Undang-Undang Dasar atau UUD 1945. 

    Pada pasal tersebut, harusnya kekayaan negara dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. “Betapa sebenarnya value added belum bisa kami secure. ESDM, DJP, DJSEF, pemerhati, akademisi dan konsultan, ini PR kita bersama,” terangnya. 

  • Menkeu Purbaya Tetapkan Bea Keluar Emas, Tarifnya 7,5%

    Menkeu Purbaya Tetapkan Bea Keluar Emas, Tarifnya 7,5%

    Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah menetapkan kebijakan baru di sektor ekspor logam mulia. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 80 Tahun 2025 yang mengatur pengenaan bea keluar atas komoditas emas. Aturan tersebut ditetapkan pada 17 November 2025.

    Meski ditandatangani pada November, PMK 80 tahun 2025 baru resmi diundangkan pada 9 Desember 2025. Sesuai ketentuan perundangan, regulasi ini mulai berlaku 14 hari setelah diundangkan, yakni efektif per 23 Desember 2025.

    Melalui kebijakan ini, pemerintah menegaskan mekanisme pengendalian ekspor emas sekaligus memperkuat penerimaan negara. Bea keluar diterapkan secara selektif berdasarkan jenis dan bentuk produk emas yang diekspor.

    Dikutip dari laman Kemenkeu, Menkeu mengungkapkan Indonesia, sebagai negara dengan cadangan emas terbesar keempat di dunia, menghadapi tantangan berkurangnya cadangan bijih emas. Di sisi lain, harga emas global melonjak tajam hingga mencapai USD4.076,6 per troy ounce pada November 2025.

    “Sejalan dengan prioritas pengembangan ekosistem bullion bank Indonesia, kebutuhan pasokan emas di domestik meningkat. Oleh karena itu, diperlukan instrumen kebijakan bea keluar untuk mendukung ketersediaan suplai emas di Indonesia,” ujar Menkeu.

    Penerapan kebijakan bea keluar ini juga sejalan dengan Pasal 2A Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, yang menyebutkan bahwa bea keluar diterapkan untuk menjaga ketersediaan suplai di dalam negeri maupun menstabilkan harga komoditas.

    Bea Keluar emas diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri melalui hilirisasi, mendukung terpenuhinya kebutuhan emas dalam ekosistem bullion bank, optimalisasi pengawasan tata kelola transaksi emas, dan optimalisasi penerimaan negara.

    Sementara itu, kebijakan BK batu bara diarahkan untuk mendorong hilirisasi, mendukung agenda dekarbonisasi batubara, serta meningkatkan penerimaan negara.

     

     

  • Tata Kelola Minerba Diperketat, Pemerintah Fokus Kurangi Kebocoran Negara

    Tata Kelola Minerba Diperketat, Pemerintah Fokus Kurangi Kebocoran Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menegaskan pentingnya dasar hukum yang mengatur pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara (minerba) secara nasional.

    Regulasi yang kuat dinilai menjadi pijakan utama untuk menertibkan aktivitas pertambangan ilegal yang kian marak di berbagai daerah.

    Asisten Deputi Bidang Pengembangan Mineral dan Batubara Kemenko Perekonomian, Herry Permana, menyinggung kembali sengketa nikel Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) beberapa tahun lalu. Ia mengatakan saat itu Indonesia dipertanyakan terkait kejelasan kebijakan minerba.

    “Waktu di WTO, kami ditanya, ‘Indonesia sudah punya kebijakan minerba atau belum?’ Sebenarnya kebijakannya telah disusun sejak 1999–2004, tetapi tidak pernah benar-benar selesai,” ujar Herry dalam diskusi Bisnis Indonesia Forum bertajuk Komitmen Penegakan Hukum dalam Tata Kelola Tambang, Rabu (10/12/2025).

    Herry melanjutkan bahwa pemerintah kemudian menerbitkan Keputusan Menteri ESDM No. 77 Tahun 2022 tentang Kebijakan Mineral dan Batubara Nasional. Kebijakan ini dinilai strategis karena memuat tiga pilar utama dalam pengelolaan minerba nasional.

    “Tiga pilar itu meliputi inventarisasi, pengelolaan dan pemanfaatan, serta konservasi. Itulah dasar dalam proses pengelolaan minerba nasional,” jelasnya.

    Lebih jauh, Herry mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini juga tengah mengkaji rancangan peraturan presiden mengenai tata kelola mineral kritis dan mineral strategis.

    “Walaupun sudah ada badan industri mineral yang baru, nanti kita akan duduk bersama untuk menentukan apakah kajian ini akan dilanjutkan,” katanya.

    Menurut Herry, langkah tersebut seharusnya tetap berjalan karena akan mengatur proses penambangan sesuai jenis komoditas, sehingga memperjelas peran pemerintah dari hulu hingga hilir.

    “Kita berharap, jika tata kelola dilakukan dengan baik, negara benar-benar hadir dan penerimaan negara dari sektor minerba tidak lagi bocor,” ujarnya, merujuk pada tingginya aktivitas pertambangan ilegal yang menurunkan potensi pendapatan negara.

    Herry menambahkan, pihaknya terus melakukan elaborasi dan kolaborasi dengan berbagai kementerian/lembaga (K/L) untuk memperkuat penegakan hukum, terutama dalam penertiban tambang ilegal di seluruh Indonesia.

    Renita Sukma Melati

  • DPR Sebut Tambang Ilegal Bikin Negara Rugi Ribuan Triliun Rupiah

    DPR Sebut Tambang Ilegal Bikin Negara Rugi Ribuan Triliun Rupiah

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra, Ramson Siagian, mengingatkan bahwa praktik pertambangan tanpa izin (PETI) atau tambang ilegal dapat merugikan negara hingga ribuan triliun rupiah.

    Hal itu dia sampaikan dalam acara Bisnis Indonesia Forum di Jakarta, Rabu (10/12/2025). Dia mulanya menegaskan bahwa menteri di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) harus memiliki kompetensi dalam memberantas PETI.

    Menurut Ramson, permasalahan PETI harus dilihat secara menyeluruh. Pasalnya, dia menilai keberadaan PETI dapat merugikan negara hingga ribuan triliun, terlebih jumlah PETI saat ini mencapai lebih dari 2.700 titik.

    “Ribuan triliun sudah habis dari tambang ilegal ini,” ucap Ramson.

    Di sisi lain, dia mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang telah membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), khususnya Satgas Halilintar, yang difokuskan untuk memberantas PETI.

    Menurut Ramson, keberadaan Satgas Halilintar juga perlu didukung oleh kebijakan dari kementerian terkait untuk menggalakkan pemberantasan PETI.

    “Saya sangat hormat pada kegiatan Presiden Prabowo melakukan tindakan extraordinary, yaitu membentuk Satgas Halilintar,” ujar Ramson.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Satgas Halilintar, Mayjen TNI Febriel Buyung Sikumbang, mengungkapkan bahwa pihaknya telah memverifikasi 120 perusahaan tambang yang terindikasi melakukan pelanggaran.

    Dia mengatakan ratusan perusahaan itu tersebar di 12 wilayah mulai dari Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Gorontalo, hingga Bangka Belitung.

    “Sampai dengan hari ini, kita sudah melakukan verifikasi atau pemanggilan kepada perusahaan tambang yang teridentifikasi melakukan pelanggaran itu sebanyak 120 perusahaan,” ujar Febriel.

    Dia menambahkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut mengelola sejumlah komoditas yang berbeda. Komoditas yang paling mendominasi adalah nikel, batu bara, emas, bijih tembaga, besi, hingga batu kapur.

    “Dengan berbagai komoditas, memang sementara ini mayoritas didominasi oleh komoditas nikel. Nikel, batu bara, bijih tembaga, emas, batu kapur sampai besi,” imbuhnya.

    Febriel menegaskan pihaknya masih terus melakukan verifikasi terhadap perusahaan yang diduga melanggar di kawasan tambang. Secara total, masih ada 200 perusahaan lagi yang masuk daftar verifikasi Satgas Halilintar PKH.

    Belakangan, Presiden Prabowo Subianto menyoroti maraknya PETI di Tanah Air. Dia menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menoleransi kegiatan pertambangan dan ekspor komoditas ilegal yang selama ini menyebabkan kerugian besar bagi negara.

    Prabowo menyebut praktik tersebut sebagai bentuk penipuan terhadap bangsa Indonesia yang telah berlangsung selama puluhan tahun, dengan nilai kerugian mencapai Rp800 triliun.

    Menurutnya, praktik tambang ilegal dan penyelundupan komoditas strategis seperti timah, batu bara, dan hasil mineral lainnya telah menyebabkan kerugian negara antara Rp30 triliun hingga Rp40 triliun per tahun selama hampir dua dekade.

    Jika dihitung secara konservatif, kata Prabowo, nilai kerugian nasional bisa mencapai Rp800 triliun.

    “Katakanlah kita ambil angka rendahnya, Rp20 triliun tiap tahun. Itu pun sudah Rp800 triliun dalam 20 tahun. Negara apa yang bisa kita bangun dengan hal-hal seperti itu?” tegasnya.

    Dia juga menilai praktik tersebut bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan pengkhianatan terhadap amanah konstitusi, karena kekayaan alam yang seharusnya digunakan untuk kemakmuran rakyat justru dieksploitasi demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.