Produk: Batu Bara

  • Mantan Menag: Pemberian IUP ke perguruan tinggi akan timbulkan masalah

    Mantan Menag: Pemberian IUP ke perguruan tinggi akan timbulkan masalah

    Negara menguasai air, bumi, dan semua kekayaan alam yang terkandung di bawahnya untuk sebesar -besar kemakmuran rakyat.

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Agam periode 2015—2019 Lukman Hakim Syaifuddin menilai pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada perguruan tinggi berpotensi menimbulkan masalah baru.

    Dalam jumpa pers Gerakan Nurani Bangsa (GNB) yang digelar di Jakarta Pusat, Selasa, Lukman Hakim Syaifuddin mengatakan bahwa pemberian IUP ke perguruan tinggi akan memberikan dua permasalahan.

    “Pertama, pasti muncul ketidakadilan karena kalau diberikan ke ormas atau ke perguruan tinggi tentu ada yang mendapatkan, ada yang tidak,” kata dia dalam jumpa pers tersebut.

    Kondisi ini akan membuat kesan ketidakadilan pemerintah kepada beberapa perguruan tinggi sehingga dualisme pun akan terjadi.

    Permasalahan kedua, lanjut dia, Pemerintah harus membuat persyaratan yang jelas untuk perguruan tinggi yang layak menerima IUP.

    Persyaratan ini harus disusun dengan ideal sehingga tidak berpotensi menimbulkan upaya penggunaan sumber daya tambang secara pribadi oleh pihak-pihak perguruan tinggi.

    Oleh karena itu, dia menilai pemberian IUP kepada perguruan tinggi merupakan langkah yang kurang tepat. Dalam hal ini, negara harus memegang penuh kendali akan hasil tambang di Tanah Air.

    Dengan demikian, masyarakat dan seluruh lembaga dapat memantau langsung kinerja pemerintah dalam mengelola tambang untuk kebutuhan rakyat.

    “Sebaiknya, kembali saja kepada konstitusi Pasal 33 Ayat (3) itu eksplisit, jelas sekali bahwa negara menguasai air, bumi, dan semua kekayaan alam yang terkandung di bawahnya untuk sebesar -besar kemakmuran rakyat,” jelas dia.

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merekomendasikan perguruan tinggi untuk diberikan IUP eksplorasi untuk mencari di mana dan berapa besar jumlah cadangan di wilayah tersebut.

    “Catatan dari kami, pemberian IUP yang dilakukan untuk ormas maupun nanti kepada perguruan tinggi adalah untuk IUP eksplorasi,” ujar Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Julian Ambassadur Shiddiq dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, di Jakarta, Kamis (23/1).

    Julian menyebutkan terdapat dua jenis IUP, yakni IUP eksplorasi dan IUP produksi. IUP eksplorasi untuk mencari di mana dan berapa besar jumlah cadangan, serta potensi pasti dari mineral atau batu bara yang terdapat di wilayah tersebut.

    Berdasarkan pengalaman Kementerian ESDM, Julian menjelaskan bahwa eksplorasi paling cepat dalam jangka waktu 3 tahun dengan biaya paling sedikit Rp100 juta per hektare.

    “Paling tidak dibutuhkan bor per 4 titik. Itu hanya untuk bor saja, belum biaya kimia dan lain-lainnya,” ujar Julian.

    Ia memperingatkan bahwa mengelola lahan tambang bukanlah sesuatu yang mudah karena mengelola tambang merupakan kegiatan yang memakan biaya besar.

    Oleh karena itu, Julian mengatakan bahwa calon penerima, baik yang berasal dari ormas keagamaan maupun perguruan tinggi, perlu diberikan pemahaman dari awal bahwa tambang bukan barang murah.

    “Walaupun nanti ditawarkan, jangan sampai tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya dan uangnya malah hilang,” kata Julian.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kecelakaan Hari Ini di Padang, Truk Batu Bara Rem Blong Terbalik Bikin Macet, Ada Korban?

    Kecelakaan Hari Ini di Padang, Truk Batu Bara Rem Blong Terbalik Bikin Macet, Ada Korban?

    TRIBUNJAKARTA.COM – Insiden kecelakaan hari ini di Padang Sumatera Barat, truk bermuatan barat terbalik, Selasa (28/1/2025).

    Peristiwa kecelakaan tunggal itu tepatnya terjadi di Kelok S Panorama II kawasan Sitinjau Lauik, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang sekira pukul 10.34 WIB.

    Saksi mata yakni pengendara bernama Indra Volta mengungkapkan kecelakaan itu mengakibatkan akses jalan terganggu.

    Indra datang dari arah Padang menuju Solok.

    “Hanya satu kendaraan bermuatan batu bara terbalik, sehingga menyebabkan akses jalan terganggu,” kata Indra Volta.

    Indra mengungkapkan kecelakaan itu membuat arus lalu lintas macet di sekitar lokasi.

    Akan tetapi untuk kendaraan sepeda motor bisa lewat tanpa ada gangguan.

    “Informasi yang saya dapatkan, diduga kendaraan mengalami rem blong,” katanya.

    Indra Volta menyampaikan tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini dan sopir truk berhasil selamat.

    Informasi yang dihimpun TribunPadang.com diketahui bahwa truk tersebut merupakan merek Mitsubishi Fuso warna orange dengan nomor polisi B 99** COC.

    Untuk kendaraan rebah di badan jalan dan muatannya juga berserakan di area badan jalan Padang – Solok. (TribunPadang)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Donald Trump Blak-Blakan Siap Bakar Lebih Banyak Batu Bara, Kenapa?

    Donald Trump Blak-Blakan Siap Bakar Lebih Banyak Batu Bara, Kenapa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Donald Trump kembali membuat pernyataan kontroversial terkait kebijakan energi dengan menyebut batu bara sebagai sumber energi penting bagi Amerika Serikat. Dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, Trump mengusulkan pembangunan pembangkit listrik baru yang dapat menggunakan batu bara sebagai cadangan energi, terutama untuk memenuhi kebutuhan listrik dari perkembangan kecerdasan buatan.

    Mengutip The New York Times, Trump mengklaim AS memiliki cadangan batu bara terbesar di dunia yang dapat diandalkan jika terjadi gangguan pada pasokan gas dan minyak.

    “Mereka bisa menggunakan apa saja sebagai bahan bakar, termasuk batu bara yang bersih,” ujar Trump dalam forum tersebut, seraya menambahkan bahwa pembangkit listrik harus siap menghadapi peningkatan permintaan listrik dalam beberapa tahun mendatang.

    Namun, fakta menunjukkan bahwa penggunaan batu bara di AS telah mengalami penurunan drastis dalam dua dekade terakhir. Pada 2023, batu bara hanya menyumbang 16 persen dari total kebutuhan listrik AS, kalah jauh dibandingkan gas alam, energi terbarukan, dan nuklir yang lebih efisien dan murah.

    Sebuah laporan pada 2023 mengungkapkan bahwa 99 persen pembangkit listrik tenaga batu bara di AS lebih mahal dioperasikan dibandingkan penggantinya dari energi terbarukan. Meski demikian, Trump bersikeras bahwa batu bara tetap relevan, terutama sebagai solusi darurat jika jaringan energi lain terganggu.

    Rencana Trump juga bertentangan dengan tren global yang menuju transisi energi bersih. Uni Eropa telah mencatat penurunan penggunaan bahan bakar fosil ke level terendah dalam sejarah, sementara energi surya dan angin berhasil melampaui batu bara sebagai sumber energi utama di wilayah tersebut.

    Di AS sendiri, data menunjukkan bahwa sekitar 51 pembangkit listrik tenaga batu bara dijadwalkan pensiun pada 2040. Permintaan listrik memang diprediksi naik 20 persen pada 2035, namun para ahli menilai kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh sumber energi yang lebih ekonomis seperti angin, matahari, dan baterai penyimpanan.

    David Pomerantz, Direktur Energy and Policy Institute, menyebut klaim Trump sebagai langkah mundur dalam transisi energi. “Batu bara adalah salah satu sumber energi paling mahal yang masih ada, dan tidak diperlukan untuk memenuhi permintaan energi baru,” ujarnya.

    Meski demikian, kelompok industri batu bara optimistis terhadap masa depan sektor ini di bawah kepemimpinan Trump. Emily Arthun, CEO American Coal Council, menyebut pemerintahan Trump dapat membuka peluang ekspor batu bara dan membangun pembangkit kecil sebagai tambahan kapasitas energi nasional.

    Namun, para ahli tetap skeptis terhadap masa depan batu bara. Sean O’Leary, peneliti senior Ohio River Valley Institute, menilai batu bara secara fundamental tidak kompetitif dibandingkan sumber energi lain. “Sebagian besar kebutuhan energi yang tidak dapat dipenuhi angin atau matahari akan ditopang oleh gas alam, bukan batu bara,” tegasnya.

    Langkah Trump yang tetap mengandalkan bahan bakar fosil juga berpotensi menghambat daya saing AS dalam transisi energi global. Saat China memimpin produksi teknologi energi bersih, AS justru menghadapi risiko tertinggal dalam era baru yang semakin meninggalkan ketergantungan pada batu bara dan bahan bakar fosil lainnya.

     

     

    (fsd/fsd)

  • Anggota DPR Khawatir Kampus Kehilangan Legitimasi Moral Jika Kelola Tambang – Halaman all

    Anggota DPR Khawatir Kampus Kehilangan Legitimasi Moral Jika Kelola Tambang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Bonnie Triyana, khawatir perguruan tinggi akan kehilangan legitimasi moral apabila mendapatkan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP).

    Bonnie khawatir perguruan tinggi tidak lagi kritis apabila bisa mengelola industri ekstraktif seperti pertambangan.

    “Gimana kamu mau melakukan kritik kalau kamu enggak punya legitimasi etika, enggak punya legitimasi moral, yang berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, keilmuan, kalau kamu melakukan apa yang sebetulnya tidak sepatutnya kamu lakukan,” kata Bonnie saat dihubungi Tribunnews.com pada Senin (27/1/2025).

    Legislator daerah pemilihan (Dapil) Banteng I ini menegaskan bahwa kampus sebagai benteng terakhir kebenaran ilmiah harus dipertahankan.

    “Kalau menurut saya kampus itu harus kita jaga betul sebagai benteng terakhir kebenaran ilmiah,” ujar Bonnie.

    Menurut Bonnie, memberikan izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi dapat membawa risiko besar, termasuk kerusakan lingkungan, konflik sosial, hingga dampak politis.

    “Karena kan tambang itu dampaknya bukan hanya lingkungan, dia akan ada aspek sosial, dia akan ada aspek bahkan lebih hebat lagi ke politis juga, apa-apa bisa ditari,” ucap pendiri majalah sejarah populer, Historia ini.

    Karenanya, dia menyarankan untuk mencari alternatif pendanaan yang lebih kreatif dan berkelanjutan bagi perguruan tinggi. 

    Bonnie mengusulkan penerapan mekanisme tax deduction bagi perusahaan yang mendukung penelitian dan pengembangan di kampus.

    “Misal dengan tax deduction yang diberlakukan kepada seluruh perusahaan, tidak hanya tambang, agar mereka mau memberikan kontribusi kepada dunia pendidikan tinggi, riset terutama ya, penelitian,” tuturnya.

    Usulan kampus mengelola tambang tercantum dalam naskah RUU perubahan ketiga UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Pasal 51A ayat (1).

    Di situ menyatakan bahwa  WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi secara prioritas. 

    Pemberian izin tersebut mempertimbangkan luas WIUP, akreditasi perguruan tinggi minimal B, serta kontribusi dalam meningkatkan akses pendidikan.

     

     

  • Pemberian Konsesi Tambang Dinilai Upaya Kooptasi Bagi Perguruan Tinggi

    Pemberian Konsesi Tambang Dinilai Upaya Kooptasi Bagi Perguruan Tinggi

    JAKARTA – Pengamat ekonomi energi UGM, Fahmy Radhi menilai bahwa pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi yang diatur dalam revisi UU Minerba merupakan upaya kooptasi kepada civitas akademika.

    Seperti diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) atas Perubahan Ketiga Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk mendapat izin mengelola tambang mineral logam.

    Menurut Fahmy, pemberian izin pengelolaan WIUP pada perguruan tinggi patut dipertanyakan. Apalagi, revisi UU Minerba digelar secara mendadak dan terkesan terburu-buru. Pengelolaan WIUP oleh perguruan tinggi justru merugikan bagi pihak kampus yang dianggap mengamini kerusakan lingkungan yang diakibatkan tambang.

    “Berbisnis tambang itu bukan tugas perguruan tinggi. Domain kampus adalah Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dalam aktivitas tambang itu, input dan outputnya itu pasti merusak lingkungan,” ungkapnya, Minggu 26 Januari 2025.

    “Belum lagi semisal terjadi ada konflik horizontal dengan konflik masyarakat sekitarnya. Masa perguruan tinggi akan terlibat dalam konflik tadi? Jadi, menurut saya, tidak tepat sekali. Jadi, menurut saya, harus di-drop atau digagalkan rencana ini,” sambung Fahmy.

    Dia menduga ada skenario dari pemerintah dan DPR untuk membungkam civitas akademika agar tidak lagi kritis terhadap kebijkan pemerintah yang merugikan rakyat. Karena itu, Fahmy berharap agar perguruan tinggi menolak wacana pemberian konsesi WIUP.

    “Saya yakin perguruan tinggi yang masih mengutamakan nurani dan kepentingan masyarakat akan melawan dan menolak wacana itu. Selain tidak bisa bersikap kritis, perguruan tinggi juga dituntut bertanggung jawab bila ada permasalahan yang timbul akibat aktivitas pertambangan,” kata Fahmy.

  • Jadi Ekonomi Terbesar ke-8 di Dunia, Indonesia Salip Prancis dan Inggris – Page 3

    Jadi Ekonomi Terbesar ke-8 di Dunia, Indonesia Salip Prancis dan Inggris – Page 3

     Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (ASPRINDO), Prof Didin S Damanhuri memuji langkah Presiden Prabowo Subianto yang melakukan paradigma shift (pergeseran paradigma) menuju pembangunan ekonomi kerakyatan (people center development)

    “Tapi memang masalah yang Indonesia hadapi saat ini memang sangat berat. Butuh waktu lebih panjang, untuk melakukan pembenahan. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen itu, yang harus dilakukan bukan hanya menggerakkan sektor ekonomi saja tapi secara keseluruhan. Yaitu, pembenahan tata kelola negara,” kata Prof Didin, dikutip Senin (20/1/2025).

    Ia menyatakan pembenahan ini bisa dimulai dengan membenahi regulasi dan penegakkan hukum, sebagai upaya untuk menekan kebocoran anggaran negara. Lalu, pemerintah juga perlu melakukan penghematan nasional dan melakukan evaluasi pada profit sharing dari sektor pengelolaan sumber daya alam.

    Advertisement”Kondisi di lapangan pelaku usaha yang mengembangkan sumber daya Indonesia, sebut misal perkebunan sawit, nikel, batu bara, migas, atau sumber daya alam lainnya, itu kan pemerintah mendapatkannya kecil. Harusnya bisa didorong untuk 50-50. Saat ini, setelah dikurangi dengan biaya-biaya, pembagiannya 30-70, dengan 30-nya untuk pemerintah. Prabowo harus berani untuk me-revisinya,” ujarnya.

    Ia mengungkapkan, Hashim Djojohadikusmo, yang merupakan adik dari Presiden Prabowo Subianto, pernah mengungkapkan ada dana senilai Rp 300 triliun dari sawit yang tidak masuk ke negara, belum termasuk dari sektor sawit yang ilegal.

    Yang dimaksud itu adalah, pengusaha sawit memperluas lahannya tanpa bisa dicegah. Sementara yang terkena pajak hanyalah yang tercatat HGU. Perluasan lahan-nya sama sekali tidak memberikan benefit pada pemerintah.

    “Selama ini, alih-alih membenahi industri besar ini, pemerintah dalam upaya untuk menaikkan pemasukan dari sektor pajak, malah mencoba untuk membebankannya pada masyarakat, yang nota bene usahanya adalah usaha menengah ke bawah. Industri besar ini, persentasenya tidak menyentuh 1 persen. Sementara yang 99 persennya itu adalah industri menengah ke bawah, yang mayoritasnya adalah UMKM,” ujarnya lagi.

  • Izin Tambang Perguran Tinggi Masih di Tingkat DPR, Kemendikti Saintek Belum Bahas
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        26 Januari 2025

    Izin Tambang Perguran Tinggi Masih di Tingkat DPR, Kemendikti Saintek Belum Bahas Surabaya 26 Januari 2025

    Izin Tambang Perguran Tinggi Masih di Tingkat DPR, Kemendikti Saintek Belum Bahas
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) menyebutkan, pembahasan terkait izin
    perguruan tinggi
    untuk mengelola tambang masih di tingkat DPR.
    Diketahui, DPR RI mengusulkan
    izin tambang
    untuk perguruan tinggi itu dalam Revisi Undang-Undang (UU) Mineral dan Batu Bara (Minerba) saat rapat paripurna, Kamis (23/1/2025) lalu.
    “Ya secara formal internal Kementerian belum pernah membahas tentang itu. Jadi itu masih di tingkat DPR,” kata Wamendiktisaintek,
    Fauzan
    , saat di Surabaya, Minggu (26/1/2025).
    Dengan demikian, kata Fauzan, pihaknya belum bisa memastikan terkait kesiapan penerapannya.
    Sebab, izin tambang untuk perguruan tinggi tersebut perlu kajian yang mendalam.
    “Kesiapannya seperti apa, kami belum melakukan pembahasan secara khusus. Bukan setuju dan tidak, tentu ada kajian yang lebih komprehensif, baru di situ dikeluarkan satu
    statement,”
    ujarnya.
    “Tetapi yang jelas di internal Kementerian, Pak Menteri belum mengadakan konsolidasi terkait (Revisi UU) Minerba itu. Tentu saja (perlu kajian), karena itu menyangkut perguruan tinggi,” tambahnya.
    Fauzan menyebut banyak yang harus dipertimbangkan saat memberikan izin.
    Salah satunya, terkait proses adaptasi perguruan tinggi mengenai bisnis di sektor pertambangan.
    “Pengertian mampu ini harus kita terjemahkan. Kalau yang dimaksud mampu itu adalah mandiri, investasinya tidak sedikit. Tidak hanya finansial, tetapi tata kelolanya ini perlu adaptasi,” jelasnya.
    Diberitakan sebelumnya, Badan usaha milik perguruan tinggi menjadi salah satu pihak yang diusulkan mendapatkan Wilayah Izin Usaha Tambang (WIUP).
    Rencana ini tertuang dalam revisi UU Mineral dan Batubara yang sudah ditetapkan sebagai usul inisiatif dari DPR RI melalui rapat paripurna pada Kamis (23/1/2025).
    Pemberian pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi diusulkan oleh Asosiasi
    Perguruan Tinggi
    Swasta Indonesia.
    Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Indonesia, Budi Djatmiko, menyebut bahwa usul agar universitas diberikan hak untuk mengelola tambang datang dari lembaganya.
    Budi berkata, usulan itu pernah mereka sampaikan kepada Prabowo Subianto dan juga Joko Widodo.
    Budi mengeklaim APTISI memberikan usulan pertama kepada Jokowi pada tahun 2016.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Respons 5 Kampus soal Wacana Perguruan Tinggi Dapat Izin Tambang, UNY dan Unair Sambut Baik – Halaman all

    Respons 5 Kampus soal Wacana Perguruan Tinggi Dapat Izin Tambang, UNY dan Unair Sambut Baik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Lima perguruan tinggi (PT) ternama di Indonesia buka suara soal wacana kampus memperoleh izin untuk mengelola tambang.

    Usulan itu muncul dalam rapat pleno penyusunan rancangan undang-undang (RUU) tentang mineral dan batubara (minerba) yang digelar oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

    Berdasarkan catatan Tribunnews.com, lima kampus yang telah buka suara adalah Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).

    Lalu, bagaimana respons dari lima kampus tersebt soal usulan PT bisa mengelola tambang?

    UGM Belum Bahas

    Sekretaris UGM, Andi Sandi, menuturkan pihaknya belum memperoleh informasi soal usulan PT bisa mengelola tambang.

    Selain itu, pihaknya juga belum membahas lebih lanjut terkait usulan tersebut.

    “Kita itu belum dapat informasi itu dan kita belum bahas sama sekali. Jadi bukannya UGM itu menolak atau menerima.”

    “Belum, belum ada sama sekali diskusi itu,” katanya pada Rabu (22/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Andi menegaskan untuk memutuskan bahwa UGM menerima atau menolak usulan tersebut, maka akan diputuskan lewat rapat Majelis Wali Amanat (MWA).

    Dia mengungkapkan MWA perlu dilibatkan karena usulan PT bisa mengelola tambang merupakan keputusan besar.

    Kata dia, tidak hanya rektor yang berhak untuk memutuskan apakah UGM menerima atau menolak izin tambang kepada kampus.

    “Kita tidak bisa hanya dari rektor saja, itu harus MWA karena itu kebijakan besar. Jadi memang tidak mungkin rektor memutuskan sendiri hal itu karena akan melibatkan UGM secara keseluruhan dan pembagian kewenangan itu kan ada di MWA,” katanya.

    UNY Siap Terima jika Diperintah

    Rektor UNY, Sumaryanto, mengatakan kampus yang dipimpinnya siap melaksanakan perintah jika dimnta terlibat dalam pengelolaan tambang.

    Dia mengatakan perintah tersebut diterima demi kemaslahatan umat.

    “UNY itu kan bagian yang tidak terpisahkan dari negara ya siap melaksanakan kalau “didhawuhi” (diperintah). Udah itu saja. Demi kemaslahatan umat,” ujar Sumaryanto kepada Tribunnews.com, Jumat (24/1/2025).

    Kendati mengaku siap, Sumaryanto menegaskan pihaknya masih menunggu syarat dan regulasi dari pemerintah jika usulan PT bisa mengelola tambang resmi menjadi kebijakan dan tertuang dalam UU Minerba.

    Tentang peran di pertambangan, Sumaryanto mengungkapkan UNY memiliki multifakultas sehingga bisa berperan diberbagai bidang, mulai dari teknologi, biologi, hingga fisika.

    “Kami kan multi, misalnya dari aspek teknologi punya Fakultas Teknik, dari aspek biologi, kimia, fisika wonten (ada),” tuturnya.

    Unair Sambut Baik

    Senada dengan UNY, Unair pun menyambut baik wacana PT bisa mengelola tambang.

    “Kalau kemudian niatan baik ini direalisasikan, tentu dengan berbagai macam syarat, kami juga akan menyambut dengan baik,” kata Rektor Unair, Mohammad Nasih, Jumat, dikutip dari Kompas TV.

    Nasih menuturkan bisnis di dunia tambang bukanlah hal yang mudah. Karena itu, jika kampus benar-benar diminta untuk mengelolanya, dapat dipastikan pada awal pengelolaan belum dapat memperoleh untung.

    “Tidak ada bisnis yang langsung tiba-tiba untung, pasti tidak ada. Paling tidak, diperlukan 3-4 tahun baru untung. Itu pun kalau kondisinya dalam tanda kutip ya, kandungan tambang dan lain-lainnya itu masih normal,” papar dia.

    Nasih menuturkan jika kampus bisa mengurus pertambangan, lokasinya seharusnya adalah bekas atau pernah dikelola oleh pendahulunya.

    Dia mengungkapkan hal itu berkaca dari izin konsesi yang diterima oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Muhammadiyah.

    Nasih menilai hal tersebut harus menjadi perhatian di mana hasil pertambangan serta urusan konservasi yang harus ditanggung kampus ketika memang diberi izin mengelola tambang.

    Namun, dia menegaskan, jika memang kebijakan ini memberikan manfaat seperti meringankan biaya PTN, maka dipastikan akan disambut baik.

    “Tinggal kemudian hitung-hitungannya nanti nyucuk (sepadan) atau tidak. Kalau nggak nyucuk ya mohon maaf, tapi kalau masih nyucuk ya tentu perguruan tinggi akan dengan senang hati bisa menerima kesempatan yang sangat baik ini,” papar dia.

    UII Tolak Kampus Peroleh Izin Tambang, Pertanyakan Pihak yang Terima

    Aktivitas tambang batu bara. (dok.)

    Berbeda dengan UNY dan Unair, Rektor UII, Fathul Wahid, justru mempertanyakan kampus yang mendukung dengan wacana PT bisa mengelola tambang.

    Dia mengaku tidak paham dengan pola pikir kampus yang mendukung tersebut. Padahal, menurutnya, perlu modal besar jika memang kampus diizinkan untuk mengeloa tambang.

    “Jika kita ikuti logika para pendukung, dari informasi yang saya dapat, investasi usaha pertambangan sangat tinggi.”

    “Kampus dapat uang dari mana? Dana pendidikan ketika digunakan untuk usaha non-pemerintah itu implikasinya loh, termasuk di sisi perpajakan,” ujar Fathul, Sabtu (25/1/2025).

    Fathul menganggap izin pemberian tambang ke kampus demi memperingan pembiayaan adalah usulan tidak masuk akal.

    Dia lantas mempertanyakan kepada kampus-kampus yang sudah menjalankan berbagai usaha, apakah sudah berdampak terhadap penurunan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

    “Pakai saja logika serupa untuk usaha pertambangan. Kalau memang sudah ada penurunan UKT di kampus tersebut, berarti saya yang ketinggalan kereta,” ujar Fathul.

    Dia pun menegaskan kampus yang dipimpinnya menolak usulan kampus bisa mengelola tambang.

    “Saya masih belum percaya dengan yang mengatakan jika kampus mengelola usaha pertambahan dan uang kuliah semakin murah. Jangan-jangan yang tambah kaya justru para elite dan pemilik kampusnya,” katanya.

    UAJY Bingung Cara Penunjukkan Kampus yang Boleh Kelola Tambang

    Sementara, Rektor UAJY, Gregorius Sri Nurhartanto, mengaku bingung dan khawatir terkait usulan kampus yang diperbolehkan mengelola tambang.

    Ada beberapa hal yang melatari kebingungan Nurhartanto seperti pihak yang memiliki kewenangan untuk menentukan kampus mana yang berhak mengelola tambang.

    Pasalnya, ada ribuan perguruan tinggi yang tersebar di Indonesia.

    “Nanti umpama itu ada penunjukkan, penunjukkannya seperti apa? Mengingat di Indonesia ini ada 100 perguruan tinggi negeri dan 4.000 lebih perguruan tinggi swasta, yang akan diberikan kewenangan itu siapa?,” ucapnya, Rabu (22/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Di sisi lain, kekhawatiran Nurhartanto jika kampus menerima izin tambang adalah membuat perguruan tinggi lepas dari esensinya sebagai institusi pendidikan tinggi.

    “Kami khawatir kalau perguruan tinggi sampai terlibat di dalam pengelolaan sumber daya alam, memanfaatkan mengambil atau apa apapun namanya ya nanti apakah itu akan sampai ke rakyat,” ucapnya.

    Kekhawatiran lain dari Nurhartanto adalah terkait pembiayaan yang begitu besar untuk pengelolaan tambang.

    Kemudian soal dari mana perguruan tinggi mendapatkan dana besar untuk modal. Selain itu, pola pikir yang akan muncul hanyalah soal balik modal dan mencari keuntungan.

    Menurutnya, hal tersebut berbahaya bagi perguruan tinggi.

    “Rakyat malah jadi penonton yang harapannya selama ini perguruan tinggi menjadi penyeimbang, kontrolnya pemerintah dengan analisis-analisisnya nanti malah bisa bias kalau sudah merasa ternyata mengelola tambang memang enak,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Nurhartanto menegaskan UAJY menolak menerima jika tawaran untuk mengelola tambang disodorkan.

    “Tidak (tidak menerima tawaran mengelola tambang) apalagi ini kan tentu kami justru mengajukan pemikiran-pemikiran, mbok kami dilibatkan dalam hal bukan itunya tapi dalam hal memperbaiki alam lagi,” ujarnya.

    Perguruan tinggi bersama perusahaan-perusahaan tambang, katanya, bisa melakukan penghijauan kembali. Kemudian memberikan edukasi kepada masyarakat disekitar tambang. 

    “Ayo bagaimana bersama dengan perusahaan-perusahaan yang lain, penghijauan kembali, atau apa, mengedukasi masyarakat di sekitar tambang yang biasanya hanya jadi penonton kan begitu ya,” katanya.

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Wijaya Kusuma)(Kompas TV/Gading Persada)

     

     

  • Bahlil Ajak Pemerintah India Garap Hilirisasi Mineral, Perkuat Rantai Pasok

    Bahlil Ajak Pemerintah India Garap Hilirisasi Mineral, Perkuat Rantai Pasok

    Bisnis.com, JAKARTA —  Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengajak pemerintah India untuk bekerja dalam mendorong hilirisasi mineral dan batu bara di Indonesia.

    Hal itu dia sampaikan saat mendampingi Presiden Prabowo Subianto dalam kunjungan ke New Delhi, India pada Sabtu (25/1).

    Menurut Bahlil, hilirisasi membuka peluang besar bagi kerja sama internasional, salah satunya dengan India.

    Dia pun menekankan bahwa hilirisasi bukan sekadar meningkatkan nilai tambah komoditas dalam negeri, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan mempercepat pertumbuhan industri manufaktur berbasis sumber daya alam.

    Terkait peluang kerja sama dengan India, Bahlil menyoroti peran penting Indonesia sebagai salah satu produsen utama mineral strategis dunia.

    Sementara, India memiliki peluang untuk mendukung hilirisasi sektor batu bara serta berinvestasi pada mineral kritis seperti nikel yang penting untuk pengembangan baterai kendaraan listrik.

    “Kerja sama di sektor hilirisasi nikel sangat strategis bagi kedua negara. Indonesia dapat menjadi pusat produksi baterai kendaraan listrik, sementara India berperan sebagai mitra utama dalam rantai pasok global,” ujar Bahlil melalui keterangan resmi.

    Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu pun menekankan bahwa kerja sama dengan India merupakan peluang emas untuk mempercepat pengembangan industri berbasis mineral dan energi di Indonesia.

    “Kolaborasi ini tidak hanya membawa manfaat ekonomi, tetapi juga membuka ruang bagi penguatan industri dalam negeri melalui transfer teknologi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia,” imbuhnya.

    Melalui kerja sama yang baik dengan India, Bahlil optimistis Indonesia mampu mempercepat transformasi ekonominya, sekaligus memperkuat posisinya sebagai pemain utama dalam rantai pasok global.

    Dia menyebut kebijakan hilirisasi yang konsisten akan membawa dampak positif dalam jangka panjang bagi perekonomian nasional serta hubungan bilateral antara kedua negara.

    Bahlil menilai hilirisasi bukan sekadar meningkatkan nilai tambah komoditas dalam negeri, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan mempercepat pertumbuhan industri manufaktur berbasis sumber daya alam.

    “Dengan hilirisasi, kita tidak hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga mengekspor produk bernilai tambah yang mampu memberikan manfaat lebih besar bagi ekonomi nasional,” katanya.

  • Kampus Kelola Tambang, Siapa Setuju? Siapa Menolak?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 Januari 2025

    Kampus Kelola Tambang, Siapa Setuju? Siapa Menolak? Nasional 25 Januari 2025

    Kampus Kelola Tambang, Siapa Setuju? Siapa Menolak?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Badan usaha milik perguruan tinggi menjadi salah satu pihak yang diusulkan mendapatkan Wilayah Izin Usaha Tambang (WIUP).
    Rencana ini tertuang dalam revisi UU Mineral dan Batubara yang sudah ditetapkan sebagai usul inisiatif dari DPR RI melalui rapat paripurna pada Kamis (23/1/2025).
    Pemberian pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi diusulkan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia.
    Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Indonesia, Budi Djatmiko, menyebut bahwa usul agar universitas diberikan hak untuk mengelola tambang datang dari lembaganya.
    Budi berkata, usulan itu pernah mereka sampaikan kepada Prabowo Subianto dan juga Joko Widodo. Budi membuat klaim, APTISI memberikan usulan pertama kepada Jokowi pada tahun 2016.
    “Dari Pak Jokowi tidak direspon, lalu saya usulkan kepada Pak Prabowo pada 2018,” kata Budi kepada BBC News Indonesia.
    Budi juga mengatakan bertemu berkali-kali dengan Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran untuk membicarakan usulan tersebut. Setidaknya, ada sekitar 15 pertemuan.
    Usulan universitas mengelola konsesi pertambangan dirumuskan dalam dokumen berjudul “Usulan APTISI: Peta Jalan Pendidikan Bahagia Menuju Indonesia Emas 2045”.
    Pada dokumen itu, Budi Djatmiko tertulis sebagai penyusun dokumen. Nama lain yang tertera adalah La Ode Masihu Kamaludin, yang ditulis penyunting. Kamaludin tercatat sebagai anggota dewan pakar pada Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran untuk Pilpres 2024.
    Dia sempat menjabat ketua Forum Rektor Indonesia pada 2013 dan pernah berkiprah sebagai anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan.
    Kamaludin berkata, dokumen usulan itu mereka terbitkan pada Agustus 2024—sekitar dua bulan sebelum pelantikan Prabowo-Gibran.
    Peta jalan yang disusun Budi dan Kamaludin memuat “permasalahan utama pendidikan” yang mereka klaim selama ini “bias perkotaan”.
    “Pada saat anak desa ke kota ambil jurusan industri, dia enggak akan kembali ke desanya karena desanya enggak ada industri,” kata Budi via telepon, Selasa (21/01).
    Dokumen usulan itu menyebut “pertambangan merupakan salah satu elemen dalam solusi permasalahan pendidikan”.
    Pada dokumen itu, mereka menulis “Indonesia memiliki kekayaan bahan terbaik di dunia”. Pada poin tersebut pula, mereka membuat klaim “sumber daya manusia dan teknologi Indonesia belum mampu mengelolanya dengan optimal”.
    Saat ini, RUU sudah diketok menjadi inisiatif DPR pada Kamis. Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan, revisi RUU Minerba didorong oleh dua alasan utama.
    Pertama, adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 4 Tahun 2009. MK telah mengeluarkan tiga putusan, yakni 59/PUU-XVIII/2020, 60/PUU-XVII/2020 (pengujian formal), dan 64/PUU-XVIII/2020 (pengujian materiil).
    Dalam putusan tersebut, MK menolak pengujian formal tetapi mengabulkan sebagian pengujian materiil, sehingga memerlukan penyesuaian terhadap UU Minerba.
    Kedua, untuk memperkuat keberpihakan negara terhadap masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA).
    Lalu, revisi ini bertujuan untuk membuka peluang lebih besar bagi masyarakat melalui ormas, perguruan tinggi, dan UKM dalam pengelolaan tambang.
    “Revisi ini adalah langkah afirmatif untuk memastikan SDA dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat,” kata dia.
    Merespons hal ini banyak bermunculan pro dan kontra dari berbagai kalangan. Delapan fraksi di DPR menyepakati pembahasan revisi UU Minerba.
    Salah satu pihak yang menolak keras adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Penolakan ini bahkan disampaikan oleh Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) soal revisi UU Minerba di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Jakarta, Kamis (23/1/2025).
    “Kami menolak dengan keras keterlibatan atau pemberian hak atau akses dalam rancangan undang-undang perubahan minerba kepada perguruan tinggi. Saya kira cukup sudah bangsa ini menceburkan ulama ke lahan-lahan kotor,” kata Mukri di hadapan jajaran Baleg DPR RI.
    Mukri tidak ingin pemberian izin kelola tambang ini memberangus pikiran kritis perguruan tinggi.
    Dia sangat mendesak agar usulan pemberian izin kelola tambang ke universitas dihapuskan dalam revisi UU Minerba.
    “Jika mereka tempat kita bertanya tentang intelektualitas, diceburkan, bagaimana dia akan kemudian menjadi bersih ketika menyampaikan pikiran, kalau telah tercemari oleh lumpur-lumpur tambang,” sambungnya.
    Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Herianto, secara tegas menolak usulan pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi yang diatur dalam revisi Undang-Undang Minerba.
    Menurutnya, fokus perguruan tinggi adalah mendidik dan mengajar, bukan terlibat dalam aktivitas bisnis seperti pengelolaan tambang.
    “Kami menolak keras. Kampus itu tujuannya untuk mendidik, bukan jadi tempat bisnis,” kata Herianto kepada Kompas.com, Jumat (23/1/2025).
    “Jika kampus diberi pengelolaan tambang, mahasiswa berpotensi menjadi obyek bisnis. Ini jelas di luar koridor tujuan pendidikan tinggi,” tegas Herianto.
    Forum Rektor Indonesia mendukung wacana agar perguruan tinggi dapat mengelola tambang yang diusulkan masuk dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
    Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia Didin Muhafidin menilai langkah ini sangat positif, asalkan perguruan itu telah memiliki status badan hukum (BHP) dan unit usaha sendiri.
    “Perguruan tinggi seperti ITB atau UGM, yang sudah profesional dan memiliki unit usaha, sebenarnya sudah biasa mendapat kontrak di sektor pertambangan,” ujar Didin kepada Kompas.com, Rabu (22/1/2025).
    “Jadi, syaratnya harus yang sudah BHP dan memiliki badan usaha mandiri,” ujar dia.
    Menurut Didin, melibatkan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang akan meningkatkan pendapatan lembaga, terutama bagi perguruan tinggi swasta besar yang memiliki yayasan dengan unit usaha.
     
    Pendapatan tambahan ini diharapkan dapat mengurangi beban mahasiswa, misalnya dengan menekan kenaikan SPP atau biaya operasional lainnya.
    “Jika yayasan mendapatkan tambahan pendapatan dari proyek tambang, tentu muaranya akan meringankan beban mahasiswa,” kata Didin.
    “SPP mungkin tidak perlu naik, beban lain juga tidak perlu naik, dan kesejahteraan pegawai bisa meningkat,” ujar rektor Universitas Al Ghifari itu.
    Sejumlah rektor universitas juga telah angkat bicara mengenai isu ini. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Sumaryanto mengaku siap jika mendapat perintah untuk mengelola tambang. 
    “UNY itu kan bagian yang tidak terpisahkan dari negara ya siap melaksanakan kalau “didhawuhi” (diperintah). Udah itu saja. Demi kemaslahatan umat,” ujar dia.
    Saat ini masih menunggu syarat dan regulasi dari pemerintah jika usulan perguruan tinggi mengelola tambang dijadikan kebijakan.
    Terkait peran di pertambangan, Sumaryanto mengungkapkan, UNY memiliki multi fakultas. Sehingga bisa berperan diberbagai bidang, mulai dari teknologi, Biologi hingga Fisika.
    “Kami kan multi, misalnya dari aspek teknologi punya Fakultas Teknik, dari aspek Biologi, Kimia, Fisika wonten (ada),” ucapnya.
    Sumaryanto menuturkan civitas akademika UNY siap jika diminta untuk terlibat dalam pengelolaan.
    “Insya allah (siap) ya dosen tendik mahasiswa, alumni dan mitra kerja,” pungkasnya.
    Sementara itu, Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. M Nasih, juga setuju dengan wacana perizinan pengelolaan tambang untuk perguruan tinggi. 
    Nasih menganggap, rencana memberikan
    izin tambang untuk perguruan tinggi
    tersebut merupakan sebuah niat baik dari Pemerintah.
    “Niatan ini kan sudah dapat satu, artinya pahalanya sudah satu. Kalau niatan baik ini direalisasikan tentu kami akan menyambut dengan baik,” kata Nasih, di Kampus B Unair.
    Pro dan kontra pun terjadi di lingkungan DPR. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Yasti Soepredjo khawatir adanya upaya pembungkaman sehingga pemerintah memberikan izin usaha kelola tambang kepada perguruan tinggi, organisasi masyarakat (ormas), dan usaha kecil menengah (UKM).
    Dengan begitu, pihak yang mendapat akses untuk mengelola tambang tersebut tidak lagi bersuara kencang kepada pemerintah.
    “Saya khawatir pemberian WIUP (wilayah izin usaha pertambangan) ini kepada ormas keagamaan dan perguruan tinggi adalah upaya pembungkaman. Apabila ormas bersuara kencang, perguruan tinggi bersuara kencang, itu bisa bernasib lain,” ujar Yasti di rapat Baleg DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/1/2025).
    Menurutnya, ada ribuan perguruan tinggi di Indonesia. Jumlah ormas di Indonesia juga banyak. Ia bertanya-tanya bagaimana pemerintah dapat memberikan izin usaha pertambangan kepada institusi tersebut.
    Oleh karenanya, ia juga mendorong agar pemberian izin usaha kelola tambang dilakukan secara selektif.
    “Bagaimana cara pemerintah memberikan IUP kepada ormas dan perguruan tinggi?. Harus selektif betul terhadap pemberian izin khusus ini,” tegasnya.
    Anggota DPR lain, yakni Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, juga menekankan pemberian konsesi tambang untuk perguruan tinggi perlu dikaji secara mendalam dan komprehensif.
    Ia menekankan pentingnya pertimbangan yang matang terkait usulan pemberian izin kelola tambang kepada perguruan tinggi.
    “Harus betul-betul dipikirkan manfaat dan mudaratnya, apakah lebih banyak ke kepentingan pendidikan atau bisnis?” ujar Lalu, saat dikonfirmasi oleh Kompas.com, kemarin.
    Kendati ada pihak yang kontra, ada pula yang mendukung usulan ini. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menilai, usul memberikan hak mengelola tambang bagi perguruan tinggi muncul agar kampus memiliki sumber penghasilan lain.
    Politikus Partai Gerindra ini berharap, pemberian izin kelola tambang ini bisa memberi manfaat yang baik kepada kampus.
    “Mungkin mekanisme pengerjaan dan lain-lainnya itu silakan nanti diatur di dalam aturan yang ada. Nah, sehingga kemudian memang pemberian-pemberian itu juga memberikan manfaat kepada universitas yang dimaksud,” kata Dasco.
    Di sisi lain, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Saintek) siap terlibat terkait usulan pemberian izin kelola tambang kepada perguruan tinggi.
    Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek, Togar M. Simatupang menilai usulan itu dapat membuat perguruan tinggi semakin dekat dengan sumber pendanaan.
    “Karena itu termasuk salah satu kebijakan dalam pendidikan tinggi yang dekat dengan apa, dekat dengan pendanaan, seperti itu kira-kira,” ujarnya.
    Sementara salah satu pihak kampus, Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB, Ridho Kresna Wattimena, mengungkapkan, ITB masih harus berpikir keras terkait pemberian izin kelola tambang.
    Sebab, usaha tambang adalah bisnis jangka panjang dan perlu modal besar.
    Dia menekankan proses pertambangan tidaklah cepat. Apabila kampus mendapat lahan kategori greenfield, maka harus menjalankan berbagai tahapan sebelum bisa menambang
    Tahapan yang dimaksud mulai dari penyelidikan umum, eksplorasi, membuat amdal, membuat studi kelayakan, kemudian membuat desain dan menambang.
    “Pengalaman teman-teman di industri, penyelidikan umum sampai eksplorasi (sekitar) 5 sampai 10 tahun, apakah perguruan tinggi memang diminta spend (mengeluarkan) uang 5 sampai 10 tahun sebelum bisa mendapatkan uang. Itu juga sesuatu yang berat untuk perguruan tinggi,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.